KUALITAS AUDIT
Kelompok 3A
Disusun Oleh :
M. Rusydi (31401800229)
FAKULTAS EKONOMI
2018/2019
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................4
2.1 Konsep Kualitas Audit........................................................................4
2.1.1 Indikator Kualitas Audit.........................................................7
2.1.2 Pengukuran Kualitas Audit.....................................................8
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit.........................10
2.2.1 Etika Auditor.........................................................................10
2.2.2 Kompetensi...........................................................................12
2.2.3 Independensi.........................................................................14
2.3 Pengaruh Etika, Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas
Audit.................................................................................................17
2.3.1 Pengaruh Etika Terhadap Kualitas Audit.............................17
2.3.2 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Audit...................17
2.3.3 Pengaruh Independensi Terhadap Kualitas Audit.................18
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................19
3.1 Kasus PT Muzatek Jaya 2004...........................................................19
3.2 Solusi Dari Kasus Kasus PT Muzatek Jaya 2004.............................20
BAB IV PENUTUP..............................................................................................22
4.1 Kesimpulan.......................................................................................22
4.2 Saran.................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit
perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam
lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas
dan tanggung jawab dari manajemen (Agen) untuk mengaudit laporan
keuangan perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin
supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan
terutama pemilik (prinsipal). Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal)
menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang
ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari uraian di atas terlihat
adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai
laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan
auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang
akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang
dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit
yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak
skandal yang melibatkan akuntan publik baik diluar negeri maupun didalam
negeri.
De Angelo dalam Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas
audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan
menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi
kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji
tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara
tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor.
Sementara itu AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam
Christiawan (2002:83) menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2
hal yaitu kompetensi dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh
langsung terhadap kualitas audit.
Berkenaan dengan hal tersebut, Trotter(1986) dalam Saifuddin
(2004:23) mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah orang
yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat,
intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Senada
2
dengan pendapat Trotter, selanjutnya Bedard (1986) dalam Sri Lastanti
(2005:88) mengartikan kompetensi sebagai seseorang yang memiliki
pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam
pengalaman audit. Adapun Kusharyanti (2003:3) mengatakan bahwa untuk
melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan
pengauditan (umum dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing
dan akuntansi serta memahami industry klien.
Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik
sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik
untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang
dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat
meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan
keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang
memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi.
Seiring dengan tuntutan untuk menghadirkan suatu proses bisnis yang
terkelola dengan baik, sorotan atas kinerja akuntan terjadi dengan begitu
tajamnya. Ini tidak dapat dilepaskan dari terjadinya beberapa skandal besar
“malpraktik bisnis” yang telah melibatkan profesional akuntan.
Peristiwa bisnis yang melibatkan akuntan tersebut seharusnya
memberikan pelajaran untuk mengutamakan etika dalam melaksananakan
praktik profesional akuntansi. Bagaimanapun situasi kontekstual ini
memerlukan perhatian dalam berbagai aspek pengembangan
profesionalisme akuntan, termasuk dari sisi etika, kompetensi, dan
independensi yang berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan.
3
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas audit?
BAB II
LANDASAN TEORI
4
dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat
menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan
melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam
melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing
dan kode etik akuntan publik yang relevan.
5
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
6
8. Standar Teknis.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Selain itu akuntan publik
juga harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam hal ini
adalah standar auditing. Standar auditing terdiri dari standar umum,
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP,2001;150:1):
1. Standar Umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus
dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menetukan sifat,
saat, dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfirmasi
sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
3. Standar Pelaporan
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
7
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada
ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
8
9
c. Kepatuhan terhadap SOP
Standar operasional perusahaan adalah penetapan tertulis mengenai
apa yang harus dilakukan, kapan, dimana, oleh siapa, bagaimana cara
melakukan, apa saja yang diperlukan, dan lain-lain yang semuanya itu
merupakan prosedur kerja yang harus ditaati dan dilakukan. Dalam
pelaksanaan audit atas laporan keuangan, auditor harus memperoleh
pengetahuan tentang bisnis yang cukup untuk mengidentifikasi dan
memahami peristiwa, transaksi, dan praktik yang menurut pertimbangan
auditor kemungkinan berdampak signifikan atas laporan keuangan atau atas
laporan pemeriksaan atau laporan audit.
10
terusmenerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta
rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya
manfaat pemeriksaan yang dilakukan.
11
g. Membuat laporan audit yang menyatakan laporan keuangan yang telah
disusun oleh klien telah sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum
atau tidak. Dalam pengungkapan yang informatif dalam laporan
keuangan harus memadai, jika tidak harus dinyatakan dalam laporan
keuangan auditan.
h. Di bidang sektor publik melakukan VFM audit yaitu melakukan audit
kinerja meliputi:
1) Ekonomi dan efisiensi yang bertujuan untuk menentukan apakah suatu
perusahaan telah memperoleh dan menggunakan sumber daya yang
ada secara efisien dan mematuhi aturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan efisiensi.
2) Audit program yang mencakup penentuan pencapaian hasil program
yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan oleh UU,
penentuan efektivitas kegiatan bisnis, pelaksanaan program, kegiatan
perusahaan, dan penentuan apakah perusahaan yang diperiksa telah
mentaati peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan.
12
Etika auditor merupakan ilmu tentang penilaian hal yang baik dan hal
yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Guna meningkatkan
kinerja auditor, maka auditor dituntut untuk selalu menjaga standar perilaku
etis. Kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis berhubungan dengan
adanya tuntutan masyarakat terhadap peran profesi akuntan, khususnya atas
kinerja akuntan publik. Masyarakat sebagai pengguna jasa profesi
membutuhkan akuntan professional. Label profesional disini
mengisyaratkan suatu kebanggaan, komitmen pada kualitas, dedikasi pada
kepentingan klien dan keinginan tulus dalam membantu permasalahan yang
dihadapi klien sehingga profesi tersebut dapat menjadi kepercayaan
masyarakat.
13
dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan kredibilitas
laporan keuangan yang telah diaudit, dengan menegakkan etika yang tinggi.
2.2.2 Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Lasmahadi (2002)
kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja
yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek
pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, nilai, sikap, pengetahuan dan
ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan
tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Kompetensi juga merupakan
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan
pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan
non-rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur
dengan pengalaman (Mayangsari,2003). Ashton (1991) dalam M. Nizarul
Alim et al (2007), menunjukkan bahwa dalam psikologi, pengetahuan
spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai hal yang penting untuk
meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran
kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-
pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik karena pada
dasarnya manusia memiliki sejumlah 11ias11t lain diselain pengalaman.
Pendapat ini didukung oleh Schmidt et al. (1988) yang memberikan
bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pengalaman bekerja dengan
kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas tugas. Selain
itu, pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja
auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis.
Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung
pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor.
Kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang
baik. Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan
pengetahuan. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit
14
memang harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki
agar penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Penerapan
pengetahuan yang maksimal tentunya akan sejalan dengan semakin
bertambahnya pengalaman yang dimiliki.
Pengetahuan
Kartika Widhi (2006) menyatakan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Adapun SPAP 2001 tentang standar
umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki
keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari
seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor
akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai
bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah
secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam
mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard et.al, 1987
dalam Harhinto, 2004:35).
Adapun secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh
seorang auditor (Kusharyanti, 2003), yaitu :
1. Pengetahuan pengauditan umum,
2. Pengetahuan area fungsional,
3. Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru,
4. Pengetahuan mengenai industri khusus,
5. Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah.
Pengalaman
Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut
tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain
yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Menurut Tubbs (1992)
dalam Mayangsari (2003) auditor yang berpengalaman memiliki
keunggulan dalam hal : (1.) Mendeteksi kesalahan, (2.) Memahami
kesalahan secara akurat, (3.) Mencari penyebab kesalahan. Murphy dan
15
Wrigth (1984) dalam Sularso dan Naim (1999) memberikan bukti empiris
bahwa seseorang yang berpengalaman dalam suatu bidang subtantif
memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya. Weber dan
Croker (1983) dalam artikel yang sama juga menunjukkan bahwa semakin
banyak pengalaman seseorang, maka hasil pekerjaannya semakin akurat dan
lebih banyak mempunyai memori tentang struktur kategori yang rumit.
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa seorang auditor yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang memadai akan lebih memahami dan
mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam dan lebih mudah
dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks dalam lingkungan
audit kliennya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kompetensi
yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula kualitas audit yang
dihasilkannya.
2.2.3 Independensi
16
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak
memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya (Mulyadi, 1998: 52).
17
berpengalaman dalam bidang yang digeluti kliennya (Arens dan Loebbecke,
1997). Pengalaman juga akan memberikan dampak pada setiap keputusan
yang diambil dalam pelaksanaan audit sehingga diharapkan setiap
keputusan yang diambil adalah merupakan keputusan yang tepat.
18
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan.
19
dan Alim dkk (2007) dalam Samsi, 2013 menyatakan bahwa semakin tinggi
kompetensi auditor akan semakin baik kualitas auditnya. Hal ini juga
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan Indah (2010), Indrasti (2011),
Septriani (2012) dan Agusti (2013) yang menyatakan bahwa kompetensi
mempengaruhi kualitas audit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
auditor dituntut untuk menjaga dan mengembangkan keahlian yang
dimilikinya agar dapat menghasilkan kualitas audit yang baik.
20
BAB III
PEMBAHASAN
21
dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya pada
PT Muzatek Jaya , tetapi akuntan tersebut telah melanggar kode etik
akuntan khususnya Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yaitu tidak
menjunjung tinggi kejujuran dan tidak bertanggungjawab dalam
penyampaian bukti, mengabaikan nilai objektifitas, lemahnya moral, tidak
independen, dan lebih memilih kepentingan pribadi. Serta, PT Muzatek Jaya
telah melakukan pelanggaran moral dan etika dalam dunia bisnis dengan
melakukan suap terhadap Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Agar
Akuntan Publik Petrus Mitra Winata hanya mengaudit laporan keuangan
umum. Dengan begitu PT Muzatek Jaya akan mendapatkan keuntungan dari
kecurangan tersebut dan Akuntan Publik Petrus Mitra Winata akan
mendapatkan keuntungan yang sesuai karena telah melakukan pekerjaan
seperti keinginan klien. Perbuatan semacam ini tentu menciderai etika
profesi akuntan dan dapat menimbulkan citra buruk terhadap profesi
akuntan di masyarakat luas.
22
pekerjaannya dengan mengaudit seluruh laporan keuangan PT Muzatek
Jaya tersebut, serta auditor tidak melebihi jangka waktu penugasan yang
telah di tetapkan menurut Peraturan Menteri Keuangan No.
17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik yang mana seorang
Akuntan Publik paling lama dalam pemberian jasa audit untuk 3 tahun
buku berturut – turut.
2. Atas pelanggaran kode etik akuntan khususnya Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP). Seharusnya seorang auditor menjunjung tinggi
kejujuran dan bertanggung jawab dalam penyampaian bukti serta tidak
menerima suap dalam bentuk apapun.
3. Seharusnya seorang auditor yang independen tidak akan
terpengaruh dengan keinginan klien semata, tanpa memikirkan
kepentingan publik.
23
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi,
menjunjung tinggi independensi, serta menerapkan nilai-nilai etika sebagai
seorang professional. Berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC, maka syarat-
syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada prinsip-
prinsip dasar yang mengatur tindakan/perilaku seorang akuntan dalam
melaksanakan tugas profesionalnya. Prinsip tersebut adalah (1) integritas,
(2) obyektifitas, (3) independen, (4) kepercayaan, (5) standar-standar teknis,
(6) kemampuan profesional, dan (7) perilaku etika yang baik. Kompetensi
terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Auditor sebagai
ujung tombak pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa
meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan
dapat maksimal dalam praktiknya.
24
4.2 Saran
Sebaiknya kualitas audit akuntan publik harus benar-benar diteliti dulu
sebelum kita akan mengontrak auditor tersebut.
Akuntan publik sebaiknya benar-benar harus memiliki prinsip etika dan bisa
bersikap independen sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
25
DAFTAR PUSTAKA
http://blogbermanfaat-nez.blogspot.com/2011/07/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi.html
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/accountability/article/view/14430
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFEKON/article/view/8151
26