Anda di halaman 1dari 105

GMP

MODEL INOVASI

PERTANIAN
BIOINDUSTRI

O P T I M A L I S A S I K I N E R J A K E G I ATA N
MODEL PENGEMBANGAN
I N O V A S I T E K N O L O G I P E R TA N I A N B I O I N D U S T R I

Rachmat Hendayana
Lintje Hutahaean
Rubiyo
Bachtar Bakrie
Model Inovasi
PERTANIAN BIOINDUSTRI
OPTIMALISASI KINERJA KEGIATAN MODEL PENGEMBANGAN
INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN BIOINDUSTRI

Oleh:
Rachmat Hendayana
Lintje Hutahaean
Rubiyo
Bachtar Bakrie

Proof Reader:
Yennita Sihombing
Model Inovasi
PERTANIAN BIOINDUSTRI
Optimalisasi Kinerja Kegiatan Model Pengembangan
Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri

Copyright @ Rachmat Hendayana


Cetakan: Pertama, Februari 2018

ISBN:
978-979-3628-28-8

PERANCANG SAMPUL
Tim Artistik GMP

PENATA LETAK
Dimas

SUPERVISI PENERBITAN
D. Felani

Diterbitkan pertamakali dalam Bahasa Indonesia oleh


Global Media Publikasi
Email: globalmediapublikasi@gmail.com -Telp: 085717233373

Hal Cipta dilindungi oleh Undang-undang


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penulis

ii
PRAKATA

S
ampai tahun 2018, kegiatan Model Pengembangan Inovasi
Pertanian Bioindustri memasuki pelaksanaan tahun ke 4
sejak inisiasi kegiatan pada tahun 2015. Tercatat ada 66 unit
kegiatan pertanian bioindustri yang tersebar di 33 wilayah kerja
BPTP, dengan kinerja yang beragam. Meskipun masing-masing
model pengembangan inovasi teknologi pertanian bioindustri ini
karakteristiknya tidak sama, akan tetapi tujuannya tidak berbeda.
Secara normatif, pengembangan pertanian bioindustri
bertujuan untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya pertanian
guna mendapatkan nilai tambah (finansial dan ekonomi) dengan
tetap memelihara kelestarian lingkungan sehingga menjamin
keberlanjutan.
Agar di dalam pelaksanaannya terjadi sinerji yang didasarkan
pemahaman atas konsep yang sama, maka BBP2TP yang
memiliki tugas mengkoordinasikan kegiatan tersebut
menyiapkan referensi Model Pengembangan Inovasi Pertanian
Bioindustri sebagai acuan.
Buku ini merupakan tinjauan kegiatan pertanian bioindustri
yang diperkaya dengan materi hasil Workshop Bioindustri di
Semarang (2017), Bogor (2017), dan Depok (Februari 2018). Buku
ini sudah dikoreksi dan didiskusikan dengan Tim Strategi Induk
Pembangunan Pertanian (SIPP) Kementerian Pertanian.

iii
Hasil tinjauan ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi
pelaku pertanian bioindustri di lapangan. Materi yang disajikan
bersifat generik tidak secara rinci mempertimbangkan aspek
spesifikasi wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk memberi ruang
kepada pelaksana di lapangan untuk menjabarkannya lebih rinci
ke dalam petunjuk teknis dengan memasukkan unsur-unsur
kekhasan wilayah yang merefleksikan kondisi sosial ekonomi
setempat.
Selamat Bekerja.

Bogor, Februari 2018

Editor,

iv
DAFTAR ISI

PRAKATA ...................................................................................... iii


DAFTAR ISI..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR......................................................................... vii
Bab 1. JUSTIFIKASI ....................................................................... 1
Landasan Kegiatan ................................................................ 1
Tujuan...................................................................................... 4
Keluaran dan Manfaat........................................................... 6
Bab 2. KONSEP DASAR ............................................................... 9
Pengertian ............................................................................. 10
Kisi-kisi Pertanian Bioindustri ........................................... 13
Sistem Integrasi Pertanian-Bioindustri Ekologis ............. 15
Optimalisasi Siklus Biomassa ............................................ 20
Bermuatan IPTEK Maju ...................................................... 21
Bab 3. PERSPEKTIF BERKELANJUTAN ................................. 29
Kaidah Keberlanjutan ......................................................... 29
Prinsip Dasar ........................................................................ 35
Karakteristik ......................................................................... 36
Dukungan Kelembagaan .................................................... 40
Rekayasa dan Tata Kelola Kelembagaan .......................... 45

v
Bab 4. TAHAPAN KEGIATAN ................................................. 47
Kajian Diagnostik................................................................. 47
Penetapan Arsitekstur Pola Usahatani dan Bioindustri . 52
Analisis Fungsional: Relasi Antar Komponen ................. 53
Analisis Finansial, Ekonomi – Sosial Lingkungan. ......... 55
Adaptasi Inovasi Teknologi ............................................... 56
Sosialisasi dan Advokasi .................................................... 57
Bab 5. PERENCANAAN PRODUK DAN PROSES ................ 59
Perencanaan Produk ........................................................... 59
Perencanaan Proses ............................................................. 62
Bab 6. IMPLEMENTASI MODEL PENGEMBANGAN ......... 65
Model Berbasis Komposisi Komoditas ............................. 66
Berbasis Kawasan ................................................................ 70
Berbasis Agroekosistem ...................................................... 71
Bab 7. PENDAMPINGAN .......................................................... 79
Indikator Keberhasilan........................................................ 79
Pelaksanaan .......................................................................... 81
Unsur-unsur Pendampingan ............................................. 82
Bab 8. PENUTUP ......................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 87
LAMPIRAN ................................................................................... 91

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sketsa Arsitekstur Umum Sistem Pertanian


Intensif Ekologis (Diakomodasi dari
Simatupang, 2014)......................................................... 16
Gambar 2. Sketsa Arsitektur Bioindustri Ekologis
(Diakomodasi dari Simatupang, 2014) .......................... 17
Gambar 3. Siklus Pertanian Sebagai Penjaga
Lingkungan Alam (Prastowo, 2014) ......................... 20
Gambar 4. Konsep Holistik Pertanian Berkelanjutan .............. 29
Gambar 5. Konsep Berkelanjutan ................................................ 31
Gambar 6. Sinergi Reuse-Reduce-Recycle .....................................33
Gambar 7. Sketsa Umum Sistem Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan .............................................................. 38
Gambar 8. Arsitektur Sistem Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan .............................................................. 39
Gambar 9. Model Interaksi Regulasi Formal (Level
Makro) dengan Organisasi (Level Messo),
dan Individu (Level Mikro) .......................................42

vii
Gambar 10. Produk Turunan Padi pada Pertanian
Bioindustri Berbasis Padi (Sumber:
Hendayana, 2014) ......................................................... 68
Gambar 11 . Contoh Bioindustri dengan Penerapan
Konsep Bio-Refinery (Prastowo, 2011 dan
2014) ............................................................................. 69
Gambar 12. Contoh Bioindustri Padi dengan
Penerapan Konsep Bio-Refinery (Prastowo,
2014) ............................................................................. 70
Gambar 13. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Padi-Ternak ................................................. 93
Gambar 14. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Sorgum Manis ............................................. 93
Gambar 15. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Sawit ............................................................. 94
Gambar 16. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Tebu .............................................................. 94
Gambar 17. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Jagung .......................................................... 95
Gambar 18. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Sorgum Manis ............................................. 95

viii
Bab 1 .

JUSTIFIKASI

Landasan Kegiatan

Kementerian Pertanian telah menyusun Strategi Induk


Pembangunan Pertanian (SIPP) untuk periode 2015 – 2045. Inti
gagasan SIPP adalah membangun Sistem Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan. Gagasan tersebut selanjutnya menjadi visi
pembangunan pertanian dalam Rencana Strategis Kementerian
Pertanian periode 2015 – 2019.
Inisiasi pertanian bioindustri merupakan langkah antisipatif
terhadap trend perubahan pertanian masa depan, yang
ditunjukkan beberapa indikator, yaitu: (a) Terjadinya kelangkaan
energi fosil, (b) Meningkatnya kebutuhan pangan, pakan, enerji
dan serat yang makin besar, (c) Terjadinya perubahan iklim
global, (d) Kelangkaan lahan dan air, (e) Meningkatnya
permintaan terhadap jasa lingkungan hidup dan petani marjinal,
dan (f) Kemajuan iptek biosciense dan bio-engineering.
Trend perubahan tersebut membawa konsekuensi dan solusi
perlunya transformasi ekonomi ke arah: (a) Bioenergi, urgensi
bioproduk, pola hidup sehat dan pola konsumsi biokultura, (b)
Kapasitas adaptasi dan mitigasi, (c) Keniscayaan efisiensi dan
konservasi, pertanian ekologis dan bio-services, pluriculture: sistem
bio-siklus terpadu, dan (d) Perlunya pengembangan bio-ekonomi
(Manurung, 2013).
Dalam mengembangkan pertanian bioindustri yang ideal, ada
beberapa pertimbangan, yaitu:
 Pertanian dikembangkan dengan menghasilkan sesedikit
mungkin limbah tak bermanfaat sehingga mampu menjaga
kelestarian alam atau mengurangi pencemaran lingkungan.
 Pertanian dikembangkan dengan menggunakan sesedikit
mungkin input produksi dari luar sekaligus mengurangi
ancaman peningkatan pemanasan global dalam suatu
sistem integrasi komoditas pertanian.
 Pertanian dikembangkan dengan menggunakan sesedikit
mungkin energi dari luar sekaligus mengurangi ancaman
peningkatan pemanasan global dalam suatu sistem
pertanian integrasi.
 Pertanian dikembangkan seoptimal mungkin agar mampu
berperan selain menghasikan produk pangan juga sebagai
pengolah biomasa dan limbahnya sendiri menjadi
bioproduk baru bernilai tinggi (bahan kosmetik, obat-
obatan, pangan fungsional, bahan baku industri, pestisida
nabati, dan sebagainya).
 Pertanian dikembangkan mengikuti kaidah-kaidah
pertanian terpadu ramah lingkungan, sehingga produknya
dapat diterima dalam pasar global yang makin kompetitif.

2 |
 Pertanian pada akhirnya dikembangkan sebagai kilang
biologi (biorefinery) berbasis iptek maju penghasil pangan
sehat dan non pangan bernilai tinggi.
Secara konseptual, Pengembangan Sistem Pertanian
Bioindustri ini sejalan dengan misi utama Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian), sebagai
bagian dari upaya menemukan atau menciptakan inovasi
pertanian (teknologi, kelembagaan dan kebijakan) maju dan
strategis, mengadaptasikannya menjadi tepat guna spesifik
pemakai dan lokasi, serta menginformasikan dan menyediakan
materi dasarnya.
Sistem Pertanian Bioindustri adalah wahana diseminasi
inovasi teknologi pertanian, dan juga dapat digunakan sebagai
media pengkajian partisipatif, menerapkan penelitian untuk
pembangunan (research for development) sebagai paradigma Badan
Litbang Pertanian. Dalam hal ini metoda Pengembangan Inovasi
Teknologi Pertanian Bioindustri menjadi terobosan Badan
Litbang Pertanian dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya.
Secara umum Model Pengembangan Inovasi Teknologi
Pertanian Bioindustri merupakan bagian dari Sistem Pertanian
Bioindustri yang bertujuan untuk: (a) menghasilkan pangan
sehat, dan (b) menghasilkan produk-produk bernilai tinggi,
beragam dan cukup. Upaya mencapai tujuan tersebut, optimis
dapat dilakukan karena didukung tersedianya sumber
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber
keanekaragaman hayati sangat tinggi dan masyarakatnya yang
sangat plural, akan mampu memanfaatkan pangan yang
beragam untuk kebutuhan masyarakat yang beragam sesuai
dengan potensi dan karakteristik wilayahnya.
Pilihan prioritas pengembangan produk-produk pertanian
bioindustri dilandasi pertimbangan nilai tambah tertinggi yang
dimungkinkan dari proses biorefinery. Orientasi pada
pengembangan produk-produk bernilai tambah tinggi akan
menciptakan daya saing pertanian bioindustri yang tinggi.
Sistem pertanian bioindustri itu bertumpu pada tiga landasan
secara berimbang, yaitu: (a) Kegiatan berorientasi pada
kesejahteraan sosial petani, (b) Pekerja dan masyarakat sekitar,
dan (c) Ramah lingkungan dan menciptakan nilai tambah
ekonomi bagi petani dan pengusaha.
Prinsip pertanian bioindustri pada dasarnya mengoptimalkan
siklus biomassa, bioenergy, termasuk siklus nutrient dan mineral
sebagai siklus yang bekelanjutan. Oleh karenanya uji coba
pertanian bioindustri harus mengupayakan pencatatan (record)
berbagai parameter siklus-siklus yang dimaksud (Rustiadi, 2015).
Dalam melaksanakan pertanian bioindustri ini harus
dipastikan terjadi siklus, misalnya dimanfaatkannya biomassa
yang semula jadi limbah, dan digantikannya input eksternal oleh
biomassa setempat.

Tujuan

Tujuan utama Model Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri


adalah menyediakan percontohan lapang yang mencerminkan
kegiatan aplikasi inovasi teknologi pertanian yang berbasis
bioindustri.
Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian dirancang
berfungsi ganda, sebagai modus diseminasi dan sekaligus
sebagai wahana pengkajian teknologi spesifik lokasi, dengan
tujuan:

4 |
1. Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian
Bioindustri, sebagai modus diseminasi:
a. Merancang serta memfasilitasi penumbuhan
dan pembinaan serta percontohan sistem pertanian
bioindustri berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi
inovatif.

b. Membangun pengadaan sistem teknologi dasar (antara


lain benih dasar, prototipe alat/mesin pertanian, usaha
pasca panen skala ekonomi) secara luas dan menyebar.

c. Menyediakan informasi, dan konsultasi untuk


pemecahan masalah melalui penerapan inovasi
pertanian bagi para praktisi pertanian bioindustri.

d. Memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan


masyarakat dan pemerintah setempat untuk
melanjutkan pengembangan dan pembinaan
percontohan sistem pertanian bioindustri berbasis
pengetahuan dan teknologi mutakhir secara mandiri.

2. Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian


Bioindustri sebagai wahana pengkajian inovasi teknologi
pertanian spesifik lokasi:
a. Melaksanakan uji adaptasi untuk mengevaluasi
kelayakan ekonomi teknologi yang dihasilkan Badan
Litbang Pertanian.

b. Melaksanakan penelitian, pengkajian, pengembangan


dan penerapan (litkajibangrap) untuk pengembangan
teknologi tepat guna secara partisipatif, bersama-sama
dengan pemangku kepentingan dan sasaran pengguna
langsung teknologi tersebut.

c. Mengungkap preferensi dan perilaku konsumen


teknologi sebagai dasar dalam merancang arsitektur
pertanian bioindustri.

Keluaran dan Manfaat

Keluaran akhir Model Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri


adalah rancang bangun model Sistem Pertanian Bioindustri
berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif. Secara terinci
luaran kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Rekayasa model pengembangan inovasi teknologi
pertanian bioindustri berbasis pengetahuan dan
teknologi inovatif.

2. Pola pengadaan sistem teknologi dasar (antara lain


benih dasar, prototipe alat/mesin pertanian, usaha pasca
panen skala ekonomi) secara luas dan menyebar.

3. Pola penyediaan sistem informasi, konsultasi untuk


pemecahan masalah melalui penerapan inovasi
pertanian bagi para praktisi pertanian bioindustri.

4. Pola pembinaan kemampuan masyarakat dan


pemerintah setempat untuk melanjutkan
pengembangan dan pembinaan percontohan sistem
bioindustri berbasis pengetahuan dan teknologi
mutakhir secara mandiri.

6 |
Kegiatan Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian
Bioindustri ini akan memberikan manfaat kepada pembangunan
sektor pertanian sebagai berikut:
1. Meningkatnya muatan inovasi baru dalam pengembangan
sistem pertanian bioindustri.
2. Meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan dan
konsumsi komoditas pertanian.
3. Meningkatnya akuntabilitas Badan Litbang Pertanian
sebagai penghasil inovasi pertanian melalui percepatan
penyebaran dan adopsi inovasi teknologi pertanian oleh
pengguna.
8 |
Bab 2 .

KONSEP DASAR

M
odel Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian
Bioindustri menjadi “core” atau inti dari kegiatan
Sistem Pertanian Bioindustri. Wujud kegiatan
pertanian bioindustri di lapangan adalah rekayasa model
pengembangan berupa percontohan lapangan penerapan inovasi
teknologi pertanian yang berbasis bioindustri.
Konsep dasar yang akan diuraikan dalam paparan berikut
diawali dengan mengemukakan pengertian pertanian bioindustri
kemudian diikuti kisi-kisi pertanian bioindustri, dasar integrasi
antara pertanian dengan bioindustri, optimalisasi siklus biomassa
yang mengakomodasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
maju yang berbasis pengkajian, penelitian, pengembangan dan
penerapan (litkajibangrap).
Pengertian

Secara harfiah, istilah pertanian bioindustri mengandung


makna sebagai kegiatan pertanian yang pengelolaannya
dilakukan dengan berlandaskan konsep bioindustri. Bioindustri
adalah segala fasilitas atau usaha pengolahan yang
menggunakan biomassa sebagai bahan baku, menggunakan
mikroorganisme atau enzim biologis (bioenzim) yang disintesa
dari organisme pada satu atau lebih tahapan pengolahan untuk
menghasilkan pangan, pakan, energi dan berbagai macam
bioproduk (Simatupang, 2014).
Biomassa yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan
disebut feedstock. Sementara itu, teknik pengolahan yang
menggunakan mikroorganisme dan atau biologis disebut proses
pengolahan biologis (bioprocessing). Dalam hal ini, proses
pengolahan mencakup ekstraksi, pemurnian, dan konversi.
Dengan demikian, penanda bioindustri ialah penggunaan
biomassa sebagai input (feedstock), dan atau penggunaan
bioprosesing dalam pengolahan.
Menurut Rumengan (2014), bioindustri dalam bidang
pertanian adalah salah satu implementasi pengembangan bio-
teknologi, yaitu:
“penerapan teknologi yang aktivitasnya menggunakan
organisme atau bagian organisme hidup atau produknya”.
Penggunaan bioteknologi bertujuan untuk menghasilkan
suatu produk baru atau memodifikasi suatu produk menjadi
lebih bermutu, untuk kepentingan manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Kedalam bioteknologi ini terintegrasi berbagai disiplin
keilmuwan, seperti biologi/genetik, biokimia, dan ilmu-ilmu
menyangkut keteknikan/bahan (engineering/material sciences).

10 |
Terminologi teknologi bioindustri juga disinonimkan dengan
teknik bio-proses atau teknik bio-kimia yang merupakan cabang
ilmu dari teknik kimia yang berhubungan dengan perancangan
dan konstruksi proses produksi yang melibatkan agen biologi.
Agensia biologis ini dapat berupa mikroorganisme atau enzim
yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, khamir, atau
kapang).
Secara luas pertanian bioindustri dapat diartikan sebagai:

Usaha pengolahan sumber daya alam hayati dengan bantuan


teknologi bioindustri untuk menghasilkan berbagai macam
hasil pertanian yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi.

Pengolahan tidak terbatas pada upaya meningkatkan hasil


pertanian saja, akan tetapi juga ditujukan pada upaya mengelola
hasil pertanian menjadi komoditas yang bervariasi, sehingga
meningkatkan variasi produk dan nilai tambah.

Menurut Prastowo (2013) pertanian bioindustri adalah:

Sistem pertanian yang pada prinsipnya mengelola dan/atau


memanfaatan secara optimal seluruh sumberdaya hayati
termasuk biomasa dan/atau limbah pertanian, bagi
kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem secara
harmonis

Jadi kata kunci sistem pertanian bioindustri terletak pada


seluruh sumberdaya hayati, biomasa, dan limbah pertanian, ilmu
pengetahuan & teknologi dan bioproses, pemanfaatan dan
rekayasa genetik.

Bioindustri tidak sama dengan agroindustri. Perbedaan


antara bioindustri dan agroindustri itu menurut Simatupang
(2014) dapat dilihat dari cakupan kegiatan, penggunaan bahan
baku, dan orientasi kegiatannya.
Dari sisi cakupan kegiatan, bioindustri spektrumnya lebih luas
dari pada agroindustri. Bioindustri bisa mencakup agroindustri di
dalamnya. Contohnya dalam agroindustri tradisional seperti
pengolahan tahu, pembuatan tempe dan tepung tapioka. Di
dalam usaha pembuatan produk tersebut semuanya
menggunakan biomassa (kacang kedelai, dan ubi kayu) sebagai
bahan baku dan ada fermentasi (bioprocessing) dalam
pengolahannya.
Bioproses merupakan proses tertentu yang menggunakan
sel-sel hidup lengkap atau berupa komponen bakteri, enzym,
khloroplas untuk mendapatkan produk yang diinginkan.
Transportasi energi dan massa adalah fundamental bagi banyak
proses biologis dan lingkungan.
Dari segi cakupan bahan baku atau feedstock, bioindustri
lebih luas dari agroindustri. Agroindustri hanya menggunakan
hasil pertanian sebagai bahan baku, sementara bioindustri
menggunakan segala jenis biomassa. Biomassa pertanian hanya
salah satu jenis feedstock bioindustri. Bioindustri juga
menggunakan limbah organik pabrik, rumah potong hewan,
pasar, rumah makan, dan rumah tangga.
Ditinjau dari segi pemanfaatan hasil pertanian, bioindustri
berorientasi pada pemanfaatan seluruh biomassa hasil pertanian
(agrobiomassa) sedangkan agroindustri hanya mengolah sebagian
saja dari hasil pertanian. Dengan demikian, bioindustri merupakan
kunci untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian.
Orientasi kegiatan bioindustri senantiasa ditujukan pada nilai
tambah dengan menghasilkan beragam produk bernilai tinggi dari
12 |
feedstock biomassa yang digunakan dan dengan dampak
lingkungan sekecil-kecilnya (prinsip berkelanjutan), sementara
agroindustri lebih mengedepankan efisiensi.
Di samping ada bioprocessing, dalam bioindustri dikenal
biodegester dan biorefinery atau disebut biokilang. Biodigester
adalah pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas melalui
bioprocessing. Sementara itu biorefinery adalah fasilitas yang
mengintegrasikan peralatan dan proses pengolahan biomassa
untuk menghasilkan satu atau lebih produk (Simatupang, 2014).
Konsep biokilang pada prinsipnya sama seperti kilang minyak
yang berbasis pada bahan baku fosil. Penciri utama biokilang
ialah terjadinya pengintegrasian lebih dari satu proses pengolahan
biomassa untuk menghasilkan lebih dari satu produk akhir.
Biodigester yang menggunakan limbah pertanian untuk
menghasilkan biogas saja tidak termasuk definisi biokilang.
Namun biodigester yang menghasilkan biogas dan pupuk organik
merupakan contoh sederhana biokilang. Pabrik tahu yang hanya
menghasilkan tahu saja tidak termasuk biokilang. Namun pabrik
tahu yang diintegrasikan dengan biodigester untuk menghasilkan
biogas dengan menggunakan limbah pabrik tahu, termasuk salah
satu jenis biokilang.

Kisi-kisi Pertanian Bioindustri

Untuk menerapkan konsep pertanian bioindustri di lapangan,


perlu mempertimbangkan kisi-kisi sesuai konsepnya. Menurut
Simatupang (2014), kisi-kisi yang harus mencirikan pertanian
bioindustri, adalah sebagai berikut:
Pertama, membangun pertanian bioindustri harus
berlandaskan pada keberadaan sumber daya alam dan sumber
daya sosial lokal, berkelanjutan secara sosial dan lingkungan.
Usaha yang dikembangkan memanfaatkan sumber daya alam
secara lestari serta sesuai dengan budaya lokal dan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan petani rumah tangga dan
masyarakat lokal.
Prinsip ini merupakan kunci untuk peningkatan efisiensi dan
nilai tambah ekonomi. Penggunaan lebih sedikit input berarti
bahwa proses produksi lebih murah atau lebih efisien. Dengan
penggunaan input atau ongkos produksi yang lebih kecil namun
menghasilkan produksi yang lebih besar berarti suatu
keberhasilan dalam meningkatkan nilai tambah ekonomi atau
laba usaha. Kiranya dimaklumi bahwa prinsip kedua dan ketiga
juga bermanfaat dalam perluasan bidang usaha dan peningkatan
nilai tambah ekonomi.
Kedua, usaha yang dikembangkan sesuai untuk usaha
pertanian rakyat yang dominan di wilayah kerja masing-masing,
dan menguntungkan secara finansial. Prinsip ini bermanfaat juga
untuk peningkatan nilai tambah ekonomi. Namun dalam
perspektif kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, prinsip
kedua terutama dimaksudkan untuk mengurangi eksternalitas
negatif terhadap lingkungan. Prinsip kedua mengubah
eksternalitas negatif (limbah) menjadi manfaat ekonomi
sehingga, prinsip pertama dan kedua juga berperan dalam
mengurangi eksternalitas negatif.
Ketiga, ramah lingkungan. Prinsip ini terutama dimaksudkan
untuk menciptakan siklus bio-geo-kimia tertutup dalam rangka
mengurangi kebocoran hara. Prinsip ketiga inilah penentu
keberlanjutan jangka panjang kemandirian dalam menghasilkan
feedstock atau input primer. Prinsip ketiga juga berperan dalam

14 |
mengurangi penggunaan input (prinsip pertama) dan
pemanfaatan sisa atau limbah proses produksi (prinsip kedua).

Sistem Integrasi Pertanian-Bioindustri Ekologis

Pada dasarnya pertanian bioindustri adalah perpaduan atau


integrasi antara sistem pertanian ekologis dengan bioindustri
ekologis. Penjelasan kedua istilah itu dikemukakan Simatupang
(2014) sebagai berikut.

Pertanian Ekologis

Sistem pertanian ekologis menurut tujuannya dibedakan lagi


menjadi sistem pertanian konservatif ekologis dan sistem
pertanian intensif ekologis. Sistem pertanian konservatif ekologis
berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan,
dan proses produksinya mengandalkan pada input internal
agroekosistem. Sistem pertanian intensif ekologis berorientasi
untuk menghasilkan nilai tambah usahatani sebesar mungkin,
termasuk dengan cara menggunakan input eksternal namun
dengan dampak minimal terhadap kelestarian sumberdaya alam
dan lingkungan.
Sketsa rancangan umum sistem pertanian intensif ekologis
dapat dilihat pada Gambar 1. Komponen utamanya adalah
budidaya tanaman darat, peternakan ruminansia dan ungags,
akuakultur dan budidaya lebah madu.
Biomassa primer dihasilkan oleh tanaman yang mencakup
pangan, pakan dan produk dagangan lainnya. Sisa dan limbah
biomassa di dekomposisi melalui budidaya jamur, biodigester
gas dan budidaya cacing untuk menghasilkan jamur bernilai
tinggi, pakan dan pupuk.
Simpul utama yang berperan sebagai penjamin terciptanya
siklus hara dalam ekosistem adalah decomposer yang dapat
mencakup budidaya jamur, biogas digester dan budidaya cacing.

Ternak Ruminansia dan


Unggas (Herbivora dan Akuakultur
Omnivora) (Ikan, Tanaman Algae)
Dekomposer

Budidaya
Cacing
Budidaya Jamur

Digester
Biogas

Tanaman Sekawan Lebah Madu, dsb


(Biodiversitas Fungsional) (penyerbuk)

Gambar 1. Sketsa Arsitekstur Umum Sistem Pertanian Intensif Ekologis


(Diakomodasi dari Simatupang, 2014)

Perlu dicatat bahwa sistem pertanian intensif ekologis hanya


mencakup komponen usaha budidaya, atau komponen
pertanian. Tidak mencakup komponen bioindustri. Oleh karena
tidak ada bioindustri, maka hasil pertanian yang dijual dalaam
bentuk bahan mentah atau biomassa primer (Simatupang, 2014).

Bioindustri Ekologis

Sketsa arsitektur bioindustri ekologis ditampilkan pada


Gambar 2.

16 |
Gambar 2. Sketsa Arsitektur Bioindustri Ekologis
(Diakomodasi dari Simatupang, 2014)

Sketsa dalam Gambar 2, menampilkan alur proses pengolahan


biomassa yang menghasilkan beragam produk yang disebut juga
sebagai biokilang. Biokilang merupakan jenis bioindustri yang
paling sesuai dengan konsep industri berkelanjutan.
Dengan menerapkan proses biokilang, akan lebih banyak jenis
biomassa yang dapat diolah. Selain itu, pengintegrasian proses
pengolahan akan dapat menghemat penggunaan input, termasuk
feedstock, energi dan input lainnya. Biokilang dapat mencakup
proses pengolahan kembali atau menggunakan kembali sisa dan
limbah dari proses pengolahan lainnya. Sebagai contoh, onggok
sisa pengolahan ubikayu segar menjadi pati dapat diolah menjadi
bahan pakan atau biogas.
Melalui biokilang dapat menghasilkan produk yang dapat
digunakan sebagai input dalam menghasilkan feedstock. Sebagai
contoh:
sisa dan limbah proses pengolahan ubikayu menjadi pati,
termasuk produk ikutan biodigester dapat diolah menjadi
pupuk yang digunakan sebagai input pada usahatani
ubikayu.
Oleh karena sifat khusus itulah, biokilang umumnya
dipahami atau didefinisikan secara intrinsik bersifat
berkelanjutan.

Dengan perspektif ini, biokilang didefinisikan sebagai:

“ fasilitas yang mengintegrasikan peralatan dan proses


pengolahan biomassa menjadi beragam produk pangan,
pakan, energi dan bioproduk secara berkelanjutan”.
Adanya fasilitas produksi input didalam biokilang yang
digunakan sebagai input dalam proses produksi feedstock
merupakan kunci penciptaan daur ulang hara lahan pertanian.
Oleh karena itu pulalah biokilang menjadi komponen esensial
dari Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan.
Dalam konteks bioindustri ekologis, pengertian bioindustri
dapat didefinisikan menurut beberapa aspek, antara lain
menurut penciri dan menurut bahan baku.
 Berdasarkan penciri, bioindustri dapat diartikan bahan
baku (feedstock), (agro) biomassa, dan atau proses yang
disebut bioproses.

 Menurut jenis bahan baku, bioindustri meliputi seluruh


biomassa hasil maupun limbah pertanian, atau disebut
juga whole crop/ animal/organism utilization.

18 |
Melalui bioindustri ekologis, dapat mengurangi kehilangan,
dan terjadi perluasan produk /industri. Bioindustri ekologis
dapat juga berarti eksploitasi kandungan khusus bernilai tinggi,
misalnya bioaktif, bromelain pada bonggol nenas, xanthones
pada kulit manggis, mangiferin pada daun, kulit dan biji
mangga.
Kegiatan dalam bioindustri ekologis mengolah ulang dan
daur ulang sisa dan limbah olahan, kegiatannya menggunakan
prinsip biorefinery atau integrasi pengolahan menghasilkan
multi input-multi ouput, dan atau joint input-joint output.
Manfaat dari bioindustri ekologis, antara lain terjadinya
ekonomi proksimitas geografis, berupa dimensi kawasan; daur
ulang tertutup bio-geo-koimia berupa kelestarian SDA (sumber
daya alam); minimisasi limbah yang menunjang kelestarian
lingkungan hidup, dan minimisasi input eksternal berupa
energi, bahan baku fosil, dan air.
Uraian di atas, mempertegas pemahaman tentang sistem
pertanian bioindustri yang dasarnya merupakan perpaduan
sistem pertanian intensif ekologis dengan bioindustri ekologis.
Dalam hal ini pertanian intensif ekologis menghasilkan biomassa
feedstock, dan bioindustri ekologis mengolah biomassa feedstock.
Kegiatannya berlangsung dalam siklus tertutup, jadilah sistem
pertanian bioindustri.
Media interaksi dari sistem pertanian ke sistem bioindustri
adalah feedstock (biomassa), air, energy, sedangkan dari sistem
bioindustri ke sistem pertanian media interaksinya berbentuk
pakan, pupuk, pestisida, energi, dan air.
Optimalisasi Siklus Biomassa

Prinsip pertanian bioindustri pada dasarnya mengoptimalkan


siklus biomassa, bioenergi, termasuk siklus nutrient dan mineral
sebagai siklus yang bekelanjutan. Oleh karenanya uji coba
pertanian bioindustri harus mengupayakan pencatatan (record)
berbagai parameter siklus-siklus yang dimaksud (Rustiadi, 2015).
Dalam perspektif pertanian bioindustri, lahan pertanian tidak
semata-mata merupakan sumberdaya alam. Akan tetapi lahan
diposisikan sebagai industri yang memanfaatkan seluruh faktor
produksi yang menghasilkan pangan untuk ketahanan pangan,
maupun produk lain yang dikelola menjadi bioenergi serta bebas
limbah dengan menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan
kembali dan mendaur ulang (reduce, reuse and recycle). Dengan
konsep tersebut, hasil pertanian dapat dikembangkan menjadi
energi terbarukan sehingga masyarakat tidak lagi terpaku pada
energi yang berasal dari fosil.
Pertanian bioindustri juga berlandaskan kepada siklus
pertanian sebagai penjaga lingkungan alam yang selama ini
sudah dipahami masyarakat (Gambar 3).

Biopupuk,
pakan baru,
bio-energi
Bioproduk
Limbah/ sehat bernilai
Kotoran hewan tinggi

Sinar Bahan
Biomasa Matahari mineral
Biomasa lain
Pangan

Photosynthesis
/pertanian

Gambar 3. Siklus Pertanian Sebagai Penjaga


Lingkungan Alam (Prastowo, 2014)

20 |
Oleh sebab itu, dalam pengembangan pertanian bioindustri
hendaknya selalu mengacu kepada siklus tersebut demi menjaga
kelestarian lingkungan alam.

Bermuatan IPTEK Maju

Di dalam pengembangan pertanian bioindustri harus ada


muatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) maju sebagai
pendukung ilmiah sistem pertanian bioindustri. Muatan IPTEK
Maju yang akan mewarnai pertanian bioindustri tersebut tentu
bersumber dari hasil penelitian, pengkajian dan pengembangan
(litkajibang).
Tidak berhenti di situ saja, hasil litkajibang itu harus menjadi
landasan bagi penerapan di lapangan. Dengan demikian
introduksi inovasi teknologi dalam pertanian bioindustri
senantiasa dinamis, mengikuti trend perkembangan
pembangunan.
Komponen teknologi yang sudah ada seperti berikut ini harus
terus menerus disempurnakan, yaitu:
 Pengembangan varietas atau benih/bibit unggul yang lebih
adaptif, lebih produktif, dan menghasilkan produk yang
lebih sesuai dengan permintaan pasar yang terus
berkembang secara dinamis
 Teknologi budidaya tanaman/ternak yang lebih ramah
lingkungan, lebih efisien, dan meminimalkan penggunaan
eksternal input atau dikenal dengan leisa (low external input
sustainable agriculture)
 Aplikasi pengkayaan pakan limbah pertanian untuk pakan
ternak melalui proses enrichment secara mekanik, kimiawi,
dan biologis, dan
 Teknologi untuk menjaga dan menjamin food/feed safety,
termasuk aplikasi pemanfaatan teknologi genetika
molekuler, nano teknologi, atau pemanfaatan radiasi
nuklir.
Teknologi maju dan/atau inovasi yang diperlukan untuk
mewujudkan pertanian bioindustri secara berkelanjutan dimulai
dari:
 Kegiatan hulu berupa pengembangan varietas/benih/bibit
unggul baru; pembuatan pupuk organik/hayati;
penyediaan pestisida/obat/vaksin yang lebih ramah
lingkungan, dan sebagainya
 Proses budidaya (aplikasi good farming practices yang
bebas limbah)
 Kegiatan pra dan pasca panen sampai dengan kegiatan
untuk menghasilkan produk akhir yang bernilai ekonomi
tinggi. Produk yang dihasilkan dapat berupa pangan,
pakan, energy, bahan baku farmasi/obat/kosmetik, serta
produk lain yang bernilai ekonomi tinggi.
 Teknologi maju yang dikembangkan harus mampu
mewujudkan prinsip: low external input sustainable
agriculture (leisa), zero waste, ramah lingkungan, dan
berdaya saing tinggi.
 Varietas atau benih/bibit unggul baru dapat diciptakan
dengan memanfaatkan teknologi konvensional maupun
teknologi modern, antara lain genetika molekuler, nano
teknologi, dan aplikasi teknologi nuklir.
 Tanaman, ternak, ikan dan mikroba yang dihasilkan harus
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang makin
“keras” (tahan kekeringan, tahan banjir, tahan asam, dsb),
produktivitas tinggi atau menghasilkan biomasa yang lebih

22 |
banyak dan lebih berkualitas, sesuai dengan permintaan
pasar lokal maupun global, serta sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat/ petani/peternak.
 Puslitbang/Balit/Lolit bertanggung jawab untuk
menciptakan varietas/bibit/ benih yang dikehendaki, dan
selanjutnya dikaji oleh BPTP bersama penyuluh dan pelaku
usaha atau petani/peternak.
Sangat tepat apabila kegiatan Litbang oleh seluruh Lembaga
Litbang di Indonesia diarahkan untuk mendukung terwujudkan
pertanian bioindustri berbasis inovasi, dengan memanfaatkan
sumberdaya lokal secara optimal, sehingga pembangunan
pertanian bioindustri ramah lingkungan dapat diwujudkan
secara berkelanjutan (Diwyanto, 2014).
Teknologi maju dalam proses budidaya pada prinsipnya
harus memungkinkan terjadinya aliran/arus sumberdaya yang
tertutup, tidak menghasilkan limbah, atau zero waste.
Crop livestock system adalah salah satu model yang dapat terus
disempurnakan, dengan melakukan kombinasi dari berbagai
variasi komoditas yang terintegrasi, yang meliputi
pengembangan tanaman, ternak, ikan, jamur, cacing, serangga,
dan mikroba.
Dalam hal ini, produk utama yang mungkin dapat dihasilkan
berupa pangan, pakan, energy, pupuk, pestisida, serat, obat,
kosmetik, bahan baku industry kimia/farmasi/ elektronik/mesin,
bahan baku rumah, dan lain sebagainya.
Inovasi yang dikembangkan untuk mengelola produk yang
dihasilkan diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah yang
berlipat, sehingga manfaat ekonomi dapat dirasakan di sentra-
sentra produksi pertanian.
Untuk itu dalam setiap langkah yang akan dilakukan
hendaknya berlandaskan hasil penelitian, pengkajian,
pengembangan dan penerapan (litkaji-bang-rap). Litkajibangrap
merupakan salah satu strategi Balitbangtan untuk memperderas
arus diseminasi atau penyebarluasan teknologi pertanian dari
sumbernya kepada pengguna, baik pengguna antara maupun
pengguna utama (petani pelaku usahatani).
Dalam konteks pengembangan pertanian bioindustri,
dukungan litkajibang memiliki peran strategis dan krusial.
Dukungan penyediaan komponen teknologi yang diperlukan
untuk impementasi pertanian bioindustri menjadi ranah atau
tugas pokok Balai Penelitian (Balit), Balai Besar (BB), Pusat
Penelitian (Puslit), dan Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Puslitbang) Tanaman dan Ternak.
Teknologi yang dihasilkan institusi tersebut hendaknya
merupakan teknologi yang dibutuhkan petani yang bisa
diungkap melalui kajian kebutuhan atau need assessment petani
pelaku usaha, bukan teknologi kehendak peneliti. Komponen
teknologi produk Balit/Puslit/Puslitbang/BB tersebut sebelum
disebarluas-kan kepada pengguna perlu dikaji.
Pengkajian itu bertujuan untuk menguji daya adaptasi
teknologi tersebut dari sisi kelayakan teknis, kelayakan sosial dan
kelayakan ekonomi. Jika diyakini teknologi itu memiliki daya
adaptasi yang baik, langkah berikutnya dilakukan
pengembangan. Dalam hal ini yang dimaksud pengembangan
adalah munculnya model-model pengembangan. Model
pengembangan dirancang agar memenuhi skala ekonomi,
sehingga mampu mendorong percepatan adopsi oleh petani
melalui proses peniruan atau replikasi/penggandaan.
Litkaji dilaksanakan pada kondisi agroekologi spesifik lokasi.
Dengan demikian, model pertanian bioindustri dibangun untuk
kondisi zona agroekologi tertentu yang dapat direplikasi pada
24 |
kondisi zona agroekologi yang sama. Kegiatan litkaji dilakukan
oleh BPTP bekerjasama dengan balit komoditas dan balitbidang
masalah pada UK/UPT lingkup Balitbangtan.
Pengembangan teknologi inovatif pada tahap awal
dilaksanakan pada lokasi model pertanian bioindustri sebagai
langkah lanjut kegiatan litkaji teknologi dengan luasan atau unit
lahan yang lebih besar. Kegiatan tersebut melibatkan
kelembagaan petani dan penyuluh di lapang. Teknologi inovatif
selanjutnya diterapkan pada skala yang lebih luas dalam
implementasi model pertanian bioindustri. Selain melibatkan
kelembagaan petani dan penyuluh, juga peran serta dari
Direktorat Jenderal Teknis yang terkait dengan pengembangan
pertanian bioindustri, dan juga Pemerintah Daerah.
Teknologi inovatif pendukung pertanian bioindustri
diutamakan berasal dari UK/UPT Balitbangtan. Namun
demikian, dapat pula memanfaatkan teknologi inovatif terkait
yang diperoleh dari lembaga penelitian nasional lain, perguruan
tinggi ataupun lembaga riset swasta.
Komponen teknologi yang masih memerlukan pengkajian
lebih lanjut pada kondisi spesifik lokasi, maka pengkajian perlu
dilakukan pada kondisi spesifik lokasi. Pengkajian dilaksanakan
oleh BPTP yang didukung oleh UK/UPT lingkup Balitbangtan.
Dengan demikian, pengembangan sistem pertanian bioindustri
spesifik lokasi dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan.
Ketersediaan teknologi menjadi faktor penentu dalam
mendukung pengembangan kawasan pertanian bioindustri.
Eksistensi teknologi menjadi leverage point yang dapat
membangkitkan dan menggerakkan pembangunan di dalam
kawasan. Oleh karena itu, dalam proses perencanaan
pengembangan kawasan terlebih dulu perlu melakukan
identifikasi untuk menginventarisasi teknologi yang tersedia .
Ketersediaan teknologi di tiap daerah bisa sama bisa juga
beragam. Keragaman teknologi itu akan menjadi kekuatan yang
membentuk kawasan pertanian bioindustri . Teknologi tersedia
di wilayah itu akan menjadi salah satu penciri dari “teknologi
spesifik lokasi”.
Alasan perlunya teknologi spesifik lokasi, lebih didasarkan
pada karakteristik teknologi yang memiliki kekhasan dan adaptif
di wilayah masing-masing sehingga mampu mendorong
peningkatan produktivitas komoditas di wilayah tersebut.
Teknologi pertanian spesifik lokasi, merupakan suatu hasil
kegiatan pengkajian yang memenuhi kesesuaian lahan dan
agroklimat setempat serta mempunyai potensi untuk diuji lebih
lanjut menjadi paket teknologi pertanian wilayah.
Keberadaan teknologi spesifik lokasi ini memiliki peran yang
sangat strategis dalam konteks pengembangan kawasan
pertanian bioindustri karena akan menjadi mesin penggerak
perubahan kawasan berbasis inovasi teknologi. Dalam dinamika
pengembangan kawasan ini, keberadaan petani yang menjadi
penghuni kawasan dan menjadi pelaku memegang peran utama.
Namun demikian tentu tidak semua teknologi harus
dikembangkan. Teknologi harus dikaji, didiskusikan dengan
stakeholder untuk memilih dan menentukan teknologi spesifik
yang memiliki prospek paling baik sehingga dapat mendukung
pengembangan kawasan pertanian bioindustri.
Sejak perencanaan pengembangan kawasan pertanian
bioIndustri perlu dikonsepsikan teknologi tingkat apa yang
mungkin diterapkan petani. Rakitan teknologi yang dihasilkan
harus sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, teknik dan
kenyamanan kerja (ergonomis) petani. Dari sisi teknik agronomis,
penyediaan teknologi harus dapat memberikan solusi atau
jawaban atas persoalan pengembangan pertanian wilayah, dan
dapat berupa (Sumarno dan Subagyono, 2013):

26 |
 Varietas yang sesuai dengan agroekologi setempat dan
disenangi petani.
 Jenis dan dosis pemupukan yang diperlukan untuk
optimalisasi produktivitas.
 Jenis, dosis dan waktu aplikasi pestisida/fungisida yang
efektif untuk mengendalikan hama/penyakit endemis di
agroekologi setempat.
 Teknik budidaya yang paling produktif, efisien dan
menguntungkan bagi petani pada agroekologi setempat.
 Sistem usahatani yang paling produktif dan
menguntungkan bagi petani, serta berkelanjutan.
Dari aspek aspek sosial ekonomi, pemilihan teknologi harus
didasarkan pada beberapa hal, berikut:
 Mampu memecahkan masalah teknis di wilayah tersebut,
yang dicirikan oleh skala yang terjadi secara meluas, dan
memiliki dampak yang besar terhadap potensi
penurunan produksi, dan memiliki dampak sosial
ekonomi yang negatif.

 Membantu petani untuk memenuhi permintaan pasar.

 Terbukti dapat diadaptasikan secara lokal (kondisi


lingkungan, budaya, sosial ekonomi, dan biofisik tertentu
atau spesifik).

 Mempunyai dampak nyata pada peningkatan


pendapatan dan mata pencaharian keluarga tani dan
masyarakat sekitarnya. Dampak nyata yang dimaksud
meliputi peningkatan keuntungan usaha petani,
mengurangi risiko ekonomi dan meningkatkan daya
saing rantai pasok (supply chain).

 Input (fisik dan jasa) yang dibutuhkan untuk menerapkan


teknologi tersebut tersedia secara lokal dan terjangkau
oleh para petani.

Pemilihan inovasi teknologi yang akan dikembangkan, harus


berdasarkan potensi pasar, serta berbasis pada sumber daya
lokal. Disamping itu, inovasi teknologi harus didasarkan hasil
penelitian atau pengkajian yang dapat diterapkan oleh
pengguna.
Untuk menjamin ketersediaan inovasi teknologi bagi
keberlanjutan usaha agribisnis dan pertanian bioindustri perlu
refocusing yang diarahkan pada sedikit komoditas (yang paling
banyak diusahakan petani dan pelaku agribisnis lainnya),
membangun kerjasama riset antara lembaga riset pemerintah
dengan perusahaan swasta untuk menjamin pemasaran dan
kesesuaian teknologi dengan kebutuhan pengguna; dan
mendorong pihak swasta domestik untuk meningkatkan alokasi
anggaran riset guna meningkatkan ketersediaan teknologi
unggul yang dapat diakses oleh petani dan pelaku agribisnis
lainnya.

28 |
Bab 3 .

PERSPEKTIF BERKELANJUTAN

Kaidah Keberlanjutan

Pertanian berkelanjutan merupakan tulang punggung bagi


terwujudnya kedaulatan pangan. Secara holistik, konsep
pembangunan pertanian berkelanjutan ini ditampilkan dalam
Gambar 4.
Pengetahuan Sistem
dan Keyakinan Sosial
Petani

Hama dan
Faktor Penyakit
Produksi/Saprodi
Pertanian KEANEKA-
Tanaman/ KEBERLANJUTAN
RAGAMAN
Ternak/Ika PRODUKSI
HAYATI

Tanah Biota Tanah

Kuantitas dan SISTEM


Degradasi
Kualitas Air EKONOMI
SISTEM
POLITIK

Gambar 4. Konsep Holistik Pertanian Berkelanjutan


(Kementan, 2013)
Dalam konteks Sistem Pertanian Bioindustri berkelanjutan,
terdapat tiga persyaratan yang harus dipenuhi secara bersamaan,
yaitu berkelanjutan secara ekonomi, sosial budaya dan ekologis
(Simatupang, 2014).

Berkelanjutan Secara Ekonomi:


Usaha yang dilakukan memiliki daya saing dan
menguntungkan secara finansial.
Keberlanjutan secara ekonomi juga menjadi persyaratan
pertumbuh-kembangan perusahaan yang menghasilkan beragam
produk bernilai tambah tinggi, yang berarti pula persyaratan
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan laju yang cukup
tinggi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Berkelanjutan secara sosia l -buda ya


Mensyaratkan bahwa bidang usaha tersebut sesuai dengan
norma-norma sosial, termasuk nilai-nilai etika, kepercayaan,
adat-istiadat, agama, serta kesempatan berusaha dan lapangan
kerja bersifat terbuka, dapat diakses oleh dan manfaatnya dapat
diperoleh seluruh rakyat secara merata. Dengan perkataan lain,
bidang usaha tersebut bersifat inklusif.

Berkelanjutan secara ekologis


Usaha-usaha yang dilakukan menimbulkan dampak minimal
terhadap lingkungan sehingga daya dukung produksi dan
kenyamanan lingkungan hidup ekosistem yang menjadi basis
sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan tidak mengalami
penurunan nyata, atau bahkan dapat ditingkatkan, di masa
mendatang dalam waktu tak terhingga.

30 |
Secara grafis, berkelanjutan digambarkan oleh interseksi dari
dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan (Gambar 5).

Dimensi EKONOMI

(Menguntungkan)
EKONOMIS

BERKELANJUT-
AN
Dimensi EKOLOGIS

Dimensi SOSIAL
Pembangunan Berbasis Sumberdaya Lokal

Gambar 5. Konsep Berkelanjutan

Dengan demikian, kisi-kisi normatif pembangunan sistem


pertanian-bioindustri berkelanjutan ialah:
1. Berbasis sumber daya alam dan sumber daya sosial lokal:
berkelanjutan secara sosial dan lingkungan. Usaha yang
dikembangkan memanfaatkan sumber daya alam secara
lestari serta sesuai dengan budaya lokal dan untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan petani rumah tangga dan
masyarakat lokal
2. Ekonomi berkerakyatan: berkelanjutan secara sosial dan
ekonomi. Usaha yang dikembangkan sesuai untuk usaha
pertanian rakyat yang dominan di indonesia, dan
menguntungkan secara finansial,
3. Ekonomi ramah lingkungan (ekonomi hijau): berkelanjutan
secara ekonomi dan lingkungan.
Prinsip dasar proses produksi yang dipandang sesuai untuk
mewujudkan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan itu ialah:
1. Mengurangi input eksternal tanpa berdampak pada
pengurangan, atau bahkan dapat meningkatkan produksi
(Reduce),
2. Menggunakan ulang sisa proses atau hasil ikutan produksi
(Reuse),
3. Mendaur ulang produk akhir, sisa dan atau bekas pakai
produk akhir (Recycle).
Prinsip pertama, merupakan kunci untuk peningkatan efisiensi
dan nilai tambah ekonomi. Penggunaan lebih sedikit input
berarti bahwa proses produksi lebih murah atau lebih efisien.
Dengan penggunaan input atau ongkos produksi yang lebih kecil
namun menghasilkan produksi yang lebih besar berarti suatu
keberhasilan dalam meningkatkan nilai tambah ekonomi atau
laba usaha. Kiranya dimaklumi bahwa prinsip kedua dan ketiga
juga bermanfaat dalam perluasan bidang usaha dan peningkatan
nilai tambah ekonomi.
Prinsip kedua, bermanfaat juga untuk peningkatan nilai tambah
ekonomi. Namun dalam perspektif kelestarian sumber daya
alam dan lingkungan, prinsip kedua terutama dimaksudkan
untuk mengurangi eksternalitas negatif terhadap lingkungan.
Prinsip kedua mengubah eksternalitas negatif (limbah) menjadi
manfaat ekonomi sehingga, prinsip pertama dan kedua juga
berperan dalam mengurangi eksternalitas negatif.
Prinsip ketiga, dimaksudkan untuk menciptakan siklus bio-
geo-kimia tertutup dalam rangka mengurangi kebocoran hara.
Prinsip ketiga inilah penentu keberlanjutan jangka panjang
kemandirian dalam menghasilkan feedstock atau input primer.

32 |
Prinsip ketiga juga berperan dalam mengurangi penggunaan
input (prinsip pertama) dan pemanfaatan sisa atau limbah proses
produksi (prinsip kedua).
Jelas bahwa ketiga prinsip 3-R saling bersinergi (Gambar 6).

REUSE

REDUCE RECYCLE

Gambar 6. Sinergi Reuse-Reduce-Recycle

Namun demikian, kiranya dicatat bahwa prinsip 3-R hanya


menekankan pada aspek ekonomi dan lingkungan, aspek sosial-
budaya belum termasuk secara eksplisit. Oleh karena, konsep
berkelanjutan menurut perspektif Sistem Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan didasarkan pada prinsip 3-R plus Inklusif atau 3R-
I.
Perspektif Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan
menekankan beberapa perubahan pemikiran mendasar mengenai
pertanian (Simatupang, 2014), yaitu:
Pertama, perubahan organisme pertanian, dari sebelumnya
terbatas tumbuhan dan hewan penghasil komoditas pangan,
pakan, dan bahan baku industri menjadi seluruh organisme,
termasuk monera (algae), protista (bakteri) dan fungi (jamur)
mikro organis serta hewan non-pangan dan non-bahan baku
industri konvensional, seperti cacing, belatung (lalat) penghasil
pangan dan biomassa yang bias digunakan feedstock bioindustri
untuk menghasilkan beragam pangan, pakan, energi dan
bioproduk bernilai tambah tinggi, atau dapat digunakan untuk
memproses feedstock (bioprocessing).
Definisi organisme pertanian tidak dibatasi oleh jenis
biologisnya tetapi oleh manfaatnya. Cakupan mandat komoditas
pertanian disesuaikan dari tertutup dan tersekat pada beberapa
jenis makroorganisme tanaman dan hewan (tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, peternakan konvensional).
Kedua, pertanian bukanlah suatu gangguan terhadap
ekosistem melainkan suatu rekayasa ekosistem (agroekosistem)
berdasarkan ilmu pengetahuan (agroekologi) yang berorientasi
pada penggunaan input eksternal minimal untuk menghasilkan
nilai tambah maksimal dengan dampak minimal terhadap
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
Untuk itu, pertanian dirancang dengan struktur hayati dengan
diversitas hayati fungsional yang tinggi dalam rangka
mewujudkan interaksi yang harmonis dan sinergis dalam
meningkatkan output yang mencakup bahan pangan, pakan
energi, biomassa feedstock bioindustri bernilai tinggi dan jasa
lingkungan. Dengan demikian paket teknologi pertanian
haruslah disesuaikan dari paket monokultur menjadi paket
sistem pertanian intensif ekologis.
Ketiga, industri pengolahan pertanian tidak terbatas pada
pengolahan sebagian hasil pertanian (misalnya mengolah gabah
jadi beras, tepung beras) seperti yang dikenal sebagai
agroindustri konvensional. Industri pengolahan mencakup
pengolah seluruh biomassa hasil usahatani (misalnya untuk padi
tidak mengolah gabah menjadi beras turunannya tetapi juga
mengolah sekam menjadi energi, kulit gabah menjadi minyak
padi, serta memanfaatkan jerami menjadi media jamur, yang

34 |
selanjutnya diolah menjadi biogas, pupuk dan media budidaya
cacing. Oleh karena itu, cakupan tugas dan tanggung jawab
Kementerian sebaiknya diperluas sehingga mencakup
pengolahan seluruh biomassa dan limbah hasil pertanian.
Keempat, keterkaitan antara pertanian dan industri pengolahan
hasilnya tidak terbatas melalui media materi input-output yang
bersifat linier, tetapi juga melalui media energi, dan fungsi
ekologis yang bersifat sirkuler.
Perspektif Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan
berpandangan bahwa integrasi sistem pertanian dan industri
pengolahan hasil-hasilnya dibangun sebagai satu kesatuan
rekayasa biosistem. Oleh karena itu, pendekatan pengembangan
maupun penelitian pertanian diubah dari pendekatan komoditas
ke pendekatan rekayasa biosistem.
Bioindustri yang menjadi salah satu komponen utama Sistem
Pertanian Bioindustri Berkelanjutan haruslah memenuhi syarat-
syarat berikut:
 Mengurangi kehilangan biomassa dan input eksternal
dengan menggunakan sebesar-besarnya seluruh
agrobiomassa (biomassa hasil pertanian) sebagai feedstock ,
 Menggunakan ulang biomassa sisa dan limbah olahan,
 Mendaur ulang produk akhir, sisa dan limbah produk
akhir proses olahan.

Prinsip Dasar

Dalam perspektif sistem pertanian bioindustri berkelanjutan,


bioindustri dibangun dengan prinsip dasar sebagai berikut:
 Memanfaatkan seluruh dan setiap jenis biomassa hasil
pertanian. Biomassa dimaksud mencakup seluruh
biomassa tanaman (whole crop), hewan, dan limbah
pertanian. Dengan demikian, pengembangan bioindustri
diarahkan untuk perluasan industri pengolahan hasil
pertanian
 Berorientasi pada perolehan nilai tambah sebesar-besarnya.
Bioindustri tidak berhenti pada pengolahan primer (tahap
pertama) tetapi juga berlanjut hingga tahapan (tahap
sekunder, tersier, dst) untuk menghasilkan produk akhir
spesifik guna, seperti makanan dan obat khusus yang
bernilai tinggi. Dengan demikian, pengembangan
bioindustri diarahkan untuk pendalaman industri
pengolahan hasil pertanian
 Mandiri atau bahkan surplus energi. Biomassa dapat
ditransformasi menjadi energi. Sumber energi prioritas
ialah limbah proses pengolahan,
 Memprioritaskan produksi bahan pangan. Jika terjadi trade
off antara pangan-pakan-energi-bioproduk maka pilihan
pertama ialah pada pangan.

Karakteristik

Sebagai sebuah sistem, Sistem Pertanian-Bioindustri


Berkelanjutan memiliki lima karakteristik, sebagai berikut
(Simatupang, 2014):
1) Memiliki batas-batas (boundaries)
2) Memiliki komponen
3) Setiap komponen memiliki fungsi (ceruk atau niche)
tersendiri dan berinteraksi satu sama lain
4) Memiliki input, eksternal dan internal

36 |
 Input eksternal adalah materi, energi, dan teknologi
yang berasal dari luar sistem yang dipergunakan di
dalam sistem.

 Input internal adalah materi, energi, dan teknologi yang


berada atau dihasilkan di dalam sistem

5) Produk dan produk ikutan atau output dari sistem


 Output Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan ialah
produk dan produk ikutan sub-sistem pertanian dan
atau hasil olahannya dalam sub-sistem bioindustri.

Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan berorientasi pada


maksimisasi output yang bermanfaat bagi manusia (bernilai
ekonomi) dan lingkungan, dengan dampak negatif yang minimal
terhadap kelestarian sumber daya alam dan kualitas lingkungan.
Produk-produk yang bermanfaat langsung secara ekonomi
mencakup pangan, pakan, energi dan bioproduk. Selain produk
ekonomi privat, produksi jasa lingkungan (privat maupun
publik) juga termasuk output yang dikehendaki dari Sistem
Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan. Dengan demikian,
pemikiran sistemik dari perspektif Sistem Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan ialah memperoleh sebesar-besarnya energi elektro
magnetik matahari yang tersedia melimpah di Indonesia sebagai
kawasan tropik melalui pertanian (Simatupang, 2014).
Tumbuhan adalah organisme yang mampu mentransformasi
energi elektromagnetik matahari menjadi energi kimiawi dalam
biomassanya dengan menggunakan air, karbon dioksida dan zat
hara melalui proses fotosintesa. Biomassa tanaman menjadi
sumber energi atau makanan bagi organisme lainnya dalam
komponen sub-sistem pertanian. Selain diproses dalam jejaring
rantai makanan sub-sistem pertanian, sebagian biomassa
dialirkan ke sub-sistem bioindustri untuk diolah menjadi
beragam produk pangan, pakan, energi, pupuk, pestisida dan
bioproduk bernilai tinggi lainnya. Pakan, pupuk, pestisida dan
energi selanjutnya di daur ulang ke sub-sintem pertanian.
Dengan prosesi seperti itu, tercipta suatu sistem siklus tertutup
antara sub-sistem pertanian, sub-sistem bioindustri (Gambar 7).

Gambar 7. Sketsa Umum Sistem Pertanian Bioindustri


Berkelanjutan

Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan pada dasarnya


ialah integrasi sistem pertanian intensif ekologis dengan sistem
bioindustri ekologis. Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan
membangun eksplisit interkoneksi antara pertanian yang
menghasilkan biomassa, industri pengolah biomassa,
pengelolaan limbah, pemanfaatan air, pembangkitan energi, dan
pelestarian hara tanah sehingga suatu biosistem terpadu
berkelanjutan.
Sebagai suatu biosistem, Sistem Pertanian-Bioindustri
Berkelanjutan menjadi sistem pendukung kehidupan berbasis
aliran dinamis dari materi dan energi dimana limbah dan produk
ikutan dari suatu proses menjadi input bagi proses lainnya.

38 |
Dengan cara demikian maka pangan, pakan, energi dan
bioproduk dapat dihasilkan maksimal dengan input hara, air,
energi dan sumber daya lain yang minimal, menjaga kelestarian
daya dukung dan jasa lingkungan agroekosistem, serta
meningkatkan kualitas lingkungan hidup (Kementerian
Pertanian, 2014).
Sketsa arsitektur Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan
ditampilkan pada Gambar 8.

Konsumen Pangan, Energi


Pangan
Akhir dan Bioproduk

Sisa dan
Limbah

Jasa Pertanian
Feed Stock Konsumen
Lingkungan Intensif
Akhir
Ekologis

Pakan
Pupuk
Energi

Gambar 8. Arsitektur Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan

Karakteristik utamanya ialah interrelasi sirkulasi tertutup.


Selain menyediakan pangan dan jasa ekologis yang dapat
dikonsumsi langsung konsumen akhir, blok pertanian juga
menyediakan bahan baku (feedstock) bagi blok bioindustri. Aliran
kembali dari blok bioindustri ke pertanian mencakup pakan,
pupuk dan energi. Produk akhir blok pertanian dan bioindustri
disalurkan ke konsumen sementara sisa dan limbahnya di alirkan
kembali ke blok pertanian dan blok bioindustri.
Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan dirancang dengan
ciri-ciri:
1) Meminimalkan penggunaan input dengan menggunakan
ulang dan mendaur ulang limbah atau produk ikutan
setiap proses kegiatan produksi di dalam sistem,
2) Menjaga aliran materi, khususnya zat hara dan air, sedapat
mungkin selalu berada di dalam sistem,
3) Memperlakukan proses produksi dan konsumsi sebagai
suatu proses siklus kontinu, bukan proses linier,
4) Mendekatkan dan memperketat konektivitas produksi dan
konsumsi untuk meminimumkan kebocoran materi, energi,
biaya transportasi, dsb,
5) Memaksimumkan efisiensi proses konversi alami
(dekomposisi mikroba dan kaitan rantai pangan) serta
retensi hara dan air.

Dukungan Kelembagaan

Pada tataran operasional, sistem pertanian bioindustri


berkelanjutan mencakup Sistem Usaha Pertanian Terpadu pada
tingkat mikro-usahatani, Sistem Rantai Nilai Terpadu pada
tingkat pasar atau rantai pasok dan Sistem Pertanian Bio-refinery
Terpadu. Sistem usaha pertanian yang juga sering dikenal
dengan sistem agribisnis sedemikian kompleks, yang terdiri dari
sub sistem-sub sistem di hulu (up-stream), on-farm, hingga sub-
sistem hilir (down stream). Dalam pengembangan pertanian
bioindustri sebagai sistem agribisnis, melekat suatu sistem sosial
yang melibatkan aktor dan sistem alam (ekosistem) sebagai basis
utama pengelolaan usaha pertanian.

40 |
Kelembagaan adalah bagian dari sistem sosial dalam
pengelolaan pertanian bioindustri. Dengan demikian,
kelembagaan merupakan unsur penting dalam pengembangan
pertanian bioindustri, yang didalamnya melekat (embedded) nilai-
nilai, norma, aturan perundangan (formal dan in formal rules) dan
organisasi yang mengatur tujuan maupun komitmen bersama
dari segenap aktor yang berinteraksi dalam sistem pertanian bio-
industri. Aktor dimaksud berada pada level makro, yakni pada
tataran lingkungan kebijakan (policy environment), baik aktor
individu maupun kelompok dan organisasi seperti Kementerian
Pertanian dan Kemen-terian/Lembaga lainya yang terkait.
Berikutnya terdapat Badan Litbang Pertanian dan Badan-badan
lain ataupun Ditjen lain yang sangat terkait dengan kebijakan
serta implementasinya dalam pengembangan sistem pertanian
bioindustri.
Konkritnya, lingkungan kebijakan level makro tersebut
berupa peraturan dan kebijakan-kebijakan formal, bahkan dapat
berupa gagasan ataupun unsur-unsur baru yang secara dinamis
berjalan menjadi kerangka dalam mengatur tindakan aktor atau
kelompok dalam operasionalisisasi pengembangan sistem
pertanian bioindustri yang disinergikan dengan kebijakan dan
relasi-relasi informal pada tataran messo di daerah, maupun
tataran mikro aktor petani maupun kelompok tani. Oleh karena
itu, dalam konteks implementasi pengembangan pertanian
bioindustri, mekanisme sosial dimana aspek formal dan informal
saling berhubungan atau berintegrasi menjadi dasar bagi setiap
individu dalam mencapai tujuan pengembangan sistem
pertanian bioindustri.
Model multi level di atas menerangkan fungsi lingkungan
institusional, regulasi formal yang diterapkan oleh pemerintah
yakni Kementan beserta segenap jajarannya, termasuk Badan
Litbang Pertanian, dan Kementerian sektor lain yang terkait.
Hubungan antar kelembagaan di atas akan sangat menentukan
implementasi program dan kegiatan, termasuk meng-
integrasikannya dengan stakeholder (pemerintah daerah,
organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat) di level messo,
yang tentunya juga mesti diintegrasikan dengan kegiatan-
kegiatan di level mikro, yakni pada kelompok-kelompok
masyarakat, terutama petani. Model interaksi regulasi formal
(level makro) dengan organisasi (level messo), dan individu
(level mikro) dapat dilihat pada Gambar 9.

Lingkungan
Institusional/Kebijakan:
KEMENTAN (Badan Litbang
Sis tem
Pertanian) Tindakan Agribisnis
Mekanisme Pasar: Kolektif Pengembangan
State regulation Pertanian Bio-
industri
Subs istem
Proses Diseminasi Hulu
INSENTIF (Saluran dan Media)
Preferensi
Indigenous
ON
Pemda, Orsos FARM

Monev
Compliance Enforcement Subs istem
Decouple Petani/Pelaku Agribisnis
Hilir

User Lainnya

Gambar 9. Model Interaksi Regulasi Formal (Level Makro) dengan


Organisasi (Level Messo), dan Individu (Level Mikro)

Hubungan antar kelembagaan seperti UK-UPT terutama BPTP


dengan kelembagaan teknis di daerah (Dinas, BKP, Bakorluh,
Bappeluh, dan instansi lainnya), serta dengan kelompok
masyarakat petani dan organisasi sosial lokal, akan sangat
menentukan pencapaian kinerja pengembangan sistem pertanian
bioindustri.
Perspektif kelembagaan dalam konteks ini, mesti dipandang
secara keseluruhan sejak dari interaksi aktor dalam kegiatan-
kegiatan sub sistem hulu terutama kelembagaan agro input, pada

42 |
sub sistem produksi (on-farm) dan sub sistem hilir terutama
kelembagaan pascapanen dan pemasaran.
Dalam kerangka operasional, sinergi kebijakan makro-messo-
mikro serta integrasi relasi-relasi formal di level kebijakan mesti
dapat diintegrasikan dalam relasi-relasi in-formal yang sangat
mewarnai potensi lokasi di level mikro. Sinergisme itu pun mesti
berjalan selaras dalam seluruh aktivitas sub-sub sistem agribisnis
pengembangan pertanian bioindustri.
Secara konkrit, hubungan antar organisasi formal pada level
kebijakan makro-messo mesti mengikuti tatanan struktur dan
nilai-nilai yang dijadikan komitmen bersama, untuk selanjutnya
diintegrasikan juga dengan segenap aktor dalam tataran mikro.
Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh distribusi insentif yang ada
dalam sistem pertanian bioindustri, baik insentif tangible maupun
intangible, yang bermuara pada keselarasan hubungan
kelembagaan pendukung dalam pengembangan sistem pertanian
bioindustri.
Keberadaan kelembagaan akan menjamin keberlanjutan
kegiatan. Kelembagaan di kawasan pengembangan pertanian
bioindustri itu disamping akan memberikan jaminan
keberlanjutan kegiatan juga menjadi wahana atau mediasi
pemecahan permasalahan yang mungkin dihadapi masyarakat
dalam mengembangkan pertanian bioindustri.
Kelembagaan dapat dikatakan sebagai pengembangan aspek
non teknis yang dapat mempermudah praktisi terutama petani
dalam menjalankan kegiatan pertanian bioindustri dan atau
meningkatkan efisiensi teknis serta efisiensi ekonomi
pengembangan pertanian bioindustri yang akan dilakukan.
Inovasi kelembagaan dapat berupa :
 Penguatan kelembagaan perbenihan penyedia benih
sumber dan benih sebar mulai tingkat provinsi (BBI),
kabupaten (BBU) dan desa (penangkar benih).
 Pengembangan aktivitas kolektif dalam kegiatan usahatani,
misalnya, melalui penguatan Kelompok Tani jika sudah
ada kelompoknya atau jika belum ada memprakarsai
terbentuknya kelompok tani.
 Pengembangan atau pembentukan lembaga yang dapat
meningkatkan aksesibilitas petani terhadap pasar input,
pasar output, informasi pasar dan teknologi. Petani akan
makin mudah untuk memperoleh input usahatani yang
dibutuhkan, memasarkan hasil usahataninya, memperoleh
informasi pasar, dan memperoleh informasi dan
menerapkan teknologi yang dibutuhkan.
 Pengembangan pola kemitraan dengan distributor benih
dalam penyediaan benih dan fasilitasi pemasaran hasil
usahatani.
 Memprakarsai suatu pengaturan dalam bentuk Peraturan
Daerah (Perda) sehingga perbanyakan adopter menjadi
program daerah menjamin keberlanjutan.
 Kelembagaan yang dimaksud mencakup pula
kelembagaan agro input, kelembagaan pasar input dan
pasar output, pengolahan hasil, dan kelembagaan yang
menyediakan fasilitasi permodalan, misalnya: Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) Pertanian, BRI Unit Desa. Dalam
skala lebih luas lagi kelembagaan keuangan itu dapat
berupa direalisasikannya Bank Pertanian.

44 |
Rekayasa dan Tata Kelola Kelembagaan

Dukungan untuk memperlancar transformasi teknologi


kepada pengguna memerlukan jalur rekayasa sosial. Perlunya
transformasi dan rekayasa kelembagaan dan tata-kelola, karena
makin kompleksnya kegiatan pertanian bioindustri, dan makin
beragamnya input dan prasarana produksi serta produk yg
dihasilkan pertanian bioindustri.
Tata kelola kelembagaan erat kaitannya dengan perencanaan
dan pengelolaan kegiatan yang cermat untuk harmonisasi dan
efisiensi proses produksi, karena menghadapi beragamnya
karakter dan status sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat
serta makin banyaknya keterlibatan stakeholder dalam pertanian
bioindustri. Disamping itu tata kelola kelembagaan diperlukan
karena beragamnya skala usaha dan pemasaran pada pertanian
bioindustri.
Keragaman skala dan pola usaha pertanian bioindustri:
 Skala rumah tangga sub-sisten, produknya untuk
konsumsi sendiri
 Skala rumah tangga komersial, sebagian atau semua
produknya dijual
 Skala kelompok tani sub-sisten, produknya untuk
konsumsi kelompok tani sendiri
 Skala kelompok tani komersial, sebagian atau semua
produknya dijual
 Skala kelompok koperasi komersial, sebagian atau semua
produknya dijual
 Skala UKM komersial, semua produknya dijual
Model kelembagaan dan tata-kelola pertanian bioindustri,
yang diperlukan antara lain:
 Pengelola pertanian bioindustri
 Sub-unit pengelola kegiatan budidaya komoditas A
 Sub-unit pengelola kegiatan budidaya komoditas B
 Sub-unit pengelola kegiatan budidaya komoditas C
 Sub-unit pengelola kegiatan pengolahan produk 1
 Sub-unit pengelola kegiatan pengolahan produk 2
 Sub-unit pengelola kegiatan pengolahan produk 3
 Sub-unit pengelola kegiatan pengolahan produk 4

 Unit pengelola sarana dan pra-sarana produksi


 Unit pengelola pemasaran produk
 Unit pengelola keuangan
 Unit Pengelola Produksi
 Model kelembagaan dan tata-kelola pertanian bioindustri
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
model kelembagaan:
 Tingkat kompleksitas komoditas, kegiatan dan produk
yang akan dihasilkan
 Skala dan pola usaha pertanian bioindustri yang akan
dikembangkan
 Teknologi yang akan diterapkan
 Kondisi sosial budaya dan kelembagaan yang ada
 Sarana dan prasarana pendukung yang ada

46 |
Bab 4 .

TAHAPAN KEGIATAN

T
ahapan kegiatan dalam penyusunan model
pengembangan inovasi teknologi pertanian bioindustri,
diawali dengan melakukan kajian diagnostik kemudian
penetapan batas spasial, penetapan arsitekstur pola usahatani
dan bioindustri, penyusunan relasi antar komponen (causal loops).
Setelah tersusun konsep analisis fungsional berupa relasi antar
komponen dilakukan adaptasi inovasi teknologi kemudian
sosialisasi dan advokasi.

Kajian Diagnostik

Langkah awal sebelum melakukan perancangan model,


terlebih dulu perlu melakukan kajian diagnostik, yang bertujuan
melakukan analisis kebutuhan, identifikasi permasalahan dan
mengkaji potensi serta peluang pengembangan.
Dari hasil kajian tersebut diharapkan dapat menangkap
momen perbaikan teknologi yang dibutuhkan masyarakat
setempat dan kesesuaiannya dengan program Litbang. Setelah
cukup informasi awal, kegiatan dilanjutkan untuk melakukan
identifikasi potensi.
Dalam melakukan studi diagnostik ini dasar
pengembangannya diarahkan pada: (a) Penetapan komoditas
utama dan penentuan lokasi, (b) Penetapan batas spasial, (c)
Penetapan arsitekstur pola usahatani, (d) Penetapan arsitektur
bioindustri, (e) Analisis fungsional: relasi antar komponen, dan
(f) Analisis Finansial, Ekonomi – Sosial Lingkungan.

Penentuan Komoditas Utama


Komoditas yang dikembangkan dalam suatu model pertanian
bioindustri dapat lebih dari dua komoditas tergantung dari
sasaran atau output yang ingin dicapai.
Komoditas yang dapat dikembangkan adalah:

 Komoditas unggulan nasional yang ditentukan dalam


Rencana Strategis Kementan 2014-2019, dan,

 Komoditas unggulan daerah sebagai sumberdaya lokal


yang potensial untuk dikembangkan

Rustiadi (2014) menyarankan pemilihan komoditas pertanian


bioindustri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Prioritas pada komoditas dengan volume biomassa
homogen terbesar, yaitu kelapa sawit, padi, dan
perkebunan lainnya (karet, kopi, dll)

 Kombinasi keterpaduan komoditas yang berpotensi


dampak ekonomi terbesar bagi kesejahteraan petani dan
ekonomi perdesaan

48 |
 Disinergikan dengan 7 komoditas utama saat ini (padi,
jagung, kedelai, bawang, cabe, daging, dan tebu)

Penentuan Lokasi
Untuk mendapatkan hasil pengembangan kawasan pertanian
bioindustri yang maksimal, lokasi kegiatan dipilih yang
representatif dalam arti mewakili sifat-sifat agroekologi seluruh
target wilayah sasaran. Sifat agroekologi yang perlu diperhatikan
terutama adalah:
 Jenis dan tingkat kesuburan tanah
 Iklim dan pola ketersediaan air
 Topografi dan ketinggian tempat
 Sosio-ekonomi masyarakat, dan
 Pola pertanian sejenis
Landasan dalam menetapkan lokasi kawasan pertanian
bioindustri adalah:
 Kesesuaian komoditas dengan agroekosistemnya, yaitu
memiliki potensi sumber daya yang mirip (lahan,
agroklimat, sumberdaya air)
 Mempertimbangkan potensi luasan areal/populasi yang
dapat dikembangkan untuk memenuhi skala ekonomi
kewilayahan
 Areal produksi/populasi terkonstentrasi di satu atau
beberapa wilayah (kabupaten/kecamatan/desa) yang saling
terhubung, sehingga distribusi input dan pelayanan
pembinaannya dapat dilakukan secara efisien, dan
 Sesuai dengan regulasi dan kebijakan nasional maupun
daerah, terutama tata ruang, sehingga akan dapat dijamin
bahwa lokasi yang akan dijadikan sebagai kawasan
pertanian dan rencana pengembangannya dipastikan
berada di kawasan budidaya serta sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung wilayah.
Proses dan metode penetapan lokasi yang akan dijadikan
lokasi pengembangan kawasan pertanian bioindustri di level
provinsi dan kabupaten menjadi tanggungajwab gubernur dan
bupati, disesuaikan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
(RTRW).
Untuk memudahkan pengembangan kawasan, lokasi sasaran
perlu dipilih yang mewakili kriteria sebagai berikut:
 Terdapat prasarana transportasi (jalan yang dapat dilalui
kendaraan) yang memadai. Sarana prasarana yang
diperlukan untuk penerapan teknologi, mulai dari sarana
produksi, penyiapan lahan dan penanaman sampai dengan
panen dan pasca panen serta pengolahan hasil dan limbah
pertanian termasuk budidaya ternak
 Letaknya strategis sehingga mudah dikunjungi
masyarakat.
 Petaninya kooperatif, terbuka, dan mau diajak untuk
bermitra kerja.
 Pejabat desa, kecamatan serta pemimpin informal
memberikan dukungan.
 Agroekologi, iklim, tipe lahan, mewakili wilayah sasaran.
 Tersedia lahan petani yang sesuai untuk pelaksanaan
pengembangan.
Pemilihan lokasi kegiatan ini dilakukan bersamaan pada saat
melakukan diagnosis dan karakterisasi wilayah, serta harus
dilakukan oleh tim. Sebelum pilihan lokasi ditentukan, beberapa
calon lokasi dikonsultasikan dengan Dinas Pertanian, Balai
Penyuluhan Pertanian dan pejabat daerah.

50 |
Karakterisasi wilayah mencakup aspek fisik, iklim dan pola
curah hujan, ketersediaan sumber air, irigasi, tipe usahatani
(subsisten, komersial, dan lain-lain), aspek sosio-ekonomi petani,
pola usahatani, tanaman dominan dan masalah yang berkaitan
dengan usahatani.
Pemilihan lokasi kawasan pengembangan pertanian
bioindustri didasarkan pada basis Agro-ecological Zone (AEZ)
dan aksesibilitas wilayah pengembangan.
Kriteria lokasi untuk pengembangan pertanian bioindustri
adalah sebagai berikut:
 Lokasi itu merupakan sentra produksi atau kawasan
pertanian
 Tempatnya strategis, memiliki aksesibilitas tinggi, mudah
dijangkau sehingga advokasi kegiatan pertanian
bioindustri kepada Pemda dan stakeholder lainnya akan
mudah di lakukan.
 Dari sisi agroekosistem, pertanian bioindustri dapat
dialokasikan di agroekosistem lahan sawah, lahan kering
dan lahan rawa. Kondisi agroekosistem tersebut
disesuaikan dengan karakteristik inovasi teknologi yang
dikembangkan dalam pertanian bioindustri.

Penetapan batas spasial


Pelaksana harus paham skala kegiatan pertanian bioindustri
yang dilakukan. Batas spasial (kawasan) dalam melakukan
kegiatan pertanian bioindustri dapat dilakukan sinergi dengan
luasan:
 Usahatani

 Gabungan usahatani sehamparan: komunitas, klaster,

 Sistem irigasi

 Landsekap: Ekoregion

 Batasan kawasan tidak harus wilayah administratif,


tetapi optimal sebagai kesatuan hamparan fungsional
dimana siklus-siklus pertanian bioindustri berlangsung

 Total volume biomassa, air, nutrient, dan lain-lain


secara fungsional

Penetapan Arsitekstur Pola Usahatani dan


Bioindustri

Arsitekstur pola usahatani dan bioindustri dalam konteks


penyusunan model pengembangan inovasi teknologi pertanian
boindustri dilakukan berdasarkan prinsip pertanian intensif
ekologis dan bioindustri ekologis, seperti sudah diuraikan di Bab
terdahulu. Desain arsitektur usahatani dan sistem usahatani
berdasarkan rumpun organisme sekawan companion organisms
(Simatupang, 2014).
Fungsi-fungsi ekologis setiap jenis organisme dalam rumpun
sekawan tersebut mencakup:
 Pemanfaatan optimal ruang budidaya: organisme dapat
dibudidayakan secara bersama-sama karena tidak saling
bersaing atau bahkan akan terjadi sinergisme karena
berbeda dalam kebutuhan lahan, hara, air dan matahari,
berbeda kedalaman perakaran, berbeda ketinggian,
berbeda musim tanam dan sebagainya.

52 |
 Pengendalian hama: organisme yang bermanfaat dalam
pengendalian hama penyakit misalnya bersifat penarik
(pest attractor) atau pemerangkap hama (pest trap),
penjauh (pest repellent)
 Pendukung polinasi: organisme yang berkontribusi dalam
peningkatan penyerbukan melalui serangga atau
organisme lain termasuk lebah madu dan serangga
lainnya.
 Hewan herbivore dan omnivore
 Organisme decomposer: jamur, cacing, dan sebagainya
untuk media budidaya sekaligus mengurai sisa dan limbah
biomassa hasil pertanian menjadi bahan pangan, pakan,
pupuk yang selanjutnya dipergunakan dalam budidaya
tanaman
 Sinergi habitat: integrasi budidaya berbasis lahan dan air
dalam rangka membangun rantai pangan antar organisme
budidaya serta daur ulang bahan organik, air dan hara.
 Bioindustri ekologis: Pilihan pengolahan biomassa
 Bioprocessing: biodigester, biodecomposer, fermentasi
 Pengolahan: fisika-kimia

Analisis Fungsional: Relasi Antar Komponen

Analisis fungsional yang dimaksud terkait dengan penentuan


proporsi atau komposisi inovasi yang akan dikembangkan dalam
model pengembangan inovasi teknologi.
Skema relasi atau causal loops yang menggambarkan posisi
masing-masing komponen inovasi disusun berdasarkan hasil
analisis, bukan didasarkan penafsiran atau nalar subyektif
pelaksana.
Contoh: jika akan membangun model pertanian bioindustri
berbasis integrasi tanaman ternak (misalnya tebu dengan sapi,
atau kelapa sawit dengan sapi), jumlah sapi yang
diintroduksikan ke dalam model itu harus didasarkan
kemungkinan dukungan biomassa tebu dan atau kelapa sawit
tersebut.
Dari pengalaman lapangan diketahui dua ekor sapi dapat
didukung biomassa tebu dari satu hektar, artinya jika akan
mengembangkan integrasi tanaman tebu seluas 50 hektar maka
jumlah sapi yang dapat diintroduksikan tidak boleh lebih 100
ekor.
Keberadaan komoditas dalam model inovasi itu harus
menunjukkan adanya hubungan fungsional secara efisien
(tertutup). Hara, energi, air dan bermanfaat secara ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
Integrasi dalam konteks pertanian bioindustri bukan hanya
integrasi dalam sistem produksi saja. Integrasi bisa juga dalam
skala rumah tangga dan dalam konteks makro (skala kawasan).
Setiap ouput internal menjadi input eksternal untuk kegiatan
lainnya dan harus menghasilkan nilai tambah (value added), baik
dalam bentuk pendapatan (income) maupun penyerapan tenaga
kerja (labor). Semakin banyak interrelasi antar kegiatan akan
semakin baik, karena itu berarti nilai tambahnya akan semakin
tinggi.

54 |
Analisis Finansial, Ekonomi – Sosial Lingkungan.

Dalam melakukan analisis finansial, prinsip-prinsip yang


harus dipertimbangkan untuk memenuhi kelayakan finansial,
adalah:
 Meningkatnya pendapatan rumahtangga petani
 Meningkatnya efisiensi curahan waktu, tenaga yang
dikeluarkan petani
 Modal yang dikeluarkan terjangkau oleh petani
 Break Event Point serendah mungkin
Dalam menganalisis tingkat kelayakan ekonomi kawasan
(desa), indikator yang dilihat adalah:
 Meningkatnya total output
 Penyerapan tenaga kerja
 Meningkatnya total linkages antar sistem produksi
 Akumulasi nilai tambah di desa
 Menurunnya limbah (waste) biomassa yang tak
termanfaatkan
 Menurunnya eksternal input
Terkait dengan optimasi neraca sumberdaya (kelayakan siklus
sumber daya berkelanjutan), prinsip yang diperhitungkan
adalah:
 Terjadinya efisiensi siklus-siklus pertanian bioindustri dan
menurunnya kebocoran (leakages) /pemborosan nutrient/
mineral,
 Meningkatnya efisiensi penggunaan air
 Meningkatnya efisiensi input (khususnya input eksternal)
 Menurunnya limbah-limbah pertanian
 Meningkatnya stok bahan organik, nutrient di lahan/
kawasan
Secara kawasan, value added itu tercermin dalam Pendapatan
Asli Daerah (PAD) di desa atau PDRB dalam konteks wilayah.
Di dalam prakteknya melakukan kajian diagnostic dapat
dilakukan dengan PRA (Participatory Rural Appraisal).
 Identifikasi praktek-praktek paling potensial berdasarkan
kriteria tiga kelayakan (finansial, ekonomi kawasan dan
neraca sumberdaya) untuk dilanjutkan pada tahap tahun
berikutnya
 Lakukan pencatatan (record) informasi terkait pengkajian
siklus-siklus pertanian bioindustri

Adaptasi Inovasi Teknologi

Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya,


sumber inovasi teknologi yang akan diintroduksikan harus
diutamakan teknologi produk Balitbangtan. Akan tetapi jika
ketersediaan teknologi yang bersumber dari Balitbangtan kurang
memenuhi, boleh mengakomodasi teknologi dari sumber lain di
luar litbang pertanian.
Teknologi unggulan yang berasal dari berbagai sumber
tersebut, ketika akan dikembangkan tidak sertamerta adaptif.
Oleh karena itu langkah adaptasi inovasi teknologi sangat
krusial.
Adaptasi inovasi teknologi merupakan kegiatan uji
penyesuaian inovasi teknologi dengan lokasi yang dibangun dari
hasil karakterisasi wilayah. Kegiatan ini bertujuan untuk

56 |
mengetahui daya adaptasi inovasi teknologi yang
direkomendasikan.
Uji adaptasi inovasi teknologi secara super impose harus
dilakukan di lahan petani yang akan dijadikan lokasi Model
Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri. Di
dalam prakteknya kegiatan adaptasi ini dicerminkan melalui
rancangan kegiatan yang terencana, dengan perlakuan dan
ulangan yang memenuhi kaidah ilmiah. Dengan cara demikian
inovasi teknologi yang diintroduksikan dalam kegiatan dapat
diyakini daya penyesuaiannya dengan lokasi setempat.

Sosialisasi dan Advokasi

Sosialisasi dimaksudkan untuk memperkenalkan inovasi


teknologi yang sudah terbukti adaptif di lokasi itu yang
kemudian disebarluaskan kepada petani operator di sekitar
lokasi kegiatan.
Wujud sosialisasi dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan, antara lain dengan memanfaatkan media tertulis
berupa poster, dan atau media elektronik melalui siaran radio
bahkan jika memungkinkan dilakukan komunikasi massa
menggunakan media siaran TVRI setempat.
Pendekatan lainnya juga dapat dilakukan melalui kontak
individual (face to face), atau pertemuan kelompok dengan
melibatkan penyuluh sebagai mediator.
58 |
Bab 5 .

PERENCANAAN PRODUK DAN


PROSES

Perencanaan Produk

Di dalam membangun Model Pengembangan Inovasi Teknologi


Pertanian ini, harus ditegaskan produknya. Apa wujud produk
yang akan dihasilkan dari model ini. Produk yang dimaksud
dapat meliputi barang yang dihasilkan dan akan dimanfaatkan
oleh pengguna. Perencanaan dan perancangan produk adalah
satu set kegiatan yang dimulai dari timbulnya persepsi bahwa
ada kesempatan (opportunity) di pasar, dan berakhir dengan
produksi, penjualan, dan pengiriman produk.
Dalam melaksanakan pertanian bioindustri, perlu
direncanakan hal-hal berikut:
1) Mengembangkan serangkaian komponen produk dasar
yang dapat dirakit menjadi sejumlah produk yang
bervariasi
2) Melakukan diversifikasi produk, untuk menambah atau
memperluas macam produk yang dihasilkan.
3) Melakukan standarisasi, dari sisi ukuran, bentuk dan
karakteristik-karakteristik lain pada barang yang akan
dihasilkan.
4) Melakukan penyederhanaan. Bila dua komponen yang
pada akhirnya dirakit menjadi satu secara ketat, ada
kemungkinan unit tersebut dapat didesain sebagai satu
kesatuan.
5) Reliabilitas (keandalan), yaitu bahwa suatu komponen atau
produk akan aus pada lama waktu tertentu di bawah
kondisi penggunaan normal.
6) Konflik-konflik desain. Konflik yang timbul sering
diakibatkan karena orang-orang produksi, teknisi,
pemasaran dan keuangan sering mempunyai tujuan yang
berbeda-beda.
7) Dimensi kualitas pada disain produk. Dalam hal ini hasil
dari pertanian bioindustri tetap menomorsatukan kualitas.
Kegiatan ini perencanaannya harus sudah disusun sejak awal.
Apa produk yang akan dihasilkan, wujud produknya jelas
sehingga akan jelas juga penanganannya.
Macam tipe proses produksi dari berbagai industri dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Proses produksi terus-menerus
Proses produksi terus-menerus adalah proses produksi
barang atas dasar aliran produk dari satu operasi ke
operasi berikutnya tanpa penumpukan disuatu titik dalam
proses. Pada umumnya industri yang cocok dengan tipe ini
adalah yang memiliki karakteristik yaitu output

60 |
direncanakan dalam jumlah besar, variasi atau jenis
produk yang dihasilkan rendah dan produk bersifat
standar.
2. Proses produksi terputus-putus
Produk diproses dalam kumpulan produk bukan atas
dasar aliran terus-menerus dalam proses produk ini.
Perusahaan yang menggunakan tipe ini biasanya terdapat
sekumpulan atau lebih komponen yang akan diproses atau
menunggu untuk diproses, sehingga lebih banyak
memerlukan persediaan barang dalam proses.
3. Proses produksi campuran
Proses produksi ini merupakan penggabungan dari proses
produksi terus-menerus dan terputus-putus.
Penggabungan ini digunakan berdasarkan kenyataan
bahwa setiap perusahaan berusaha untuk memanfaatkan
kapasitas secara penuh.
Produk dikatakan sukses jika disukai pasar. Pasar menyukai
suatu produk berdasarkan kualitas dan harga. Menciptakan
produk yang disukai tidak dapat dilakukan begitu saja,
diperlukan konsep pengembangan yang baik.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan, antara lain:
menentukan yang dibutuhkan pasar, strategi bisnis, pencarian
ide, mensintesis ide – ide, membuat perencanaan yang detil,
memproduksi, dan memasarkan.
Perencanaan Proses

Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik


mengubah sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana)
yang ada untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah
kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang
atau jasa.
Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik
produksi. Proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun
teknik menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan
menggunakan faktor produksi yang ada.
Melihat kedua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa proses produksi merupakan kegiatan untuk menciptakan
atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan
menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, mesin,
bahan baku dan dana agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan
manusia.
Secara harfiah, perencanaan merupakan cara berpikir
mengenai persoalan-persoalan dengan berorientasi pada masa
datang. Perencanaan proses merupakan penentuan proses
perakitan dan pembuatan serta pengurutan dimana proses ini
harus diselesaikan untuk menghasikan produk dari bentuk awal
sampai bentuk akhir.
Dalam konteks Model Pengembangan Inovasi Teknologi
Pertanian, perencanaan proses berkaitan erat dengan
perencanaan produk. Proses mencerminkan urutan pelaksanaan
kegiatan, mempertimbangkan waktu, ruang, keahlian dan
sumber daya lainnya menuju pencapaian tujuan yakni
meningkatkan nilai tambah.
Langkah-langkah perencanaan proses meliputi tahapan
sebagai berikut:

62 |
 Interpretasi rancangan
 Proses dan urutan
 Pemilihan peralatan
 Metode analisis, dan
 Standar kerja
Karena tindakannya berurutan, berarti ada tahapan yang
dilalui dalam perencanaan, antara lain :
 Identifikasi persoalan
 Perumusan tujuan umum dan sasaran khusus hingga
target-target yang kuantitatif
 Proyeksi keadaan di masa akan datang
 Pencarian dan penilaian berbagai alternatif
 Penyusunan rencana terpilih

Syarat-syarat perencanaan yang baik, harus logis, masuk akal,


realistik, nyata, sederhana, sistematik dan ilmiah, obyektif,
fleksibel, manfaat, optimasi dan efisien. Syarat-syarat
perencanaan tersebut ada, karena limitasi dan kendala,
motivasi dan dinamika, kepentingan bersama, dan norma-norma
tertentu.
Faktor-faktor dasar perencanaan Model Pengembangan
Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri, agar
mempertimbangkan dukungan sumber daya (alam, manusia,
modal, teknologi), sasaran dari tujuan yang dicanangkan, dan
kondisi lingkungan, sosial, politik dan budaya. Perencanaan yang
baik mempertimbangkan kondisi mendatang, kegiatan yang akan
dilaksanakan, dan periode sekarang rencana dibuat.
64 |
Bab 6 .

IMPLEMENTASI MODEL
PENGEMBANGAN

W
ujud model yang dimaksud dalam pertanian
bioindustri dapat berupa percontohan lapangan,
semacam display atau keragaan model pertanian
bioindustri. Dalam hal ini tentu keragaan yang ditampilkan
harus mampu menunjukkan keunggulan-keunggulan dari
teknologi yang diterapkan.
Tujuannya adalah untuk memperkuat pemahaman
masyarakat sekitar terhadap kegiatan yang sedang berlangsung,
dan kemudian jika sudah memahami akan menjadi pendorong
(stimulus) untuk menerapkan teknologi sesuai dengan
percontohan yang sudah dilihatnya.
Penekanannya lebih pada suatu kombinasi dari tata letak,
penentuan komoditas, introduksi teknologi spesifik lokasi yang
didalamnya tidak hanya memuat penentuan jenis varietas
unggul, akan tetapi inklusif pemupukan, pengairan,
pemeliharaan tanaman, panen, dan pasca panen. Intinya formula
pertanian boindustri ini dirancang mulai dari hulu hingga hilir.
Rancangan model pengembangan inovasi ditujukan untuk
mendapatkan model inovasi lengkap meliputi teknologi dan tata
kelola kelembagaan.

Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam Model


Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri ini,
yaitu: (a) model menurut komposisi komoditas, (b) model
menurut kawasan dan (c) model berbasis agroekosistem.

Model Berbasis Komposisi Komoditas

Komoditas yang dikembangkan dalam suatu model pertanian


Bioindustri dapat lebih dari dua komoditas tergantung dari
sasaran atau output yang ingin dicapai. Komoditas tersebut bisa
berupa tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan,
ternak dan ikan atau kombinasinya, tergantung kepada
sinergisme hubungan antar komoditas serta preferensi
masyarakat dan prospek pemasaran produksi pertaniannya.
Komoditas yang akan dikembangkan disesuaikan dengan
karakteristik biofisik dan kesesuaian lahan serta preferensi
masyarakat dan prospek pemasaran produksi pertaniannya.
Produk utama yang akan dihasilkan dari sistem pertanian
bioindustri merupakan produk yang memenuhi standar mutu,
baik untuk pangan sehat, pakan berkualitas, maupun sebagai
bahan untuk diolah atau diproses lebih lanjut menjadi produk
baru. Pasar dan kelembagaan pemasaran diperlukan sebagai
komponen dalam subsistem hilir untuk pemasaran produk.
Di samping itu, dalam sistem tertutup pertanian bioindustri,
biomassa dan limbah yang dihasilkan dapat digunakan kembali

66 |
sebagai bahan pendukung pembudidayaan komoditas. Sebagai
contoh, pada integrasi pembudidayaan kopi dengan kambing,
feses yang dihasilkan kambing dapat dikomposkan untuk
digunakan dalam pembudidayaan kopi.

Integrasi Tanaman - Ternak


Komoditas yang dikembangkan dalam suatu model pertanian
bioIndustri dapat lebih dari dua komoditas tergantung dari
sasaran atau output yang ingin dicapai. Komoditas tersebut bisa
berupa tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan,
ternak dan ikan atau kombinasinya, tergantung kepada
sinergisme hubungan antar komoditas serta preferensi
masyarakat dan prospek pemasaran produksi pertaniannya.
Integrasi tanaman–ternak yang dapat dikembangkan dalam
pertanian bioindustri dapat dilakukan sesuai dengan kondisi
potensi wilayah setempat. Beberapa contoh model integrasi yang
saat ini dikembangkan, adalah:
 Model pertanian bioindustri berbasis integrasi kakao –
kambing
 Model pertanian bioindustri berbasis integrasi sawit – sapi
 Model pertanian bioindustri berbasis integrasi padi – sapi
 Model pertanian bioindustri berbasis integrasi salak –
kambing etawa
 Model pertanian bioindustri berbasis integrasi jagung –
sapi
 Model pertanian bioindustri berbasis integrasi sorgum
manis – sapi
 Model pertanian bioindustri berbasis integrasi tebu - sapi
Model “single commodity”
Berbeda dengan model integrasi, pada model single commodity
ini orientasinya adalah mengeksplorasi kandungan bahan
bernilai tinggi melalui pengembangan produk turunan dari
komoditi yang dikembangkan.
Kandungan bahan bernilai tinggi berupa protein atau karotin
tinggi, misalnya pada usahatani ubi-jalar unggul. Bahan
bioetanol pada pengembangan sorgum manis unggul. Produksi
sagu sebagai bahan bio-degradable plastic, pengembangan biofuel
generasi dua dari tandan kosong kelapa sawit, kopi dengan
daging buah tebal dan biji berat, serai wangi dengan ekstraksi
etanol tinggi, dan lain sebagainya.
Contoh lainnya pada pengembangan pasca panen beras
(Gambar 10).

Gambar 10. Produk Turunan Padi pada Pertanian


Bioindustri Berbasis Padi (Sumber: Hendayana, 2014)

Dalam lima tahun mendatang pengolahan padi dititik


beratkan pada perbaikan kualitas gabah dan beras serta
68 |
pemanfaatan hasil samping dan limbahnya, karena produksi
padi nasional sudah terserap untuk kebutuhan pokok.
Eksplorasi kandungan bahan bernilai tinggi dalam
mengembangkan pertanian bioindustri dengan single commodity
ini , disebut juga dengan pendekatan scaling up.
Syarat penerapan scaling up yang dikembangkan dalam
pertanian bioindustri itu pada prinsipnya tetap harus berupa
sistem pertanian tertutup, yang tercermin dari causal loup
tertutup.
Dalam bidang tanaman pangan misalnya padi,
pengembangan bioindustri melalui scaling up secara generik yang
sekaligus merefleksikan bioIndustri dengan konsep bio-refinery
dapat diperhatikan pada Gambar 11.

IPTEK

CPO, Minyak Produk


Kelapa, dll pangan ,
dll
CAIR

Minyak
BIOMASSA Bersaing Nabati
PERTANIAN dengan lainnya BBN
pangan dan
pakan

Berbahan  Biodesel
Lignoselulosa  Bietanol
PADAT
dan limbah  Bioavtur
padat lain  Pellet, dll
Bersaing
dengan
pangan dan
bahan organik

Gambar 11 . Contoh Bioindustri dengan Penerapan Konsep Bio-


Refinery (Prastowo, 2011 dan 2014)

Biomassa pertanian terpecah menjadi kelompok cair dan


padat. Melalui penerapan IPTEK masing-masing dapat
dikembangkan produk turunannya. Dari gabah dapat diolah
menghasilkan minyak dan sebagainya. Demikian juga dari unsur
yang padat dikembangkan menjadi material yang berbahan
lignoselulosa dan limbah padat lainnya (Richana, at.al., 2012).
Produk turunan itu pada ujungnya berkontribusi pada
penyediaan pangan pokok maupun pangan fungsional serta
menjadi bakan bakar nabati (BBN). Pada kasus bioindustri padi,
penerapan konsep biorefinery tersebut dapat diperhatikan pada
Gambar 12.

IPTEK

Beras Produk
dengan beta pangan
karotin, vit B fungsional,
tinggi, dll pakan, dll
GABAH

Dedak pakan
BIOMASSA berkualitas,
PADI biomasa lain BBN

Jerami
kandungan Berbahan  Biodesel
lignin rendah, Lignoselulosa  Bietanol
gampang dan limbah  Bioavtur
difermentasi, padat lain  Pellet, dll
dll

Gambar 12. Contoh Bioindustri Padi dengan Penerapan Konsep


Bio-Refinery (Prastowo, 2014)

Berbasis Kawasan

Pada pengembangan sistem pertanian bioindustri berbasis


kawasan, langkah pertama yang harus menjadi pertimbangan
adalah terkait dengan penentuan kawasannya. Di dalam
70 |
menentukan calon kawasan pertanian bioindustri itu ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu harus ada
jaminan bahwa lokasi yang akan dijadikan kegiatan pertanian
bioindustri berada di kawasan budidaya serta sesuai dengan
daya dukung dan daya tampung wilayah ( Suswono,2012).
Uraian lebih rinci untuk menetapkan kawasan ini seperti
sudah diuraikan dalam Bab 4 tentang penetapan lokasi melalui
kajian diagnostik

Berbasis Agroekosistem

Dari sisi agroekosistem, pertanian bioindustri dapat


dialokasikan di agroekosistem lahan sawah, lahan kering dan
lahan rawa. Kondisi agroekosistem tersebut disesuaikan dengan
karakteristik inovasi teknologi yang dikembangkan dalam
pertanian bioindustri.
Dalam tataran operasional berbasis agroekosistem,
pelaksanaannya akan tampil beragam. Secara keseluruhan
terdapat delapan agroekosistem yang dapat dijadikan landasan
pengembangan pertanian bioindustri, yaitu :
 Lahan sawah irigasi
 Lahan sawah lebak
 Lahan sawah pasang surut
 Lahan gambut
 Lahan kering dataran rendah iklim basah
 Lahan kering dataran rendah iklim kering
 Lahan kering dataran tinggi iklim basah
 Lahan kering dataran tinggi iklim kering
Dari delapan agroekosistem tersebut, satu di antaranya
kurang berpotensi untuk dikembangkan yaitu agroekosistem
lahan kering dataran tinggi iklim kering.
Berikut dikemukakan secara terinci inisiasi model pengem-
bangan pertanian bioindustri dalam tataran operasional ber-
basis agroekosistem, kecuali lahan kering dataran tinggi iklim
kering.

Sawah Irigasi
Pengembangan pertanian bioindustri di lahan sawah irigasi,
dengan tanaman padi sebagai komoditas utama, modelnya
dirancang sebagai berikut:
 Komoditas utama: padi
 Komoditas integrasi, terdiri dari : sapi potong, unggas
(itik/ayam potong) palawija, sayuran
 Produk utama: beras, tepung, daging, telur
 Produk sekunder (bioindustri): pangan, minyak dedak,
pakan, kompos, asap cair, biogas, jamur
 Teknologi: PTT, Katam, biokompos, diversifikasi pangan,
formulasi pakan, bioproses, mekanisasi
 Luas kawasan: minimal 500 ha, 1000-2000 ekor sapi, 5000-
10000 ekor unggas

Sawah Rawa Lebak


Pada sawah rawa lebak, rancangan model pertanian
bioindustri sama dengan yang dilakukan di lahan sawah irigasi,
baik dalam hal komoditas utama maupun penetapan komoditas
integrasinya. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik lebak

72 |
utamanya lebak dangkal ketika musim tanam padi mirip dengan
sawah irigasi.
 Komoditas utama: padi
 Komoditas integrasi, terdiri dari : sapi potong, unggas
(itik/ayam potong) palawija, sayuran
 Produk utama: beras, tepung, daging, telur
 Produk sekunder (bioindustri): pangan, minyak dedak,
pakan, kompos, asap cair, biogas, jamur
 Teknologi: PTT, Katam, biokompos, diversifikasi pangan,
formulasi pakan, bioproses, mekanisasi
 Luas kawasan: minimal 500 ha, 1000-2000 ekor sapi, 5000-
10000 ekor unggas

Sawah Pasang Surut


Untuk lokasi sawah pasang surut, meskipun komoditas utamanya
bisa sama dengan yang dilakukan di lahan sawah yaitu padi,
namun komoditas integrasinya tidak hanya menggunakan sapi
potong tetapi juga kerbau. Model yang dirancang adalah sebagai
berikut:

 Komoditas utama: padi


 Komoditas integrasi, terdiri dari : kerbau, sapi potong, itik
 Produk utama: beras, tepung, daging, telur,
 Produk sekunder (bioindustri): pangan, minyak dedak,
pakan, kompos, asap cair, biogas, jamur
 Teknologi: PTT, Katam, biokompos, diversifikasi pangan,
formulasi pakan, bioproses, mekanisasi
 Luas kawasan: minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 5000-
10000 ekor itik
Lahan Gambut
Pada lahan gambut, banyak alternatif integrasi yang dapat
dilakukan dalam pengembangan pertanian bioindustri. Berikut
ditampilkan tiga pilihan model pertanian bioindustri yang dapat
diterapkan pada agroekosistem lahan gambut.

Model 1

 Komoditas utama: padi


 Komoditas integrasi, terdiri dari : kerbau, sapi potong, Itik
 Produk utama: beras, daging, telur,
 Produk sekunder (bioindustri): pangan, minyak dedak,
pakan, kompos, asap cair, biogas, briket, jamur
 Teknologi: PTT, Katam, biokompos, diversifikasi pangan,
formulasi pakan, bioproses, mekanisasi
 Luas kawasan: minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 5000-
10000 ekor itik
Model 2

 Komoditas utama: kelapa sawit


 Komoditas integrasi, terdiri dari : sapi potong, itik
 Produk utama: CPO, daging, telur
 Produk sekunder (bioindustri): pakan, biogas, biodiesel,
bio etanol, pupuk, biokompos, briket, minyak goreng
 Teknologi: bioproses, biokompos, formulasi pakan
 Luas kawasan: minimal 1000 ha, 1000 ekor sapi.
Model 3

 Komoditas utama: nenas


 Komoditas integrasi, terdiri dari : sapi potong, kambing
74 |
 Produk utama: buah, daging, susu kambing
 Produk sekunder (bioindustri) : olahan buah, daging dan
susu, bromelin, tekstil, kompos, biogas
 Teknologi: formulasi produk olahan buah nenas, daging,
dan susu, bio ekstraksi, biokompos dan bioproses
 Luas kawasan: minimal 600 ha, 600 ekor sapi, 3000
kambing.

Lahan Kering Dataran Rendah Iklim Basah


Dalam kondisi lahan kering dataran rendah iklim basah ini
ditengarai masih memiliki banyak sumberdaya air maka
komoditas utama yang dikembangkan dalam pertanian
bioindustri juga masih dapat menggunakan padi sebagai
komoditas utama. Modelnya dirancang sebagai berikut;
 Komoditas utama: padi
 Komoditas integrasi, terdiri dari : sapi potong
 Produk utama: beras, daging
 Produk sekunder (bioindustri): pangan, minyak dedak,
pakan, kompos, asap cair, biogas, briket, jamur
 Teknologi: PTT, Katam, biokompos, diversifikasi pangan,
formulasi pakan, bioproses, mekanisasi
 Luas kawasan: minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi

Lahan Kering Dataran Rendah Iklim Kering


Berbeda dengan agroekosistem lahan kering dataran rendah
iklim basah, pada agroekosistem lahan kering dataran rendah
iklim kering ini kondisi airnya tidak mencukupi untuk
mendukung usahatani padi. Komoditas utamanya dipilih
tanaman yang tahan kekeringan, yaitu sorgum.
Rancangan modelnya dibangun oleh unsur-unsur sebagai
berikut:
 Komoditas utama: sorgum manis
 Komoditas integrasi, terdiri dari : sapi potong, domba
 Produk utama: biji dan batang, daging
 Produk sekunder (bioindustri): bioetanol, gula sorgum,
pakan
 Teknologi: PTT, biokompos, formulasi pakan, bioproses,
mekanisasi
 Luas Kawasan: minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 3500
ekor domba

Lahan Kering Dataran Tinggi Iklim Basah


Pada lahan kering dataran tinggi iklim basah, orientasi
komoditasnya diarahkan pada tanaman tahunan. Dalam hal ini
komoditas utama yang dipasang adalah kopi. Jika akan
menetapkan ternak sebagai komoditas utama, disarankan
menggunakan sapi perah.
Rancangan model pertanian bioindustri yang dibangun
adalah sebagai berikut:
Model 1.

 Komoditas utama: kopi


 Komoditas integrasi, terdiri dari : Kambing
 Produk utama: biji kopi, susu kambing, daging
 Produk sekunder (bioindustri): biokompos, kopi organik/
luwak, kopi rendah kafein, biogas
 Teknologi: bioproses, formulasi pakan, mekanisasi
 Luas kawasan: > 150 ha, 2000-4000 ekor kambing
76 |
Model 2

 Komoditas utama: sapi perah


 Komoditas integrasi, terdiri dari : sayuran
 Produk utama: susu dan sayuran
 Produk sekunder (bioindustri): biourine, pakan, keju,
yoghurt
 Teknologi: bioproses, mekanisasi
 Luas Kawasan: 1000- 2000 ekor /kawasan
78 |
Bab 7 .

PENDAMPINGAN

Indikator Keberhasilan

Prinsip model pengembangan inovasi teknologi pertanian


bioindustri pada dasarnya mengoptimalkan siklus biomassa,
bioenergy, termasuk siklus nutrien dan mineral sebagai siklus
yang bekelanjutan. Oleh karenanya uji coba pertanian bioindustri
harus mengupayakan pencatatan (record) berbagai parameter
siklus-siklus yang dimaksud
Pastikan bahwa dalam praktek uji coba yang dilakukan
mengarah pada terjadinya perbaikan siklus-siklus yang
dimaksud. Contoh terjadinya siklus antara lain:
 dimanfaatkannya biomassa yang semula jadi limbah, dan
 digantikannya eksternal input oleh biomassa setempat
Sejak awal kegiatan, sudah harus ditargetkan apa saja yang
bisa dijadikan indikator keberhasilan kegiatan pertanian
bioindustri ini. Indikator keberhasilan harus merupakan sesuatu
yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar
untuk menilai atau melihat tingkat kinerja mulai dari tahap
perencanaan (ex-ante), tahap pelaksanaan (on-going) dan tahap
setelah kegiatan selesai (ex-post).
Indikator keberhasilan (performance] Model Pengembangan
Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri yang harus dipenuhi
ialah :
 mampu menghasilkan produk pertanian yang memiliki
nilai ekonomi sesuai yang diinginkan oleh konsumen akhir
(quality assurance).
 mampu mengadopsi teknologi mutakhir pada seluruh
fungsi (proses transformasi produk pada alur vertikal,
mulai dari usahatani hingga industri pengolahan
(modernisasi)
 mampu menciptakan nilai tambah
 mampu tumbuh-berkembang secara berkelanjutan atas
kemampuan sendiri (kemandirian progresif)
 mampu mengantisipasi, mengadopsi, dan menyesuaikan
diri terhadap konjungtur ekonomi (tangguh)
 mampu menghadapi persaingan yang ketat di pasar dunia
(memiliki keunggulan kompetitif)
Untuk mendapatkan ukuran keberhasilan yang baik, maka
indikator kinerja harus memenuhi syarat sebagai berikut:
 spesifik dan jelas
 tidak ada interpretasi ganda
 dapat diukur secara obyektif baik yang bersifat kuantitatif
maupun kualitatif
 relevan.

80 |
Dalam penerapannya harus cukup fleksibel dan sensitif
terhadap perubahan, serta efektif. Artinya data atau informasi
yang berkaitan dengan indikator kinerja dapat dikumpulkan,
diolah dan dianalisa dengan biaya yang tersedia.

Pelaksanaan

Didalam prakteknya, secara umum pendampingan kegiatan


Pertanian Bioindustri di lakukan secara sistematis melalui
beberapa tahapan, yaitu:
 diskusi,
 penelusuran dokumen kegiatan,
 observasi ke lapangan, dan
 diakhiri dengan penyampaian hasil monev sementara.

Kegiatan pendampingan fokus dilakukan mulai taraf


perencanaan. Kriteria yang digunakan disesuaikan dengan
bidang yang dikerjakan. Aspek yang didampingi meliputi:
 Kadar scientific mulai dari justifikasi, tujuan, luaran,
perancangan dan kerangka analisis, organisasi dan
pelaksanaan.
 Kerangka logis rancangan Model Pengembangan Inovasi
Teknologi Pertanian Bioindustri terutama tingkat
keterukuran input, aktivitas, output, outcome dan dampak.
Sejauhmana aspek-aspek tersebut dapat diukur secara
kuantitatif atau kualitatif.
 Peluang keberhasilan yang didasarkan pada sumberdaya
manusia (terutama kesesuaian perangkat pelaksana dalam
Tim Pelaksana Kegiatan), jangka waktu pelaksanaan,
kondisi lokasi pengkajian.
Pendampingan dilakukan untuk mengawal kemajuan dan
konsistensi pelaksanaan dibanding dengan rencana. Rencana-
rencana yang sudah dievaluasi pada tahap ex ante menjadi dasar
dalam evaluasi ini. Pendampingan dilakukan secara langsung
melalui kunjungan lapang dan melalui pengamatan terhadap
laporan-laporan pelaksanaan Pertanian Bioindustri (teknis dan
administratif).

Unsur-unsur Pendampingan

Indikator kinerja pelaksanaan Model Pengembangan Inovasi


Teknologi Pertanian Bioindustri dapat dilihat mulai dari:
masukan (input), proses, luaran (output), keuntungan (benefit),
manfaat (outcome) dan dampak (impact). Setiap indikator
tersebut ditunjukkan oleh masing-masing parameter yang
berbeda.

Masukan
Parameter yang digunakan untuk mengukur masukan (input)
meliputi: (a) nilai besar kecilnya anggaran, (b) jumlah
sumberdaya manusia yang terlibat dalam perencanaan dan
implementasi diseminasi dan (c) fasilitas pendukungnya.

Proses

Menggambarkan perkembangan atau aktivitas yang terjadi


atau dilakukan selama pelaksanaan kegiatan berlangsung.
Dilaporkan tingkat partisipasi dan respon mereka terhadap
teknologi yang diintroduksi.

Luaran (output)

82 |
Parameternya adalah: (a) laporan kegiatan tentang proses
kegiatan pengkajian dan respon petani, (b) bahan cetakan atau
publikasi, (c) rekomendasi teknologi pertanian dan (d) adopsi
teknologi

Keuntungan atau benefit


Parameternya dilihat dari (a) perolehan hasil per unit usaha
dan (b) keuntungan usahatani

Manfaat

Tingkat pemahaman petani terhadap teknologi yang


diintroduksi. Paramater yang dapat dilihat adalah (a) jumlah
petani yang mengadopsi teknologi anjuran, (b) luas areal, (c)
tenaga kerja tambahan, dll.
Manfaat menunjukkan hal-hal yang diharapkan untuk dicapai
bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal
artinya tepat lokasi dan tepat waktu.

Dampak

Parameter dampak adalah terjadinya peningkatan


pendapatan rumah tangga dan tingkat kesejahteraan. Indikator
dampak memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari
manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan.
84 |
Bab 8 .

PENUTUP

K
egiatan penyusunan model pengembangan inovasi
teknologi pertanian bioindustri memerlukan waktu yang
relatif panjang, sehingga perencanaannya bersifat
“multiyears”. Implikasinya didalam pengajuan kegiatan
proposalnya perlu dilengkapi “road map” yang mencerminkan
tahapan penyelesaian dalam tiap tahunnya.
Dasar perencanaan perlu didasarkan pada hasil identifikasi
praktek-praktek paling potensial berdasarkan kriteria tiga
kelayakan (finansial, ekonomi kawasan dan neraca sumberdaya)
untuk dilanjutkan pada tahap tahun berikutnya. Untuk itu
penaggungjawab kegiatan atau pelaksana perlu melakukan
pencatatan (record) informasi terkait pengkajian siklus-siklus
pertanian bioindustri.
Pelaksana harus paham skala kegiatan pertanian bioindustri
yang dilakukan. Integrasi dalam konteks pertanian bioindustri
bukan hanya integrasi dalam sistem produksi saja. Integrasi bisa
juga dalam skala rumah tangga dan dalam konteks makro (skala
kawasan). Yakinkan persoalan kelembagaan mendukung.
Dalam pertanian bioindustri setiap input internal menjadi
input eksternal untuk kegiatan lainnya dan harus menghasilkan
nilai tambah (value added), baik dalam bentuk pendapatan
(income) maupun penyerapan tenaga kerja (labor).
Semakin banyak interrelasi antar kegiatan akan semakin baik,
karena itu berarti nilai tambahnya akan semakin tinggi. Secara
kawasan, value added itu tercermin dalam Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di desa atau PDRB dalam konteks wilayah.
Seperti yang sudah dikemukakan dalam Kata Pengantar,
Buku Panduan Umum ini adalah perbaikan dari Buku Panduan
Bioindustri sebelumnya, sehingga ada substansi yang baru
ditambahkan pada materi panduan ini.
Untuk membedakan dengan Panduan lama, judul buku juga
diperbaiki untuk mencerminkan adanya perbaikan substansial.
Namun demikian konten utamanya sama, yakni Sistem Pertanian
Bioindustri.
Materi perbaikan yang diangkat menjadi materi panduan
bersumber dari hasil Workshop Pertanian Bioindustri di
Yogyakarta, dan hasil diskusi terbatas dengan Tim SIPP
Kementerian Pertanian beranggotakan: Prof. Dr. Ir. Pantjar
Simatupang, Prof. Dr. Ir. Robert Manurung, M.Eng, Dr.Ir. Ernan
Rustiadi, M.Agr dan Dr. Prayudi Syamsuri, dibawah koordinasi
Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pertanian.
Meskipun materi dalam Buku ini telah dikoreksi berdasarkan
masukan hasil Workshop dan Diskusi dengan Tim SIPP
Kementerian Pertanian, bukan berarti tidak ada lagi perbaikan.
Saran konstruktif untuk memperkaya substansi materi panduan
tetap terbuka.

86 |
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2014. Pokok-


pokok Pikiran Pengembangan Kawasan Pertanian
Bioindustri Berbasis Sumberdaya Lokal. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian
Diwyanto, K., 2014. Iptek Hasil Penelitian Sebagai Dasar
Bioindustri. Naskah Penyusunan Konsep Pengembangan
Kawasan Pertanian Bioindustri.
Hendayana, R, dan Nandang Sunandar. 2014. Penguatan
Kelembagaan Tani Mendukung Pertanian Bioindustri
Berbasis Integrasi Tanaman-Ternak Berkelanjutan. Artikel
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner:
Teknologi Peternakan dan Veteriner Mendukung Pertanian
Bioindustri Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan.
Hutahaean, L. dan Rachmat Hendayana. 2014. Perspektif Sosial
Ekonomi Pengembangan Pertanian Bioindustri Berbasis
Padi. Artikel disampaikan pada Seminar Nasional Inovasi
Teknologi Padi Mendukung Pertanian Bioindustri. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi.
Kementerian Pertanian. 2013. Konsep Strategi Induk
Pembangunan Pertanian 2013-2045. Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan. Solusi Pembangunan Pertanian Indonesia
Masa Depan. Kementerian Pertanian
__________________. 2013. Dokumen Pendukung. Strategi Induk
Pembangunan Pertanian 2015-2045. Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan. Solusi Pembangunan Pertanian Indonesia
Masa Depan. Kementerian Pertanian
Kementerian Pertanian. 2014. Strategi Induk Pembangunan
Pertanian 2015-2045: Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan,
Solusi Pembangunan Indonesia Masa Depan. Biro
Perencanaan, Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian,
Jakarta.
Manurung, R. 2013. Pengembangan Sistem Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan. Materi Sosialisasi Strategi induk
Pembangunan Pertanian (SIPP) 2013-2045. Pusat Pelatihan
Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian.
Prastowo, B. 2010. Bio-fuel Generasi Dua di Indonesia
http://penelitianakndakenak.blogspot.com/. Diakses tanggal
28 Februari 2014.
Prastowo, B. 2010. Strategi Pengembangan Energi Biomasa Agar
Tidak Terulang Pengalaman Kasus Gas di Indonesia.
Makalah di DEN tahun 2010.
Prastowo, B. 2014. Pengembangan Pertanian Boindustri: Konsep,
Arah dan Strategi. Makalah Dalam Raker BBSDLP, Bandung
25 – 28 Februari 2014
Prastowo, B., dan Nur Richana. 2014. Biofuel Generasi 1 dan
Generasi 2. IAARD Press.
Prastowo, B., Bambang Purwantana, Nur Richana dan Andi
Nuralamsyah. 2011. Diversifikasi Tandan Kosong dan Hasil
Kelapa Sawit Untuk Biofuel Generasi 2 dan Reduksi 3-
MCPD. Puslitbangbun Bogor.

88 |
Richana, Nur., Bambang Prastowo. 2012. Teknologi Biofuel
Generasi Kedua : Bioetanol dari Lignoselulosa Tandan
Kosong Kelapa Sawit. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 34 (3) 2012 : 19-20.
Rumengan, IFM dan F.Fatimah. 2014. Perkembangan Teknologi
Bioindustri: Peluang dan Tantangan. Prosiding Seminar
Nasional: Inovasi Pertanian Mendukung Bioindustri. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian
Pertanian.
Rustiadi, E. 2015. Konsep Pengembangan Sistem Pertanian
Bioindustri. SIPP Kementerian Pertanian.
Simatupang, P. 2014. Perspektif Sistem Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan. Dalam Haryono, dkk., (penyunting).
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan
Pertanian. IAARD PRESS.
Soedjana, T. 2015. Konsep, Model dan Implementasi Pertanian
Bioindustri. Materi Ekspose dan Workshop Pertanian
Bioindustri Berbasis Ternak Ruminansia Kecil. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Sei Putih, Medan
22 – 23 Mei 2015.
Subagyo, K., dan Rachmat Hendayana. 2012. Potensi dan
Dukungan Teknologi Spesifik Lokasi Dalam Pencapaian
Produksi Pangan. Dalam E. Eko Ananto, dkk. (Editor).
Kemandirian Pangan Indonesia Dalam Perspektif Kebijakan
MP3MI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kementerian Pertanian. IAARD Press.
Sumarno dan Subagyono. 2013. Penyediaan Teknologi Pertanian
Adaptif. Penelitian Adaptif Berorientasi Pengguna. IAARD
Press.
Suswono.2012. Peraturan Menteri Pertanian No. 50/Permentan/
OT.140/8/2012. Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan
Pertanian. Kementerian Pertanian

90 |
LAMPIRAN
92 |
Contoh: Inisiasi Causal Loops Pertanian Bioindustri

Padi

Dedak/Bekatul Beras Menir Sekam Jerami

Pakan
Tepung Ruminan
Minyak bekatul
Beras

Pakan Unggas Briket/Arang


aktif

Ayam Pupuk Sapi


Biogas

daging ayam, telur Daging, susu

Gambar 13. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri


Berbasis Padi-Ternak

Sorgum
Manis

Biji Sorgum Batang sorgum Batang /daun

Ampas Nira Sorgum Pakan


Ruminan

Pakan Unggas
Gula Cair
Sorgum
Pupuk
Ayam/Itik

Sapi
Daging
telur
Biogas Daging, susu

Gambar 14. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri


Berbasis Sorgum Manis
Sawit

Bungkil CPO TKKS Batang

Minyak Bioetanol Pati


Biodiesel Goreng

Pakan
Sapi
Daging

Pupuk
Biogas

Gambar 15. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri


Berbasis Sawit

Tebu

Biji sorgum Batang bawah/


Batang Tebu
atas + daun

Ampas Nira Tebu Pakan


Ruminan
Pakan Unggas
Molases Gula Pasir

Ayam/Itik

Etanol Spirtusl MSG


Sapi
Daging,
telur
Gas Bakar Biogas Pupuk Daging, susu

Gambar 16. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri


Berbasis Tebu

94 |
Jagung

Dedak/Bekatul Berasan Tepung Batang /daun


Jagung

Minyak Jagung Pakan


Ruminan
Pakan Unggas

Daging, susu
Ayam

Sapi
Daging
ayam, telur
Biogas Pupuk

Gambar 17. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri


Berbasis Jagung

Sorgum
Manis

Biji Sorgum Batang sorgum Batang /daun

Ampas Nira Sorgum Pakan


Ruminan

Pakan Unggas
Gula Cair
Sorgum
Pupuk
Ayam/Itik

Sapi
Daging
telur
Biogas Daging, susu

Gambar 18. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri


Berbasis Sorgum Manis
ISBN: 978-979-3628-28-8

GMP
Penerbit Global Media Publikasi 9 789793 628288
Bogor, 16610

Anda mungkin juga menyukai