Anda di halaman 1dari 49

 Istilah “odontologi forensik” yang memiliki nama lain forensic

dentistry, tersusun dari paduan kata-kata yang berasal dari


bahasa Yunani yaitu “odons” yang berarti gigi dan “logis” yang
berarti ilmu pengetahuan, serta dari bahasa Romawi yaitu
“forensik” yang berarti berhubungan dengan pengadilan
 Identifikasi berdasarkan gigi-geligi pada korban yang tidak
diketahui (dental identification of unknown body).
 Perbandingan bekas gigitan (bitemark comparison).
 Trauma pada jaringan rongga mulut (Trauma in oral tissue),
yang terkait dengan permasalahan hukum (legal matter).
 Kelalaian pada praktek kedokteran gigi (Dental negligence).
Identifikasi forensik dengan menggunakan jaringan
gigi alat identifikasi forensik, hal yang tidak asing
lagi. Salah satu kasus yang terkenal menurut
Heinemann, sebagaimana dikutip oleh Svensson
(2002):identifikasi jasad pemimpin Nazi Jerman
Adolf Hitler, berdasarkan sisa gigi dan gigi
jembatan (dental bridges) yang dimilikinya
 Undang-undang Republik Indonesia No. 36
tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 118
menyebutkan bahwa mayat yang tidak dikenal
harus dilakukan upaya identifikasi dan
pemerintah daerah dan masyarakat
bertanggung jawab atas upaya identifikasi.
 Identifikasi diperlukan karena status kematian
korban memiliki dampak yang cukup besar
pada berbagai aspek kehidupan (aspek
kemanusiaan, aspek sosial, aspek hukum, aspek
ekonomi, aspek budaya) pada keluarga yang
ditinggalkan.
 Identifikasi forensik juga merupakan upaya
yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas
seseorang.
 Identifikasi personal sering merupakan suatu
masalah dalam kasus pidana maupun
perdata.
 Menentukan identitas personal dengan tepat
 penting dalam penyidikan  kekeliruan
dapat berakibat fatal dalam proses peradilan
 Primary Identifier (PI) yang terdiri dari sidik
jari, odontologi, dan DNA
 Secondary Identifier (SI) yang terdiri dari
medis, aksesoris, dan fotografi.
Identifikasi disebut sah dan benar apabila
telah berhasil diuji oleh minimal satu Primary
Identifier atau dua Secondary Identifier.
(Interpol)
 Pemeriksaan odontologi pada korban hidup dapat dilakukan
dengan metode non- invasif (tanpa etraksi) misalnya
radiografis, sedangkan pada korban mati dapat dilakukan
dengan semua jenis metode karena pada korban mati dapat
dilakukan ekstraksi gigi. Pada korban mati dipilih metode
radiografi ekstraoral panoramik
 Jumlah korban pada saat kejadian
bencana juga mempengaruhi pemilihan
metode yang akan digunakan untuk
identifikasi uisa korban.
 Pada kasus tunggal, dapat dipilih lebih
dari satu metode yang sesuai dengan
karakteristik usia untuk memastikan usia
korban agar hasilnya lebih akurat.
 Namun, pada bencana masal yang
biasanya menimbulkan banyak korban
jiwa dan waktu yang terbatas untuk
identifikasi maka hanya dapat dipilih satu
metode yang paling efektif dan efisien.
Contohnya pada kasus bencana alam
gunung meletus atau kecelakaan kapal laut,
maka dapat menggunakan pemeriksaan
radiografis atau klinis yag lebih sederhana
dan singkat dibandingkan dengan metode
biokimiawi dan histologi
 Peranan odontologi forensik yang merupakan Primary
Identifier dalam mengidentifikasi korban yang tidak memiliki
identitas sangat penting dan memberikan kontribusi yang
tinggi.
 Pada bencana masal tenggelamnya kapal KM. Senopati
Nusantara di perairan Rembang, Jawa Tengah pada tahun 2006,
 korban yang dapat teridentifikasi hanya 13 dari 36 penemuan
jenazah karena lamanya waktu penemuan jasad jenazah
sehingga proses pembusukan cepat terjadi
 Dari 13 jenazah yang teridentifikasi, 3 jenazah (23%)
teridentifikasi melalui data kombinasi pemeriksaan primer dan
sekunder. Pemeriksaan primer yang digunakan untuk
mengidentifikasi ketiga jenazah tersebut adalah pemeriksaan
gigi (dental record) sebanyak 2 jenazah (66,7%) dan
pemeriksaan DNA (33,3%)
 bencana masal kecelakaan pesawat Garuda GA
200 PK-GZC Boeing 737- 400 jurusan Jakarta -
Yogyakarta, saat melakukan pendaratan.
 Pesawat yang membawa 133 penumpang dan 7
awak pesawat ini terbakar dan menewaskan 21
penumpangnya (20 penumpang, 1 kru pesawat).
 Dua puluh dari 21 jenazah yang ditemukan (95%)
mengalami kondisi menjadi separuh arang dan
hanya 1 jenazah yang relatif tidak menjadi arang.
 Sebanyak 14 jenazah (66,7%) murni
teridentifikasi hanya dengan pemeriksaan
primer (Primary Identifier) berdasarkan data gigi
(dental record)
 Sisanya sebanyak 6 jenazah (33,3%) teridentifikasi melalui
kombinasi pemeriksaan primer dan sekunder. Dari 6 jenazah
ini, pemeriksaan primer berdasarkan data gigi berhasil
mengidentifikasi semua identitas jenazah. Sehingga
pemeriksaan primer menggunakan data gigi pada kecelakaan
pesawat ini mampu mengidentifikasi 20 jenazah dari total 21
jenazah (95%)
 jumlah gigi orang dewasa berjumlah 32
gigi, yang tersusun secara proporsional
pada masing-masing rahang atas dan
bawah, yakni terdapat dua insisivus, satu
kaninus, dan dua atau tiga molar.
 Pada anak-anak terdapat dua puluh gigi
dengan dua insisivus dan satu kaninus serta
dua molar pada masing-masing kuadran
(Rhine, 2008).
 gigi geligi dapat digunakan untuk
menentukan perkiraan atau estimasi dari:
 Usia
 Jenis kelamin
 Ras
 Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai
usia 15 tahun.
 Pertumbuhan gigi desidua diawali pada minggu ke 6
intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12–16
minggu dan berlanjut setelah bayi lahir.
 Trauma pada bayi dapat merangsang stress
metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel
gigi.
 Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang
memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai
neonatal line.
 Neonatal line ini akan tetap ada walaupun seluruh
enamel dan dentin telah dibentuk .
 Ketika ditemukan mayat diduga bayi, dan ditemukan
garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah pernah
dilahirkan sebelumnya
Amalia Widya Larasati, Muhammad Galih Irianto, Eka Cania Bustomi I Peran Pemeriksaan Odontologi Forensik Dalam
Mengidentifikasi Identitas Korban Bencana Masal

Tabel 1. Umur Timbulnya Gigi16 dapat dipilih satu metode yang paling efektif
Jenis Gigi Usia dan efisien. Contohnya pada kasus bencana
Gigi susu/sulung alam gunung meletus atau kecelakaan kapal
I1 6-8 bulan laut, maka dapat menggunakan pemeriksaan
I2 7-9 bulan radiografis atau klinis yag lebih sederhana dan
M1 12-15 bulan
singkat dibandingkan dengan metode
C 16-18 bulan
M2 20-24 bulan
biokimiawi dan histologi. Selain itu, teknologi
Gigi tetap radiografi digital juga memungkinkan
M1 7 tahun penyingkatan waktu pemeriksaan karena tidak
I1 8 tahun memerlukan pencucian film.5
I2 9 tahun Bencana masal yang terjadi di daerah
P1 10 tahun pedalaman, akan menyulitkan penyediaan
P2 11-13 tahun sarana pemeriksaan secara radiografi, histologi
M2 11-15 tahun dan biokimiawi. Sehingga untuk
M3 18-20 tahun mengidentifikasi korban bencana masal yang
berada di pedalaman dipilih metode klinis
Prakiraan usia dengan pemeriksaan dengan perhitungan jumlah dan pola erupsi
gigi korban dapat dilakukan dengan empat gigi untuk usia anak sampai remaja dan
metode, yaitu pemeriksaan klinis, radiografis, metode pola dan derajat atrisi pada individu
histologi, atau biokimawi. Masing-masing usia dewasa.15,20
metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan Keausan permukaan gigi merupakan
masing-masing. Pemilihan metode dilakukan kriterium selanjutnya dalam penentuan usia.
berdasarkan status individu (hidup atau mati), Untuk itu disusun 5 derajat keausan gigi:16
i gigi (Lutviandari, 2007)

RAHANG ATAS RAHANG BAWAH


GIGI
Erupsi Akar lengkap Erupsi Akar lengkap
(Bulan) (Tahun) (Bulan) (Tahun)

Gigi susu :
Incisivus 1 7,5 1,5 6 1,5
Incisivus 2 9. 2 7 1,5
Caninus 18. 3,25 16 3,25
Molar 1 14. 2,5 12. 2,25
Molar 2 24 3 20 3

Gigi Permanen :
Incisivus 1 7–8 10 6–7 9
Incisivus 2 8–9 11 7–8 10
Caninus 11 – 12 13 – 15 9 – 10 12 – 14
Premolar 1 10 – 11 12 – 13 9. – 12 12 – 13
Premolar 2 10 – 12 12 – 14 10–12 13 – 14
Molar 1 6–7 9 – 10 7 - 11 9 – 10
Molar 2 12 – 13 14 – 16 11 – 13 14 – 15
Molar 3 17 – 21 18 - 25 17-21 18 - 25
 Penentuan jenis kelamin pada prinsipnya tidak dapat
dilepaskan dari istilah Dimorfisme seksual.
 Dimorfisme berasal dari bahasa yunani di berarti berganda,
morphe berarti bentuk.
 Dalam antropologi ragawi istilah dimorfisme dipakai untuk
melukiskan perbedaan antara organisme pria dan wanita, yang
nyata dalam morfologi, fisiologi dan kondisi psikis.
 Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis
kelamin termasuk penentuan jenis kelamin secara somatis.
 Gigi geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus
mandibulanya. Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus,
mesio distal pada wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm,
sedangkan pada pria lebih dari 7 mm.
 Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk
membedakan jenis kelamin (Eckert, 1997). Selain itu
penentuan jenis kelamin dari pemeriksaan gigi dapat
dilakukan dengan memakai metode “Fluoresensi chromosom Y”
 Banyak ahli antropologi mengklasifikasikan ras manusia untuk
membedakan ras yang satu dengan yang lainnya, sebagaimana
yang dilakukan oleh Coon seperti disampaikan oleh Daldjoeni
(1991). Coon membedakan ras manusia menjadi lima
kelompok ras primer, yaitu ras kaukasoid (putih), ras
mongoloid (kuning), ras negroid (hitam), ras australid (hitam),
ras kapid (coklat kekuning-kuningan).
Anatomi gigi-geligi, pada 3 ras besar di
dunia:
Ras Caucasoid.
 Dengan ciri yang dominan adalah pada
gigi Premolar 2 bawah (P2) : mesio-distal
memanjang.
 Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan
pada molar 1.
 Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada
gigi premolar kedua dari mandibula. Cusp carabelli pada Molar 1
 Maloklusi pada gigi anterior. atas (Sumber: Eckert, 1997)
 Palatum sempit, mengalami elongasi,
berbentuk lengkungan parabola.
 Dagu menonjol.
 Gambaran gigi untuk ras mongoloid
adalah sebagai berikut:
 Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada
maksila berbentuk sekop pada 85-99%.
 Dens evaginatus, yakni aksesoris
berbentuk tuberkel pada permukaan
oklusal premolar bawah pada 1-4% ras
mongoloid.
 Akar distal tambahan pada molar 1
mandibula ditemukan pada 20%
mongoloid.
 Lengkung palatum berbentuk elips. Insisivus berbentuk sekop
 Batas bagian bawah mandibula (Sumber: Eckert, 1997)
berbentuk lurus.
Gambaran anatomi gigi menurut
Eckert (1997), untuk ras negroid
adalah sebagai berikut:
 Pada gigi premolar 1 dari mandibula
terdapat dua sampai tiga tonjolan.
 Sering terdapat open bite.
 Palatum berbentuk lebar.
 Protrusi bimaksila.

Contoh open bite sebagaimana yang sering


terdapat pada ras negroid (Sumber:
http://www.kiferdentalspecialist.com/
braces-malocclusionphp)
 Keausan permukaan gigi merupakan kriterium
selanjutnya dalam penentuan usia. Untuk itu
disusun 5 derajat keausan gigi:
0. Tidak terlihat keausan sama sekali;
1. Enamel aus sedikit, tetapi tonjolan kunyah
masih utuh;
2. Pada bbeberapa tempat telah terlihat
beberapa dentin berwarna kuning;
3. Pada seluruh permukaan enamel telah aus
4. Sebagian besar mahkota gigi telah aus
s.d. leher gigi
 Komparasi antara data postmortem
(hasil pemeriksaan korban) dan data
antemortem (data gigi sebelumnya
yang pernah dibuat korban salah
satunya dari odontogram).
dapat berupa:
 Dental record, keterangan tertulis tentang keadaan gigi pada
pemeriksaan, pengobatan, atau perawatan gigi.
 Foto rontgen gigi.
 Cetakan gigi.
 Prothesis gigi atau alat ortodonsi.
 Foto close up muka atau profil daerah gigi atau mulut.
 Keterangan dari keluarga atau rekan terdekat korban yang
diambil di bawah sumpah.
1. Klinik gigi rumah sakit
pemerintah/TNI- Polri dan
swasta.
2. Puskesmas.
3. Rumah Sakit Pendidikan
Universitas/Fakultas
Kedokteran Gigi.
Sumber Freemann, 2010
4. Klinik gigi swasta.
5. Praktik pribadi dokter gigi.
Untuk data postmortem, yang perlu dicatat pada pemeriksaan
gigi adalah:
1. Gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang tidak ada
apakah lama atau baru terjadi.
2. Gigi yang ditambal, jenis bahan dan kalsifikasinya.
3. Anomali bentuk dan posisi gigi.
4. Karies atau kerusakan gigi yang ada.
5. Jenis dan bahan restorasi, perawatan dan rehabilitasi yang
mungkin ada.
6. Atrisi atau pengikisan dataran kunyah karena proses
mengunyah. Derajat atrisi akan berbanding lurus dengan usia.
7. Pertumbuhan gigi molar ketiga.
 Di Indonesia, untuk memperoleh data gigi antemortem masih
merupakan hal yang sulit karena tidak semua individu terarsipkan
data mengenai giginya. Hanya beberapa profesi yang memiliki
keterangan tertulis mengenai gigi, misalnya TNI dan pekerja di
dunia penerbangan.
 Apabila data antemortem tidak dimiliki, maka identifikasi dengan
sarana gigi tidak bisa mencapai sampai tingkat individu melainkan
hanya dapat memprakirakan usia, ras, dan ciri-ciri khas gigi dari
korban.
 Selain itu, teknologi radiografi digital juga memungkinkan
penyingkatan waktu pemeriksaan karena tidak memerlukan
pencucian film
 Bencana masal yang terjadi di daerah pedalaman, akan
menyulitkan penyediaan sarana pemeriksaan secara
radiografi, histologi dan biokimiawi. Sehingga untuk
mengidentifikasi korban bencana masal yang berada di
pedalaman dipilih metode klinis dengan perhitungan jumlah
dan pola erupsi gigi untuk usia anak sampai remaja dan
metode pola dan derajat atrisi pada individu usia dewasa
 Rekam gigi (dental record) merupakan
prioritas pemeriksaan utama terutama
pada bencana masal seperti halnya
kebakaran.
 Hal ini mengingat keutuhan gigi pada
korban kebakaran masih baik, di saat
pemeriksaan primer (Primary Identifier)
menggunakan data sidik jari sulit
dilakukan.
 Sedangkan pemeriksaan DNA, walaupun
bersifat sensitif dan memerlukan waktu
yang lama dan biaya yang relatif mahal
sehingga akan sulit diaplikasikan pada
bencana masal yang memiliki jumlah
korban yang banyak
 Memberikan gambaran umum keadaan gigi dan mulut pasien
 Dokumen legal yang dapat melindungi dokter gigi dan pasien
 Resume keadaan gigi dan mulut
 Dasar perencanaan perawatan
 Bahan penelitian
 Sarana identifikasi
 Penulisan menggunakan FDI (Federation Dentaire
Internationale) Numbering System.
 Permukaan/lokasi/posisi karies/tambalan wajib diisi: MODVL
M=Mesial, O=Oclusal, D=Distal, V=Vestibular, L=Lingual
 Restorasi gigi digunakan warna hitam putih.
 Restorasi yang mempunyai warna sama dengan gigi,
digunakan tanda arsir, dan dijelaskan pada tabel.
 Restorasi logam atau amalgam, digunakan warna hitam penuh.
 Inlay digambarkan sama dengan tambalan, namun dirinci pada
tabel.
Jika akan digunakan warna, maka:
 Untuk logam berwarna emas: warna merah
 Untuk amalgam/logam biasa: warna hitam
 Untuk restorasi berwarna sama dengan gigi: warna hijau
 Untuk fissure sealant (restorasi pencegahan)= warna merah
muda
 Singkatan permukaan/lokasi/posisi karies atau tambalan
ditulis dengan huruf kapital/besar, di depan singkatan yang
lain. Misal: O car (Occlusal caries); MO amf (Mesial Occlusal
Amalgam Filling);
 Singkatan kondisi lain (keadaan gigi, bahan restorasi, restorasi,
dan protesa) ditulis dengan huruf kecil;
 Bila satu gigi memiliki dua atau lebih keterangan akan kondisi
giginya, maka tiap singkatan dari kondisi gigi tersebut diberi
tanda (-). Misal: gigi 16: O cof-rct; gigi 46: mis-pon-pob;
 Keterangan tambahan tentang kondisi gigi yang tidak terdapat
pada daftar singkatan, bisa ditambah tanda (“…..”).
misal: gigi 12: cfr “1/2 insisal” (crown fracture “1/2 insisal”)
Pemeriksaan odontologi forensik merupakan pemeriksaan yang
memiliki peranan penting dan termasuk kategori pemeriksaan
primer untuk mengidentifikasi identitas korban akibat bencana
masal

Anda mungkin juga menyukai