Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN SEMI JUMBO

DARURAT SAMPAH PLASTIK DI LAUT


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Lingkungan Berkelanjutan

Disusun oleh:
Kelompok 1
Gelant Sanjaya 1506730363
Marhamah Dwi Anjani 1506727002
Nadya Hasna 1506734273
Rinda Tri Nugraheni 1506735231

PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2018
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sampah merupakan permasalahan serius yang hampir dialami berbagai negara di
seluruh dunia, begitu pula di Indonesia. Berdasarkan data KLH tahun 2013, 3 komponen
besar sampah yang paling banyak dihasilkan di Indonesia adalah sampah organik (60%),
diikuti dengan sampah plastik (14%), kemudian sampah kertas (9%), dan sampah lain-
lain (17%). Dari sejumlah sampah yang dihasilkan oleh Indonesia, sampah yang
mengalami pengolahan (13,99%), ditimbun di TPA (66,39%) dan tidak terkelola (19,62%)
(KLH, 2015).
Dr. Jenna R Jambeck, seorang peneliti dari Universitas Georgia dalam risetnya yang
berjudul “Plastic Waste Inputs from Land Into the Ocean” berhasil menghitung yaitu,
sebanyak 275 juta metrik ton (MT) sampah plastik dihasilkan 192 negara pesisir pada
tahun 2010. Indonesia, merupakan negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar
setelah Cina. Dari 187,2 Juta penduduk kawasan pesisir, menyumbangkan sampah plastik
salah urus 3,22 juta metrik ton pertahun atau 10,1% total sampah plasti dunia. Dari
jumlah tersebut, sampah plastik yang dibuang ke laut mencapai 0,48 – 1,29 juta metrik
ton pertahun (Jambeck, 2015). Peringkat kedua ini tentunya bukanlah prestasi yang
membanggakan, tetapi membuktikan bahwa pengelolaan sampah di Indonesia belum
terlaksana dengan baik.
Menurut World Bank, 20% sampah di laut berasal dari sektor pelayaran dan perikanan
sedangkan 80% sampah yang berada di laut berasal dari daratan (World Bank, 2018).
Indonesia merupakan negara kepulauan, sampah yang ada di laut berasal dari dua sumber
yaitu, aktivitas manusia yang membuang langsung ke laut atau melalui sungai, dan
sampah negara yang terjebak oleh arus perairan dunia. Masyarakat Indonesia sebagian
besar bertempat tinggal di tepian badan air seperti sungai dan laut. Selain itu, masih
kuatnya paradigma masyarakat yaitu “laut masih bisa dianggap dapat mengelola
sampah”. Sampah yang dibuang ke sungai-sungai akan bergabung membentuk sungai
utama yang membawa aliran air menuju laut. Hal inilah yang membuat sampah
terkumpul di lautan. Selain itu, sampah dari negara lain dapat terbawa arus perairan dunia
dan terjebak di perairan Indonesia, dikarenakan adanya sistem arus terbuka yang
membawa sampah ke Samudera Hindia melalui arus lintas aru skatulistiwa selatan. Arus
yang membawa sampah ini akan melewati berbagai provinsi Indonesia terutama wilayah
Indonesia Timur (Purba, N.P., 2017).
Baru-baru ini kita dikejutkan oleh penemuan bangkai Paus Sperma berukuran 9,5
meter pada tanggal 19 November 2018, pukul 08.00 WITA yang terdampar di Pulau
Kapota, Sulawesi Tenggara. Setelah diidentifikasi oleh Balai Taman Nasional Wakatobi,
ditemukan sebanyak 5,9 kilogram sampah dalam tubuhnya. Hasil identifikasi yang
ditemukan yaitu, 3,26 tali rafia, 150 gram botol plastik, 750 gram gelas plastik, 270 gram
sandal jepit, 260 gram kantong plastik dan 140 gram plastik keras. Penemuan mengenai
sampah yang menyebabkan kematian pada hewan laut ini bukan yang pertama kalinya.
Oleh karena itu, melihat dampak yang ditimbulkan maka penting dilakukan berbagai
upaya untuk mencegah pencemaran laut oleh sampah plastik. Mengingat juga Indonesia
sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau agar lebih berkomitmen supaya
laut Indonesia tetap terjaga keindahannya.

1.2 Tujuan
 Mengetahui penyebab pencemaran sampah di laut melalui permasalahan yang ada
 Mengetahui dampak pencemaran sampah di laut
 Merumuskan usulan alternatif dalam pemecahan masalah yang kreatif dan inovatif
URAIAN TEKNIS TENTANG OBJEK STUDI

2.1 Definisi Sampah/Limbah


Adalah sesuatu yang dibuang, ditinggalkan, tidak terpakai, di telantarkan, berlebih
dan tidak diinginkan, tidak dimaksudkan untuk dijual atau di perbaharui, diproses
kembali . sampah juga bisa berarti segala sesuatu yang telah dinyatakan di dalam sebuah
regulasi atau badan perlindungan lingkungan sebagai sampah/limbah (EPA, 1993).
Sedangkan menurut Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008, sampah merupakan sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.
2.2 Kategori Sampah dan Limbah
Menurut UNESCAP (2000) secara umum sampah atau limbah padat dibagi menjadi 4
kategori utama, diantaranya :
1. Municipal Solid Waste
Merupakan sampah padat yang berasal dari masyarakat umum seperti wilayah
perkotaan. Sampah ini biasanya dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia seperti
rumah tangga, perkantoran, perhotelan, tempat perbelanjaan, sekolah dan institusi
lainnya. Komponen sampah yang dihasilkan biasanya berupa sampah sisa makanan,
kertas, plastik, kain, metal, kaca dan juga kaleng.
2. Industrial Solid Waste
Merupakan sampah dan limbah padat yang dihasilkan dari berbagai kegiatan industri.
Limbah padat yang dihasilkan dari industri biasanya menunjukkan adanya angka
toksisitas yang lebih bergam. Beberapa limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri
diantaranya adalah kertas, bahan-bahan pembungkus, limbah dari proses pengolahan
makanan, minyak, cairan pelarut, bebatuan, metal, serabut/kayu, plastik, kulit,
keramik, dll. Sampah dan limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri juga
berkontribusi besar terhadap jumlah sampah total yang dihasilkan bumi setiap
harinya.
3. Agricultural Waste and Residues
Merupakan sampah dan limbah yang dihasilkan dari aktivitas di sektor pertanian.
Setiap tahunnya sampah dari sektor pertanian ini secara kuantitas juga mengalami
peningkatan. Sampah dan limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat hasil
panen, ataupun berupa limbah cair yang merupakan sisa aktivitas pertanian (missal
pestisida).
4. Hazardous Waste
Limbah bahan beracun dan berbahaya atau yang biasa disebut dengan limbah B3
merupakan limbah yang dihasilkan dari salah satu (atau kombinasi) dari ketiga
kategori sampah yang sudah disebutkan sebelumnya yang memiliki sifat toksisitas
atau berbahaya bagi lingkungan dan membutuhkan penanganan khusus dalam
pembuangan serta pengelolaannya. Beberapa contoh limbah berbahaya diantaranya
adalah zat-zat kimia, nuklir, limbah radioaktif, petroleum, tekstil, logam berat, dll.

2.3 Plastik
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan plastik banyak sekali membantu dan
mempermudah di berbagai aspek kehidupan kita. Kita juga mengetahui dan mengenal
amterial ini karena plastic hampir selalu menjadi bagian dari kehidupan kita terutama di
zaman yang modern ini. Mulai dari pakaian, peralatan rumah tangga, peralatan sekolah
sampai peralatan makan pun banyak sekali yang menggunakan material plastik. Selain
karena praktis, ringan, mudah didapatkan dan juga terjangkau, sifat plastik yang awet dan
tahan lama menjadi salah satu alasan utama penggunaan plastic terus meningkat setiap
tahunnya.
Namun, sebenarnya apa itu plastik? Apa kita sudah benar-benar mengenal material
yang satu ini? Kata plastik berasal dari Bahasa Yunani “plasticos” yang berarti sesuatu
yang mudah dibentuk dengan panas. Bahan dasar utama secara umum dalam pembuatan
plastik adalah polimer, yang berasal dari karbon organic dan molekul lain yang terbentuk
oleh rantai kimia yang panjang. Bahan dasar pembuatan plastik secara umum adalah
polimer yang berasal dari karbon organik dan molekul lain yang terbentuk oleh rantai
kimia yang panjang (ScienceHistory.org, 2018).

2.4 Jenis Plastik


Pada tahun 1988, The Society of The Plastic Industry (SPI) telah menetapkan
klasifikasi plastik berdasarkan label kategori dan jenis plastiknya untuk memudahkan
konsumen dan recycler dalam mengindentifikasi jenis plastik. Penempatan angka dari tiap
kategori plastik biasanya diletakkan di bagian bawah produk plastik (SPI, 1988 dalam
Ryedale, n.d).
No Jenis Plastik Keterangan
1 Plastik dengan kategori 1 merupakan plastik berjenis
Polyethylene Terephthalate. Plastik ini biasa
ditemukan pada produk botol air minum, botol
shampoo, serat untuk karpet atau pakaian, dll. Plastik
berjenis ini umumnya sering di daur ulang
2 Plastik dengan kategori 2 merupakan plastik dengan
jenis High Density Polyethylene. Biasa ditemukan
pada produk tempat detergen,botol untuk minuman
non-karbonasi, mainan, furniture, dll.

3 Plastik dengan kategori 3 merupakan plastik berjenis


Polyvinyl Chloride. Plastik berjenis ini biasanya
tidak dipergunakan untuk wadah makanan atau
minuman. Plastic jenis ini biasa digunakan pada
pipa, jendela, kabel, produk-produk sintetis, dll.
4 Plastik dengan kategori 4 merupakan plastik berjenis
Low Density Polyethylene. Plastic jenis ini memiliki
biasanya flexible dan tipis, memiliki titik leleh yang
rendah dan bersifat sangat aman. Biasa digunakan
untuk bubble wrap, pembungkus, pembungkus kabel,
plastik belanja, dll.
5 Plastik dengan kategori 5 merupakan plastik berjenis
Polypropylene. Plastik ini bersifat tahan panas, tahan
bahan kimia dan biasa digunakan untuk botol saos
atau syrup, container yogurt, pembungkus makanan,
sedotan, lunch box, tas, dll.
6 Plastik kategori 6 merupakan plastik berjenis
Polystyrene. Plastik ini bersifat bening dan kuat.
Biasa digunakan untuk container yogurt, box telur,
gelas, gantungan baju, nampan, kotak CD, mainan
berkualitas rendah dll. Plastik jenis ini biasanya sulit
di daur ulang karena sifatnya yang kuat dan sulit
terurai.
7 Plastik dengan label angka 7 merupakan plastic
berjenis selain yang sudh disebutkan pada kategori 1-
6. Jenis-jenis lainnya ini biasa digunakan sesuai
kebutuhan, biasanya untuk sektor teknik. Beberapa
contoh jenis plastiknya adalah Nylon, Acrylonitrile
butadiene styrene (ABS), Polycarbonate (PC), dll.
Jenis plastik tersebut juga sangat sulit di daur ulang.

2.5 Plastik dan lingkungan


Kegunaan dan manfaat plastik memang banyak membantu kehidupan kita sehari-hari,
namun dampak yang ditimbulkan oleh plastik itu sendiri terhadap lingkungan juga
tidaklah sedikit dan sepatutnya menjadi fokus dan salah satu kekhawatiran kita bersama.
Beberapa masalah yang mungkin akan timbul akibat sampah plastik adalah yang pertama,
plastik terbuat dari bahan yang berasal dari alam seperti minyak bumi, dan gas yang
jumlahnya terbatas, kedua, didalam proses pembuatannya, banyak polutan berbahaya
yang dihasilkan yang tentunya dapat mengancam lingkungan. Lalu ketiga sebagian besar
jenis plastik yang beredar ataupun yang sudah tidak terpakai (menjadi sampah) memiliki
sifat yang tidak mudah terurai dan bahkan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
mengurainya. Sehingga, semakin banyak jumlah plastik yang dihasilkan, maka semakin
banyak pula sampah plastik yang akan menumpuk (European Commission, 2011)
PERMASALAHAN DAN DAMPAK

3.1 Dampak Sampah Plastik pada Ekosistem Laut


Plastik ditemukan pada akhir abad ke-19 dan baru mulai diproduksi sekitar tahun
1950-an. Jumlah plastik yang diproduksi sebanyak 9,2 miliar ton dan lebih dari 6,9 miliar
ton telah menjadi limbah. Dari total limbah plastik yang dihasilkan, sebanyak 6,3 miliar
ton diantaranya tidak pernah sampai ke tempat daur ulang. Hingga saat ini, tidak
diketahui secara pasti berapa jumlah sampah plastik yang tidak didaur ulang dan berakhir
di lautan (Parker, 2018).
Plastik, baik digunakan untuk wadah, pembungkus, atau produk itu sendiri, telah
menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Tidak selalu berkaitan dengan hal-hal
negatif, plastik juga memiliki manfaat bagi sebagian penggunanya seperti pada jarum
suntik sekali pakai dalam dunia medis atau topi keselamatan yang digunakan oleh para
pekerja konstruksi. Namun, ketika keberadaan plastik mencapai perairan, baik itu tas
plastik atau jaring ikan yang hanyut, hal itu dapat mengancam hewan-hewan yang
ketersediaan makanannya ada di lautan.
Bagi penyu laut, kantong plastik yang mengambang di permukaan air laut tampak
seperti ubur-ubur. Biji plastik atau potongan-potongan kecil yang terbuat dari plastik
tampak seperti telur ikan bagi burung laut yang sedang mencari makan. Jaring-jaring ikan
yang hanyut dapat mengganggu pergerakan ikan dan hewan laut lainnya di dalam air.
Plastik-plastik yang termakan oleh ikan yang nantinya dijual di pasar, tentunya
mengancam kesehatan manusia yang memakannya. Plastik, tidak dapat terurai dengan
cepat di alam bebas. Ketika di permukaan air, plastik akan hanya mengambang bahkan
hingga ratusan tahun. Oleh sebab itu, plastik sangat berbahaya jika telah sampai di lautan.
Pada tahun 1988, ketika musim semi yang kering terdapat banyak tumpukan limbah
medis dari daratan New Jersey, Amerika Serikat (Amaral, n.d). Lalu, ketika musim
penghujan tiba, limbah tersebut tersapu limpasan air hujan, memenuhi saluran-saluran air
kota dan terbawa menuju ke lautan. Sebagian besar limbah tersebut terbawa arus laut
kembali pantai-pantai di New Jersey. Kabar baiknya adalah sejak akhir tahun 1988,
pemerintah melarang kapal nelayan untuk menebar jaring ikan di lautan. Namun,
peraturan tersebut sulit ditegakkan. Hasilnya, banyak jaring ikan yang hanyut hingga
ribuan mil di lautan yang dapat menjerat burung-burung yang menyelam untuk
mendapatkan ikan atau malah menjerat mamalia besar seperti anjing laut, singa laut,
lumba-lumba atau bahkan ikan paus yang pada tanggal 19 November 2018 lalu
ditemukan mati membusuk di perairan Desa Kapota, Kec. Wangiwangi Selatan, Kab.
Wakatobi, Sulawesi Tenggara (BBC Indonesia, 2018).
Penelitian pada tahun 1984 telah melacak arus laut yang menjaga migrasi plastik
dengan temuan konsentrasi plastik yang cukup besar di Laut Sargasso Utara, Atlantik
Utara yang ternyata merupakan tempat pemijahan kesukaan beberapa spesies ikan.
Perairan bagian Timur Laut Amerika Serikat juga memiliki arus yang menjaga pusaran
sampah lokal yang sangat besar (Amaral, n.d).
Efek plastik yang mengganggu kehidupan mamalia laut pertama kali diamati pada
tahun 1970-an, ketika para ilmuwan dari National Marine Mammal Laboratory
menyimpulkan bahwa belitan plastik menewaskan anjing laut hingga 40.000 ekor per
tahun. Setiap tahun, angka tersebut menurunkan empat hingga enam persen jumlah
populasi anjing laut sejak tahun 1976. Dalam 30 tahun, telah dilaporkan bahwa terjadi
penurunan jumlah anjing laut hingga 50% (Amaral, n.d).
Di sepanjang Pantai Florida, burung pelikan coklat menyelam di sisi tempat nelayan
biasanya menjaring ikan. Akhirnya, kaki dan sayap burung pelikan tersebut terjerat di
jaring ikan milik nelayan. Bulatan yang berasal dari botol plastik soda dan biji plastik
sering disalahartikan sebagai makanan oleh penyu-penyu di lautan. Plastik tersebut
menyumbat usus penyu sehingga penyu kehilangan asupan nutrisi penting dan perlahan
akan mati. Bijih plastik juga termakan oleh burung-burung laut karena tampak seperti
ikan atau kepiting di dalam air. Akhirnya, partikel plastik kecil ini ditemukan dalam perut
63 dari 250 spesies burung laut di seluruh dunia (Amaral, n.d).

3.2 Mikroplastik dan Dampaknya


Plastik-plastik di lautan diperkirakan membunuh jutaan hewan laut setiap tahunnya.
Hampir 700 spesies hewan laut, termasuk yang terancam punah akibat keberadaan
sampah plastik baik secara langsung misalnya terjerat jaring ikan atau dampak yang tidak
terlihat seperti mikroplastik. Thompson, seorang ahli ekologi laut dari Plymouth
University menduga sebagian besar plastik yang hilang dilautan telah hancur menjadi
kepingan-kepingan kecil yang disebut dengan „mikroplastik‟. Plastik tidak hanya hancur
karena sinar matahari. Percobaan yang dilakukan Thompson dan kedua muridnya di
laboratorium menunjukkan bahwa amphipods dari spesies Orchestia gammarellus
(krustasea kecil mirip udang, umumnya ada di pesisir pantai Eropa), telah memakan
potongan-potongan kantong plastik dan memastikan spesies ini dapat mencacah satu
kantong plastik menjadi 1,75 juta potongan mikroskopis. Makhluk kecil ini dapat
mengunyah plastik dengan sangat cepat. Dalam penemuannya yang lain, dari 504 ikan
yang terdiri dari 10 spesies, yang ditangkap oleh Thompson di Plymouth, ditemukan
sepertiga diantaranya mengandung mikroplastik. Penemuan ini menjadi topik utama di
dunia internasional (Parker, 2018).
Mikroplastik merupakan potongan-potongan kecil plastik berukurang kurang dari 5
mm yang dapat berupa lembaran film, serat, foam, fragmen atau pellet (Karthik dkk,
2018). Mikroplastik memiliki kemampuan menyerap polutan yang ada di sekitarnya.
Polutan yang dapat diserap oleh mikroplastik bermacam-macam, mulai dari PCBs, DDts,
HCH, dll tergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya (UNEP, 2016). Berbagai
percobaan dilakukan untuk membuktikan dampak buruk mikroplastik atau kombinasi
mikroplastik dengan polutan berbahaya. Hasilnya, pada ikan, terjadi penurunan imunitas,
pathological stress, dan berbagai kelainan lain bahkan kanker. Walaupun saat ini belum
ada cukup bukti tentang keterkaitan antara konsumsi ikan bermikroplastik dengan
gangguan kesehatan pada manusia, namun konsumen produk-produk laut tetap harus
waspada karena keberadaan mikroplastik sulit dideteksi oleh panca indra manusia. Oleh
sebab itu, keberadaan mikroplastik di suatu makhluk hidup dapat menjadi suatu ancaman
(Guzzeti, Sureda, Tejada, & Faggio, 2018).
Mikroplastik telah ditemukan di banyak tempat di lautan, mulai dari sedimen di dasar
laut hingga es yang mengambang di Laut Arktik yang ketika mencair selama periode
dekade berikutnya dapat melepaskan lebih dari satu triliun potongan plastik ke dalam air.
Beberapa pantai di Kepulauan Hawaii, sebanyak 15% pasirnya sebenarnya adalah butiran
mikroplastik. Pantai Kamilo di Hawaii, dipenuhi sampah botol dan wadah plastik dengan
label berbahasa Cina, Jepang, Korea, Inggris, dan kadang-kadang Rusia. Di Pulau
Henderson, sebuah pulau karang yang tak berpenghuni di Pasifik Selatan, para peneliti
menemukan volume plastik yang cukup besar berasal dari Amerika Serikat, Asia,
Selandia Baru, Rusia, dan bahkan Skotlandia (Parker, 2018). Survei yang dilakukan di
Laut Selatan menunjukkan bahwa jumlah total partikel mikroplastik berukuran <5 mm
pada dua titik dekat Antartika diestimasikan sebanyak 100.000 bagian per kilometer
persegi (Isobe, Matsumoto, Uchida, & Tokai, 2017).
Persebaran mikroplastik di lautan dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup
biota laut maupun hewan-hewan yang bergantung pada kehidupan di laut. Sebab,
mikroplastik dapat berperan sebagai pembawa polutan kimia ke dalam ekosistem laut
(Mato, Isobe, Takada, Kanehiro H., Ohtake, & Kaminuma, 2001) dan kemungkinan besar
dapat termakan oleh organisme kecil seperti zooplankton (Desforges, Galbraith, & Ross,
2015) lalu mempengaruhi rantai makanan yang lebih besar.

3.3 Metode Identifikasi Mikroplastik


Umumnya, identifikasi mikroplastik dilakukan dengan 2 cara yaitu, karakterisasi fisik
dan karakterisasi kimia. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing Penjelasan mengenai masing-masing metode identifikasi secara fisika dan
kimiawi dijelaskan pada (Tabel. 1).
Metode Penjelasan Kelebihan Kekurangan
Visual (mata) Dapat mengidentifikasi Mudah dilakukan Tidak bisa untuk
bukan mikroplastik berukuran khususnya untuk partikel berukuran lebih
merupakan 2-5 mm melalui masyarakat umum kecil, tidak ada
identifikasi perbedaan fragmen (non profesional) konfirmasi kimia
kimia atau warna mikroplastik Kemungkinan
fisika kesalahan tinggi, tidak
ada data komposisi
polimer
Microscopy Metode yang paling Sederhana, cepat dan Tidak ada konfirmasi
banyak digunakan, mudah kimia, kemungkinan
menggunakan mikroskop kesalahan tinggi, tidak
stereo. Dapat bisa mengidentifikasi
menggambarkan tekstur partikel lebih kecil dan
partikel (<100 mm) yang transparan (tanpa
dengan terperinci. warna), tidak ada data
komposisi polimer
Microscopy Metode ini dapat Dapat menjelaskan Kemungkinan
(+FTIR/Raman) memberikan informasti subset sampel kesalahan,
ikatan partikel bahan mikroplastik, kemungkinan gagal
kimia tertentu, polimer komposisi polimer untuk partikel kecil dan
karbon mudah utama atau ciri khas transparan, tidak
diidentifikasi. mewakili tipe polimer
dari sampel subset
Ftir Metode ini juga umum Tidak ada Biayanya mahal,
spectroscopy digunakan. Dengan kemungkinan data memakan waktu dan
metode ini komposisi positif palsu, dapat melelahkan, adanya
ikatan yang berbeda mengutangi data analisis kontak
akan menghasilkan negatif palsu,
spektrum unik yang analisis non
membedakan antara destruktif, mampu
plastik dengan partikel mendeteksi
organik atau anorganik mikroplastik hingga
lain. 10 mm, ada
pemetaan otomatis
Raman Sinar laser dari alat akan Tidak ada Merupakan instrumen
spectroscopy jatuh ke objek dengan kemungkinan data yang mahal, memakan
frekuensi berbeda palsu, mengurangi waktu dan tenaga,
bergantung pada struktur data partikel negatif adanya interferensi oleh
atom dan molekulnya, palsu, dapat pigmen
tidak hanya mendeteksi
mengidentifikasi plastik mikroplastik hingga
tapi sampai ke 1 mm, analisis non
komposisi polimernya destruktif dan non
(mirip FTIR) kontak
Thermal Teknik identifikasi Analisi simultan Analisis destruktif,
analysis mikroplasik dengan jenis polimer dan dapat mengidentifikasi
mengukur perubahan bahan kimia beberapa polimer, ada
sifat fisik dan kimia dari tambahan (pyro- data kompleks
polimer GC/MS)
Tabel 1 . Metode Identifikasi Mikroplastik
Sumber: Shim, J. W., Hong, S. H., & Eo, S. E., 2016

3.4 Dampak Ekonomi Akibat Pencemaran Sampah Plastik


Sampah plastik tidak hanya menimbulkan permasalah bagi lingkungan namun juga
menjadi beban bagi perekonomian. Diperkirakan dibutuhkan 13 juta US dolar untuk
mengatasi dan memperbaiki ekosistem yang rusak akibat sampah plastik di laut (WWF,
2018). Belum lagi pemasukan yang hilang dari sektor pariwisata dan perikanan akibat
tumpukan sampah plastik di laut. Seperti yang terjadi di Bali pada Desember 2017 lalu,
pemerintah menutup selama beberapa hari pantai-pantai yang populer di kalangan wisatawan
akibat dari penumpukan sampah hingga 50 ton di sepanjang pantai tersebut. hal ini tentu
mengurangi pendapatan negara dari sektor wisata. Lebih buruk lagi, minat wisatawan untuk
berkunjung ke pantai tercemar tersebut dikhawatirkan akan berkurang. Belum lagi dari sektor
perikanan, para nelayan menjadi yang paling dirugikan. Ketika akan pergi melaut, kapal-
kapal dan alat penangkap ikan mereka rusak karena tersangkut sampah plastik. Jumlah
sampah yang lebih banyak daripada ikan di laut juga mengurangi hasil tangkapan mereka.
Isu-isu produk hasil tangkapan laut yang mengandung mikroplastik juga dapat menurunkan
minat beli masyarakat sehingga pemasukan nelayan semakin turun drastis (ClientEarth,
2018).
ANALISA MASALAH DAN SOLUSI
4.1 Analisa Masalah
Pengelolaan sampah yang ada di masyarakat ini cenderung langsung membuang
setelah menggunakan. Setelah itu sampah tersebut diangkut oleh pihak ketiga menuju tempat
pemrosesan akhir (TPA). Hal ini dilanjutkan dengan pemungutan sampah plastik di TPA
yang sudah menumpuk dengan material lain sehingga sampah tidak terpisah dengan baik.
Sampah yang tidak terkontrol itu berpotensi menuju ke laut. Selain itu sistem pengelolaan
sampah yang tidak baik di pulau-pulau membuat masyarakat lebih memilih untuk membuang
sampah langsung ke laut. Masyarakat juga seringkali membuang sampah sembarangan.
Sampah-sampah ini dapat tergerus oleh air saat hujan dan masuk ke badan air yang bermuara
ke laut.
Melihat permasalahan sampah plastik di laut saat ini kami menyimpulkan bahwa
terdapat lima pokok masalah. Yaitu:
 Manajemen pengelolaan sampah yang tidak baik
 Jumlah produksi material terlalu banyak
 Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai dampak buruk sampah
 Kurangnya kepedulian masyarakat mengenai sampah
 Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai cara pengolahan sampah

4.2 Solusi
Dengan permasalahan ini, solusi yang dapat kami berikan adalah:
1. Hierarki pengelolaan sampah
Hierarki pengelolaan yang tepat mengutamakan tindakan pengurangan
(reduce) dan penggunaan kembali (Reuse) dan paling menghindari tindakan
pembaungan. Tindakan pengurangan dapat dilakukan dengan minimisasi
penggunaan material yang berpotensi menjadi toksik atau menghindari
penggunaan suatu materi selagi masih bisa dilakukan. Kemudian penggunaan
kembali adalah proses menggunakan suatu material atau produk yang sudah
pernah terpakai namun masih bisa digunakan kembali dalam bentuk yang sama
(US EPA, 2018).
Proses pengelolaan yang dipilih kemudian adalah daur ulang. Daur ulang
adalah proses penggunaan kembali suatu materi atau produk yang menjadi baru
kembali melalui proses manufakturisasi. Produk atau materi ini jika tidak di daur
ulang akan menjadi sampah (US EPA, 2018). Kemudian kompos sama seperti
daur ulang namun dari bahan organik.
Pemulihan energi yakni pengubahan sampah menjadi energi yang dapat
digunakan. Studi yang dilakukan Columbia University menunjukkan bahwa
energi listrik yang dapat dikonversi dari TPA di Amerika Serikat mampu
memberikan energi bagi 13,8 juta rumah (American Chemistry, 2018).
Pengolahan sampah dan pembuangan menjadi opsi terakhir dimana langkah-
langkah sebelumnya tidak bisa lagi untuk dilakukan. Pengolahan sampah
dilakukan untuk meminimalisir dampak buruk sampah setelah dilepas ke
lingkungan. Pembuangan sampah memiliki syarat yakni sebagai polutan yang
memiliki dampak sekecil-kecilnya.

Gambar: Hierarki pengelolaan sampah

2. Zero waste community


Dalam komunitas tanpa sampah, hal yang paling diutamakan adalah
terbentuknya siklus materi serta minimisasi eksploitasi sumber daya alam untuk
produksi baru dan juga sampah yang dibuang. Untuk merealisasikan komunitas
ini, diperlukan empat komponen penting yaitu visi yang jelas, partisipasi
masyarakat, strategi yang pragmatis, dan Sumber daya dan peralatan yang
menunjang (Lomabrdi & Bailey, 2015).
Gambar: Zero waste community

3. Desentralisasi pengelolaan sampah


Desentralisasi pengelolaan sampah yakni mengubah pola pengelolaan sampah
dari lingkup besar dan terpusat menjadi lingkup yang lebih kecil. Hal ini memiliki
beberapa keuntungan diantaranya adalah (Singh, 2015):
 Meningkatkan partisipasi masyarakat: Dengan menyediakan tempat
pengelolaan sampah di setiap RW misalkan, masyarakat menjadi lebih
mudah untuk mengambil peran walaupun hanya sedikit saja dan juga
mengetahui alur sampah yang dibuang. Walaupun begitu, hal ini akan
meningkatkan kesadaran bagi masyarakat. Selain itu dengan menyediakan
area daur ulang atau kompos, masyarakat dapat berpartisipasi dan hasilnya
dapat langsung dinikmati oleh masyarakat sekitar.
 Pengelolaan sampah lebih efektif: Pengelolaan sampah menjadi lebih mudah
dilakukan karena sampah yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan
pengelolaan sampah skala besar dan terpusat. Pendataan akan sampah yang
dihasilkan juga lebih mudah dan kemungkinan ada sampah yang terabaikan
juga lebih sedikit.
 Lebih hemat biaya: Biaya yang terhitung menjadi lebih sedikit, dengan
partisipasi masyarakat yang tinggi, jumlah untuk membayar pekerja menjadi
lebih sedikit dan biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut sampah
menggunakan truk seperti pengelolaan sampah terpusat menjadi tidak ada.
4. Meningkatkan kesadaran
Meningkatkan kesadaran di masyarakat sangatlah penting, karena tanpa
adanya kesadaran seluruh solusi yang ditawarkan diatas tidak bisa dilaksanakan.
Oleh karena itu promosi pengelolaan sampah ini sangat penting dan bisa
dilakukan dimana saja seperti media cetak dan media sosial. Selain itu kita bisa
membuat suatu event terkait pengelolaan sampah seperti bersih-bersih pantai atau
kawasan sekitar rumah (Ahmad, 2018).
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi dan analsis masalah, kesimpulan yang didapatkan adalah:

- Sampah yang dihasilkan oleh Indonesia tidak semuanya terkelola dan diolah dengan
baik
- Indonesia merupakan negara kedua terbesar penyumbang sampah plastik ke lautan.
- Plastik merupakan senyawa polimer yang banyak dimanfaatkan manusia dalam
kehidupan sehari-harinya, sulit terurai, sehingga memberikan dampak yang luas jika
tidak dikelola dengan baik, dari segi lingkungan, kesehatan, dan perekonomian.
- Mikroplastik merupakan potongan-potongan kecil plastik berukurang kurang dari 5
mm yang dapat berupa lembaran film, serat, foam, fragmen atau pellet. Mikroplastik
berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
- Keberadaan sampah plastik pada laut disebabkan oleh diantaranya, manajemen
pengelolaan sampah yang tidak baik, jumlah produksi material terlalu banyak,
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai dampak buruk sampah, kurangnya
kepedulian masyarakat mengenai sampah, kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai cara pengolahan sampah.
- Hal yang dapat dilakukan untuk menekan permasalahan tersebut diantaranya,
implementasi hierarki pengelolaan sampah, zero waste community, desentralisasi
pengelolaan sampah dan meningkatkan kesadaran.

Saran

Saran yang dapat diberikan adalah:

1. Mengalakkan program pengurangan sampah plastik dengan menganut hierarki


pengelolaan sampah
2. Meningkatkan kesadaran diri akan bahaya plastik
3. Menjalin hubungan dengan negara lain dalam mengatasi permasalahan sampah plastik
di laut
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S. (2018). World Environment Day 2018: Let's Beat Plastic Pollution. [online]
Waterlogic. Available at: https://www.waterlogic.com/en-us/resources-blog/world-
environment-day-2018-beat-plastic-pollution/ [Accessed 10 Dec. 2018].
Amaral, K. (n.d). Plastics in Our Ocean. [Online] tersedia di
https://www.whoi.edu/science/B/people/kamaral/plasticsarticle.html [diakses pada
Minggu, 9 Desember 2018]
American Chemistry (2018). Energy Recovery from Plastics. [online]
Americanchemistry.com. Available at:
https://www.americanchemistry.com/Energy-Recovery/ [Accessed 10 Dec. 2018].
BBC Indonesia. (2018). Paus di Wakatobi Telan 115 Gelas Plastik dan Sandal Jepit.
[Online] tersedia di BBC News Indonesia:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46284830 [diakses pada Minggu, 9
Desember 2018]
ClientEarth. (2018). Risk Unwrapped: Plastic Pollution as A Material Business Risk.
[Online] tersedia di Client Earth: https://www.documents.clientearth.org/wp-
content/uploads/library/2018-07-24-risk-unwrapped-plastic-pollution-as-a-
material-business-risk-ce-en.pdf [diakses pada Senin, 10 Desember 2018]
Desforges, J., Galbraith, M., & Ross, P. (2015). Ingestion of Microplastic by
Zooplankton in The Northeast Pacific Ocean. Archives of Environmental
Contamination and Toxicology.
EPA. (1993). EPA Guideline : Waste definition. [online] Retrieved at :
https://www.epa.sa.gov.au/files/4771336_guide_waste_definitions.pdf [diakses
pada Minggu, 8 Desember 2018]
European Commission. (2011). Plastic Waste : Ecological and Human Health Impacts.
[online] Available at :
http://ec.europa.eu/environment/integration/research/newsalert/pdf/IR1_en.pdf
(diakses pada Minggu, 8 Desember 2018).
Guzzeti, E., Sureda, A., Tejada, S., & Faggio, C. (2018). Microplastic in Marine
Organism: Environmental and Toxicological Effects. Environmental Toxicology
and Pharmacology, 164-171.
Isobe, A., Matsumoto, K. U., Uchida, K., & Tokai, T. (2017). Microplastics in the
Southern Ocean. Marine Pollution Bulletin, 623-626.
Jambeck, J. R. (2015). Plastic waste inputs from land into the ocean. Science, 768-771.
[Online] tersedia pada:
https://www.iswa.org/fileadmin/user_upload/Calendar_2011_03_AMERICANA/S
cience-2015-Jambeck-768-71__2_.pdf [diakses pada Minggu, 8 Desember 2018]
Karthik, dkk. (2018). Microplastics along the beaches of southeast coast of India. Science
of The Total Environment, 1388-1399.
KLHK. (2017). Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. [Online] tersedia pada:
http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/resources/ws_transperancy_framewo
rk/r4_02_sampah_klhk.pdf [diakses pada Minggu, 8 Desember 2018]
Kompas. (2018). Seekor Paus 9,5 Meter Ditemukan Mati Terdampar di Perairan
Wakatobi. [Online] Tersedia pada:
https://regional.kompas.com/read/2018/11/20/00124291/seekor-paus-95-meter-
ditemukan-mati-terdampar-di-perairan-wakatobi [diakses pada Minggu, 8
Desember 2018]
Lombardi, E. and Bailey, K. (2015). How Your Community Can Be Zero Waste In 10
Years. [online] BioCycle. Available at: https://www.biocycle.net/2015/11/16/how-
your-community-can-be-zero-waste-in-10-years/ [Accessed 10 Dec. 2018].
Mato, Y., Isobe, T., Takada, H., Kanehiro H., Ohtake, C., & Kaminuma, T. (2001).
Plastic Resin Pellets as A Transport Medium for Toxic Chemicals in The Marine
Envrionment. Environmental Science and Technology, 318-324.
Parker, L. (2018). Planet or Plastic? 2: We Made Plastic. We Depend on it. Now We're
Drowning in it. . [Online] tersedia di National Geographic Magazine:
https://www.nationalgeographic.com/magazine/2018/06/plastic-planet-waste-
pollution-trash-crisis/ [diakses pada Minggu, 9 Desember 2018]
Purba, N. P. (2017). Status Sampah Laut Indonesia. [Online] tersedia pada:
ttps://www.researchgate.net/profile/Noir_Primadona_Purba/publication/312586557
_Status_Sampah_Laut_Indonesia/links/588376784585150dde41a638/Status-
Sampah-Laut-Indonesia.pdf [diakses pada Minggu, 8 Desember 2018]
Science History (2018). The History of Future Plastics. [online] Available at :
https://www.sciencehistory.org/sites/default/files/history-of-plastics.pdf (diakses
pada Minggu, 8 Desember 2018).
Shim, J. W., Hong, S. H., & Eo, S. E. (2016) Identification Methods in Microplastic
Analysis: A Review. The Royal Society of Chemsitry. 9, 1384-1391 [Online]
Tersedia pada: doi.org/10.1039/c6ay02558g [Diakses pada 18 Desember 2018]
Singh, R. (2015). Exploring the potential of decentralised solid waste management in
New Delhi. [online] Available at:
https://www.researchgate.net/publication/275645551_Exploring_the_potential_of_
decentralised_solid_waste_management_in_New_Delhi [Accessed 10 Dec. 2018].
Sinha, M. (2010). Decentralisation Approach to Waste Management and Composting for
Climate/Co-benefits: Case of Bangladesh.
SPI (1988) dalam Ryedale (n.d). Different Type of Plastics and Their Classification.
[online] Available at :
https://www.ryedale.gov.uk/attachments/article/690/Different_plastic_polymer_typ
es.pdf (diakses pada Minggu, 8 Desember 2018).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008. Tentang. Pengelolaan
Sampah
Unescap. (2000). Introduction type of waste. [online] Available at :
https://www.unescap.org/sites/default/files/CH08.PDF (diakses pada Minggu, 8
Desember 2018).
UNEP. (2016). Microplastic: Trouble in The Food Chain. [Online] tersedia di
UNEPLIVE:
https://uneplive.unep.org/media/docs/early_warning/microplastics.pdf [diakses
pada Senin, 10 Desember 2018]
US EPA (2018). Waste Management Hierarchy and Homeland Security Incidents.
[online] US EPA. Available at: https://www.epa.gov/homeland-security-
waste/waste-management-hierarchy-and-homeland-security-incidents [Accessed
10 Dec. 2018].
World Bank. (2018). Planet over Plastic: Addressing East Asia’s Growing
Environmental Crisis. [Online] tersedia di The World Bank:
https://www.worldbank.org/en/news/feature/2018/06/08/planet-over-plastic-
addressing-east-asias-growing-environmental-crisis [diakses pada Minggu, 8
Desember 2018]
WWF. (2018). Out of The Plastic Trap: Saving The Mediteranean From Plastic
Pollution. [Online] tersedia di WWF Report:
http://awsassets.panda.org/downloads/a4_plastics_med_web_08june_new.pdf
[diakses pada Senin, 10 Desember 2018]

Anda mungkin juga menyukai