Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan penetapan
Hari Santri Nasional pada KEPPRES No. 22 tahun 2015 ditetapkan pada
hari Kamis sore tanggal 15 Oktober 2015. Ada tiga penetapan dalam
keputusan ini yaitu Menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri,
menetapkan bahwa Hari Santri bukan merupakan hari libur, dan menetapkan
bahwa keputusan presiden ini mulai berlaku pada tanggal yang ditetapkan
yaitu 22 Oktober 2015 (Keppres, 2015).
Keppres No. 22 tahun 2015 ini mendapat tanggapan dari berbagai
kalangan terutama organisasi agama Islam seperti Muhammadiyah dan FPI.
Secara umum Muhammadiyah menolak keputusan presiden tersebut karena
menurut mereka tanggal yang ditetapkan sebagai Hari Santri terlalu condong
ke NU. Dan menurut mereka dengan adanya keputusan presiden ini terlalu
menciptakan situasi kategorial santri dan non santri, Muhammadiyah
menolak hal itu. Disisi lain ada FPI yang memilih untuk netral dalam hal ini,
yang penting adalah Negara wajib untuk memuliakan ulama dan santri, dsb.
Masalah utama ada pada pro dan kontra antara NU dan Muhammadiyah
sehingga mungkin kedepannya akan timbul masalah yang lebih besar jika
tidak segera diselesaikan.
Pada masa kampanye Pilpres 2014 Jokowi melempar janji untuk
menetapkan Hari Santri Nasional. Namun Jokowi mengusulkan agar
peringatannya jatuh tiap 1 Muharram mengikuti penanggalan Hijriah.
Sementara itu Nahdlatul Ulama (NU) sebagai pengusung utama Hari Santri
Nasional mengajukan tanggal 22 Oktober 2015 karena bertepatan dengan
penandatanganan Resolusi Jihad (22 Oktober 1945) yang digagas pendiri
NU, KH. Hasyim Asy’ari dan puluhan Kiai se Jawa-Madura. Mengetahui
hal ini maka organisasi Islam yang lain yaitu Muhammadiyah menolak
keputusan ini karena kekhawatiran semakin tajamnya dikotomi antara Kaum
Santri dan Kaum Abangan. Sehingga muncullah pro dan kontra dalam

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 1


keputusan ini. Terlepas dari perbedaan pendapat yang selalu terjadi antara
NU dan Muhammadiyah, kami menilai bahwa masalah ini akan menjadi
rumit dan membuat kesenjangan 2 organisasi Islam terbesar tersebut
semakin lebar.
Untuk itu kami mengajukan sebuah penyelesaian masalah dengan
kerangka konseptual yaitu menekankan pada keputusan presiden tentang
Hari Santri yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2015 yang menjadi
akar masalah. Awalnya Jokowi mengajukan tanggal 1 Muharram sebagai
Hari Santri tetapi NU menuntut untuk mengubahnya menjadi 22 Oktober
2015 karena tanggal tersebut bertepatan pada penandatanganan Resolusi
Jihad. Tetapi Muhammadiyah menolak karena kekhawatiran semakin
tajamnya dikotomi antara kaum santri dan kaum abangan (non santri).
Penyelesaian masalah dari kami langsung tertuju pada akar masalahnya
yaitu keputusan presiden dengan cara mengajukan petisi untuk merubah
tanggal menjadi tanggal 1 Muharram sehingga tidak ada yang merasa bahwa
keputusan presiden condong kepada NU. Selain itu kami juga mengusulkan
untuk memperjelas siapa itu santri dan non santri dengan meminimalisir
kategorial sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kronologi fenomena keputusan presiden terkait Hari Santri
yang ditetapkan dan diperingati tanggal 22 Oktober?
2. Bagaimana penyelesaian terhadap masalah pro kontra tentang Hari
Santri?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan kronologi fenomena keputusan presiden terkait
Hari Santri yang ditetapkan dan diperingati tanggal 22 Oktober.
1.3.2 Tujuan Khusus

Menjelaskan penyelesaian terhadap masalah pro kontra tentang


Hari Santri.

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 2


1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Akademik
Untuk mengetahui, memahami, serta mengkritisifenomena
keputusan presiden terkait Hari Santri yang ditetapkan dan diperingati
tanggal 22 Oktober
1.4.2 Manfaat Terapan
Diharapkan dengan pembuatan tulisan ini dapat menyelesaikan
masalah pro kontra, dan meningkatkan toleransi antar organisasi
Islam.

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 3


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Santri
Istilah kata “santri” mempunyai dua konotasi atau pengertian yang dapat
dijadikan sebagai rujukan. Pertama, “santri” dari Bahasa sansekerta yang artinya
melek huruf. Kedua, kata santri yang berasal dari bahasa Jawa “cantrik” yang
berarti seseorang yang mengikuti seorang guru kemanapun pergi atau menetap
dengan tujuan dapat belajar darinya suatu ilmu pengetahuan. Adapula yang
berpendapat jika kata santri dapat dikonotasikan sebagaipertama; dikonotasikan
dengan orang-orang yang taat menjalankan dan melaksanakan perintah agama
Islam, atau dalam terminologi lain sering disebut sebagai ”muslim orotodoks”.
Istilah ”santri” dibedakan secara kontras dengan kelompok abangan, yakni orang-
orang yang lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya jawa pra Islam, khususnya
nilai-nilai yang berasal dari mistisisme Hindu dan Budha. Kedua; dikonotasikan
dengan orang-orang yang tengah menuntut ilmu di lembaga pendidikan pesantren.
Keduanya jelas berbeda, tetapi jelas pula kesamaannya, yakni sama-sama taat
dalam menjalankan syariat Islam, pendapat kedua ini seperti makna kata santri
pada umumnya. Santri dalam dunia pesantren dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu:
a. Santri Mukim
Adalah santri yang selama menuntut ilmu tinggal di dalam pondok yang
disediakan pesantren, biasanya mereka tinggal dalam satu kompleks yang
berwujud kamar-kamar. Satu kamar biasanya di isi lebih dari tiga orang, bahkan
terkadang sampai 10 orang lebih.
b. Santri Kalong
Adalah santri yang tinggal di luar komplek pesantren, baik di rumah
sendiri maupun di rumah-rumah penduduk di sekitar lokasi pesantren, biasanya
mereka datang ke pesantren pada waktu ada pengajian atau kegiatan-kegiatan
pesantren yang lain (Dewan Redaksi, 1993: 105).

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 4


Para santri yang belajar dalam satu pondok biasanya memiliki rasa solidaritas dan
kekeluargaan yang kuat baik antara santri dengan santri maupun antara santri
dengan kiai. Situasi sosial yang berkembang di antara para santri menumbuhkan
sistem sosial tersendiri, di dalam pesantren mereka belajar untuk hidup
bermasyarakat, berorganisasi, memimpin dan dipimpin, dan juga dituntut untuk
dapat mentaati dan meneladani kehidupan kiai, di samping bersedia menjalankan
tugas apapun yang diberikan oleh kiai, hal ini sangat dimungkinkan karena
mereka hidup dan tinggal di dalam satu komplek. Dalam kehidupan kesehariannya
mereka hidup dalam nuansa religius, karena penuh dengan amaliah keagamaan,
seperti puasa, sholat malam dan sejenisnya, nuansa kemandirian karena harus
mencuci, memasak makanan sendiri, nuansa kesederhanaan karena harus
berpakaian 40 dan tidur dengan apa adanya. Serta nuansa kedisiplinan yang tinggi,
karena adanya penerapan peraturan-peraturan yang harus dipegang teguh setiap
saat, bila ada yang melanggarnya akan dikenai hukuman, atau lebih dikenal
dengan istilah ta‟zirat seperti digundul, membersihkan kamar mandi dan lainnya.
2.2 Hari santri nasional
Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menetapkan tanggal 22 Oktober
sebagai Hari Santri Nasional. Regulasi yang tertuang dalam Keputusan Presiden
Nomor 22 Tahun 2015 ini meski bukan libur Nasional namun tetap disambut
gembira oleh umat muslim di seluruh pelosok Indonesia. Pada awalnya, Hari
Santri Nasional ini rencananya akan ditetapkan oleh presiden Jokowi pada tanggal
satu Muharam mengikuti penanggalan Hijriah. Namun karena Nahdlatul Ulama
(NU) – sebagai pengusung utama Hari Santri Nasional- mengajukan tanggal 22
Oktober sebagai hari Santri Nasional, akhirnya Presiden Jokowi mengabulkan
permintaan NU tersebut.
Tanggal tersebut dipilih karena bertepatan dengan penandatanganan Resolusi
Jihad (22 Oktober 1945), yang digagas pendiri NU, KH. Hasyim Asy'ari dan
puluhan Kiai se Jawa-Madura. Resolusi Jihad ini dianggap sebagai ikrar sekaligus
manifestasi dukungan ulama dan para santri terhadap kemerdekaan Indonesia. Di
antara poin penting yang tertuang dalam Resolusi tersebut adalah bahwa membela
tanah air dari penjajah hukumnya fardhu 'ain atau wajib bagi setiap individu dan
yang membela penjajah menjadi kafir. Menurut Said Aqil Siradj, Resolusi Jihad

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 5


memuat seruan-seruan penting yang memungkinkan Indonesia tetap bertahan
serta berdaulat sebagai sebuah Negara.
2.3 Urgensi Hari Santri Nasional
Meski sempat terjadi prokontra terutama kalangan Muhammadiyah yang
sangat gencar menolak hal ini dengan alasan dapat merusak persatuan bangsa
terhadap penetapan Hari Santri Nasional ini, langkah Presiden Jokowi sudah tepat
untuk memberikan penghormatan kepada para santri. Karena jasa-jasa pesantren
di masa lalu yang luar biasa untuk memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal
kokohnya NKRI. Keberadaan HariSantri Nasional dirasa begitu penting karena
untuk mengapresiasi sejarah perjuangan bangsa ini. Hari Santri Nasional tidak
sekadar memberi dukungan terhadap kelompok santri. Justru, inilah apresiasi
negara terhadap sejarahnya sendiri. Hal Ini sesuai dengan ajaran Bung Karno,
bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah. Paling
tidak ada tiga argumentasi utama yang menjadikan
Hari Santri Nasionalsebagai sesuatu yang strategis bagi bangsa ini:
pertama, Hari Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah tentang
Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari. Ini peristiwa penting yang menggerakkan
santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang melawan
pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945. Kedua,Jaringan
santri telah terbukti konsisten menjaga perdamaian dan keseimbangan. Perjuangan
para kiai jelas menjadi catatan sejarah yang strategis, bahkan sejak kesepakatan
tentang darul Islam (daerah Islam) pada pertemuan para kiai di Banjarmasin,
1936. Sepuluh tahun berdirinya NU dan sembilan tahun sebelum kemerdekaan,
kiai-santri sudah sadar pentingnya konsep negara yang memberi ruang bagi
berbagai macam kelompok agar dapat hidup bersama. Ini konsep yang luar biasa
dan patut diapresiasi. Ketiga, Kelompok santri dan kiai-kiai terbukti mengawal
kokohnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Para kiai dan santri selalu berada di garda
depan untuk mengawal NKRI, memperjuangan Pancasila. Pada Muktamar NU di
Situbondo, 1984, jelas sekali tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara.
Bahwa NKRI sebagai bentuk final, harga mati yang tidak bisa dikompromikan.
Dengan demikian, Hari Santri Nasional bukan lagi sebagai usulan

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 6


ataupunpermintaan dari kelompok pesantren. Ini wujud dari penghargaan negara
dan pemimpin bangsa untuk memberikan apresiasi kepada sejarah pesantren,
sejarah perjuangan para kiai dan santri. Kontribusi pesantren kepada negara ini,
sudah tidak terhitung lagi
jumlahnya.
Terlepas dari perbedaan pendapat antara NU dan Muhammadiyah tentang
penetapan Hari Santri Nasional, menurut penulis hal ini merupakan bukti bahwa
nilai tawar santri semakin besar di mata pemerintah. Di sisi lain, hal ini
merupakan apresiasi Negara terhadap kontribusi santri bagi bangsa ini yang patut
disyukuri. Di samping itu, hal ini juga merupakan tantangan sekaligus peluang
bagi kaum santri untuk menunjukkan eksistensinya sebagai instrumen penting
dalam pembangunan pemerintahan ke depan. Peluang dan tantangan ini tentunya
harus dibarengi dengan reformasi total di tubuh santri dan dayah yang selama ini
terkesan tertutup dari dunia luar. Konsep da’wah yangselama ini terkesan
“menunggu bola” juga layak diganti dengan pola “jemput bola” atau door to door
sebagaimana yang dipraktikan oleh jamaah Tabligh. Konsep pendidikan yang
selama ini lebih menitikberatkan pada fiqh dan gramatika Arab juga patut dikaji
ulang. Sejatinya dayah sebagai lembaga pendidikan santri harus lebih tanggap
dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah.
2.4 Nahdlatul Ulama (NU)
Banyaknya perbadaan ideologis dan perbedaan orientasi dalammerespon
fenomena yang ada, baik dalam skala nasional dan internasional khususnya dunia
Islam maka pada tanggal 31 Januari 1926 lahirlah Nahdlatul Ulama sebagai
representatif dari kaum tradisionalis, yang merupakan jawaban dari umat Islam
terhadap problem dan fenomena yang berkembang dalam dunia Islam di
Indonesia dan untuk berkiprah dalam memperkuat barisan kebangkitan naisonal.
Nahdlatul Ulama’ berasal dari bahasa arab. Nahdlatul artinya bangkit atau
bergerak. Nama Nahdlatul Ulama’ adalah usulan dari Ulama’-ulama’ pada zaman
dahulu. Nahdlatul Ulama’ sebagai organisasi masyarakat dan keagamaan yang
mempunyai lambaga yang menggambarkan dasar tujuan dan cita-cita dari
keberadaan organisasi. Nahdlatul Ulama merupakan organisasi keagamaan, ke-
Islaman organisasi ini dirintis para kiai yang berpaham Ahlussunnah Wal

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 7


Jama’ah,sebagai wadah usaha mempersatukan diri dan menyatukan langkah
dalam tugas memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran
Islam dengan merujuk salah satu imam madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali) serta berkidmat kepada bangsa, 16 Negara dan umat islam.
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi terbesar di Indonesia, dan
mempunyai peran strategis dalam membentuk struktur sosial yang ideal. Struktur
organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari para kiai yang merupakan simbiosis
ulama, kiai merupakan sentral figur dalam kehidupan masyarakat. Menghadapi
problem yang menghimpit masyarakat, seperti kemiskinan kebodohan,
imperialisme budaya dan kesewenang-wenangan penguasa, ulama harus tampil
digarda depan. Sangat naif jika ulama hanya bertugas memberi contoh dalam
ritual-ritual keagamaan semata. Sebab esensi ibadah adalah mencakup dua
dimensi, yaitu, dimensi ubudiyah, hubungan individu dengan tuhan, dan dimensi
mu’amalah, hubungan manusia dengan manusia yang lain (sosial), jadi keduanya
harus berjalan secara simultan tanpa menyisihkan salah satunya.
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang lebih menonjolkan sifat
keulamaan dalam arti kepengurusan organisasinya terdiri dari kalangan ulama
atau kiai. Sedang ulama dan kiai sendiri umumnya bekerja dibidang pertanian
yang menetap, kalaupun mereka berdagang mobilitas mereka juga kurang intensif
seperti umumnya pedagang luar jawa. Sejak abad lalu kiai merupakan sisi penting
dalam kehidupan tradisional petani di pedesaan. Sehingga Nahdlatul Ulama harus
mendesain program kerja secara optimal dan membangun visi dan misi yang jelas
untuk mewujudkan tatanan sosial yang benar. Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ atau
organisasi NU adalah suatu Organisasi masyarakat (ORMAS) sebagai sarana
perjuangan para Alim Ulama’ untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang
berhaluansalah satu dari empat madzhab. 17 Tidak hanya itu Nahdlatul Ulama dan
para pendukungnya memainkan peranan aktif dan radikal pada masa perjuangan,
yang mungkin sulit dicocokan dengan reportasi Nahdlatul Ulama sebagai
organisasi yang moderat dan kompromistis.

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 8


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

Penetapan Hari Santri


Nasional oleh Jokowi

Pada saat kampanye


2014, diusulkan diadakan
pada tanggal 1 Muharram

NU menuntut Hari Santri


Pihak Muhammadiyah
Nasionl tanggal 22
menolak
Oktober

Keputusan akhir
penetapan Hari Santri
Nasional

Konflik

Dibutuhkan solusi

Perjelas definisi santri dan


Petisi
non santri
Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 9
3.1 PENJELASAN KERANGKA KONSEPTUAL

Pada saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi menyatakan janjinya untuk


mengadakan Hari Santri Nasional. Jokowi mengusulkan agar hari peringatan ini
diadakan pada tanggal 1 Muharram mengikuti penanggalan Hijriah. Sementara
Nahdlatul Ulama (NU) menuntut agar Hari Santri Nasional diadakan pada tanggal
22 Oktober, bertepatan dengan penandatanganan Resolusi Jihad yang digagaskan
oleh pendiri NU. Namun, pihak dari organisasi Islam lainnya, Muhammadiyah,
menolak keputusan ini karena merasa Jokowi lebih condong ke NU dan juga
khawatirakan semakin tajamnyadikotomi antara Kaum Santri dan Kaum Abangan.

Akhirnya, Presiden Jokowi menetapkan keputusan akhir Hari Santri


Nasional pada tanggal 22 Oktober, sesuai dengan usulan NU. Keputusan Jokowi
ini menimbulkan konflik sehingga dibutuhkan suatu solusi. Penyelesaian masalah
dari kami langsung tertuju pada akar masalahnya yaitu keputusan presiden dengan
cara mengajukan petisi untuk merubah tanggal menjadi tanggal 1 Muharram
sehingga tidak ada yang merasa bahwa keputusan presiden condong kepada NU.
Selain itu kami juga mengusulkan untuk memperjelas siapa itu santri dan non
santri dengan meminimalisir kategorial sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 10


BAB 4
PEMBAHASAN

Tanggal 22 Oktober telah resmi menjadi Hari Santri. Keputusan Presiden


Nomor 22 Tahun 2015 telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Berkaitan dengan perayaan Hari Santri 22 Oktober 2015.
Namun, keputusan penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri tidak lepas
dari pro dan kontra. Keputusan Jokowi ini menimbulkan konflik sehingga
dibutuhkan suatu solusi. Penyelesaian masalah dari kami langsung tertuju pada
akar masalahnya yaitu keputusan presiden dengan cara mengajukan petisi untuk
merubah tanggal menjadi tanggal 1 Muharram sehingga tidak ada yang merasa
bahwa keputusan presiden condong kepada NU.
Meski sempat terjadi pro-kontra terutama kalangan Muhammadiyah yang
sangat gencar menolak hal ini dengan alasan dapat merusak persatuan bangsa
terhadap penetapan Hari Santri Nasional ini, langkah Presiden Jokowi menurut
kami sudah tepat untuk memberikan penghormatan kepada para santri. Karena
jasa-jasa pesantren di masa lalu yang luar biasa untuk memperjuangkan
kemerdekaan serta mengawal kokohnya NKRI. Keberadaan Hari Santri Nasional
dirasa begitu penting karena untuk mengapresiasi sejarah perjuangan bangsa ini.
Keputusan Presiden Jokowi yang menyetujui tanggal yang disarankan oleh NU
lah yang menimbulkan masalah, karena netizen ataupun aktivis Muhammadiyah
berpikir bahwa Presiden memihak dan mengabulkan permintaan NU terkait
penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober. Jika Presiden Jokowi merubah
tangga Hari Santri seperti saran beliau pada awalnya, maka hal tersebut akan
mengurangi konflik yang terjadi antara NU dan Muhammadiyah, karena publik
akan memahami Presiden menetapkan Hari Santri sebagai penghormatan pada
santri dan ulama-ulama di pesantren dahulu yang berjuang demi merdekanya
Negara Indonesia.
Selain itu kami juga mengusulkan untuk memperjelas siapa itu santri dan
non santri dengan meminimalisir kategorial sehingga tidak ada yang merasa
dirugikan. Apresiasi. Sebenarnya jika ditinjau lebih dalam dan dipahami, yang
dimaksud dengan santri berarti seseorang yang mengikuti seorang guru

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 11


kemanapun pergi atau menetap dengan tujuan dapat belajar darinya suatu ilmu
pengetahuan. Adapula yang berpendapat jika kata santri dapat dikonotasikan
sebagai orang-orang yang taat menjalankan dan melaksanakan perintah agama
Islam. Intinya adalah santri merupakan sekumpulan orang yang menuntut ilmu
agama Islam dan berguru pada orang yang lebih mengerti agamanya. Dan
perbedaannya dengan non-santri yakni hanya dari segi mereka menuntut ilmu
bagaiman dan caranya yang bisa saja berbeda, bisa saja tidak berguru di
pesantren. Akan tetapi, intinya santri dan non-santri tentunya adalah orang yang
sama-sama mempelajari agama Islam hanya caranya dan tempat menuntut ilmu
mereka berbeda. Jadi, jika dipahami lebih dalam, tidak ada perbedaan signifikan
dari golongan tersebut, hanya persepsi setiap berbeda. Dengan ditetapkannya Hari
Santri ini bukan berarti Presiden Jokowi memihak dan menganak emaskan para
santri, akan tetapi hal tersebut merupakan apresiasi negara terhadap kontribusi
santri bagi bangsa ini yang patut disyukuri di masa lampau. Di samping itu, hal ini
juga merupakan tantangan sekaligus peluang bagi kaum santri untuk
menunjukkan eksistensinya sebagai instrumen penting dalam pembangunan
pemerintahan ke depan.
Kekurangan dan keterbatasan penulisan terletak pada sumber atau
referensi mengenai fenomena yang didiskusikan. Penulis harus benar-benar
menyeleksi berita mengenai fenomena terkait, apakah berita atau artikel tersebut
memihak golongan tertentu atau tidak.

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 12


BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penyelesaian masalah dari kami langsung tertuju pada akar masalahnya
yaitu keputusan presiden dengan cara mengajukan petisi untuk merubah tanggal
menjadi tanggal 1 Muharram sehingga tidak ada yang merasa bahwa keputusan
presiden condong kepada NU. Selain itu kami juga mengusulkan untuk
memperjelas siapa itu santri dan non santri dengan meminimalisir kategorial
sehingga tidak ada yang merasa dirugikan

5.2 Saran
Kekurangan dan keterbatasan penulisan terletak pada sumber atau
referensi mengenai fenomena yang didiskusikan. Sebaiknya penulis juga harus
menyeleksi berita dengan tepat mengenai fenomena terkait, apakah berita atau
artikel tersebut memihak golongan tertentu atau tidak.

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 13


DAFTAR PUSTAKA

Hari santri nasional : tantangan dan peluang. (2015). Media Aceh. [online]
Tersedia di: http://www1-
media.acehprov.go.id/uploads/Mardhiati__Hari_Santri_Nasional_Tantangan_dan
_peluang.pdf.

Megarani, R. (2010). Strategi Pemberdayaan Santri di Pondok Pesantren


Hidayatullah Donoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. [online] Tersedia di:
http://digilib.uin-suka.ac.id/5117/1/BAB%20I,IV,%20DAFTAR
%20PUSTAKA.pdf.

Subki, Subki (2013) Integrasi Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren


Tradisional (Studi Kasus Pondok Pesantren al-Anwar Kecamatan Sarang
Kabupaten Rembang). Masters thesis, IAIN Walisongo.

Dharmawan, Fajar Arif (2011) PENGARUH NAHDLATUL ULAMA' TERHADAP


PENDIDIKAN ISLAM NON FORMAL DI MASYARAKAT
GEDANGAN. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Makalah Filsafat Ilmu Kelompok 10 14

Anda mungkin juga menyukai