Anda di halaman 1dari 28

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KUALITAS AUDIT

TUGAS SEMINAR AKUNTANSI

Kelompok 3A

Disusun Oleh :

M. Rusydi (31401800229)

Resti Listiowati (31401800242)

Sholikatul Faizah (31401800256)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2018/2019

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................4
2.1 Konsep Kualitas Audit........................................................................4
2.1.1 Indikator Kualitas Audit.........................................................7
2.1.2 Pengukuran Kualitas Audit.....................................................8
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit.........................10
2.2.1 Etika Auditor.........................................................................10
2.2.2 Kompetensi...........................................................................12
2.2.3 Independensi.........................................................................14
2.3 Pengaruh Etika, Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas
Audit.................................................................................................17
2.3.1 Pengaruh Etika Terhadap Kualitas Audit.............................17
2.3.2 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Audit...................17
2.3.3 Pengaruh Independensi Terhadap Kualitas Audit.................18
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................19
3.1 Kasus PT Muzatek Jaya 2004...........................................................19
3.2 Solusi Dari Kasus Kasus PT Muzatek Jaya 2004.............................20
BAB IV PENUTUP..............................................................................................22
4.1 Kesimpulan.......................................................................................22
4.2 Saran.................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat.


Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang
bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh
manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja,
1998:3). Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat
keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh
informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan. Guna
menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam
melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum,
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum
merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang
auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal
pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama
melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan
atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan.
Namun selain standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode
etik profesi yang mengatur perilaku akuntan publik dalam menjalankan
praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat
umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi
dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar
teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.

1
Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit
perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam
lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas
dan tanggung jawab dari manajemen (Agen) untuk mengaudit laporan
keuangan perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin
supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan
terutama pemilik (prinsipal). Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal)
menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang
ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari uraian di atas terlihat
adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai
laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan
auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang
akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang
dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit
yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak
skandal yang melibatkan akuntan publik baik diluar negeri maupun didalam
negeri.
De Angelo dalam Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas
audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan
menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi
kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji
tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara
tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor.
Sementara itu AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam
Christiawan (2002:83) menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2
hal yaitu kompetensi dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh
langsung terhadap kualitas audit.
Berkenaan dengan hal tersebut, Trotter(1986) dalam Saifuddin
(2004:23) mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah orang
yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat,
intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Senada

2
dengan pendapat Trotter, selanjutnya Bedard (1986) dalam Sri Lastanti
(2005:88) mengartikan kompetensi sebagai seseorang yang memiliki
pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam
pengalaman audit. Adapun Kusharyanti (2003:3) mengatakan bahwa untuk
melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan
pengauditan (umum dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing
dan akuntansi serta memahami industry klien.
Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik
sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik
untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang
dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat
meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan
keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang
memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi.
Seiring dengan tuntutan untuk menghadirkan suatu proses bisnis yang
terkelola dengan baik, sorotan atas kinerja akuntan terjadi dengan begitu
tajamnya. Ini tidak dapat dilepaskan dari terjadinya beberapa skandal besar
“malpraktik bisnis” yang telah melibatkan profesional akuntan.
Peristiwa bisnis yang melibatkan akuntan tersebut seharusnya
memberikan pelajaran untuk mengutamakan etika dalam melaksananakan
praktik profesional akuntansi. Bagaimanapun situasi kontekstual ini
memerlukan perhatian dalam berbagai aspek pengembangan
profesionalisme akuntan, termasuk dari sisi etika, kompetensi, dan
independensi yang berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di jelaskan diatas,


maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan kualitas audit?


2. Bagaimana cara pengukuran kualitas audit itu?

3
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas audit?

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Kualitas Audit


De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas
bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem
akuntansi klien. Deis dan Groux (1992) menjelaskan bahwa probabilitas
untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor
dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung 
pada   independensi  auditor. Kompetensi dan independensi yang dimiliki
auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai
kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada
organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri
mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggungjawab menjadi
kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka
(Nugrahaningsih, 2005).
Sedangkan menurut Watkins et al (2004), kualitas audit adalah
kemungkinan dimana auditor akan menemukan dan melaporkan salah saji
material dalam laporan keuangan klien. Berdasarkan Standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP) audit yang dilaksanakan auditor dikatakan
berkualitas baik, jika memenuhi ketentuan atau standar pengauditan.

Secara umum kualitas audit adalah karakteristik atau gambaran


praktik dan hasil audit berdasarkan standar auditing dan standar
pengendalian mutu yang menjadi ukuran pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab profesi seorang auditor. Kualitas audit berhubungan dengan seberapa
baik sebuah pekerjaan diselesaikan dibandingkan dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability)

4
dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat
menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan
melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam
melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing
dan kode etik akuntan publik yang relevan.

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya


harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002:47) ada
8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu :
1. Tanggung jawab profesi.
Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik.
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas.
Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
intregitas setinggi mungkin.
4. Objektivitas.
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati,
kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional.
6. Kerahasiaan.
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
7. Perilaku Profesional.

5
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

6
8. Standar Teknis.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Selain itu akuntan publik
juga harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam hal ini
adalah standar auditing. Standar auditing terdiri dari standar umum,
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP,2001;150:1):
1. Standar Umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus
dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menetukan sifat,
saat, dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfirmasi
sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
3. Standar Pelaporan
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.

7
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada
ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai


laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi.

2.1.1 Indikator Kualitas Audit 


Menurut Wooten (2003), indikator yang digunakan untuk mengukur
kualitas audit adalah sebagai berikut:
a. Deteksi salah saji 

Dalam mendeteksi salah saji, auditor harus memiliki sikap skeptisme


profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Salah
saji dapat terjadi akibat dari kekeliruan atau kecurangan. Apabila laporan
keuangan mengandung salah saji yang dampaknya secara individual atau
keseluruhan cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan
keuangan tidak disajikan secara wajar dalam semua hal yang sesuai standar
akuntansi keuangan.

b. Kesesuaian dengan Standar Umum yang Berlaku 


Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) adalah acuan yang ditetapkan
menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi oleh akuntan publik dalam
pemberian jasanya (UU No. 5 Tahun 2011). Auditor bertanggung jawab
untuk mematuhi standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
Aturan Etikan Kompartemen Akuntan Publik mengharuskan anggota Ikatan
Akuntan Indonesia yang berpraktik sebagai auditor mematuhi standar
auditing jika berkaitan dengan audit atas laporan keuangan.

8
9
c. Kepatuhan terhadap SOP 
Standar operasional perusahaan adalah penetapan tertulis mengenai
apa yang harus dilakukan, kapan, dimana, oleh siapa, bagaimana cara
melakukan, apa saja yang diperlukan, dan lain-lain yang semuanya itu
merupakan prosedur kerja yang harus ditaati dan dilakukan. Dalam
pelaksanaan audit atas laporan keuangan, auditor harus memperoleh
pengetahuan tentang bisnis yang cukup untuk mengidentifikasi dan
memahami peristiwa, transaksi, dan praktik yang menurut pertimbangan
auditor kemungkinan berdampak signifikan atas laporan keuangan atau atas
laporan pemeriksaan atau laporan audit.

2.1.2 Pengukuran Kualitas Audit 

Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik


Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 mengenai Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN), kualitas audit diukur berdasarkan hal-hal sebagai berikut
(Efendy, 2010):

1. Kualitas Proses (keakuratan temuan audit, sikap skeptisme)


Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak
terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang
dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh
entitas yang diperiksa. Selain itu audit harus dilakukan dengan cermat,
sesuai prosedur, sambil terus mempertahankan sikap skeptisme. 

2. Kualitas hasil (nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit)


Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung jawab untuk
menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu
proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas
rekomendasi pemeriksa. 

3. Kualitas tindak lanjut hasil audit


Pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau
status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara

10
terusmenerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta
rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya
manfaat pemeriksaan yang dilakukan.

4. Meningkatkan Kualitas Audit


Kualitas audit dinilai melalui sejumlah unit standarisasi dari bukti
audit yang diperoleh akuntan eksternal dan kegagalan audit akan dinyatakan
sebagai kegagalan akuntan independen untuk mendeteksi suatu kesalahan
material. Untuk meningkatkan kualitas audit maka harus diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
a. Perlunya melanjutkan pendidikan profesional untuk tim audit, sehingga
mempunyai keahlian dan pelatihan yang memadai untuk melaksanakan
audit.
b. Dalam penugasan audit selalu mempertahankan independensi dalam
sikap mental, artinya tidak mudah dipengaruhi karena akuntan
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum, sehingga akuntan
tidak dibenarkan memihak pada kepentingan golongan.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit, akuntan
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama,
artinya akuntan dalam mendalami standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan dengan semestinya. Penerapan yang cermat dan
seksama diwujudkan dengan melakukan review secara kritis pada setiap
tingkat supervisi terhadap pelaksanaan audit dan terhadap pertimbangan
yang digunakan.
d. Perencanaan pekerjaan audit dengan sebaik-baiknya, kemudian dilakukan
pengendalian dan pencatatan untuk semua pekerjaan audit di lapangan.
e. Memahami struktur pengendalian intern klien untuk dapat melakukan
perencanaan audit, menentukan sifat, dan lingkup pengujian yang akan
dilakukan.
f. Memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan, konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.

11
g. Membuat laporan audit yang menyatakan laporan keuangan yang telah
disusun oleh klien telah sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum
atau tidak. Dalam pengungkapan yang informatif dalam laporan
keuangan harus memadai, jika tidak harus dinyatakan dalam laporan
keuangan auditan.
h. Di bidang sektor publik melakukan VFM audit yaitu melakukan audit
kinerja meliputi:
1) Ekonomi dan efisiensi yang bertujuan untuk menentukan apakah suatu
perusahaan telah memperoleh dan menggunakan sumber daya yang
ada secara efisien dan mematuhi aturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan efisiensi.
2) Audit program yang mencakup penentuan pencapaian hasil program
yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan oleh UU,
penentuan efektivitas kegiatan bisnis, pelaksanaan program, kegiatan
perusahaan, dan penentuan apakah perusahaan yang diperiksa telah
mentaati peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan.

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit


Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit adalah :
2.2.1 Etika Auditor
Etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan
berperilaku terhadap sesamanya (Kell et al., 2002). Secara garis besar etika
dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral yang
dimiliki oleh setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan etika dalam masyarakat
sangat mendesak sehingga sangatlah lazim untuk memasukkan nilai-nilai
etika ini ke dalam undang-undang atau peraturan yang berlaku di negara
kita. Banyaknya nilai etika yang ada tidak dapat dijadikan undang-undang
atau peraturan karena sifat nilai-nilai etika sangat tergantung pada
pertimbangan seseorang.

12
Etika auditor merupakan ilmu tentang penilaian hal yang baik dan hal
yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Guna meningkatkan
kinerja auditor, maka auditor dituntut untuk selalu menjaga standar perilaku
etis. Kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis berhubungan dengan
adanya tuntutan masyarakat terhadap peran profesi akuntan, khususnya atas
kinerja akuntan publik. Masyarakat sebagai pengguna jasa profesi
membutuhkan akuntan professional. Label profesional disini
mengisyaratkan suatu kebanggaan, komitmen pada kualitas, dedikasi pada
kepentingan klien dan keinginan tulus dalam membantu permasalahan yang
dihadapi klien sehingga profesi tersebut dapat menjadi kepercayaan
masyarakat.

Prinsip etika seorang auditor terdiri dari enam yaitu:

1. Rasa tanggung jawab (responsibility) : mereka harus peka serta memiliki


pertimbangan moral atas seluruh aktivitas yang mereka lakukan.
2. Kepentingan publik, auditor harus menerima kewajiban untuk bertindak
sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan orang banyak,
menghargai kepercayaan publik, serta menunjukan komitmennya pada
profesionalisme.
3. Integritas, yaitu mempertahankan dan memperluas keyakinan publik.
4. Obyektivitas dan Indepensi, auditor harus mempertahankan obyektivitas
dan terbebas dari konflik antar kepentingan dan harus berada dalam
posisi yang independen.
5. Due care, seorang auditor harus selalu memperhatikan standar tekhnik
dan etika profesi dengan meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa,
serta melaksanakan tanggung jawab dengan kemampuan terbaiknya.
6. Lingkup dan sifat jasa, auditor yang berpraktek bagi publik harus
memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan
lingkup dan sifat jasa yang disediakannya.

Audit yang berkualitas sangat penting untuk menjamin bahwa profesi


akuntan memenuhi tanggung jawabnya kepada investor, masyarakat umum

13
dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan kredibilitas
laporan keuangan yang telah diaudit, dengan menegakkan etika yang tinggi.

2.2.2 Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Lasmahadi (2002)
kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja
yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek
pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, nilai, sikap, pengetahuan dan
ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan
tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Kompetensi juga merupakan
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan
pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan
non-rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur
dengan pengalaman (Mayangsari,2003).  Ashton (1991) dalam M. Nizarul
Alim et al (2007), menunjukkan bahwa dalam psikologi, pengetahuan
spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai hal yang penting untuk
meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran
kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-
pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik karena pada
dasarnya manusia memiliki sejumlah 11ias11t lain diselain pengalaman.
Pendapat ini didukung oleh Schmidt et al. (1988) yang memberikan
bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pengalaman bekerja dengan
kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas tugas. Selain
itu, pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja
auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis.
Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung
pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor. 
Kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang
baik. Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan
pengetahuan. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit

14
memang harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki
agar penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Penerapan
pengetahuan yang maksimal tentunya akan sejalan dengan semakin
bertambahnya pengalaman yang dimiliki.

 Pengetahuan
Kartika Widhi (2006) menyatakan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Adapun SPAP 2001 tentang standar
umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki
keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari
seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor
akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai
bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah
secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam
mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard et.al, 1987
dalam Harhinto, 2004:35).
Adapun secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh
seorang auditor (Kusharyanti, 2003), yaitu :
1. Pengetahuan pengauditan umum,
2. Pengetahuan area fungsional,
3. Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru,
4. Pengetahuan mengenai industri khusus,
5. Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah.

 Pengalaman
Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut
tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain
yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Menurut Tubbs (1992)
dalam Mayangsari (2003) auditor yang berpengalaman memiliki
keunggulan dalam hal : (1.) Mendeteksi kesalahan, (2.) Memahami
kesalahan secara akurat, (3.) Mencari penyebab kesalahan. Murphy dan

15
Wrigth (1984) dalam Sularso dan Naim (1999) memberikan bukti empiris
bahwa seseorang yang berpengalaman dalam suatu bidang subtantif
memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya. Weber dan
Croker (1983) dalam artikel yang sama juga menunjukkan bahwa semakin
banyak pengalaman seseorang, maka hasil pekerjaannya semakin akurat dan
lebih banyak mempunyai memori tentang struktur kategori yang rumit.

Menurut Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) bahwa komponen


kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas :

1. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam


suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-
fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989)
juga mengatakan bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam
menghimpun dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan. 
2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas,
kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gibbin’s dan Larocque’s
(1990) juga menunjukkan bahwa kepercayaan, komunikasi, dan
kemampuan untuk bekerja sama adalah penting bagi kompetensi audit.

Oleh karena itu dapat dipahami bahwa seorang auditor yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang memadai akan lebih memahami dan
mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam dan lebih mudah
dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks dalam lingkungan
audit kliennya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kompetensi
yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula kualitas audit yang
dihasilkannya.

2.2.3 Independensi

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak


dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi
dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam

16
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak
memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya (Mulyadi, 1998: 52).

Definisi independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B.


Wilcox dalam M. Nizarul Alim (2007) adalah merupakan suatu standar
auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk
menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.
Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya
tidak akan memberikan tambahan apapun. Kode Etik Akuntan tahun 1994
menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari
seorang akuntan  untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam
pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas. 

KAP yang memberikan jasa konsultasi manajemen kepada klien yang


diaudit dapat meningkatkan risiko rusaknya independensi yang lebih besar
dibandingkan yang tidak memberikan jasa tersebut. Tingkat persaingan
antar KAP juga dapat meningkatkan risiko rusaknya independensi akuntan.
KAP yang lebih kecil mempunyai risiko kehilangan independensi yang
lebih besar dibandingkan KAP yang lebih besar. Sedangkan lama ikatan
hubungan dengan klien tertentu tidak mempengaruhi
secara  signifikan   terhadap           independensi     akuntan. Kredibilitas
auditor tentu sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat yang
menggunakan jasa mereka. Auditor yang dianggap telah melakukan
kesalahan maka akan mengakibatkan mereduksinya kepercayaan klien.
Namun meskipun demikian klien tetap merupakan pihak yang mempunyai
pengaruh besar terhadap auditor. Hal tersebut dilihat dari kondisi saat ini
dimana telah terdapat berbagai regulasi yang mengatur mengenai kerjasama
klien dengan auditor. Sesuai dengan standar umum bahwa auditor
disyaratkan memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang
ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan

17
berpengalaman dalam bidang yang digeluti kliennya (Arens dan Loebbecke,
1997). Pengalaman juga akan memberikan dampak pada setiap keputusan
yang diambil dalam pelaksanaan audit sehingga diharapkan setiap
keputusan yang diambil adalah merupakan keputusan yang tepat.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama masa kerja yang


dimiliki auditor maka auditor akan semakin baik pula kualitas audit yang
dihasilkan. Auditor harus memiliki kemampuan dalam mengumpulkan
setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit
dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Tidak dapat
dipungkiri bahwa sikap independen merupakan hal yang melekat pada diri
auditor, sehingga independen seperti telah menjadi syarat mutlak yang harus
dimiliki. Tidak mudah menjaga tingkat independensi agar tetap sesuai
dengan jalur yang seharusnya. Kerjasama dengan klien yang terlalu
lama 11ias menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki
auditor. Belum lagi berbagai fasilitas yang disediakan klien selama
penugasan audit untuk auditor. Bukan tidak mungkin auditor menjadi
”mudah dikendalikan” klien karena auditor berada dalam posisi yang
dilematis.

Berkaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu independensi


akuntan publik, yaitu :
1. Akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien,
2. Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri,
3. Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan
4. Bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien. Akuntan publik akan
terganggu independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan
manajemen atau karyawan dengan kliennya.

Oleh karena itu cukuplah beralasan bahwa untuk menghasilkan audit


yang berkualitas diperlukan sikap independen dari auditor. Karena jika
auditor kehilangan independensinya maka laporan audit yang dihasilkan

18
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan.

2.3 Pengaruh Etika, Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas


Audit

2.3.1 Pengaruh Etika Terhadap Kualitas Audit


Menurut Hardiningsih (2010), etika profesi berkaitan erat dengan
masalah prinsip yang dipegang akuntan publik untuk menjaga, menjunjung
serta menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti tanggung
jawab profesi dan perilaku profesional. Shaub et al (1993) dalam Hutabarat
(2012) menyatakan bahwa auditor yang kurang menjaga atau
mempertahankan etika profesi akan cenderung kurang skeptis dalam
pekerjaan audit sehingga akan mempengaruhi kualitas audit. Selain itu,
Kisnawati (2012) menjelaskan bahwa standar etika diperlukan bagi profesi
audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan
menghadapi kemungkinan benturanbenturan kepentingan. Beberapa
penelitian terdahulu yang meneliti tentang pengaruh etika terhadap kualitas
audit pernah dilakukan oleh Hardiningsih (2010), Hutabarat (2012) dan
Kisnawati (2012). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa etika
berpengaruh positif dan secara signifikan terhadap kualitas audit.

2.3.2 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Audit


Agusti (2013) menyebutkan bahwa kompetensi auditor adalah
auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit
dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Auditor yang
berpendidikan tinggi akan mempunyai banyak pengetahuan mengenai
bidang yang digelutinya, sehingga dapat mengetahui berbagai masalah
secara lebih mendalam. Selain itu, dengan ilmu pengetahuan yang cukup
luas, auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang
semakin kompleks dalam lingkungan audit kliennya. Dengan begitu auditor
akan dapat menghasilkan audit yang berkualitas tinggi. Christiawan (2002)

19
dan Alim dkk (2007) dalam Samsi, 2013 menyatakan bahwa semakin tinggi
kompetensi auditor akan semakin baik kualitas auditnya. Hal ini juga
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan Indah (2010), Indrasti (2011),
Septriani (2012) dan Agusti (2013) yang menyatakan bahwa kompetensi
mempengaruhi kualitas audit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
auditor dituntut untuk menjaga dan mengembangkan keahlian yang
dimilikinya agar dapat menghasilkan kualitas audit yang baik.

2.3.3 Pengaruh Independensi Terhadap Kualitas Audit


Independensi merupakan sikap mental yang diharapkan dari seorang
akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam
melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan
objektivitas (Irawati, 2011). Selain itu, menurut Arens (2011:74)
independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias
dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian dan
penerbitan laporan audit. Hussey dan Lan (2001) dalam Martini (2011)
mengatakan bahwa sebuah audit hanya dapat menjadi efektif jika auditor
bersikap independen dan dipercaya untuk lebih cenderung melaporkan
pelanggaran perjanjian antara prinsipal dan agen. Auditor harus dapat
memperhatikan sikap mental independen karena opini yang dikeluarkannya
bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan
oleh manajemen, sehingga jika auditor tidak independen maka kualitas audit
yang dihasilkan tidak baik (Nirmala, 2013). Beberapa penelitian yang
dilakukan oleh Bawono dan Singgih (2010), Martini (2011), Irawati (2011),
Indrasti (2011), Septriani (2012), Agusti (2013) dan Kusumawati (2013)
telah menunjukkan bahwa independensi berpengaruh secara dominan
terhadap kualitas audit.

20
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus PT Muzatek Jaya 2004


Kasus pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul
kembali. Menteri Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs
Petrus M. Winata dari KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun
yang terhitung sejak 15 Marit 2007, Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers pada Selasa (27/3),
menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut melakukan
suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik).
Pelanggaran tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit
terhadap Laporan Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31
December 2004 yang dijalankan oleh Petrus. Dan selain itu Petrus juga
melakukan pelanggaran terhadap pembatasan dalam penugasan audit yaitu
Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap. keuangan PT. Muzatek
Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement Nuansa Hijau
mulai tahun buku 2001 hingga tahun 2004.

Pada Kasus PT Muzatek Jaya, Akuntan Publik Petrus Mitra Winata


melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan
melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya. Sehingga
Akuntan Publik tersebut dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit
umum, review, audit kinerja dan audit khusus serta juga dilarang menjadi
pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP namun tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi
ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Akuntan
Publik Petrus Mitra Winata adalah Auditor Independen yaitu auditor
profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama

21
dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya pada
PT Muzatek Jaya , tetapi akuntan tersebut telah melanggar kode etik
akuntan khususnya Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yaitu tidak
menjunjung tinggi kejujuran dan tidak bertanggungjawab dalam
penyampaian bukti, mengabaikan nilai objektifitas, lemahnya moral, tidak
independen, dan lebih memilih kepentingan pribadi. Serta, PT Muzatek Jaya
telah melakukan pelanggaran moral dan etika dalam dunia bisnis dengan
melakukan suap terhadap Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Agar
Akuntan Publik Petrus Mitra Winata hanya mengaudit laporan keuangan
umum. Dengan begitu PT Muzatek Jaya akan mendapatkan keuntungan dari
kecurangan tersebut dan Akuntan Publik Petrus Mitra Winata akan
mendapatkan keuntungan yang sesuai karena telah melakukan pekerjaan
seperti keinginan klien. Perbuatan semacam ini tentu menciderai etika
profesi akuntan dan dapat menimbulkan citra buruk terhadap profesi
akuntan di masyarakat luas.

3.2 Solusi Dari Kasus Kasus PT Muzatek Jaya 2004


Maka dari itu harus dikenakan sanksi hukum yaitu Pembekuan izin
oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik dan juga sanksi sosial.
Akuntan Publik tersebut juga dilarang memberikan jasa atestasi termasuk
audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus serta dilarang menjadi
pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP namun tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi
ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).

Hal yang seharusnya dilakukan oleh auditor adalah :

1. Atas pelanggaran yang dilakukan oleh Petrus terhadap pembatasan


dalam penugasan audit yaitu Petrus melaksanakan audit umum laporan
keuangan PT Muzatek Jaya mulai tahun buku 2001 – 2004. Seharusnya
auditor mempertimbangkan moral dalam melaksanakan tanggungjawab

22
pekerjaannya dengan mengaudit seluruh laporan keuangan PT Muzatek
Jaya tersebut, serta auditor tidak melebihi jangka waktu penugasan yang
telah di tetapkan menurut Peraturan Menteri Keuangan No.
17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik yang mana seorang
Akuntan Publik paling lama dalam pemberian jasa audit untuk 3 tahun
buku berturut – turut.
2. Atas pelanggaran kode etik akuntan khususnya Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP). Seharusnya seorang auditor menjunjung tinggi
kejujuran dan bertanggung jawab dalam penyampaian bukti serta tidak
menerima suap dalam bentuk apapun.
3. Seharusnya seorang auditor yang independen tidak akan
terpengaruh dengan keinginan klien semata, tanpa memikirkan
kepentingan publik.

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi,
menjunjung tinggi independensi, serta menerapkan nilai-nilai etika sebagai
seorang professional. Berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC, maka syarat-
syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada prinsip-
prinsip dasar yang mengatur tindakan/perilaku seorang akuntan dalam
melaksanakan tugas profesionalnya. Prinsip tersebut adalah (1) integritas,
(2) obyektifitas, (3) independen, (4) kepercayaan, (5) standar-standar teknis,
(6) kemampuan profesional, dan (7) perilaku etika yang baik.  Kompetensi
terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Auditor sebagai
ujung tombak pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa
meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan
dapat maksimal dalam praktiknya.

Auditor harus memiliki kemampuan dalam mengumpulkan setiap


informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit dimana hal
tersebut harus didukung dengan sikap independen. Tidak dapat dipungkiri
bahwa sikap independen merupakan hal yang melekat pada diri auditor,
sehingga independen seperti telah menjadi syarat mutlak yang harus
dimiliki. Hal ini berarti kualitas audit didukung oleh sampai sejauh mana
auditor mampu bertahan dari tekanan klien disertai dengan perilaku etis
yang dimiliki.

24
4.2 Saran
Sebaiknya kualitas audit akuntan publik harus benar-benar diteliti dulu
sebelum kita akan mengontrak auditor tersebut.

Akuntan publik sebaiknya benar-benar harus memiliki prinsip etika dan bisa
bersikap independen sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. 20.Auditing. Yogyakarta: FE UGM

 Purba Hamidarwaty Desi. 2009. ANALISIS PENGARUH INDEPENDENSI


AUDITOR, ETIKA AUDITOR, DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP
KINERJA AUDITOR

DI KANTOR AKUNTAN PUBLIK KOTA SURAKARTA .Surakarta:FE Universitas


Muhammadiyah Surakarta.

Badriyah laelatul .2009.Peranan SOA dalam Implementasi Etika


Akuntan.Jakarta.Universitas Trisakti.

http://blogbermanfaat-nez.blogspot.com/2011/07/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi.html

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/accountability/article/view/14430

https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFEKON/article/view/8151

26

Anda mungkin juga menyukai