Anda di halaman 1dari 9

Nama: Devina Sesilia Ginoga

Kelas/semester : G/5

Nim: 1011418192

UTS MK PRAKTEK PERADILAN PIDANA

1. Analisis tentang keabsahan / legalitas terkait pelaksanaansidang perkara (Pidana)


melalui Teleconference

Pro kontra seputar ide penggunaan metode teleconference untuk pemeriksaan saksi


persidangan kasus Cebongan bergulir di tengah pembahasan RUU KUHAP di DPR RI. Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memandang metode teleconference diperlukan untuk
melindungi kepentingan saksi. Sementara, pihak TNI berpendapat sebaliknya, karena tidak ada
aturan hukum yang mengatur tentang pemeriksaan saksi dengan metode teleconference

Pada saat ini, pemanfaatan teknologi diberbagai bidang sudah menjadi hal yang wajar,
termasuk dalam penegakan hukum. Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi dalam proses
penegakan hukum adalah penggunaan teleconference dalam pemeriksaan saksi. Namun hal itu
masih memunculkan perdebatan dikarenakan KUHAP sendiri belum mengaturnya.

Walau tidak diatur dalam KUHAP, dalam prakteknya penggunaan teleconference pernah


dilakukan. Pada 2002, Mahkamah Agung (MA) pertama kali memberikan izin kepada mantan
Presiden BJ Habibie untuk memberikan kesaksian lewat teleconference dalam kasus
penyimpangan dana non-budgeter Bulog atas nama terdakwa Akbar Tandjung. Pemeriksaan
saksi melalui teleconference juga dilakukan dalam kasus Abu Bakar Ba’asyir pada 2003. Selain
itu sidang pemeriksaan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) Timor Timur juga pernah
menggunakan teleconference.

Teleconference bukan lagi merupakan penemuan baru, yang dapat dilakukan oleh dua
orang atau lebih melalui media komunikasi, telepon dan televisi atau layar komputer, yang telah
tersambung dengan sebuah koneksi jaringan. Pertemuan secara tidak langsung tersebut dapat
menggunakan suara (audio conference) atau video (video conference) yang memungkinkan
kedua belah pihak dapat saling melihat seperti bertatap muka secara langsung.

Praktek pemeriksaan saksi melalui teleconference berkaitan dengan kesaksian dari saksi
yang akan didengar keterangannya namun tidak memungkinkan untuk hadir dalam persidangan,
seperti halnya kasus mega proyek e-KTP tersebut. Cara ini merupakan langkah baru dalam
sistem hukum acara pidana Indonesia. Namun, cara ini sampai saat ini masih menjadi perdebatan
terutama berkenaan dengan keabsahan teleconference itu, karena belum diatur secara jelas dan
tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana meskipun sering digunakan dalam
beberapa persidangan dan masih banyak ahli yang beranggapan bahwa cara ini bertentangan
dengan asas kompetensi peradilan.
Teleconference belum diakui dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana,
karena pada masa Undang-Undang dibuat hal demikian itu tidak dapat diprakirakan. Revolusi
dari ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan komunikasi yang saat ini berlangsung
sedemikian pesat, mengakibatkan timbul keadaankeadaan baru yang seharusnya dapat
dipertimbangkan dalam proses penyelesaian perkara, termasuk dalam penerapan KUHAP.
Dalam analisis hukum legalistik, yang cenderung bersifat kaku atau formal legalistik,
teleconference tidak dapat diterima sebagai media pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan
yang terdapat pada Pasal 160 ayat (1) huruf a dan Pasal 167 KUHAP yang menghendaki
kehadiran saksi di ruang persidangan. Namun, berbeda dengan ketentuan pada Pasal 28 ayat (1)
UU Nomor 4 tahun 2004 (sekarang diatur dalam pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009
tentang kekuasaan kehakiman) mewajibkan Hakim menggali kebenaran materiil, sehingga
terbuka peluang bagi hakim untuk mengesampingkan aspek formal.

Penambahan alat bukti petunjuk dalam perkara pidana korupsi yaitu berupa informasi
yang diucapkan, dikirim, dan diterima atau bahkan disimpan secara elektronik sebagaimana yang
diatur pada Pasal 26 A UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sedangkan pemberian kesaksian melalui audio visual ini sudah diatur juga didalam Pasal
9 UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pada pasal 9 mengatur
terdapat dua pilihan saksi tidak harus dihadirkan ke persidangan, yaitu saksi diperkenankan
untuk memberikan kesaksiannya secara tertulis di hadapan pejabat seperti notaris, hakim,
ataupun camat, dan keterangan saksi dapat diperiksa melalui teleconference. Pemanfaatan
teknologi guna membuktikan suatu perkara juga diatur dalam Pasal 44 UU Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu mengenai alat bukti berbentuk informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik.

Pada dasarnya pertentangan yang selalu timbul berkaitan dengan pemeriksaan melalui
teleconference yang tidak diatur dalam KUHAP, namun apabila memperhatikan prinsip dalam
hukum acara pidana di Indonesia serta asas trilogi peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya
murah, maka pelaksanaan pemeriksaan saksi melalui media teleconference ini memenuhi prinsip
tersebut. Andi Hamzah berpendapat bahwa pemberian keterangan saksi melalui teleconference
tidak salah atau dapat dibenarkan karena dalam KUHAP tidak ada larangannya, tetapi Pengacara
dan Jaksa tetap harus hadir ditempat dimana saksi berada untuk memberikan keterangannya.

Terdapat kelebihan dari pemeriksaan saksi melalui Teleconference apabila diterapkan


pada proses pemeriksaan saksi di pengadilan, yaitu selain karena memenuhi salah satu asas
trilogi peradilan, pemanfaatan audio visual ini juga akan membantu dan mendukung para pencari
keadilan untuk mencari kebenaran meteriil. Sebagaimana yang disampaikan oleh Shri Seidman
Diamond, Loocke E. Bowman, dan kawan-kawan menyatakan bahwa para terdakwa secara
signifikan diuntungkan oleh proses pembuktian ini yang juga turut melindungi dan mendukung
korban, saksi dan para pihak lainnya.
Penggunaan teleconference yang menyajikan gambar secara detail dan koneksi dari
sebuah jaringan yang mendukung tentu akan menghasilkan kualitas suara yang jelas sehingga
hakim dapat mengamati serta melihat secara langsung sorot mata, wajah, maupun gestur yang
ditunjukan oleh saksi dalam persidangan. Dapat dikatakan bahwa saat itu saksi hadir di ruang
sidang secara virtual. Oleh karena itu, pada prinsipnya kehadiran seorang saksi dalam
persidangan sebagaimana dimaksud secara fisik telah terpenuhi dengan media teleconference.

Dalam ketentuan pasal 161 ayat (1) dan (2) KUHAP, sumpah merupakan syarat mutlak.9
Artinya, walaupun saksi dihadirkan secara virtual melalui Audio atau Video Conference tentu
diwajibkan untuk mengucapkan sumpah terlebih dahulu sesuai dengan keyakinannya masing-
masing, sehingga nilai pembuktiaanya sama dengan saksi yang datang langsung ke persidangan.
Hal tersebut pun ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 661K/Pid/1988 tanggal
19 Juli 1991 yang menegaskan bahwa keterangan saksi yang diberikan pada pemeriksaan tahap
penyidikan dan saat memberikan kesaksiannya saksi telah disumpah, namun atas suatu alasan
dan halangan yang sah ia tidak dapat hadir secara langsung di persidangan dan keterangannya
tersebut dibacakan maka nilai keterangannya tersebut adalah sama dengan keterangan saksi yang
disumpah dalam persidangan.

2. Sertakan contoh real/kongkret persidangan melalui teleconference yang telah


diterapkan di Indonesia dan menuai keberatan/penolakan dari pihak yang
melaksanakan persidangan, yaitu jaksa/hakim/penasehat hukum (pilih salah
satunya). Buatlah analisis terkait keberatan/penolakan tersebut

Jaksa Penuntut Umum Kemas Yahya Rahman keberatan dengan rencana


penyelenggaraan teleconference untuk mendegar kesaksian bekas presiden Habibie. Katanya
hal itu bertentangan dengan prinsip proses penyelesaian pidana KUHAP. Hal itu diungkapkan
Yahya kepada wartawan sebelum mengikuti persidangan lanjutan kasus penyelewengan dana
nonbujeter Badan Urusan Logistik Rp62.9 miliar dengan terdakwa Rahardi Ramelan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6). “Dikhawatirkan akan adanya misi tertentu,”
katanya mengomentari rencana salah satu televisi swasta untuk membiayai teleconference.
Sementara itu ketua mejelis hakim Lalu Mariyun, ditemui secara terpisah belum bersedia
mengungkapkan kapan teleconference itu akan diselenggarakan. Ketika ditanya kemungkinan
digelar pada Selasa (2/7) mendatang, Mariyun menjawab,”Itu kata anda,” katanya sambil
berlalu. Persidangan hari ini rencananya akan digunakan untuk mengkonfrontasi keterangan
dua orang saksi yakni bekas Inspektur Jenderal Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Khalid Gazali dan Bustan Jufri, mantan ajudan Rahardi. Keduanya akan diiminta kesaksiannya
berkaitan penggunaan uang Rp300 juta, yang atas perintah Rahardi kepada Bustan diserahkan
kepada Khalid. Di muka sidang Bustan mengaku selama menjadi ajudan Rahardi pernah
menyerahkan cek dana Bulog sebanyak sembilan kali. Diantaranya diberikan kepada Komisi V
DPR sekitar Rp150 juta, dan Persatuan Renang Seluruh Indonesia Rp600 juta.
3. Uraikan perbedaan teknis pelaksanaan sidang (perkara pidana) yang
dilaksanakan secara langsung di pengadilan dan tekhnis pelaksanaan sidang
melalui teleconference
A. Tekhnis pelaksanaan sidang yang dilaksanakan secara langsung
1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu
dinyatakan tertutup untuk umum);
2. Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan
dalam keadaan bebas;
3. Terdakwa diperiksa identitasnyadan ditanya oleh Majelis Hakim apakah sudah
menerima salinan surat dakwaan;
4. Terdakwa ditanya pula oleh Majelis Hakim apakah dalam keadaan sehat dan siap
untuk diperiksa di depan persidangan (apabila menyatakan bersedia dan siap, maka
sidang dilanjutkan);
5. Terdakwa kemudian ditanyakan apakah akan didampingi oleh Penasihat Hukum
(apabila didampingi apakah akan membawa sendiri, apabila tidak
membawa/menunjuk sendiri , maka akan ditunjuk Penasehat Hukum oleh Majleis
Hakim dalam hal terdakwa diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih
(pasal 56 KUHAP ayat (1));
6. Kemudian Majelis Hakim memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk
membacakan surat dakwaan;
7. Setelah pembacaan surat dakwaan, terdakwa ditanya apakah telah mengerti dan akan
mengajukan eksepsi.
8. Dalam terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya mengajukan eksepsi, maka
diberi kesempatan untuk penyusunan eksepsi/keberatan dan kemudian Majelis Hakim
menunda persidangan.
9. Setelah pembacaan eksepsi terdakwa, dilanjutkan dengan tanggapan Penuntut Umum
atas eksepsi;
10. Selanjutnya Majelis Hakim membacakan putusan sela;
11. Apabila eksepsi ditolak, maka persidangan dilanjutkan dengan acara pemeriksaan
pokok perkara (pembuktian)
12. Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum (dimulai dari saksi
korban);
13. Dilanjutkan saksi lainnya;
14. Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi ahli Witness/expert
15. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap terdakwa;
16. Setelah acara pembuktian dinyatakan selesai, kemudian dilanjutkan dengan acara
pembacaan Tuntutan (requisitoir) oleh Penuntut Umum;
17. Kemudian dilanjutkan dengan Pembelaan (pledoi) oleh terdakwa atau melalui
Penasehat Hukumnya;
18. Replik dari Penuntut Umum;
19. Duplik
20. Putusan oleh Majelis Hakim.
B. Tekhnis pelaksanaan sidang melalui teleconference

Meskipun dalam KUHAP belum diatur mengenai penggunaan teleconference, terdapat


peraturan lain yang memungkin digunakan teleconference dalam pemeriksaan pada saat
persidangan, yaitu UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yaitu dalam
Pasal 9 ayat (3), dan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

1. Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang sangat
besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di
pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa.
2. Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan
kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang
dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian
tersebut.
3. Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula didengar
kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh
pejabat yang berwenang.

UTS PRAKTEK PERADILAN PERDATA


Permohonan Intervensi (Tussenkomts)

                             Jakarta,12 Desember  2015

Kepada Yth.:
Ketua Majelis Hakim
Perkara No. 1009/Pdt.G/2015/PN JKT.S
Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Jl. Ampera Raya No.133, Ps. Minggu.
Jakarta Selatan

Perihal: Permohonan Intervensi (Tussenkomts)

Dengan hormat,

Perkenankanlah kami yang bertanda tangan dibawah ini : La Ode Sudarmin SH., Zicka Dinia
Fitri SH, Salestinus Cahyo SH,  Prasetyo Agung SH., Para Advokat  dan Konsultan Hukum
pada Law Office La Ode Sudarmin, SH. & PARTNERS, beralamat di Manara Mondar Mandir
Building, Floor 2 Unit C Jl. DR. Otak Gring Gring Blok 6.2 Kawasan Mega Kuningan, Jakarta
Selatan, 12950 Indonesia
, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama :

Abdul Hakim Kusumanegara beralamat di Jl. Anggur No. 25 RT. 06., RW. 08, Kelurahan Lenteng
Agung, Kecamatan Jakarsa, Jakarta selatan. yang mana dalam hal ini lebih memilih domisili
hukum pada kantor kuasa hukumnya tersebut diatas berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tertanggal 06 Desember 2015 (terlampir)  bertindak sebagai Pemohon Intervensi (Tussemkomst);

Penggugat dengan ini hendak mengajukan Permohonan intervensi (tussemkomst) dalam perkara


No.1009/Pdt.G/2015/PN Jkt.S, untuk memasuki perkara dimaksud dalam membela kepentingan
Pemohon dalam perkara antara:

1.     Nugrahaningtyas Putri Utami beralamat di Jl. Nangka No. 43 RT. 05, RW. 05 Kelurahan


Kebagusan, Kecamatan Jakarsa, Jakarta Selatan,; selanjutnya disebut sebagai “Penggugat ”;

Melawan:

2.    Prasertyo Agung, beralamat di Jl. Sawo manila No. 17, RT. 01, RW. 02, Kelurahan Pejaten,
Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan; Selanjutnya disebut sebagai “Tergugat”.
Adapun yang menjadi dasar dan alasan diajukannya gugatan intervensi (Tussemkomst)  ini
adalah sebagai berikut :

1. Bahwa antara Pemohon Intervensi dan Tergugat sebelumnya mengadakan perjanjian Jual


Beli Tanah dan Bangunan yang terletak di Jalan Sawo manila sertifikat Hak milik No.255
dengan Batas-batas sebagai berikut :
-       Sebelah Timur berbatasan dengan         : Jalan Raya
-       Sebelah Barat berbatasan dengan          : Wisnu Buwono
-       Sebelah Utara berbatasan dengan          :Abdul Hakim
-       Sebelah selatan berbatasan dengan      : Fauzan Sonny P

2. Bahwa sebagai tindak lanjut dari perjanjian jual beli tersebut Penggugat Intervensi telah
membayar sebesar Rp. 1.000.000.000. (satu Miliar Rupiah) kepada Tergugat dihadapan WISNU
BUWONO, S.H., notaries dan PPAT di Pasar Minggu Jakarta Selatan  pada tanggal 05 januari
1993;
3. Bahwa sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No.
665K/Sip/1979 tanggal 22 Juli 1980 menyatakan:
“Dengan telah terjadinya jual beli antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh kepala
kampung yang bersangkutan dan dihadiri oleh 2 orang saksi, serta diterimanya harga
pemberian oleh penjual, maka jual beli itu sudah sah menurut hukum, sekalipun belum
dilaksanakan dihadapan PPAT.”

4. Bahwa Dengan telah terjadinya jual beli antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh
kepala kampung yang bersangkutan dan dihadiri oleh 2 orang saksi, serta diterimanya harga
pemberian oleh penjual, maka jual beli itu sudah sah menurut hukum, sekalipun belum
dilaksanakan dihadapan PPAT.maka sudah sepatutnya keabsahan kepemilikan tanah dan
bangunan oleh Pemohon intervensi dari suatu jual beli dihadapan PPAT suda sah menurut
hukum.
5. Bahwa sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia
No.992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 menyatakan:
“Semenjak akte jual beli ditanda tangani di depan pejebat pembuat  Akte tanah hak milik atas
tanah yang dijual beralih kepada pembeli”

6. Bahwa sertifikat Hak Milik No. 255  atas nama Tergugat Konpensi/Tergugat Intervensi II
yang   telah dibaliknamakan oleh penggugat Intervensi atas nama penggugat intervensi itu
sendiri Pada tanggal12 Januari 1993 sehingga Tanah dan Bangunan tersebut adalah sah milik
Penggugat Intervensi.
7. Bahwa sehingga sangantlah jelas Tanah dan Bangunan tersebut adalah sah milik
Penggugat Intervensi sebagaimana yang tertuang dalam Perjanjian Jual  Beli serta sertifikat Hak
Milik No.255
8. Bahwa selanjutnya, sebagaimana tertuang dalam gugatan perkara perdata Reg. No.
1009/Pdt.G/2015/PN Jkt.S, Penggugat  telah memohon kepada pengadilan untuk menetapkan
sita jaminan (conservatoir beslag) atas tanah beserta bangunannya milik Tergugat
Konpensi/Tergugat Intervensi II, yakni yang terletak di Jalan Sawo Manila Pasar Minggu Jakarta
Selatan.
Bahwa berdasarkan alas an-alasan sebagaimana tersebut di atas, Pemohon Intervensi sangat
berkepentingan dalam perkara ini, terutama untuk melindungi hak-hak pemohon intervensi yang
dilindungi hukum..

Berdasarkan alasan dan dasar tersebut diatas, Pemohon  Intervensi sangat berkepentingan dalam
perkara ini dalam melindungi hak-hak Pemohon Intervensi untuk itu Pemohon Intervensi mohon
kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara ini untuk memutuskan hal-hal sebagai berikut :
1.    Mengabulkan permohonan pemohon intervensi.
2.    Memperkenankan Pemohon intervensi untuk memasuki perkara Aquo dalam membela
kepentingan Pemohon sebagai pihak yang menyertai para pihak demi membela kepentingannya
sendiri (tussenkomts).
3.    Membebankan Biaya Perkara Kepada Penggugat atau Tergugat

Demikian Permohonan Intervensi  ini kami sampaikan. Atas perhatian Ketua Pengadilan
Negeri Jakarta selatan atau Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, Pemohon
Intervensi ucapkan terima kasih.

Hormat Kami,
Kuasa Hukum Pemohon Intervensi

La Ode Sudarmin SH
Advokat   

Zicka Dinia Fitri SH,


Advokat

Salestinus Cahyo SH,


advokat

Anda mungkin juga menyukai