MODEL INOVASI
PERTANIAN
BIOINDUSTRI
O P T I M A L I S A S I K I N E R J A K E G I ATA N
MODEL PENGEMBANGAN
I N O V A S I T E K N O L O G I P E R TA N I A N B I O I N D U S T R I
Rachmat Hendayana
Lintje Hutahaean
Rubiyo
Bachtar Bakrie
Model Inovasi
PERTANIAN BIOINDUSTRI
OPTIMALISASI KINERJA KEGIATAN MODEL PENGEMBANGAN
INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN BIOINDUSTRI
Oleh:
Rachmat Hendayana
Lintje Hutahaean
Rubiyo
Bachtar Bakrie
Proof Reader:
Yennita Sihombing
Model Inovasi
PERTANIAN BIOINDUSTRI
Optimalisasi Kinerja Kegiatan Model Pengembangan
Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri
ISBN:
978-979-3628-28-8
PERANCANG SAMPUL
Tim Artistik GMP
PENATA LETAK
Dimas
SUPERVISI PENERBITAN
D. Felani
ii
PRAKATA
S
ampai tahun 2018, kegiatan Model Pengembangan Inovasi
Pertanian Bioindustri memasuki pelaksanaan tahun ke 4
sejak inisiasi kegiatan pada tahun 2015. Tercatat ada 66 unit
kegiatan pertanian bioindustri yang tersebar di 33 wilayah kerja
BPTP, dengan kinerja yang beragam. Meskipun masing-masing
model pengembangan inovasi teknologi pertanian bioindustri ini
karakteristiknya tidak sama, akan tetapi tujuannya tidak berbeda.
Secara normatif, pengembangan pertanian bioindustri
bertujuan untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya pertanian
guna mendapatkan nilai tambah (finansial dan ekonomi) dengan
tetap memelihara kelestarian lingkungan sehingga menjamin
keberlanjutan.
Agar di dalam pelaksanaannya terjadi sinerji yang didasarkan
pemahaman atas konsep yang sama, maka BBP2TP yang
memiliki tugas mengkoordinasikan kegiatan tersebut
menyiapkan referensi Model Pengembangan Inovasi Pertanian
Bioindustri sebagai acuan.
Buku ini merupakan tinjauan kegiatan pertanian bioindustri
yang diperkaya dengan materi hasil Workshop Bioindustri di
Semarang (2017), Bogor (2017), dan Depok (Februari 2018). Buku
ini sudah dikoreksi dan didiskusikan dengan Tim Strategi Induk
Pembangunan Pertanian (SIPP) Kementerian Pertanian.
iii
Hasil tinjauan ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi
pelaku pertanian bioindustri di lapangan. Materi yang disajikan
bersifat generik tidak secara rinci mempertimbangkan aspek
spesifikasi wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk memberi ruang
kepada pelaksana di lapangan untuk menjabarkannya lebih rinci
ke dalam petunjuk teknis dengan memasukkan unsur-unsur
kekhasan wilayah yang merefleksikan kondisi sosial ekonomi
setempat.
Selamat Bekerja.
Editor,
iv
DAFTAR ISI
v
Bab 4. TAHAPAN KEGIATAN ................................................. 47
Kajian Diagnostik................................................................. 47
Penetapan Arsitekstur Pola Usahatani dan Bioindustri . 52
Analisis Fungsional: Relasi Antar Komponen ................. 53
Analisis Finansial, Ekonomi – Sosial Lingkungan. ......... 55
Adaptasi Inovasi Teknologi ............................................... 56
Sosialisasi dan Advokasi .................................................... 57
Bab 5. PERENCANAAN PRODUK DAN PROSES ................ 59
Perencanaan Produk ........................................................... 59
Perencanaan Proses ............................................................. 62
Bab 6. IMPLEMENTASI MODEL PENGEMBANGAN ......... 65
Model Berbasis Komposisi Komoditas ............................. 66
Berbasis Kawasan ................................................................ 70
Berbasis Agroekosistem ...................................................... 71
Bab 7. PENDAMPINGAN .......................................................... 79
Indikator Keberhasilan........................................................ 79
Pelaksanaan .......................................................................... 81
Unsur-unsur Pendampingan ............................................. 82
Bab 8. PENUTUP ......................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 87
LAMPIRAN ................................................................................... 91
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 10. Produk Turunan Padi pada Pertanian
Bioindustri Berbasis Padi (Sumber:
Hendayana, 2014) ......................................................... 68
Gambar 11 . Contoh Bioindustri dengan Penerapan
Konsep Bio-Refinery (Prastowo, 2011 dan
2014) ............................................................................. 69
Gambar 12. Contoh Bioindustri Padi dengan
Penerapan Konsep Bio-Refinery (Prastowo,
2014) ............................................................................. 70
Gambar 13. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Padi-Ternak ................................................. 93
Gambar 14. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Sorgum Manis ............................................. 93
Gambar 15. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Sawit ............................................................. 94
Gambar 16. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Tebu .............................................................. 94
Gambar 17. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Jagung .......................................................... 95
Gambar 18. Causal Loops Model Pertanian Bioindustri
Berbasis Sorgum Manis ............................................. 95
viii
Bab 1 .
JUSTIFIKASI
Landasan Kegiatan
2 |
Pertanian pada akhirnya dikembangkan sebagai kilang
biologi (biorefinery) berbasis iptek maju penghasil pangan
sehat dan non pangan bernilai tinggi.
Secara konseptual, Pengembangan Sistem Pertanian
Bioindustri ini sejalan dengan misi utama Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian), sebagai
bagian dari upaya menemukan atau menciptakan inovasi
pertanian (teknologi, kelembagaan dan kebijakan) maju dan
strategis, mengadaptasikannya menjadi tepat guna spesifik
pemakai dan lokasi, serta menginformasikan dan menyediakan
materi dasarnya.
Sistem Pertanian Bioindustri adalah wahana diseminasi
inovasi teknologi pertanian, dan juga dapat digunakan sebagai
media pengkajian partisipatif, menerapkan penelitian untuk
pembangunan (research for development) sebagai paradigma Badan
Litbang Pertanian. Dalam hal ini metoda Pengembangan Inovasi
Teknologi Pertanian Bioindustri menjadi terobosan Badan
Litbang Pertanian dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya.
Secara umum Model Pengembangan Inovasi Teknologi
Pertanian Bioindustri merupakan bagian dari Sistem Pertanian
Bioindustri yang bertujuan untuk: (a) menghasilkan pangan
sehat, dan (b) menghasilkan produk-produk bernilai tinggi,
beragam dan cukup. Upaya mencapai tujuan tersebut, optimis
dapat dilakukan karena didukung tersedianya sumber
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber
keanekaragaman hayati sangat tinggi dan masyarakatnya yang
sangat plural, akan mampu memanfaatkan pangan yang
beragam untuk kebutuhan masyarakat yang beragam sesuai
dengan potensi dan karakteristik wilayahnya.
Pilihan prioritas pengembangan produk-produk pertanian
bioindustri dilandasi pertimbangan nilai tambah tertinggi yang
dimungkinkan dari proses biorefinery. Orientasi pada
pengembangan produk-produk bernilai tambah tinggi akan
menciptakan daya saing pertanian bioindustri yang tinggi.
Sistem pertanian bioindustri itu bertumpu pada tiga landasan
secara berimbang, yaitu: (a) Kegiatan berorientasi pada
kesejahteraan sosial petani, (b) Pekerja dan masyarakat sekitar,
dan (c) Ramah lingkungan dan menciptakan nilai tambah
ekonomi bagi petani dan pengusaha.
Prinsip pertanian bioindustri pada dasarnya mengoptimalkan
siklus biomassa, bioenergy, termasuk siklus nutrient dan mineral
sebagai siklus yang bekelanjutan. Oleh karenanya uji coba
pertanian bioindustri harus mengupayakan pencatatan (record)
berbagai parameter siklus-siklus yang dimaksud (Rustiadi, 2015).
Dalam melaksanakan pertanian bioindustri ini harus
dipastikan terjadi siklus, misalnya dimanfaatkannya biomassa
yang semula jadi limbah, dan digantikannya input eksternal oleh
biomassa setempat.
Tujuan
4 |
1. Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian
Bioindustri, sebagai modus diseminasi:
a. Merancang serta memfasilitasi penumbuhan
dan pembinaan serta percontohan sistem pertanian
bioindustri berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi
inovatif.
6 |
Kegiatan Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian
Bioindustri ini akan memberikan manfaat kepada pembangunan
sektor pertanian sebagai berikut:
1. Meningkatnya muatan inovasi baru dalam pengembangan
sistem pertanian bioindustri.
2. Meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan dan
konsumsi komoditas pertanian.
3. Meningkatnya akuntabilitas Badan Litbang Pertanian
sebagai penghasil inovasi pertanian melalui percepatan
penyebaran dan adopsi inovasi teknologi pertanian oleh
pengguna.
8 |
Bab 2 .
KONSEP DASAR
M
odel Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian
Bioindustri menjadi “core” atau inti dari kegiatan
Sistem Pertanian Bioindustri. Wujud kegiatan
pertanian bioindustri di lapangan adalah rekayasa model
pengembangan berupa percontohan lapangan penerapan inovasi
teknologi pertanian yang berbasis bioindustri.
Konsep dasar yang akan diuraikan dalam paparan berikut
diawali dengan mengemukakan pengertian pertanian bioindustri
kemudian diikuti kisi-kisi pertanian bioindustri, dasar integrasi
antara pertanian dengan bioindustri, optimalisasi siklus biomassa
yang mengakomodasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
maju yang berbasis pengkajian, penelitian, pengembangan dan
penerapan (litkajibangrap).
Pengertian
10 |
Terminologi teknologi bioindustri juga disinonimkan dengan
teknik bio-proses atau teknik bio-kimia yang merupakan cabang
ilmu dari teknik kimia yang berhubungan dengan perancangan
dan konstruksi proses produksi yang melibatkan agen biologi.
Agensia biologis ini dapat berupa mikroorganisme atau enzim
yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, khamir, atau
kapang).
Secara luas pertanian bioindustri dapat diartikan sebagai:
14 |
mengurangi penggunaan input (prinsip pertama) dan
pemanfaatan sisa atau limbah proses produksi (prinsip kedua).
Pertanian Ekologis
Budidaya
Cacing
Budidaya Jamur
Digester
Biogas
Bioindustri Ekologis
16 |
Gambar 2. Sketsa Arsitektur Bioindustri Ekologis
(Diakomodasi dari Simatupang, 2014)
18 |
Melalui bioindustri ekologis, dapat mengurangi kehilangan,
dan terjadi perluasan produk /industri. Bioindustri ekologis
dapat juga berarti eksploitasi kandungan khusus bernilai tinggi,
misalnya bioaktif, bromelain pada bonggol nenas, xanthones
pada kulit manggis, mangiferin pada daun, kulit dan biji
mangga.
Kegiatan dalam bioindustri ekologis mengolah ulang dan
daur ulang sisa dan limbah olahan, kegiatannya menggunakan
prinsip biorefinery atau integrasi pengolahan menghasilkan
multi input-multi ouput, dan atau joint input-joint output.
Manfaat dari bioindustri ekologis, antara lain terjadinya
ekonomi proksimitas geografis, berupa dimensi kawasan; daur
ulang tertutup bio-geo-koimia berupa kelestarian SDA (sumber
daya alam); minimisasi limbah yang menunjang kelestarian
lingkungan hidup, dan minimisasi input eksternal berupa
energi, bahan baku fosil, dan air.
Uraian di atas, mempertegas pemahaman tentang sistem
pertanian bioindustri yang dasarnya merupakan perpaduan
sistem pertanian intensif ekologis dengan bioindustri ekologis.
Dalam hal ini pertanian intensif ekologis menghasilkan biomassa
feedstock, dan bioindustri ekologis mengolah biomassa feedstock.
Kegiatannya berlangsung dalam siklus tertutup, jadilah sistem
pertanian bioindustri.
Media interaksi dari sistem pertanian ke sistem bioindustri
adalah feedstock (biomassa), air, energy, sedangkan dari sistem
bioindustri ke sistem pertanian media interaksinya berbentuk
pakan, pupuk, pestisida, energi, dan air.
Optimalisasi Siklus Biomassa
Biopupuk,
pakan baru,
bio-energi
Bioproduk
Limbah/ sehat bernilai
Kotoran hewan tinggi
Sinar Bahan
Biomasa Matahari mineral
Biomasa lain
Pangan
Photosynthesis
/pertanian
20 |
Oleh sebab itu, dalam pengembangan pertanian bioindustri
hendaknya selalu mengacu kepada siklus tersebut demi menjaga
kelestarian lingkungan alam.
22 |
banyak dan lebih berkualitas, sesuai dengan permintaan
pasar lokal maupun global, serta sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat/ petani/peternak.
Puslitbang/Balit/Lolit bertanggung jawab untuk
menciptakan varietas/bibit/ benih yang dikehendaki, dan
selanjutnya dikaji oleh BPTP bersama penyuluh dan pelaku
usaha atau petani/peternak.
Sangat tepat apabila kegiatan Litbang oleh seluruh Lembaga
Litbang di Indonesia diarahkan untuk mendukung terwujudkan
pertanian bioindustri berbasis inovasi, dengan memanfaatkan
sumberdaya lokal secara optimal, sehingga pembangunan
pertanian bioindustri ramah lingkungan dapat diwujudkan
secara berkelanjutan (Diwyanto, 2014).
Teknologi maju dalam proses budidaya pada prinsipnya
harus memungkinkan terjadinya aliran/arus sumberdaya yang
tertutup, tidak menghasilkan limbah, atau zero waste.
Crop livestock system adalah salah satu model yang dapat terus
disempurnakan, dengan melakukan kombinasi dari berbagai
variasi komoditas yang terintegrasi, yang meliputi
pengembangan tanaman, ternak, ikan, jamur, cacing, serangga,
dan mikroba.
Dalam hal ini, produk utama yang mungkin dapat dihasilkan
berupa pangan, pakan, energy, pupuk, pestisida, serat, obat,
kosmetik, bahan baku industry kimia/farmasi/ elektronik/mesin,
bahan baku rumah, dan lain sebagainya.
Inovasi yang dikembangkan untuk mengelola produk yang
dihasilkan diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah yang
berlipat, sehingga manfaat ekonomi dapat dirasakan di sentra-
sentra produksi pertanian.
Untuk itu dalam setiap langkah yang akan dilakukan
hendaknya berlandaskan hasil penelitian, pengkajian,
pengembangan dan penerapan (litkaji-bang-rap). Litkajibangrap
merupakan salah satu strategi Balitbangtan untuk memperderas
arus diseminasi atau penyebarluasan teknologi pertanian dari
sumbernya kepada pengguna, baik pengguna antara maupun
pengguna utama (petani pelaku usahatani).
Dalam konteks pengembangan pertanian bioindustri,
dukungan litkajibang memiliki peran strategis dan krusial.
Dukungan penyediaan komponen teknologi yang diperlukan
untuk impementasi pertanian bioindustri menjadi ranah atau
tugas pokok Balai Penelitian (Balit), Balai Besar (BB), Pusat
Penelitian (Puslit), dan Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Puslitbang) Tanaman dan Ternak.
Teknologi yang dihasilkan institusi tersebut hendaknya
merupakan teknologi yang dibutuhkan petani yang bisa
diungkap melalui kajian kebutuhan atau need assessment petani
pelaku usaha, bukan teknologi kehendak peneliti. Komponen
teknologi produk Balit/Puslit/Puslitbang/BB tersebut sebelum
disebarluas-kan kepada pengguna perlu dikaji.
Pengkajian itu bertujuan untuk menguji daya adaptasi
teknologi tersebut dari sisi kelayakan teknis, kelayakan sosial dan
kelayakan ekonomi. Jika diyakini teknologi itu memiliki daya
adaptasi yang baik, langkah berikutnya dilakukan
pengembangan. Dalam hal ini yang dimaksud pengembangan
adalah munculnya model-model pengembangan. Model
pengembangan dirancang agar memenuhi skala ekonomi,
sehingga mampu mendorong percepatan adopsi oleh petani
melalui proses peniruan atau replikasi/penggandaan.
Litkaji dilaksanakan pada kondisi agroekologi spesifik lokasi.
Dengan demikian, model pertanian bioindustri dibangun untuk
kondisi zona agroekologi tertentu yang dapat direplikasi pada
24 |
kondisi zona agroekologi yang sama. Kegiatan litkaji dilakukan
oleh BPTP bekerjasama dengan balit komoditas dan balitbidang
masalah pada UK/UPT lingkup Balitbangtan.
Pengembangan teknologi inovatif pada tahap awal
dilaksanakan pada lokasi model pertanian bioindustri sebagai
langkah lanjut kegiatan litkaji teknologi dengan luasan atau unit
lahan yang lebih besar. Kegiatan tersebut melibatkan
kelembagaan petani dan penyuluh di lapang. Teknologi inovatif
selanjutnya diterapkan pada skala yang lebih luas dalam
implementasi model pertanian bioindustri. Selain melibatkan
kelembagaan petani dan penyuluh, juga peran serta dari
Direktorat Jenderal Teknis yang terkait dengan pengembangan
pertanian bioindustri, dan juga Pemerintah Daerah.
Teknologi inovatif pendukung pertanian bioindustri
diutamakan berasal dari UK/UPT Balitbangtan. Namun
demikian, dapat pula memanfaatkan teknologi inovatif terkait
yang diperoleh dari lembaga penelitian nasional lain, perguruan
tinggi ataupun lembaga riset swasta.
Komponen teknologi yang masih memerlukan pengkajian
lebih lanjut pada kondisi spesifik lokasi, maka pengkajian perlu
dilakukan pada kondisi spesifik lokasi. Pengkajian dilaksanakan
oleh BPTP yang didukung oleh UK/UPT lingkup Balitbangtan.
Dengan demikian, pengembangan sistem pertanian bioindustri
spesifik lokasi dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan.
Ketersediaan teknologi menjadi faktor penentu dalam
mendukung pengembangan kawasan pertanian bioindustri.
Eksistensi teknologi menjadi leverage point yang dapat
membangkitkan dan menggerakkan pembangunan di dalam
kawasan. Oleh karena itu, dalam proses perencanaan
pengembangan kawasan terlebih dulu perlu melakukan
identifikasi untuk menginventarisasi teknologi yang tersedia .
Ketersediaan teknologi di tiap daerah bisa sama bisa juga
beragam. Keragaman teknologi itu akan menjadi kekuatan yang
membentuk kawasan pertanian bioindustri . Teknologi tersedia
di wilayah itu akan menjadi salah satu penciri dari “teknologi
spesifik lokasi”.
Alasan perlunya teknologi spesifik lokasi, lebih didasarkan
pada karakteristik teknologi yang memiliki kekhasan dan adaptif
di wilayah masing-masing sehingga mampu mendorong
peningkatan produktivitas komoditas di wilayah tersebut.
Teknologi pertanian spesifik lokasi, merupakan suatu hasil
kegiatan pengkajian yang memenuhi kesesuaian lahan dan
agroklimat setempat serta mempunyai potensi untuk diuji lebih
lanjut menjadi paket teknologi pertanian wilayah.
Keberadaan teknologi spesifik lokasi ini memiliki peran yang
sangat strategis dalam konteks pengembangan kawasan
pertanian bioindustri karena akan menjadi mesin penggerak
perubahan kawasan berbasis inovasi teknologi. Dalam dinamika
pengembangan kawasan ini, keberadaan petani yang menjadi
penghuni kawasan dan menjadi pelaku memegang peran utama.
Namun demikian tentu tidak semua teknologi harus
dikembangkan. Teknologi harus dikaji, didiskusikan dengan
stakeholder untuk memilih dan menentukan teknologi spesifik
yang memiliki prospek paling baik sehingga dapat mendukung
pengembangan kawasan pertanian bioindustri.
Sejak perencanaan pengembangan kawasan pertanian
bioIndustri perlu dikonsepsikan teknologi tingkat apa yang
mungkin diterapkan petani. Rakitan teknologi yang dihasilkan
harus sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, teknik dan
kenyamanan kerja (ergonomis) petani. Dari sisi teknik agronomis,
penyediaan teknologi harus dapat memberikan solusi atau
jawaban atas persoalan pengembangan pertanian wilayah, dan
dapat berupa (Sumarno dan Subagyono, 2013):
26 |
Varietas yang sesuai dengan agroekologi setempat dan
disenangi petani.
Jenis dan dosis pemupukan yang diperlukan untuk
optimalisasi produktivitas.
Jenis, dosis dan waktu aplikasi pestisida/fungisida yang
efektif untuk mengendalikan hama/penyakit endemis di
agroekologi setempat.
Teknik budidaya yang paling produktif, efisien dan
menguntungkan bagi petani pada agroekologi setempat.
Sistem usahatani yang paling produktif dan
menguntungkan bagi petani, serta berkelanjutan.
Dari aspek aspek sosial ekonomi, pemilihan teknologi harus
didasarkan pada beberapa hal, berikut:
Mampu memecahkan masalah teknis di wilayah tersebut,
yang dicirikan oleh skala yang terjadi secara meluas, dan
memiliki dampak yang besar terhadap potensi
penurunan produksi, dan memiliki dampak sosial
ekonomi yang negatif.
28 |
Bab 3 .
PERSPEKTIF BERKELANJUTAN
Kaidah Keberlanjutan
Hama dan
Faktor Penyakit
Produksi/Saprodi
Pertanian KEANEKA-
Tanaman/ KEBERLANJUTAN
RAGAMAN
Ternak/Ika PRODUKSI
HAYATI
30 |
Secara grafis, berkelanjutan digambarkan oleh interseksi dari
dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan (Gambar 5).
Dimensi EKONOMI
(Menguntungkan)
EKONOMIS
BERKELANJUT-
AN
Dimensi EKOLOGIS
Dimensi SOSIAL
Pembangunan Berbasis Sumberdaya Lokal
32 |
Prinsip ketiga juga berperan dalam mengurangi penggunaan
input (prinsip pertama) dan pemanfaatan sisa atau limbah proses
produksi (prinsip kedua).
Jelas bahwa ketiga prinsip 3-R saling bersinergi (Gambar 6).
REUSE
REDUCE RECYCLE
34 |
selanjutnya diolah menjadi biogas, pupuk dan media budidaya
cacing. Oleh karena itu, cakupan tugas dan tanggung jawab
Kementerian sebaiknya diperluas sehingga mencakup
pengolahan seluruh biomassa dan limbah hasil pertanian.
Keempat, keterkaitan antara pertanian dan industri pengolahan
hasilnya tidak terbatas melalui media materi input-output yang
bersifat linier, tetapi juga melalui media energi, dan fungsi
ekologis yang bersifat sirkuler.
Perspektif Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan
berpandangan bahwa integrasi sistem pertanian dan industri
pengolahan hasil-hasilnya dibangun sebagai satu kesatuan
rekayasa biosistem. Oleh karena itu, pendekatan pengembangan
maupun penelitian pertanian diubah dari pendekatan komoditas
ke pendekatan rekayasa biosistem.
Bioindustri yang menjadi salah satu komponen utama Sistem
Pertanian Bioindustri Berkelanjutan haruslah memenuhi syarat-
syarat berikut:
Mengurangi kehilangan biomassa dan input eksternal
dengan menggunakan sebesar-besarnya seluruh
agrobiomassa (biomassa hasil pertanian) sebagai feedstock ,
Menggunakan ulang biomassa sisa dan limbah olahan,
Mendaur ulang produk akhir, sisa dan limbah produk
akhir proses olahan.
Prinsip Dasar
Karakteristik
36 |
Input eksternal adalah materi, energi, dan teknologi
yang berasal dari luar sistem yang dipergunakan di
dalam sistem.
38 |
Dengan cara demikian maka pangan, pakan, energi dan
bioproduk dapat dihasilkan maksimal dengan input hara, air,
energi dan sumber daya lain yang minimal, menjaga kelestarian
daya dukung dan jasa lingkungan agroekosistem, serta
meningkatkan kualitas lingkungan hidup (Kementerian
Pertanian, 2014).
Sketsa arsitektur Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan
ditampilkan pada Gambar 8.
Sisa dan
Limbah
Jasa Pertanian
Feed Stock Konsumen
Lingkungan Intensif
Akhir
Ekologis
Pakan
Pupuk
Energi
Dukungan Kelembagaan
40 |
Kelembagaan adalah bagian dari sistem sosial dalam
pengelolaan pertanian bioindustri. Dengan demikian,
kelembagaan merupakan unsur penting dalam pengembangan
pertanian bioindustri, yang didalamnya melekat (embedded) nilai-
nilai, norma, aturan perundangan (formal dan in formal rules) dan
organisasi yang mengatur tujuan maupun komitmen bersama
dari segenap aktor yang berinteraksi dalam sistem pertanian bio-
industri. Aktor dimaksud berada pada level makro, yakni pada
tataran lingkungan kebijakan (policy environment), baik aktor
individu maupun kelompok dan organisasi seperti Kementerian
Pertanian dan Kemen-terian/Lembaga lainya yang terkait.
Berikutnya terdapat Badan Litbang Pertanian dan Badan-badan
lain ataupun Ditjen lain yang sangat terkait dengan kebijakan
serta implementasinya dalam pengembangan sistem pertanian
bioindustri.
Konkritnya, lingkungan kebijakan level makro tersebut
berupa peraturan dan kebijakan-kebijakan formal, bahkan dapat
berupa gagasan ataupun unsur-unsur baru yang secara dinamis
berjalan menjadi kerangka dalam mengatur tindakan aktor atau
kelompok dalam operasionalisisasi pengembangan sistem
pertanian bioindustri yang disinergikan dengan kebijakan dan
relasi-relasi informal pada tataran messo di daerah, maupun
tataran mikro aktor petani maupun kelompok tani. Oleh karena
itu, dalam konteks implementasi pengembangan pertanian
bioindustri, mekanisme sosial dimana aspek formal dan informal
saling berhubungan atau berintegrasi menjadi dasar bagi setiap
individu dalam mencapai tujuan pengembangan sistem
pertanian bioindustri.
Model multi level di atas menerangkan fungsi lingkungan
institusional, regulasi formal yang diterapkan oleh pemerintah
yakni Kementan beserta segenap jajarannya, termasuk Badan
Litbang Pertanian, dan Kementerian sektor lain yang terkait.
Hubungan antar kelembagaan di atas akan sangat menentukan
implementasi program dan kegiatan, termasuk meng-
integrasikannya dengan stakeholder (pemerintah daerah,
organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat) di level messo,
yang tentunya juga mesti diintegrasikan dengan kegiatan-
kegiatan di level mikro, yakni pada kelompok-kelompok
masyarakat, terutama petani. Model interaksi regulasi formal
(level makro) dengan organisasi (level messo), dan individu
(level mikro) dapat dilihat pada Gambar 9.
Lingkungan
Institusional/Kebijakan:
KEMENTAN (Badan Litbang
Sis tem
Pertanian) Tindakan Agribisnis
Mekanisme Pasar: Kolektif Pengembangan
State regulation Pertanian Bio-
industri
Subs istem
Proses Diseminasi Hulu
INSENTIF (Saluran dan Media)
Preferensi
Indigenous
ON
Pemda, Orsos FARM
Monev
Compliance Enforcement Subs istem
Decouple Petani/Pelaku Agribisnis
Hilir
User Lainnya
42 |
sub sistem produksi (on-farm) dan sub sistem hilir terutama
kelembagaan pascapanen dan pemasaran.
Dalam kerangka operasional, sinergi kebijakan makro-messo-
mikro serta integrasi relasi-relasi formal di level kebijakan mesti
dapat diintegrasikan dalam relasi-relasi in-formal yang sangat
mewarnai potensi lokasi di level mikro. Sinergisme itu pun mesti
berjalan selaras dalam seluruh aktivitas sub-sub sistem agribisnis
pengembangan pertanian bioindustri.
Secara konkrit, hubungan antar organisasi formal pada level
kebijakan makro-messo mesti mengikuti tatanan struktur dan
nilai-nilai yang dijadikan komitmen bersama, untuk selanjutnya
diintegrasikan juga dengan segenap aktor dalam tataran mikro.
Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh distribusi insentif yang ada
dalam sistem pertanian bioindustri, baik insentif tangible maupun
intangible, yang bermuara pada keselarasan hubungan
kelembagaan pendukung dalam pengembangan sistem pertanian
bioindustri.
Keberadaan kelembagaan akan menjamin keberlanjutan
kegiatan. Kelembagaan di kawasan pengembangan pertanian
bioindustri itu disamping akan memberikan jaminan
keberlanjutan kegiatan juga menjadi wahana atau mediasi
pemecahan permasalahan yang mungkin dihadapi masyarakat
dalam mengembangkan pertanian bioindustri.
Kelembagaan dapat dikatakan sebagai pengembangan aspek
non teknis yang dapat mempermudah praktisi terutama petani
dalam menjalankan kegiatan pertanian bioindustri dan atau
meningkatkan efisiensi teknis serta efisiensi ekonomi
pengembangan pertanian bioindustri yang akan dilakukan.
Inovasi kelembagaan dapat berupa :
Penguatan kelembagaan perbenihan penyedia benih
sumber dan benih sebar mulai tingkat provinsi (BBI),
kabupaten (BBU) dan desa (penangkar benih).
Pengembangan aktivitas kolektif dalam kegiatan usahatani,
misalnya, melalui penguatan Kelompok Tani jika sudah
ada kelompoknya atau jika belum ada memprakarsai
terbentuknya kelompok tani.
Pengembangan atau pembentukan lembaga yang dapat
meningkatkan aksesibilitas petani terhadap pasar input,
pasar output, informasi pasar dan teknologi. Petani akan
makin mudah untuk memperoleh input usahatani yang
dibutuhkan, memasarkan hasil usahataninya, memperoleh
informasi pasar, dan memperoleh informasi dan
menerapkan teknologi yang dibutuhkan.
Pengembangan pola kemitraan dengan distributor benih
dalam penyediaan benih dan fasilitasi pemasaran hasil
usahatani.
Memprakarsai suatu pengaturan dalam bentuk Peraturan
Daerah (Perda) sehingga perbanyakan adopter menjadi
program daerah menjamin keberlanjutan.
Kelembagaan yang dimaksud mencakup pula
kelembagaan agro input, kelembagaan pasar input dan
pasar output, pengolahan hasil, dan kelembagaan yang
menyediakan fasilitasi permodalan, misalnya: Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) Pertanian, BRI Unit Desa. Dalam
skala lebih luas lagi kelembagaan keuangan itu dapat
berupa direalisasikannya Bank Pertanian.
44 |
Rekayasa dan Tata Kelola Kelembagaan
46 |
Bab 4 .
TAHAPAN KEGIATAN
T
ahapan kegiatan dalam penyusunan model
pengembangan inovasi teknologi pertanian bioindustri,
diawali dengan melakukan kajian diagnostik kemudian
penetapan batas spasial, penetapan arsitekstur pola usahatani
dan bioindustri, penyusunan relasi antar komponen (causal loops).
Setelah tersusun konsep analisis fungsional berupa relasi antar
komponen dilakukan adaptasi inovasi teknologi kemudian
sosialisasi dan advokasi.
Kajian Diagnostik
48 |
Disinergikan dengan 7 komoditas utama saat ini (padi,
jagung, kedelai, bawang, cabe, daging, dan tebu)
Penentuan Lokasi
Untuk mendapatkan hasil pengembangan kawasan pertanian
bioindustri yang maksimal, lokasi kegiatan dipilih yang
representatif dalam arti mewakili sifat-sifat agroekologi seluruh
target wilayah sasaran. Sifat agroekologi yang perlu diperhatikan
terutama adalah:
Jenis dan tingkat kesuburan tanah
Iklim dan pola ketersediaan air
Topografi dan ketinggian tempat
Sosio-ekonomi masyarakat, dan
Pola pertanian sejenis
Landasan dalam menetapkan lokasi kawasan pertanian
bioindustri adalah:
Kesesuaian komoditas dengan agroekosistemnya, yaitu
memiliki potensi sumber daya yang mirip (lahan,
agroklimat, sumberdaya air)
Mempertimbangkan potensi luasan areal/populasi yang
dapat dikembangkan untuk memenuhi skala ekonomi
kewilayahan
Areal produksi/populasi terkonstentrasi di satu atau
beberapa wilayah (kabupaten/kecamatan/desa) yang saling
terhubung, sehingga distribusi input dan pelayanan
pembinaannya dapat dilakukan secara efisien, dan
Sesuai dengan regulasi dan kebijakan nasional maupun
daerah, terutama tata ruang, sehingga akan dapat dijamin
bahwa lokasi yang akan dijadikan sebagai kawasan
pertanian dan rencana pengembangannya dipastikan
berada di kawasan budidaya serta sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung wilayah.
Proses dan metode penetapan lokasi yang akan dijadikan
lokasi pengembangan kawasan pertanian bioindustri di level
provinsi dan kabupaten menjadi tanggungajwab gubernur dan
bupati, disesuaikan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
(RTRW).
Untuk memudahkan pengembangan kawasan, lokasi sasaran
perlu dipilih yang mewakili kriteria sebagai berikut:
Terdapat prasarana transportasi (jalan yang dapat dilalui
kendaraan) yang memadai. Sarana prasarana yang
diperlukan untuk penerapan teknologi, mulai dari sarana
produksi, penyiapan lahan dan penanaman sampai dengan
panen dan pasca panen serta pengolahan hasil dan limbah
pertanian termasuk budidaya ternak
Letaknya strategis sehingga mudah dikunjungi
masyarakat.
Petaninya kooperatif, terbuka, dan mau diajak untuk
bermitra kerja.
Pejabat desa, kecamatan serta pemimpin informal
memberikan dukungan.
Agroekologi, iklim, tipe lahan, mewakili wilayah sasaran.
Tersedia lahan petani yang sesuai untuk pelaksanaan
pengembangan.
Pemilihan lokasi kegiatan ini dilakukan bersamaan pada saat
melakukan diagnosis dan karakterisasi wilayah, serta harus
dilakukan oleh tim. Sebelum pilihan lokasi ditentukan, beberapa
calon lokasi dikonsultasikan dengan Dinas Pertanian, Balai
Penyuluhan Pertanian dan pejabat daerah.
50 |
Karakterisasi wilayah mencakup aspek fisik, iklim dan pola
curah hujan, ketersediaan sumber air, irigasi, tipe usahatani
(subsisten, komersial, dan lain-lain), aspek sosio-ekonomi petani,
pola usahatani, tanaman dominan dan masalah yang berkaitan
dengan usahatani.
Pemilihan lokasi kawasan pengembangan pertanian
bioindustri didasarkan pada basis Agro-ecological Zone (AEZ)
dan aksesibilitas wilayah pengembangan.
Kriteria lokasi untuk pengembangan pertanian bioindustri
adalah sebagai berikut:
Lokasi itu merupakan sentra produksi atau kawasan
pertanian
Tempatnya strategis, memiliki aksesibilitas tinggi, mudah
dijangkau sehingga advokasi kegiatan pertanian
bioindustri kepada Pemda dan stakeholder lainnya akan
mudah di lakukan.
Dari sisi agroekosistem, pertanian bioindustri dapat
dialokasikan di agroekosistem lahan sawah, lahan kering
dan lahan rawa. Kondisi agroekosistem tersebut
disesuaikan dengan karakteristik inovasi teknologi yang
dikembangkan dalam pertanian bioindustri.
Sistem irigasi
Landsekap: Ekoregion
52 |
Pengendalian hama: organisme yang bermanfaat dalam
pengendalian hama penyakit misalnya bersifat penarik
(pest attractor) atau pemerangkap hama (pest trap),
penjauh (pest repellent)
Pendukung polinasi: organisme yang berkontribusi dalam
peningkatan penyerbukan melalui serangga atau
organisme lain termasuk lebah madu dan serangga
lainnya.
Hewan herbivore dan omnivore
Organisme decomposer: jamur, cacing, dan sebagainya
untuk media budidaya sekaligus mengurai sisa dan limbah
biomassa hasil pertanian menjadi bahan pangan, pakan,
pupuk yang selanjutnya dipergunakan dalam budidaya
tanaman
Sinergi habitat: integrasi budidaya berbasis lahan dan air
dalam rangka membangun rantai pangan antar organisme
budidaya serta daur ulang bahan organik, air dan hara.
Bioindustri ekologis: Pilihan pengolahan biomassa
Bioprocessing: biodigester, biodecomposer, fermentasi
Pengolahan: fisika-kimia
54 |
Analisis Finansial, Ekonomi – Sosial Lingkungan.
56 |
mengetahui daya adaptasi inovasi teknologi yang
direkomendasikan.
Uji adaptasi inovasi teknologi secara super impose harus
dilakukan di lahan petani yang akan dijadikan lokasi Model
Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri. Di
dalam prakteknya kegiatan adaptasi ini dicerminkan melalui
rancangan kegiatan yang terencana, dengan perlakuan dan
ulangan yang memenuhi kaidah ilmiah. Dengan cara demikian
inovasi teknologi yang diintroduksikan dalam kegiatan dapat
diyakini daya penyesuaiannya dengan lokasi setempat.
Perencanaan Produk
60 |
direncanakan dalam jumlah besar, variasi atau jenis
produk yang dihasilkan rendah dan produk bersifat
standar.
2. Proses produksi terputus-putus
Produk diproses dalam kumpulan produk bukan atas
dasar aliran terus-menerus dalam proses produk ini.
Perusahaan yang menggunakan tipe ini biasanya terdapat
sekumpulan atau lebih komponen yang akan diproses atau
menunggu untuk diproses, sehingga lebih banyak
memerlukan persediaan barang dalam proses.
3. Proses produksi campuran
Proses produksi ini merupakan penggabungan dari proses
produksi terus-menerus dan terputus-putus.
Penggabungan ini digunakan berdasarkan kenyataan
bahwa setiap perusahaan berusaha untuk memanfaatkan
kapasitas secara penuh.
Produk dikatakan sukses jika disukai pasar. Pasar menyukai
suatu produk berdasarkan kualitas dan harga. Menciptakan
produk yang disukai tidak dapat dilakukan begitu saja,
diperlukan konsep pengembangan yang baik.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan, antara lain:
menentukan yang dibutuhkan pasar, strategi bisnis, pencarian
ide, mensintesis ide – ide, membuat perencanaan yang detil,
memproduksi, dan memasarkan.
Perencanaan Proses
62 |
Interpretasi rancangan
Proses dan urutan
Pemilihan peralatan
Metode analisis, dan
Standar kerja
Karena tindakannya berurutan, berarti ada tahapan yang
dilalui dalam perencanaan, antara lain :
Identifikasi persoalan
Perumusan tujuan umum dan sasaran khusus hingga
target-target yang kuantitatif
Proyeksi keadaan di masa akan datang
Pencarian dan penilaian berbagai alternatif
Penyusunan rencana terpilih
IMPLEMENTASI MODEL
PENGEMBANGAN
W
ujud model yang dimaksud dalam pertanian
bioindustri dapat berupa percontohan lapangan,
semacam display atau keragaan model pertanian
bioindustri. Dalam hal ini tentu keragaan yang ditampilkan
harus mampu menunjukkan keunggulan-keunggulan dari
teknologi yang diterapkan.
Tujuannya adalah untuk memperkuat pemahaman
masyarakat sekitar terhadap kegiatan yang sedang berlangsung,
dan kemudian jika sudah memahami akan menjadi pendorong
(stimulus) untuk menerapkan teknologi sesuai dengan
percontohan yang sudah dilihatnya.
Penekanannya lebih pada suatu kombinasi dari tata letak,
penentuan komoditas, introduksi teknologi spesifik lokasi yang
didalamnya tidak hanya memuat penentuan jenis varietas
unggul, akan tetapi inklusif pemupukan, pengairan,
pemeliharaan tanaman, panen, dan pasca panen. Intinya formula
pertanian boindustri ini dirancang mulai dari hulu hingga hilir.
Rancangan model pengembangan inovasi ditujukan untuk
mendapatkan model inovasi lengkap meliputi teknologi dan tata
kelola kelembagaan.
66 |
sebagai bahan pendukung pembudidayaan komoditas. Sebagai
contoh, pada integrasi pembudidayaan kopi dengan kambing,
feses yang dihasilkan kambing dapat dikomposkan untuk
digunakan dalam pembudidayaan kopi.
IPTEK
Minyak
BIOMASSA Bersaing Nabati
PERTANIAN dengan lainnya BBN
pangan dan
pakan
Berbahan Biodesel
Lignoselulosa Bietanol
PADAT
dan limbah Bioavtur
padat lain Pellet, dll
Bersaing
dengan
pangan dan
bahan organik
IPTEK
Beras Produk
dengan beta pangan
karotin, vit B fungsional,
tinggi, dll pakan, dll
GABAH
Dedak pakan
BIOMASSA berkualitas,
PADI biomasa lain BBN
Jerami
kandungan Berbahan Biodesel
lignin rendah, Lignoselulosa Bietanol
gampang dan limbah Bioavtur
difermentasi, padat lain Pellet, dll
dll
Berbasis Kawasan
Berbasis Agroekosistem
Sawah Irigasi
Pengembangan pertanian bioindustri di lahan sawah irigasi,
dengan tanaman padi sebagai komoditas utama, modelnya
dirancang sebagai berikut:
Komoditas utama: padi
Komoditas integrasi, terdiri dari : sapi potong, unggas
(itik/ayam potong) palawija, sayuran
Produk utama: beras, tepung, daging, telur
Produk sekunder (bioindustri): pangan, minyak dedak,
pakan, kompos, asap cair, biogas, jamur
Teknologi: PTT, Katam, biokompos, diversifikasi pangan,
formulasi pakan, bioproses, mekanisasi
Luas kawasan: minimal 500 ha, 1000-2000 ekor sapi, 5000-
10000 ekor unggas
72 |
utamanya lebak dangkal ketika musim tanam padi mirip dengan
sawah irigasi.
Komoditas utama: padi
Komoditas integrasi, terdiri dari : sapi potong, unggas
(itik/ayam potong) palawija, sayuran
Produk utama: beras, tepung, daging, telur
Produk sekunder (bioindustri): pangan, minyak dedak,
pakan, kompos, asap cair, biogas, jamur
Teknologi: PTT, Katam, biokompos, diversifikasi pangan,
formulasi pakan, bioproses, mekanisasi
Luas kawasan: minimal 500 ha, 1000-2000 ekor sapi, 5000-
10000 ekor unggas
Model 1
PENDAMPINGAN
Indikator Keberhasilan
80 |
Dalam penerapannya harus cukup fleksibel dan sensitif
terhadap perubahan, serta efektif. Artinya data atau informasi
yang berkaitan dengan indikator kinerja dapat dikumpulkan,
diolah dan dianalisa dengan biaya yang tersedia.
Pelaksanaan
Unsur-unsur Pendampingan
Masukan
Parameter yang digunakan untuk mengukur masukan (input)
meliputi: (a) nilai besar kecilnya anggaran, (b) jumlah
sumberdaya manusia yang terlibat dalam perencanaan dan
implementasi diseminasi dan (c) fasilitas pendukungnya.
Proses
Luaran (output)
82 |
Parameternya adalah: (a) laporan kegiatan tentang proses
kegiatan pengkajian dan respon petani, (b) bahan cetakan atau
publikasi, (c) rekomendasi teknologi pertanian dan (d) adopsi
teknologi
Manfaat
Dampak
PENUTUP
K
egiatan penyusunan model pengembangan inovasi
teknologi pertanian bioindustri memerlukan waktu yang
relatif panjang, sehingga perencanaannya bersifat
“multiyears”. Implikasinya didalam pengajuan kegiatan
proposalnya perlu dilengkapi “road map” yang mencerminkan
tahapan penyelesaian dalam tiap tahunnya.
Dasar perencanaan perlu didasarkan pada hasil identifikasi
praktek-praktek paling potensial berdasarkan kriteria tiga
kelayakan (finansial, ekonomi kawasan dan neraca sumberdaya)
untuk dilanjutkan pada tahap tahun berikutnya. Untuk itu
penaggungjawab kegiatan atau pelaksana perlu melakukan
pencatatan (record) informasi terkait pengkajian siklus-siklus
pertanian bioindustri.
Pelaksana harus paham skala kegiatan pertanian bioindustri
yang dilakukan. Integrasi dalam konteks pertanian bioindustri
bukan hanya integrasi dalam sistem produksi saja. Integrasi bisa
juga dalam skala rumah tangga dan dalam konteks makro (skala
kawasan). Yakinkan persoalan kelembagaan mendukung.
Dalam pertanian bioindustri setiap input internal menjadi
input eksternal untuk kegiatan lainnya dan harus menghasilkan
nilai tambah (value added), baik dalam bentuk pendapatan
(income) maupun penyerapan tenaga kerja (labor).
Semakin banyak interrelasi antar kegiatan akan semakin baik,
karena itu berarti nilai tambahnya akan semakin tinggi. Secara
kawasan, value added itu tercermin dalam Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di desa atau PDRB dalam konteks wilayah.
Seperti yang sudah dikemukakan dalam Kata Pengantar,
Buku Panduan Umum ini adalah perbaikan dari Buku Panduan
Bioindustri sebelumnya, sehingga ada substansi yang baru
ditambahkan pada materi panduan ini.
Untuk membedakan dengan Panduan lama, judul buku juga
diperbaiki untuk mencerminkan adanya perbaikan substansial.
Namun demikian konten utamanya sama, yakni Sistem Pertanian
Bioindustri.
Materi perbaikan yang diangkat menjadi materi panduan
bersumber dari hasil Workshop Pertanian Bioindustri di
Yogyakarta, dan hasil diskusi terbatas dengan Tim SIPP
Kementerian Pertanian beranggotakan: Prof. Dr. Ir. Pantjar
Simatupang, Prof. Dr. Ir. Robert Manurung, M.Eng, Dr.Ir. Ernan
Rustiadi, M.Agr dan Dr. Prayudi Syamsuri, dibawah koordinasi
Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pertanian.
Meskipun materi dalam Buku ini telah dikoreksi berdasarkan
masukan hasil Workshop dan Diskusi dengan Tim SIPP
Kementerian Pertanian, bukan berarti tidak ada lagi perbaikan.
Saran konstruktif untuk memperkaya substansi materi panduan
tetap terbuka.
86 |
DAFTAR PUSTAKA
88 |
Richana, Nur., Bambang Prastowo. 2012. Teknologi Biofuel
Generasi Kedua : Bioetanol dari Lignoselulosa Tandan
Kosong Kelapa Sawit. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 34 (3) 2012 : 19-20.
Rumengan, IFM dan F.Fatimah. 2014. Perkembangan Teknologi
Bioindustri: Peluang dan Tantangan. Prosiding Seminar
Nasional: Inovasi Pertanian Mendukung Bioindustri. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian
Pertanian.
Rustiadi, E. 2015. Konsep Pengembangan Sistem Pertanian
Bioindustri. SIPP Kementerian Pertanian.
Simatupang, P. 2014. Perspektif Sistem Pertanian Bioindustri
Berkelanjutan. Dalam Haryono, dkk., (penyunting).
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan
Pertanian. IAARD PRESS.
Soedjana, T. 2015. Konsep, Model dan Implementasi Pertanian
Bioindustri. Materi Ekspose dan Workshop Pertanian
Bioindustri Berbasis Ternak Ruminansia Kecil. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Sei Putih, Medan
22 – 23 Mei 2015.
Subagyo, K., dan Rachmat Hendayana. 2012. Potensi dan
Dukungan Teknologi Spesifik Lokasi Dalam Pencapaian
Produksi Pangan. Dalam E. Eko Ananto, dkk. (Editor).
Kemandirian Pangan Indonesia Dalam Perspektif Kebijakan
MP3MI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kementerian Pertanian. IAARD Press.
Sumarno dan Subagyono. 2013. Penyediaan Teknologi Pertanian
Adaptif. Penelitian Adaptif Berorientasi Pengguna. IAARD
Press.
Suswono.2012. Peraturan Menteri Pertanian No. 50/Permentan/
OT.140/8/2012. Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan
Pertanian. Kementerian Pertanian
90 |
LAMPIRAN
92 |
Contoh: Inisiasi Causal Loops Pertanian Bioindustri
Padi
Pakan
Tepung Ruminan
Minyak bekatul
Beras
Sorgum
Manis
Pakan Unggas
Gula Cair
Sorgum
Pupuk
Ayam/Itik
Sapi
Daging
telur
Biogas Daging, susu
Pakan
Sapi
Daging
Pupuk
Biogas
Tebu
Ayam/Itik
94 |
Jagung
Daging, susu
Ayam
Sapi
Daging
ayam, telur
Biogas Pupuk
Sorgum
Manis
Pakan Unggas
Gula Cair
Sorgum
Pupuk
Ayam/Itik
Sapi
Daging
telur
Biogas Daging, susu
GMP
Penerbit Global Media Publikasi 9 789793 628288
Bogor, 16610