a. Tutupan Lahan
Penggunaan lahan darat di Kecamatan Selaru meliputi hutan primer, hutan sekunder,
hutan pantai, semak dan alang-alang, belukar, ladang/tegalan, kebun campuran, tanah kosong
dan pemukiman. Luas pemukiman desa di Kecamatan Selaru adalah 4,2103 km2, semak 4,84
km2, lahan kosong 4,80 km2 dan lain-lain (kebun campuran, ladang, tegalan dan hutan).
Penggunaan lahan perairan di pesisir di Kecamatan Selaru sampai pada batas zona
kelola kabupaten (4 mil laut) meliputi pantai bergisik, pantai berbatu, rataan pasut berpasir,
rawa, terumbu karang, perairan penangkapan dan budidaya laut. Pantai bergisik merupakan
lahan kosong yang ditumbuhi vegetasi semak dan formasi pescaprea dan lahan ini belum
dimanfaatkan secara optimal.
Pantai berbatu mencakup pantai tebing terjal, platform pantai dan bongkahan batu
karang juga merupakan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan. Pada rataan pasut berpasir
terdistribusi vegetasi lamun, algae, dan berbagai biota yang berasosiasi dengannya, dengan
penutupan lamun dan algae yang bervariasi. Agihan terumbu karang cukup luas di wilayah
ini yakni 60,22 km2, lamun 14,24 km2, saaru 33,24 km2, rawa 5,48 km2, dan hutan mangrove
11,34 km2. Di luar zona pasang surut, yang merupakan perairan oseanis dimanfaatkan untuk
penangkapan ikan dan budidaya perairan. Jenis penangkapan ikan meliputi penangkapan ikan
pelagis, demersal dan karang, sedangkan jenis kegiatan budidaya mencakup budidaya ikan,
rumput laut dan teripang.
Penggunaan lahan perairan pesisir di Kecamatan Tanimbar Selatan sampai pada batas
zona kelola kabupaten (4 mil laut) meliputi pantai berpasir, pantai berbatu, pantai tebing
terjal, pantai berteras, stack, rataan pasut berpasir, rataan pasut berlumpur, rataan pasut
bervegetasi mangrove, lamun dan algae, terumbu karang, tepi terumbu, laguna, perairan
penangkapan dan budidaya laut. Pada rataan pasut berpasir terdistribusi vegetasi lamun, algae
dan berbagai biota yang berasosiasi dengannya, dengan penutupan lamun dan algae yang
bervariasi. Agihan terumbu karang cukup luas di wilayah ini yakni 47,28 km2, lamun 1,79
km2, saaru 0,32 km2, laguna 10,4040 km2, dan hutan mangrove 13,10 km2. Penutupan padang
lamun dan algae 1,79 km2. Di luar zona pasang surut, yang merupakan perairan oseanis
dimanfaatkan untuk penangkapan ikan dan budidaya perairan. Jenis penangkapan ikan
meliputi penangkapan ikan pelagis, demersal dan karang, sedangkan jenis kegiatan budidaya
mencakup budidaya ikan, rumput laut dan teripang.
Penggunaan lahan perairan pesisir di Kecamatan Wertamrian sampai pada batas zona
kelola kabupaten (4 mil laut) meliputi pantai berpasir, pantai berbatu, pantai tebing terjal,
pantai berteras, stack, rataan pasut berpasir, rataan pasut berlumpur, rataan pasut bervegetasi
mangrove, lamun dan algae, terumbu karang, tepi terumbu, laguna, perairan penangkapan dan
budidaya laut. Pada rataan pasut berpasir terdistribusi vegetasi lamun, algae dan berbagai
biota yang berasosiasi dengannya, dengan penutupan lamun dan algae yang sangat kecil.
Agihan terumbu karang cukup luas di wilayah ini yakni 15,3605 km 2, rataan pasir 10,9506
km2, saaru merupakan terumbu karang terisolasi dari terumbu tepi luas 0,2342 km 2. Di luar
zona pasang surut, yang merupakan perairan oseanis dimanfaatkan untuk penangkapan ikan
dan budidaya perairan.
b. Sumberdaya Hutan
Kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki luas hutan sekitar 985.846 hektar atau
68% dari total luas darat. Namun demikian, sekitar 344.430 hektar atau 35% hutan tersebut
terdiri dari lahan kritis. Sesuai peta pada serasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi Maluku, kawasan hutan Kabupaten Maluku Tenggara Barat dibagi atas kawasan
budidaya dan hutan lindung. Luas kawasan hutan budidaya adalah 821.772 hektar sedangkan
luas kawasan hutan lindung adalah sekitar 164.124 hektar.
Kawasan budidaya terdiri atas hutan produksi, hutan produksi yang dapat dikonversi
dan hutan produksi tetap. Kawasan hutan lindung terdiri atas hutan suaka (konservasi) dan
hutan lindung. Daerah-daerah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang sudah ditetapkan
sebagai kawasan konservasi antara lain: Pulau Angwarmase seluas (800 ha), Pulau Nustaram
(3200 ha), Pulau Nuswator (7500 ha) dan Pulau Larat (4505 ha).
Potensi jenis kayu di hutan Kabupaten Maluku Tenggara Barat antara lain Torem,
Lenggua, Besi, Kenari, Kenawa, Kayu Arang, Gosole dan jenis kayu lainnya. Setelah
pemekaran, potensi kehutanan Kabupaten Maluku Tenggara Barat lebih banyak ditemukan di
Kecamatan Yaru, Wuarlabobar, Nirunmas, Kormomolin dan Selaru. Kondisi demikian perlu
mendapat perhatian khusus, dikarenakan potensi kehutanan yang ada cenderung menurun
akibat pemekaran daerah. Untuk itu perlu adanya penataan tata ruang dan wilayah kembali
guna meningkatkan potensi sumber daya alam, khususnya kehutanan dikarenakan fungsinya
sebagai pengatur dan penjaga hidrologis, sehingga harus dipertahankan adanya kawasan hijau
minimal sekitar 30%.
Gambar 1.1 Peta Kawasan Hutan dan Lingkungan Laut Kabupaten Maluku Tenggara Barat
B. Keanekaragaman Hayati
Data status keanekaragaman hayati di Kabupaten Maluku Tenggara Barat hingga saat
ini belum tersedia lengkap, baik menurut strata taksonom maupun menurut ekosistem suatu
pulau. Ini disebabkan oleh kondisi wilayah kabuapten ini yang terdiri atas pulau-pulau yang
menempati wilayah seluas ± 125.422,4 km2, sehingga belum tersedia data yang memadai,
kecuali spesies-spesies organisme yang bernilai ekonomis. Oleh sebab itu, kondisi
keanekaragaman hayati di kabupaten ini akan diuraikan secara spasial hingga strata
taksonomi spesies hanya pada pulau-pulau seperti Pulau Yamdena sebagai pulau terbesar
yang diduga merupakan megabiodevirsity di kabupaten ini. Sedangkan besarnya
keanekaragaman genetik lebih sulit ditentukan karena berkaitan dengan gen-gen yang sulit
dideskripsikan. Berikut ini spesies endemik di Kepulauan Tanimbar dapat dilihat dalam tabel
1.3.
C. Air
Air adalah sumber daya alam dinamis, yang selalu bergerak melalui daur hidrologi
yang abadi. Bumi banyak sekali memiliki air, tetapi hanya 2,5% yang berupa air tawar
997,5% adalah air asin). Hanya 0,3% dari air tawar yang terdapat di bumi berupa air
permukaan danau, telaga, waduk, situ, danerer sungai yang dapat langsung dimanfaatkan oleh
manusia.
Di utara Pulau Yamdena terdapat sederet pulau kecil-kecil. Kedua deretan pulau
tersebut terpisah oleh selat yang dangkal dengan kedalaman tidak lebih dari 20 9dua puluh)
meter, sehingga apabila terjadi pasang surut, terbentuk daratan kering yang luasnya bisa
mencapai setengah kilometer dari tepi Pantai Yamdena. Yamdena utara umumnya datar
dengan ketinggian kurang dari 50 (lima puluh) meter, sedang daerah perbukitan di bagian
selatan tingginya melebihi 200 (dua ratus) meter. Secara keseluruhan morfologi di daerah ini
dapat dibedakan menjadi tiga satuan morfologi, yaitu perbukitan, dataran rendah dan teras. Di
daerah perbukitan seperti yang terdapat di Pulau Labobar puncak tertinggi mencapai lebih
dari 300 (tiga ratus) meter di atas permukaan laut. Di pulau-pulau lainnya, ketinggian kurang
dari itu umumnya berlereng terjal, sungainya pendek-pendek dan berpola aliran memancar.
Di Pulau Yamdena Tenggara terdapat perbukitan bergelombang dengan ketinggian mencapai
260 (dua ratus enam puluh) meter, pola aliran disini hamper sejajar dengan pantainya terjal.
Dataran rendah terdapat mengikuti aliran sungai. Dataran rendah yang terpanjang terdapat di
sepanjang Sungai Ranormoye. Undak batu gamping terdapat disejumlah pulau kecil seperti
Pulau Selaru, Larat dan Vordata. Undak tersebut dibatasi lereng terjal, tetapi puncaknya
hamper datar dengan puncak tertinggi 104 (seratus empat) meter. Gua, liang langgah dan
sungai bawah tanah adalah bentuk yang sangat lazim.
Sungai-sungai besar dan berair sepanjang tahun terdapat di Pulau Yamdena adalah
Sungai Ranarmoje, Bungat dan Mitak. Selain air permukaan yang diperoleh dari beberapa
sungai, kemungkinan air tanah pun dapat diperoleh dari daerah-daerah yang secara geologi
batuannya dapat bertindak sebagai lapisan pembawa dan penyimpan air. Berdasarkan peta
geologi, Pulau Tanimbar ini sebagian besar tersusun oleh batuan berumur Tersier yang
berupa batuan sedimen dan batuan “mélange” yang umunya kompak serta bersifat relatif
rendah hingga kedap air, kecuali pada retakan-retakan batuan. Air tanah pada batuan ini
biasanya dijumpai pada lembah-lembah dengan pelapukan yang cukup tebal ataupun pada
retakan-retakan batuan. Dengan adanya patahan-patahan yang berkembang pada batuan
Tersier ini, maka diharapkan dapat ditemukan mata air pada zona-zona patahan tersebut.
Pada daerah yang tersusun oleh batu gamping Kuarter, yang biasanya batu gamping
ini bersifat relatif mudah meresapkan dan melarutkan air, sehingga diharapkan pada batuan
ini dapat menjadi daerah akumulasi air tanah. Batu gamping Kuarter ini tersebar cukup luas
di pantai barat dan utara Pulau Yamdena, Pulau Selaru, Pulau Larat dan pulau-pulau kecil di
sekitar Pulau Yamdena. Selain endapan batu gamping, yang dapat diharapkan sebagai tempat
akumulasinya air tanah adalah endapan alluvium, terdiri dari rombakan batuan berukuran
kerikil, pasir dan lempung, diendapkan disepanjang sungai di dekat pantai, terdapat di bagian
barat Pulau Yamdena dan membentuk daratan rendah.
D. Udara
bulan November yakni 28.30 C, dan pada bulan lainnya berkisar dari 26.44 – 27.94 C.
O O
Kelembaban udara nisbi rata-rata berkisar dari 76.8% (Agustus) hingga 85.8% (Februari).
Kelembaban udara cenderung rendah sejak Juli hingga Oktober.
Tabel 1.4. Data Suhu Udara dan Kelembaban Udara Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Tahun 2008-2012.
2008 2009 2010 2011 2012 Tud RH
Bulan Tu Tu Tu Tot- Rata- Tot-
Tud RH RH RH RH Tud RH Rata2
d d d 1 1 2
Januari 27.3 85 29.5 77 27.8 86 27.6 86 27.5 86 140 27.9 420 84.0
4
Februari 27.0 87 28.1 85 27.3 86 27.3 86 27.9 85 138 27.5 429 85.8
2
Maret 27.7 81 28.0 84 27.4 86 26.9 88 27.7 85 138 27.5 424 84.8
4
April 29.2 72 27.8 85 26.8 85 26.7 88 27.5 86 138 27.6 416 83.2
0
Mei 27.3 75 27.7 85 27.3 75 26.8 84 27.3 79 136 27.2 398 79.6
8
Juni 26.6 77 27.8 83 26.2 82 26.0 81 26.4 83 133 26.6 406 81.2
0
Juli 25.9 78 26.5 82 25.8 76 25.5 78 25.7 77 129 25.8 391 78.2
8
Agustus 25.4 74 26.6 78 25.8 76 25.6 79 25.6 77 129 25.8 384 76.8
0
September 25.5 78 27.3 79 26.2 78 26.8 79 26.4 81 132 26.4 395 79.0
4
Oktober 26.8 77 28.6 78 27.8 78 27.5 81 27.7 79 138 27.6 394 78.8
8
November 27.8 77 28.2 83 28.0 81 28.9 80 28.6 80 142 28.3 401 80.2
0
Desember 28.5 80 27.2 87 27.2 87 28.2 84 27.8 83 139 27.7 421 84.2
8
Total 325 941 333 987 324 976 324 994 326 981
Rata 27 78 28 82 27 81 27 83 27 82
Sumber : Stasiun Meteorologi Saumlaki, 2012
b. Kualitas Udara
Berdasarkan hasil pengamatan/pengukuran, diperoleh nilai konsentrasi debu pada
beberapa wilayah dengan intensitas pembangunan yang tinggi yaitu 0.08 mg/m2 untuk
periode waktu 12 jam, sementara pada areal jalan kota kabupaten (pemukiman penduduk)
sebesar 0.12 mg/m2 untuk 12 jam. Selain itu, kebisingan udara pada areal rencana proyek
pembangunan hanya nilai maksimum 25 dBA, sementara nilai kebisingan udara pada areal
penduduk sekitar jalan raya sebesar 50 dBA.
Tabel 1.5. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Relatif Setiap Bulan di Kabupaten MTB,
2010-2012
Suhu Udara Rata-Rata
Bulan Kelembabab
Minimum Maksimum Rata-rata Relatif (%)
Januari 25,3 31,8 27,6 86
Februari 25,3 31,2 27,4 87
Maret 25,4 31,9 27,5 86
April 25,3 30,8 27,0 88
Mei 25,7 30,2 27,4 78
Juni 24,5 28,9 26,1 76
Juli 24,8 28,8 26,1 78
Agustus 24,1 28,7 25,8 75
September 24,4 29,4 26,3 80
Oktober 25,7 31,9 28,1 79
November 28,8 32,6 28,7 78
Desember 25,9 32,6 28,3 81
2011 25,4 30,7 27,2 8
2010 25,5 31,0 27,6 84
2009 24,3 31,3 27,6 80
Sumber : Stasiun Meteorologi Saumlaki, 2013
Suhu rata-rata untuk tahun 2012 sesuai data dari Stasiun Meteorologi Saumlaki adalah
o
27,2 C dengan suhu minimum absolut rata-rata 25,40 dan suhu maksimum absolute rata-
rata30,7oC. Rata-rata kelembaban udara relatif 81%, tekanan udara rata-rata 1.010,8 milibar
dan kecepatan angin rata-rata 7 knot.
Tabel 1.6. Potensi Sumberdaya Ikan Pada Wilayah Perairan Hingga 12 Mil dan Tingkat
Pemanfaatannya Tahun 2012
No. Sumberdaya Potensi (Ton/Tahun) Pemanfaatan
ikan
MSY JTB Ton % JTB
1 Pelagis kecil 11.425,91 9.140,72 2.891,21 31,63
2 Pelagis besar 5.882,24 4.705,80 1.337,54 28,42
3 Demersal 8.036,96 6.429,57 1.867,79 29,05
Jumlah 25.345,11 20.276,09 6.096,54 30,07
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Tenggara Barat (2013)
Selain usaha penangkapan ikan, Maluku Tenggara Barat juga memiliki potensi yang
sangat besar dalam usaha budidaya ikan terutama budidaya laut (mariculture). Potensi lahan
untuk budidaya laut diperkirakan mencapai 21.979,93 ha, potensi paling besar terdapat di
Tanimbar Utara dan Wermektian. Komoditas budidaya potensial antara lain meliputi rumput
laut, mutiara, aneka jenis ikan laut (kakap, kerapu, beronang, dll), moluska terutama kerang,
serta teripang.
Tabel 1.8. Kekayaan Spesies, Persen Tutupan Karang Batu dan Status Terumbu Karang di
Perairan Pesisir dan Laut Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Wilayah Lokasi Jumlah Batu Tutupan Status
Ekologis Karang Terumbu
Olilit 114 49,64 Kurang baik
Matakus 90 63,13 Baik
Astubun 60 36,46 Kurang baik
Adaut 103 78,10 Sangat baik
Namtabung 83 46,94 Kurang baik
Wertamrian 65 48,76 Kurang baik
P. Seira 60 46,06 Kurang baik
Tanimbar
Wuarlabobar 50 47,66 Kurang baik
Kormomolin 42 48,48 Kurang baik
Nirunmas 48 48,20 Kurang baik
Titabel 49 52,52 Baik
Ridool 45 46,58 Kurang baik
Lelengluan 35 77,86 Sangat baik
Yaru 65 48,62 Kurang baik
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012
Dalam wilayah ekologi Tanimbar ini, ternyata terumbu karang lokasi Adaut dan
Lelengluan termasuk kategori sangat baik (Excellent). Sebanyak 71,43% dari lokasi terumbu
karang di wilayah ekologis Tanimbar memiliki kondisi terumbu pada kategori kurang baik
(fair), dimana persen tutupan karang batu < 50%. Pada areal-areal terumbu karang dengan
kondisi terumbu kategori kurang baik tersebut, ternyata nilai persen tutupan substrat dasar
biota bentuk lain (terutama algae turf dan kurang lanak), serta komponen abiotik cukup
menonjol.
F. Iklim
Iklim di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat sangat dipengaruhi oleh sirkulasi
angin musim yang bergerak dari dan kearah ekuator. Sehingga, pola iklim di wilayah
Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah pola ekuatorial yang dicirikan oleh bentuk pola
hujan yang bersifat bimodal (dua puncak hujan) yaitu pada bulan Desember/Januari dan
April/Mei. Iklim dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafura dan Samudera Indonesia juga
dibayangi oleh Pulau Irian dan Bagian Timur dan Benua Australia bagian selatan sehingga
sewaktu-waktu mengalami perubahan.
o Zona II.3: curah hujan tahunan 1500-1800 mm, tercakup di dalam zona D3 (5-6 BB,
4-6 BK) menurut Oldeman, termasuk Pulau Tanimbar dan pulau-pulau bagian timur.
o Zona II.4: curah hujan tahunan 1800-2100 mm, tercakup di dalam zona C3 (5-6 BB,
4-6 BK) menurut Oldeman, termasuk Pulau Tanimbar dan pulau-pulau bagian timur.
o Zona IV.1: curah hujan tahunan 3000-4000 mm, tercakup di dalamnya zona A2
(>9BB, <2BK) menurut Oldeman.
Iklim wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) sangat dipengaruhi oleh
sirkulasi angin musim yang bergerak dari dan kearah ekuator. Selama periode April-
September sirkulasi udara di wilayah ini didominasi oleh angin pasat tenggara atau angin
timuran (easterly wind) dari Australia yang dingin dan relatif kering sehingga kurang
mendatangkan hujan; terutama pada bulan Juli, Agustus dan September .
Selama periode Oktober-Maret, angin pasat timur laut dari lautan pasifik dan asia
yang lembab dan panas bertiup secara dominan dan konvergen menuju ekuator dan akan
berubah arah menjadi barat laut atau angin baratan (westerly wind) menuju bagian selatan
ekuator, diantaranya akan melewati Laut Banda yang cukup luas. Dalam perjalanannya, angin
tersebut banyak mengandung uap air yang akan tercurah sebagai hujan di wilayah Maluku
Tenggara Barat. Selama periode ini umumnya curah hujan cukup tinggi terutama pada bulan
Desember, Januari, Februari dan Maret.
Secara klimatologis, pola iklim di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah
pola ekuatorial yang dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat bimodal (dua puncak
hujan) yaitu pada bulan Desember/Januari dan April/Mei.
Tabel 1.9. Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
tahun 2008 – 2012
2008 2009 2010 2011 2012 CH HH
Bulan HH HH
CH HH CH CH HH CH HH CH Total Rata Total Rata
har har
mm hari mm mm hari mm hari mm CH CH HH HH
i i
Januari 199 18 29.6 8 18.7 11 286 23 277 20 810 162 80 16
Februari 420 20 355 20 539 22 296 21 449 18 2058 412 101 20.2
Maret 67.2 12 338 18 42.3 11 271 23 234 14 952 190 78 15.6
April 113 17 413 20 27.1 8 249 20 266 24 1068 214 89 17.8
Mei 32.4 6 746 27 18.7 11 828 24 512 14 2137 427 82 16.4
Juni 152 18 235 23 539 22 203 26 314 23 1442 288 112 22.4
Juli 28.9 15 175 24 42.3 11 52.1 12 38 13 337 67.3 75 15
Agustus 14 3 27.1 8 27.1 8 6.3 6 24 4 99 19.7 29 5.8
September 1 4.4 5 0.5 1 9 2 7 1 21 4.2 10 2
Oktober 24.1 6 8.2 3 149 10 182 36.3 19 3.8
November 4 1 258 21 129 15 102 9 102 9 595 119 55 11
Desember 130 10 474 27 436 23 244 17 244 17 1527 305 94 18.8
Total 1159 12 1079 207 1826 146 269 193 2467 157
1 5
Rata 116 11 257 17 152 12 225 16 224 14
Sumber : Stasiun Meteorologi Saumlaki, 2013
G. Bencana Alam
Berdasarkan data yang ada mengenai potensi bencana alam di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat adalah kemungkinan gempa bumi dan kekeringan yang mengarah pada rawan
pangan. Berdasarkan Peta Seismoteknik dan Peta Wilayah Rawan Bencana Gempa Bumi
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi), di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara
Barat dijumpai adanya pusat-pusat gempa dengan intensitas skala Modified Mercalli Intensity
(MMI) V-VI. Sumber gempa terdiri dari satu zona sumber yaitu zona sumber gempa bumi
lempeng meliputi Gugus Pulau lemola dan Babar (termasuk wilayah Kabupaten Maluku
Barat Daya) serta Pulau Tanimbar. Walaupun data mengenai gempa bumi yang menimbulkan
tsunami tidak dijumpai, namun mengingat wilayah Maluku Tenggara Barat termasuk dalam
zona gempa dengan intensitas menengah, maka dalam pembuatan bangunan berat
kontruksinya perlu disesuaikan dengan kekuatan gempa yang mungkin terjadi.