Proposal Kelompok 5 - C - Karotenoid
Proposal Kelompok 5 - C - Karotenoid
Isolasi dan Uji Daya Hambat Fukosantin dari Alga Cokelat Padina australis
aureus (MRSA)
YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2021
DAFTAR ISI
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Salah satu senyawa yang diduga memiliki aktivitas sebagai
antibakteri adalah fukosantin. Fukosantin merupakan karotenoid utama
yang terdapat dalam rumput laut coklat dan warna coklat pada rumput laut
ini berasal dari fukosantin (Wehr, 2003). Penelitian Limantara dan
Heriyanto (2010) menunjukkan bahwa Padina australis Hauck memiliki
kandungan fukosantin tertinggi. Peng et al. (2011) menyatakan bahwa
struktur fukosantin memiliki ikatan alenik (C-7’), 5,6-monoepoxida, dua
gugus hidroksil, gugus karbonil dan gugus asetil di cincin fukosantin.
Menurut Xie et al. (2015) gugus fungsi hidroksil, rantai alkil, rantai alkil
amina dan nitrogen atau oksigen merupakan gugus fungsi yang aktif sebagai
antibakteri.
2
1.4.1 Mengetahui kandungan fukosantin dalam rumput laut cokelat
Padina australis Hauck.
1.4.2 Mengetahui aktivitas antibakteri fukosantin yang terdapat dalam
rumput laut cokelat Padina australis Hauck terhadap MRSA.
3
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Padina australis
4
Genom : Eukariot
Kingdom : Chromista
Filum : Heterokontophyta
Kelas : Phaeophyceae
Suku : Dictyotales
Famili : Dictyotaceae
Genus : Padina
Spesies : Padina australis
Menurut (Nontji, Anugrah, 1993), ciri-ciri Padina australis. adalah
berbentuk tali seperti kipas, membentuk segment lembaran tipis,
substansinya gelatinous, warna coklat kekuningan, bagian atas lobus agak
melebar, holfast berbentuk cakram kecil berserabut.
Menurut (Karmana, 1987) Padina australis. adalah alga berdevisi
Phaeophyta yang bisa dibedakan dari sisi – sisi sebagai berikut :
a. Morfologi
Padina sp memiliki berbentuk seperti batang, berdaun banyak
atau seperti pedang, berbentuk seperti kipas dan mempunyai
warna cokelat. Akarnya berbentuk serabut yang disebut holdfast
untuk menempel kuat pada substrat sehingga dapat digunakan
untuk beradaptasi terhadap gerakan ombak pada daerah
intertidal.
b. Anatomi
5
Kromatofora berwarna cokelat pada Padina australis karena
banyak mengandung pigmen fotosintetik fukosantin, disamping
klorofil a. selnya berflagel dua, tidak sama panjang. Di bagian
yang menyerupai kipas terdapat garis-garis horisontal yang
disebut garis konsentris. Di ujung daun terdapat penebalan yang
disebut penebalan gametangia yang berfungsi sebagai
reproduksi gamet dan pelindung daerah pinggiran daun agar
tidak sobek karena ombak besar pada zona pasang-surut (Hoek,
1995).
c. Reproduksi
Padina sp mempunyai bulu cambuk dan sporangium beruang
satu dan transparan, biasanya berkembangbiak secara aseksual
dengan oogonium. Satu oogonium merupakan satu sel telur dan
gamet jantan mempunyai satu bulu cambuk yang terdapat pada
sisinya. Fase hidup yang dilalui Padina adalah fase gametofit dan
sporofit yang bergilir dan beraturan.
Menurut (Juliana, 2010), dinding selnya mengandung selulosa
dan pectin. Padina sp. dapat bereproduksi secara seksual dengan
cara oogami. Mula-mula gametofit jantan dan betina akan
membentuk gamet jantan dan betina yang sama bentuk dan
ukuranya. Gamet jantan dibentuk di dalam gametangium jantan
yang disebut spermatangium. Sementara itu, gametanium betina
disebut karpogonium yang mengasilkan gamet betina (ovum).
d. Habitat
Habitat ganggang ini kebanyakan di air laut. Padina sp. biasanya
ditemukan di pingiran pantai, dan biasanya jumlahnya paling
banyak. Ukuranya lebih besar dari
gangang coklat lainnya. Ganggang ini berwarna transparan, dan
berbentuk seperti jamur yang saling menyatu (Juliana, 2010).
6
australis terdapat kandungan senyawa kelompok alkaloid, flavonoid,
triterpenoid, saponin, fenolhidrokuinon dan tanin. Senyawa ini
memungkinkan Padina australis untuk dikembangkan sebagai anti bakteri
alami karena senyawa bioaktif yang dikandungnya dapat menghambat
partumbuhan bakteri (Saloso dkk, 2011).
Pigmen penyusun pada rumput laut coklat berasal dari golongan
klorofil dan turunannya, golongan karotenoid polar (ksantofil), serta
golongan karotenoid non polar (karoten). Klorofil a, pigmen berwarna hijau
kebiruan, merupakan pigmen utama dalam proses fotosintetik dari
tumbuhan, termasuk didalamnya rumput laut coklat, sedangkan karotenoid
hanya sebagai pigmen pelengkap. Haugan et al. (1995) dan Matsuno (2001)
menyatakan bahwa fukosantin merupakan karotenoid utama yang terdapat
dalam rumput laut coklat dan warna coklat pada rumput laut ini berasal dari
fukosantin (Wehr, 2003).
Fukosantin bermanfaat bagi kesehatan manusia. Fukosantin
memiliki kemampuan sebagai anti karsinogenik, anti peradangan,
melindungi sel terhadap bahan-bahan berbahaya (misal: H2O2) (Heo et al.,
2008) dan penangkal radikal bebas atau sebagai antioksidan (Sachindra et
al., 2007; Sukoso et al., 2010).
Fukosantin berperan dalam menghambat pertumbuhan sel kanker
pada hati, payudara, usus besar, prostat, paru-paru, kelenjar getah bening,
lambung dan sel darah putih atau leukimia melalui pengaruh mekanisme
kematian sel terprogram (apoptosis). Fukosantin juga berfungsi sebagai
antiobesitas dalam menghambat akumulasi lemak dan anti-diabetes. Lebih
lanjut, fukosantin merupakan suplemen makanan kesehatan yang sangat
baik dan sebagai kandidat obat potensial dalam pencegahan kanker (Wang
et al., 2005). Sebagai suplemen makanan kesehatan, fukosantin telah
terbukti tidak memiliki sifat toksik (Kadekaru et al., 2008).
Peranan Padina australis ini juga banyak digunakan untuk bahan
kosmetik dan obat-obatan. Beberapa aspek potensial dari rumput laut jenis
Padina australis yang pernak diteliti antara lain kajian potensi antibakteri
dan antioksidan (Hongayo, et al, 2012)
7
Eksplorasi aktivitas biologis fukosantin sebagai antibakteri masih
belum banyak dikembangkan. Menurut (Peng et al, 2011) menyatakan
bahwa struktur fukosantin memiliki ikatan alenik (C-7’), 5,6-monoepoxida,
dua gugus hidroksil, gugus karbonil dan gugus asetil di cincin fukosantin.
Menurut (Xie et al, 2015) gugus fungsi hidroksil, rantai alkil, rantai alkil
amina dan nitrogen atau oksigen merupakan gugus fungsi yang aktif sebagai
antibakteri. Fukosantin diduga memiliki potensi sebagai agen antibakteri
karena memiliki gugus hidroksil dan rantai alkil.
8
Gambar 6. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
2.4 Tinjauan tentang Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Menurut (Nurkusuma, 2009), Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami
kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. Resistensi ini terjadi karena
perubahan genetik yang disebabkan oleh paparan terapi antibiotik yang
tidak rasional. Alat medis yang tidak diperhatikan sterilitasnya merupakan
salah satu transmisi bakteri untuk berpindah dari satu pasien ke pasien
lainnya Transmisinya lainnya dapat pula melalui udara maupun fasilitas
ruangan, misalnya selimut atau sprai tempat tidur.
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan
salah satu agen penyebab infeksi nosokomial yang utama. Bakteri
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus berada di peringkat keempat
sebagai agen penyebab infeksi nosokomial setelah Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, dan Enterococcus (Tim Mikrobiologi FKUB,
2003).
2.5 Epidemiologi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
9
ditemukan yang biasa disebut dengan MRSA (Juuti, 2004). Terdapat
kekhawatiran baru pada tahun 1996 karena telah ditemukan penyebaran
MRSA yang menurun kepekaannya terhadap vankomisin (Yuwono, 2010).
Community-Acquired Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
terjadi pada penderita dengan riwayat rawat inap rumah sakit maupun tidak.
Tempat pelayanan umum, sekolah, penjara dan tempat yang penduduknya
padat mudah ditemukan bakteri tersebut. Infeksi Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus yang terjadi pada kulit dan jaringan lunak adalah
sekitar 75% (Biantoro, 2008).
2.6 Klasifikasi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
10
mempengaruhi jalur metabolisme yang pada akhirnya menghasilkan
perubahan pada dinding sel bakteri yang tidak lagi mengandung tempat
perlekatan agen antibakteri, atau bakteri bermutasi yang membatasi akses
dari agen antimikroba ke tempat perlekatan target intraseluler melalui down
regulation gen Porin (Tenover, 2006).
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat
memproduksi enzim β-laktamase. Enzim ini akan menghilangkan daya
antibakteri terutama golongan penisilin seperti metisilin, oksasilin, penisilin
G dan ampisilin. Adanya enzim tersebut akan merusak cincin β-laktam
sehingga antibiotik menjadi tidak aktif (Sulistyaningsih, 2010).
Mekanisme resistensi Staphylococcus aureus terhadap metisilin
dapat terjadi melalui pembentukan Penicillin-Binding Protein (PBP) lain
yang sudah dimodifikasi, yaitu PBP2a yang mengakibatkan penurunan
afinitas antibiotik golongan β-laktam. Suatu strain yang resisten terhadap
metisilin juga akan resisten juga terhadap semua derivat penisilin,
sefalosporin dan karbapenem. Penisilin bekerja dengan berikatan pada
beberapa PBP dan membunuh bakteri dengan mengaktivasi enzim
autolitiknya sendiri. Pembentukan PBP2a ini menyebabkan afinitas
terhadap penisilin menurun sehingga bakteri tidak dapat diinaktivasi
(Salmenlina, 2002).
2.8 Tinjauan Tentang Antibakteri
11
Bahan kelompok ini memiliki kemampuan untuk menghambat
perkembangbiakan bakteri. Jika bahan ini dihilangkan,
perkembangbiakan bakteri berjalan seperti semula.
2. Bakterisidal
Bahan kelompok ini memiliki kemampuan untuk membunuh
bakteri. Daya bakterisidal berbeda dengan bakteriostatik oleh
karena prosesnya hanya berjalan searah, yaitu bakteri yang telah
mati tidak dapat berkembang biak kembali meskipun bahan
bakterisidal dihilangkan (Lay dan Hastowo, 1992).
2.9 Mekanisme Kerja Antibakteri
12
Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua proses utama,
yakni transkripsi dan translasi. Antibakteri ini bekerja dengan
mengganggu sintesis protein yang dilakukan oleh mRNA dan
tRNA yang berlangsung di ribosom (Waluyo, 2007).
4. Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat.
Beberapa antibiotik yang mampu menghambat sintesis asam
nukleat antara lain rifampisin, sulfonamid, dan quinolon.
Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan berikatan
kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polymerase bakteri,
sehingga sintesis RNA bakteri terhambat (Brooks et al., 2005).
5. Penghambatan terhadap kerja enzim.
Sel menghasilkan enzim dan protein yang membantu
kelangsungan proses-proses metabolisme, banyak zat kimia
telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia misalnya
logam-logam berat, golongan tembaga, perak, air raksa dan
senyawa logam berat lainnya umumnya efektif sebagai bahan
antibakteri pada konsentrasi relatif rendah. Logam-logam ini
akan mengikat gugus enzim sulfihidril yang berakibat terhadap
perubahan protein yang terbentuk. Penghambatan ini dapat
mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel
(Pelczar dan Chan, 1998).
Beberapa senyawa yang mampu menghambat kerja enzim antara
lain adalah nitrit dapat menghambat enzim fosfat dehidrogenase, sulfit akan
menginaktifkan enzim yang memiliki ikatan disulfida, asam benzoat dapat
menghambat aktivitas a-ketoglutarat dehidrogenase dan suksinat
dehidrogenase (Parhusip et al., 2006).
2.10 Tinjauan Tentang Uji Aktivitas Antibakteri
13
1. Metode Dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution)
dan dilusi padat (solid dilution).
a. Metode dilusi cair/broth dilution test
Metode ini mengukur MIC (minimum inhibition concentration atau
kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bacterisidal
concentration atau kadar bunuh miminum, KBM). Cara yang dilakukan
adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba dengan
medium cair yang ditambahkan mikroba uji. Larutan uji agen
antimikroba kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang dengan
media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba,
dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih
setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).
b. Metode dilusi padat atau solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun, menggunakan
media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen antimikroba yang diuji digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi, 2008).
2. Metode Difusi
Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur
diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya
respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa
antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji
kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk.,
2007).
Beberapa modifikasi dari metode ini adalah sebagai berikut :
a. Metode Cylinder cup
Media yang telah diinokulasi bakteri, silinder diletakkan dalam
media tersebut kemudian dimasukkan zat antibakteri, diinkubasi
14
pada suhu 370C selama 18-24 jam dan diamati ada tidaknya daerah
hambatan disekeliling silinder.
b. Metode Cawan Kertas (Paper Disc Method)
Bakteri ditanamkan media agar kemudian kertas yang telah dibentuk
menjadi lingkaran ditetesi dengan ekstrak dengan konsentrasi
tertentu dan diletakkan dalam media.
c. Metode Sumuran Agar (Disch Method)
Bakteri ditanamkan media agar, kemudian dibuat lubang dengan alat
tertentu untuk menampung ekstrak dengan kadar tertentu yang akan
ditentukan potensinya (Lay and Hastowo, 1992).
2.11 Tinjauan Tentang Media
15
Medium ini ditambahkan dengan agar namun bahannya berbeda
dengan yang digunakan pada medium padat. Media ini
digunakan untuk mengamati gerak kuman secara mikroskopik.
3. Media cair
Media ini berbentuk cair. Media ini digukana untuk berbagai
tujuan seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar,
penelaahan fermentasi dan berbagai macam uji (Waluyo, 2008).
Penggolongan media mati berdasarkan susunan kimianya:
a. Medium non sintetik
Merupakan medium yang susunan kimianya tidak dapat
ditentukan secara pasti, contohnya : bahan – bahan yang
terdapat pada kaldu nutrien.
b. Medium sintetik
Merupakan medium yang susunan kimianya sudah dapat
diketahui secara pasti, contohnya : cairan Hanks, Locke,
Thyrode, Eagle (laboratorium virologi).
c. Medium semi sintetik
Merupakan medium campuran anatar medium sintetik dan
medium non sintetik, contohnya: cairan Hanks yang
ditambah serum pada laboratorium virologi.
d. Medium anorganik
Merupakan medium yang terdiri dari bahan – bahan
anorganik.
e. Medium organik
Merupakan medium yang terdiri dari bahan-bahan organik
(Waluyo, 2008).
16
menghambat DNA girase (topoisomerase II dan IV) yang terdapat dalam
bakteri. Penghambatan terhadap enzim yang terlibat dalam replikasi DNA
tersebut mengakibatkan penghambatan terhadap pertumbuhan sel bakteri
(Kaharapet et al., 2016).
17
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian
3.3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-
alat gelas, autoclave, bunsen, cawan petri, cawan porselen, coloni
counter, cylinder cup, inkubator, jangka sorong, laminar air flow,
tabung reaksi, , dan rotary evaporator.
3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rumput laut coklat Padina australis, Bakteri Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA), media Manitol Salt Agar,
Siprofloksasin, Ampisilin, Amoksisilin, aseton, methanol, aquadest.
18
3.4 Rancangan Penelitian
19
3.4.3 Uji Resistensi Antibiotik Bakteri Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA)
Uji resistensi antibiotic bakteri MRSA yang digunakan
dilakukan dengan menggunakan ampisilin dan amoksisilin dengan
konsentrasi 1; 1,5; dan 2 %. (Endang, D.W, dkk. 2020). Metode yang
digunakan untuk pengujian ini yaitu metode sumuran dengan media
Manitol Salt Agar (MSA) yang sudah diinokulasi bakteri MRSA.
Konsentrasi bakteri menggunakan standar ½ Mc Farland yang
mempunyai kekeruhan setara dengan 1,5 × 108 CFU/ml. Media yang
telah diberi perlakuan kemudian diinkubasi pada suhu 37ᵒC selama
24 jam. Diamati media yang telah diinkubasi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Afhami S, Seifi A, Hajiabdolbaghi M, Bazaz NE, Hadadi A, Hasibi M, Rezaie P,
Mohamadnejad E, Ghahan A, Hajinoori M, Veyceh F. Assessment of device-
associated infection rates in teaching hospitals in Islamic Republic of Iran.
East Mediterr Health J. 2019. 25(2):90-7.
Angga D. Kaharap., Christi Mambo., Edward Nangoy. 2016. Uji Efek Antibakteri
Ekstrak Batang Akar Kuning (Arcangelisia flava Merr.) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Manado : Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Brooks, G. F., Butel, J. S., Morse, S. A., & Mudihardi, E. 2005. Jawetz, Melnick,
& Adelberg's mikrobiologi kedokteran. Salemba Medika.
Davidson, R.L., 1980, Handbook of Water-Soluble Gums and Resins, Mc. Graw-
Hill, Inc, New York.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi.Yogjakarta: Djambatan
21
Hermawan, A., 2007, Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Dengan Metode
Difusi Disk, Artikel Ilmiah, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Airlangga Surabaya.
Heo, S.-J., Ko, S.-C., Kang, S.-M., Kang, H.-S., Kim, J.-P., Kim, S.-H., Lee, K.-
W., Cho, M.- G., & Jeon, Y.-J. 2008. Cytoprotective effect of fucoxanthin
isolated from brown algae Sargassum siliquastrum against H2O2-induced
cell damage. Eur. Food Res. Technol., 228: 145-151.
Jawetz, E., Melnink, J., Adelberg, E.A., Brooks, GF., Butel, J.S., and Ornston, L.
N. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. 20th ed. Jakarta: Salemba Medika
Kadekaru, T., Toyama, H., & Yasumoto, T. 2008. Safety Evaluation of Fucoxanthin
purified from Undaria pinnatifida. Nippon Shokuhin Kagaku Kogaku
Kaishi, 55(6): 304-308.
Moller, J.K., Larsen, A.R., Østergaard, C., Møller, C.H., Kristensen, M.A. and
Larsen, J. 2016. International travel as source of a hospital outbreak with
22
an unusual meticillin-resistant Staphylococcus aureus clonal complex 398,
Denmark, Eurosurveillance, 24(42), p.1800680Journal of Lampung
University.
Muhammad Nursid, Dedi Noviendri, Lestari Rahayu, Virza Novelita. 2016. Isolasi
Fukosantin dari Rumput Laut Coklat Padina australis dan Sitotoksisitasnya
Terhadap Sel MCF7 dan Sel Vero. JPB Kelautan dan Perikanan. Vol 11 (1):
83-90
Nontji, Anugrah. 1993. Laut Nusantara. Jakarta Djambatan.
Peng J, Yuan JP, Wu CF, Wang JH. 2011. Fucoxanthin, a marine carotenoid
present in brown seaweeds and diatoms: metabolism and bioactivities
relevant to human health. Marine Drugs. 9: 1806- 1828. Pelczar, M. J. &
Chan, E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Elements of Microbiology,
89.
Safitri, R., Novel, S. S., 2010., Medium Analisis Mikrorganisme (Isolasi dan
Kultur)., Jakarta : Trans Info Media. p. 29-34.
23
Shahkarami, F., Rashki, A. &Ghalehnoo, Z.R. 2014. Microbial susceptibility and
plasmid profiles of methicillin-resistant Staphylococcus aureus and
methicillin-susceptible S. aureus. Jundishapur journal of microbiology. 7(7)
Sit, P.S ., Teh, C.S.J., Idris, N., Sam, I.C., Omar, S.F.S., Sulaiman, H., Thong, K.L.,
Kamarulzaman, A. and Ponnampalavanar, S. 2017. Prevalence of
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) infection and the
molecular characteristics of MRSA bacteraemia over a two-year period in
a tertiary teaching hospital in Malaysia. BMC infectious diseases. 17(1),
p.274.
Thakuria, B., & Lahon, K. 2013. The Beta Lactam Antibiotics as an Empirical
Therapy in a Developing Country: An Update on Their Current Status and
24
Recommendations to Counter the Resistance against Them. Journal of
clinical and diagnostic research : JCDR. . 7(6), 1207–1214.
Wang, W.-J., Wang, G.-C., Zhang, M., & Tseng, C.K. 2006. Isolation of
Fucoxanthin from the Rhizoid of Laminaria japonica Aresch. J. Integrative
Plant Biology, 47(8): 1009-1015.
Wardhani., Lilis Kusuma., dan Sulistyani., Nanik. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri
ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera scandens (L.) Moq.)
Terhadap Shigella flexneri. Yogyakarta : Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 2. (1)
: 5.
Wehr, J.D. 2003. Brown Seaweed. In: Wehr, J.D., & Sheath, R.G. Freshwater Algae
of North America. p. 757-773. Academic Press, San Diego.
Wijaya, Bayu, Juliansyah. 2014. Uji Fitokimia Padina australis Di Pantai Bayah,
Kabupaten Lebak, Banten. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam: Universitas Pakuan Bogor
25