Anda di halaman 1dari 118

Fungsi Pajak di Indonesia

Berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, penerimaan


perpajakan masih menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara yang mencapai 85.6%
dari total pendapatan negara dan masih berpotensi untuk terus ditingkatkan.

Sedikitnya, negara kita memiliki tiga sumber utama pembiayaan, yaitu: pinjaman luar
maupun dalam negeri, penjualan sumber daya alam, dan pajak.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang. Manfaat pajak memang tidak dapat dirasakan langsung oleh para pembayar pajak,
karena menyelesaikan pelbagai permasalahan di negeri yang kita cintai ini, seperti
kemiskinan, keamanan sampai kemakmuran.

Untuk mengenal lebih jauh tentang jenis-jenis pajak yang berlaku dari Sabang sampai
Merauke, pertama kita harus menentukan dari perspektif mana pajak akan kita lihat.

Apakah dari sudut berdasarkan sifatnya, berdasarkan objek/subyeknya, berdasarkan lembaga


pemungutnya, atau lainnya.

Jenis-jenis Pajak di Indonesia

Perspektif yang diangkat dalam bahasan kali ini adalah penggolongan pajak berdasarkan
lembaga pemungutnya, dalam hal ini adalah Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat sebagian besar melalui
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan unit vertikal dibawahnya.

Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di
tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang diadministrasikan oleh Dinas/Badan
Pendapatan Daerah (setiap kota/kabupaten memiliki nama yang beragam) setempat.

Adapun pajak yang dikelola oleh DJP meliputi:

 #1 Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.

Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Dengan demikian, maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium,
hadiah, dan lain sebagainya.

Adapun jenis-jenis PPh adalah PPh Pasal 15, PPh Pasal 19, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh
Pasal 23, PPh Pasal 24, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 29 dan PPh Final Pasal 4 ayat
2.
#2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia).

Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak dikenakan PPN.

Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.

Mekanisme PPN Indonesia

Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP
yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau penggantian, dan membuat
Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
 PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi
PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).
 Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan
PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang
dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung
dengan kegiatan usahanya.
 Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar
dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila
jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut
dapat di kompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada
akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU No. 42
Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
 Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN
(SPT Masa PPN) setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

#3 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang Kena Pajak tertentu yang tergolong
mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah adalah:

 Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau


 Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
 Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi;
atau
 Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
 Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta
mengganggu ketertiban masyarakat.

#4 Bea Meterai (BM)

Anda pernah membeli meterai tempel Rp6000 di Kantor Pos atau di tempat fotokopi?
Apabila pernah, ternyata kita pernah bersentuhan langsung dengan benda materai yang
disahkan penggunaannya oleh negara.

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

Cara pelunasan BM ada dua, yaitu:

 Pertama, Benda Meterai (meterai tempel dan kertas meterai).


 Kedua, dengan cara lain yang ditetapkan Menteri Keuangan (mesin teraan meterai,
teknologi percetakan dan sistim komputerisasi).

Dokumen yang Terutang Bea Materai

Dokumen yang dikenakan Bea Meterai adalah dokumen yang berbentuk:

No. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai Besaran Bea Meterai

Surat perjanjian dan surat-surat lainnya


(surat kuasa, surat hibah, dan surat
pernyataan) yang dibuat dengan tujuan Dikenakan Bea Meterai dengan tarif
1
untuk digunakan sebagai alat pembuktian Rp6.000
mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata

Dikenakan Bea Meterai dengan tarif


2 Akta-akta Notaris termasuk salinannya
Rp6.000

Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat


Dikenakan Bea Meterai dengan tarif
3 Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk
Rp6.000
rangkap-rangkapnya

Surat yang memuat jumlah uang, yaitu: Jika harga nominal:

 yang menyebutkan penerimaan  sampai dengan Rp250.000, maka


uang; tidak dikenakan Bea Meterai;
4
 yang menyatakan pembukuan uang  lebih dari Rp250.000 sampai dengan
atau penyimpanan uang dalam Rp1.000.000, maka dikenakan Bea
rekening di bank; Meterai dengan tarif Rp3.000;
 yang berisi pemberitahuan saldo  lebih dari Rp1.000.000, maka
No. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai Besaran Bea Meterai

dikenakan Bea Meterai dengan tarif


Rp6.000
rekening di bank; atau
 yang berisi pengakuan bahwa utang  *Catatan: Jika harga nominal dinyatakan
uang seluruhnya atau sebagiannya dalam mata uang asing, maka harga
telah dilunasi atau diperhitungkan. nominal harus dikalikan dengan Kurs
Menteri Keuangan yang berlaku pada saat
dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf
(d) dan (e) PP 24 Tahun 2000)
Jika harga nominal:

 sampai dengan Rp250.000, maka


tidak dikenakan Bea Meterai;
 lebih dari Rp250.000 sampai dengan
Rp1.000.000, maka dikenakan Bea
Meterai dengan tarif Rp3.000;
Surat berharga seperti wesel, promes, dan  lebih dari Rp1.000.000, maka
5 dikenakan Bea Meterai dengan tarif
aksep
Rp6.000

*Catatan: Jika harga nominal dinyatakan


dalam mata uang asing, maka harga
nominal harus dikalikan dengan Kurs
Menteri Keuangan yang berlaku pada saat
dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf
(d) dan (e) PP 24 Tahun 2000)
Dokumen yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu:
Dikenakan Bea Meterai dengan tarif
Rp6.000
 surat-surat biasa dan surat-surat
kerumahtanggaan;
*Catatan: Jika dokumen awalnya tidak
 surat-surat yang semula tidak
6 terutang Bea Meterai, tetapi kemudian
dikenakan Bea Meterai,
dokumen tersebut digunakan untuk alat
berdasarkan tujuannya, jika
pembuktian di pengadilan, maka atas
digunakan untuk tujuan lain atau
dokumen tersebut harus dilakukan
digunakan oleh orang lain, selain
pemeteraian kemudian.
dari maksud semula.

Dikenakan Bea Meterai dengan tarif


7  Cek, Bilyet, Giro
Rp3.000
8 Efek dengan nama dan dalam bentuk Jika harga nominal:
apapun
 sampai dengan Rp1.000.000,
dikenakan Bea Meterai dengan tarif
Rp3.000;
No. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai Besaran Bea Meterai

 lebih dari Rp1.000.000, dikenakan


Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

Jika harga nominal:

 sampai dengan Rp1.000.000,


Sekumpulan efek dengan nama dan dalam
dikenakan Bea Meterai dengan tarif
9 bentuk apapun yang tercantum dalam surat
Rp3.000;
kolektif
 lebih dari Rp1.000.000, dikenakan
Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

#5 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan, pemanfaatan dan/atau penguasaan atas
tanah dan/atau bangunan.

Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan, di mana pengertian bumi dan/atau bangunan
adalah sebagai berikut:

“Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut
wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sedangkan bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.”

Adapun yang bukan termasuk objek PBB adalah:

 Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,


kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang nyata-nyata tidak dimaksudkan
untuk memperoleh keuntungan;
 Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
 Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak;
 Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik;
 Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi Internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.

Sebenarnya terdapat 5 (lima) sektor pajak dalam lingkup PBB, yaitu: Sektor Pedesaan,
Perkotaan, Perkebunan, Pertambangan dan Perhutanan.
Namun, berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (PDRD)  mulai 1 Januari 2014, PBB Perdesaan dan Perkotaan (sektor P2) telah
menjadi Pajak Daerah.

Sedangkan untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan (Sektor P3) masih tetap
merupakan Pajak Pusat. Adapun pembahasan mengenai Sektor P3, akan kami sampaikan di
lain kesempatan.

Pajak-pajak yang Dipungut oleh Pemerintah Daerah

Terdapat beberapa jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, baik tingkat propinsi
maupun kabupaten/kota, sebagai berikut:

Lembaga Pemungut Pajak Tingkat


Jenis Pajak
Pemerintah Daerah
 Pajak Kendaraan Bermotor
 Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Pajak Propinsi
Bemotor
 Pajak Air Permukaan
 Pajak Rokok

 Pajak Hotel
 Pajak Restoran
 Pajak Hiburan
 Pajak Reklame
 Pajak Penerangan Jalan
 Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan
 Pajak Parkir
Pajak Kabupaten/Kota  Pajak Air Tanah
 Pajak sarang Burung Walet
 Pajak Bumi dan Bangunan
perdesaan dan perkotaan
 Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan (BPHTB)
 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pedesaan dan Perkotaan

Jangan Hanya Bayar Pajak, Ketahui dan Pahami Jenisnya!

Berdasarkan kewenangan pemungutannya, pemanfaatan pajak pusat adalah dialokasikan


untuk seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan pajak daerah diperuntukkan sesuai kebutuhan
kabupaten/kota yang bersangkutan.
Itulah sebabnya mengapa aturan pajak daerah berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya, Sahabat-
sahabat dapat mengkaji secara mandiri Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Semua jenis pajak tersebut, pada praktiknya bisa dibagi lagi ke dalam beberapa jenis,
tergantung penerapannya terhadap kondisi di lapangan.

Nah, sebagai warga negara yang baik apalagi sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), sudah sepantasnya kita mempunyai wawasan dan pengetahuan mengenai aspek-
aspek perpajakan di Indonesia, mulai dari cara menghitung, menyetor dan melapor.

Kewajiban Pajak

Meskipun sudah mengetahui kewajiban membayar pajak yang perlu ditaati, masyarakat
terkadang belum mengenal peran pajak dalam kehidupan bernegara.

Padahal sesungguhnya membayar pajak merupakan sebuah wujud nyata peran serta
masyarakat dalam pembangunan bangsa.

Mengapa demikian?

Pajak dipungut dari masyarakat untuk dimanfaatkan guna membiayai pembangunan negeri
tercinta ini. Mulai dari pembangunan infrastruktur, keuangan, dan masih banyak lagi.
Dengan demikian jelas bahwa kita sebagai masyarakat memiliki tanggung jawab untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak ke pihak terkait.

Sayangnya, masih banyak yang belum memahami pentingnya pajak beserta istilah-istilah di
dalamnya. Padahal pengetahuan ini dapat membantu Anda dalam pemenuhan kewajiban
pajak.

Jika masih bingung, Anda dapat mempelajari beberapa istilah dalam pajak melalui TTS dari
Finansialku berikut ini:

Istilah dalam Pajak

Nah, sebagai warga negara Indonesia yang baik, maka sudah sewajarnya Anda memenuhi
kewajiban perpajakan.

Selain itu, penting juga untuk mengenal beberapa istilah dalam pajak agar Anda lebih paham
tentang administrasi perpajakan ini:

#1 Pajak

Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

#2 Wajib Pajak

Orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

#3 Badan

Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

#4 Pengusaha

Orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

#5 Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya.

#6 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

#7 Masa Pajak

Jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan
dalam undang-undang.

#8 Tahun Pajak

Jangka waktu 1 tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak
sama dengan tahun kalender.

#9 Pajak yang Terutang

Pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam
Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

#10 Surat Pemberitahuan

Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

#11 Surat Pemberitahuan Masa

Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

#12 Surat Pemberitahuan Tahunan

Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
#13 Surat Setoran Pajak

Bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir
atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

#14 Surat Ketetapan Pajak 

Surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar.

#15 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 

Surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak
yang masih harus dibayar.

#16 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan 

Surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

#17 Surat Ketetapan Pajak Nihil 

Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

#18 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar 

Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

#19 Surat Tagihan Pajak 

Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau
denda.

#20 Surat Paksa 

Surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. 

#21 Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan

Pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang
dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

#22 Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai 


Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang
dikurangkan dari pajak yang terutang.

#23 Pekerjaan Bebas 

Pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha
untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

#24 Pemeriksaan

Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

#25 Bukti Permulaan 

Keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat
memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak
pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.

#26 Pemeriksaan Bukti Permulaan 

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan
telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

#27 Penanggung Pajak 

Orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil
yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

#28 Pembukuan 

Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

#29 Penelitian 

Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat


Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan
dan penghitungannya.

#30 Penyidikan 
Tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 

#31 Penyidik

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

#32 Surat Keputusan Pembetulan 

Surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat
dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

#33 Surat Keputusan Keberatan 

Surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

#34 Putusan Banding 

Putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang
diajukan oleh Wajib Pajak.

#35 Putusan Gugatan 

Putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

#36 Putusan Peninjauan Kembali 

Putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib
Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari
badan peradilan pajak.

#37 Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak 

Surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk
Wajib Pajak tertentu.

#38 Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga 

Surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib
Pajak.
#39 Tanggal Dikirim 

Tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara
langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara
langsung.

#40 Tanggal Diterima 

Tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung
adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

Keberadaan Dirjen Pajak di Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak atau DJP) adalah salah satu direktorat jenderal di
bawah Kementerian Keuangan Indonesia yang memiliki tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan.

Tugas DJP sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK /01/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan adalah merumuskan dan melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan.

Tugas Dirjen Pajak di Indonesia

Adapun tugas masing-masing di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak):

#1 Sekretariat Direktorat Jenderal

Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan


pemberian dukungan administrasi kepada semua unsur di lingkungan direktorat jenderal.

#2 Direktorat Peraturan Perpajakan I

Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peraturan


Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Tidak Langsung
Lainnya, dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

#3 Direktorat Peraturan Perpajakan II

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di


bidang peraturan Pajak Penghasilan, perjanjian dan kerja sama perpajakan internasional,
bantuan hukum, pemberian bimbingan dan pelaksanaan bantuan hukum, dan harmonisasi
peraturan perpajakan. 

#4 Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di


bidang pemeriksaan dan penagihan perpajakan.

#5 Direktorat Intelijin dan Penyidikan


Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang intelijen dan penyidikan perpajakan.

#6 Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di


bidang ekstensifikasi dan penilaian perpajakan.

#7 Direktorat Keberatan dan Banding

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di


bidang keberatan dan banding.

#8 Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di


bidang penyuluhan, pelayanan, dan hubungan masyarakat. 

#9 Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di


bidang teknologi informasi perpajakan.

#10 Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi

Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi


teknologi komunikasi dan informasi.

#11 Direktorat Transformasi Proses Bisnis

Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi


proses bisnis.

#12 Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di


bidang kepatuhan internal dan transformasi sumber daya aparatur.

Fungsi Dirjen Pajak di Indonesia

Adapun beberapa fungsi Direktorat Jenderal Pajak:

1. Perumusan kebijakan di bidang perpajakan.


2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan.
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perpajakan.
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan.
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
Pajak PPh Pasal 21

Sebelum membahas mengenai biaya jabatan, sebelumnya Anda harus mengetahui dulu
tentang pajak PPh 21.

Apa itu Pajak PPh 21?

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, PPh 21 adalah pajak
atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.

Secara singkat, PPh 21 merupakan pajak yang dikenakan untuk setiap penghasilan yang
diperoleh subjek pajak.

Subjek pajak sendiri adalah pihak yang memiliki penghasilan. Oleh karena itu, setiap
karyawan, pegawai, atau pekerja yang memperoleh gaji wajib membayarkan pajak
penghasilan (PPh 21). 

Dalam PPh 21 terdapat beberapa pengurangan yang diperbolehkan diambil dari pendapatan
bruto pegawai tetap diantaranya adalah:

1. Biaya jabatan, biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.


2. Iuran pensiun, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh pegawai
kepada dana pensiun.
3. Iuran Jaminan Hari Tua, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh
pegawai kepada badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua
yang dipersamakan dengan dana pensiun.

Pengertian Biaya Jabatan dalam PPh 21

Mungkin Anda sering mendengar istilah biaya jabatan, terutama jika Anda adalah seorang
pegawai, baik karyawan swasta maupun pegawai negeri sipil. Tapi tahukah Anda apa yang
dimaksud dengan biaya jabatan itu?

Biaya jabatan adalah istilah perpajakan yang berhubungan dengan PPh 21 pribadi.

Secara umum definisi biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja
sebagai pegawai tetap tanpa memandang tingkatan jabatannya.

Oleh karena itu, baik staf biasa maupun direktur utama akan mendapatkan pengurangan biaya
jabatan ini.

Biaya jabatan ini telah diatur dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan.

Menurut Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, besaran biaya jabatan adalah
sebesar 5% dari penghasilan bruto setahun. Dengan pengurangan setinggi-tingginya sebesar
Rp500.000 sebulan atau Rp6.000.000 setahun.
Ketentuan Biaya Jabatan Bagi Karyawan Tetap

Ketentuan mengenai besaran biaya jabatan yang dikurangi dari penghasilan bruto pegawai
tetap diatur dalam PMK Nomor 250/ PMK.03/ 2008 yang isinya adalah:

1. Jika pada awal tahun sudah berstatus pegawai tetap, maka biaya jabatan dihitung dari
bulan Januari sampai dengan akhir tahun saat yang bersangkutan berhenti bekerja.
2. Jika seorang baru diangkat sebagai pegawai tetap dalam tahun takwim, maka biaya
jabatan dihitung sejak bulan pengangkatan sampai akhir tahun atau status berhenti
bekerja.
3. Jika seorang berhenti bekerja dalam tahun takwim, maka biaya jabatan dihitung dari
bulan Januari sampai dengan bulan saat yang bersangkutan berhenti bekerja.

Perhitungan Biaya Jabatan dalam PPh 21

Di bawah ini terdapat 2 contoh kasus bagaimana perhitungan biaya jabatan dalam PPh 21. 

# Contoh 1

Arsyad menerima gaji setiap bulan sebesar Rp4.000.000. Ditambah dengan tunjangan makan
sebesar Rp600.000 per bulannya.

Maka biaya jabatan yang ditanggung Arsyad setiap bulannya adalah:

Gaji Setiap Bulan: Rp4.000.000

Tunjangan Makan: Rp600.000

Gaji Bruto Setiap Bulan: Rp4.600.000

Biaya Jabatan: Rp4.600.000 x 0,05 = Rp230.000

Sehingga, biaya jabatan yang ditanggung Arsyad setiap bulannya adalah sebesar Rp230.000.

Jika biaya jabatan dihitung per tahun maka tarif biaya jabatannya adalah sebesar:

Total Gaji Setahun: Rp48.000.000

Tunjangan Makan: Rp7.200.000

Gaji Bruto Setahun: Rp55.200.000

Biaya Jabatan: Rp55.200.000 x 0,05 = Rp2.760.000

Jadi, tarif biaya jabatan yang ditanggung Arsyad setiap tahunnya adalah sebesar
Rp2.760.000. 

# Contoh 2
Rani menerima gaji setiap bulan sebesar Rp10.000.000. Ditambah dengan tunjangan makan
sebesar Rp1.000.000 per bulannya dan tunjangan PPh 21 sebesar Rp700.000.

Maka biaya jabatan yang ditanggung Rani setiap bulannya adalah:

Gaji Setiap Bulan: Rp10.000.000

Tunjangan Makan: Rp1.000.000

Tunjangan PPh 21: Rp700.000

Gaji Bruto Setiap Bulan: Rp11.700.000

Biaya Jabatan: Rp11.700.000 x 0,05 = Rp585.000 (lebih dari tarif maksimal)

Karena, hasil perhitungan lebih besar dari tarif maksimal yang telah ditentukan oleh
pemerintah, maka biaya jabatan yang Rani tanggung sebesar Rp500.000.

Jika biaya jabatan ingin dihitung per tahun maka tarif biaya jabatannya adalah sebesar:

Total Gaji Setahun: Rp120.000.000

Tunjangan Makan: Rp12.000.000

Tunjangan PPh 21: Rp8.400.000

Gaji Bruto Setiap Bulan: Rp140.400.000

Biaya Jabatan: Rp140.400.000 x 0,05 = Rp7.020.000 (lebih dari tarif maksimal)

Karena, melebihi tarif maksimal maka biaya jabatan yang ditanggung sesuai ketentuan
maksimal yaitu Rp6.000.000.

Mengapa Harus dengan Sistem Pajak Online (Pajak.go.id)?

Sebagai warga negara yang taat hukum, tentu kita sadar tidak semua penghasilan yang masuk
kantong kita akan menjadi milik kita sepenuhnya. Ada jatah negara sebesar sekian persen
yang wajib dibayarkan tiap tahunnya untuk pembiayaan operasional negara, pembangunan
nasional dan lain sebagainya. Tentu Anda setuju kan jika sebagian dari penghasilan yang
Anda raup dialokasikian untuk hal-hal yang bermanfaat bagi orang banyak? Apalagi yang
akan merasakan manfaatnya juga Anda sendiri, keluarga Anda dan orang-orang di sekitar
Anda. 

Pajak penghasilan atau disingkat dengan PPh sudah diterapkan sejak zaman penjajahan atau
bahkan jauh sebelum terjadinya penjajahan. Hal inilah yang mengiringi perjalanan negara
kita tercinta ini hingga kompleksnya pembangunan seperti saat ini. Hanya saja yang
membedakan PPh zaman dulu dan sekarang yaitu modernitas sistemnya, misalnya saja sistem
informasi pajak berbasis online. Dengan adanya sistem semacam ini, hal-hal yang berkaitan
dengan penghitungan, pelaporan serta pembayaran pajak akan jauh lebih mudah. Tidak hanya
itu, informasi yang up to date terkait kurs pajak atau ketetapan-ketetapan lainnya dapat
dipantau secara online melalui website resminya, seperti www.pajak.go.id.

Metode hitung pajak manual dengan Microsoft Excel sudah ketinggalan zaman. Pasalnya,
kini sudah ada cara yang lebih praktis dan otomatis dengan hasil yang akurat. Sebagai situs
pajak resmi dan terpercaya, Pajak.go.id menawarkan metode yang lebih cepat dan lebih
mudah dalam penghitungan pajak. Apalagi, PTKP 2016-nya telah diperbaharui serta
pembuatan SPT PPh 21 berjalan secara otomatis juga. Adapun perhitungan PPh 21 terkini
telah disesuaikan dengan besaran tarif PTKP atau Penghasilan Tak Kena Pajak sebagaimana
telah diatur oleh DJP dan Menteri Keuangan. Dengan demikian, besaran nominal yang harus
dikeluarkan menjadi lebih jelas dan berlaku secara umum sebagaimana telah diatur oleh yang
berwenang.

Mekanisme Penghitungan Pajak bagi Karyawan dengan Tunjangan

Situs Pajak.go.id dirancang agar mudah digunakan bagi siapa saja yang berkepentingan.
Mekanismenya  cukup mudah untuk dijalankan dalam beberapa langkah.

Bagi karyawan yang menerima tunjangan pajak,

1. Isi data gaji karyawan serta tunjangannya dengan memilih menu “karyawan”. Bisa
juga data diimpor dari software HR atau e-SPT Anda.
2. Masuk ke pilihan “Karyawan Permanen”, kemudian masuk ke perhitungan “Gaji
Kotor”, lalu masa kontrak bekerja.
3. Selanjutnya Anda bisa melengkapi informasi BPJS Ketenagakerjaan serta BPJS
Kesehatan (kalau ada).
4. Setelah itu, pilih masa pemberian BPJS Ketenagakerjaan kemudian centang jaminan
untuk karyawan (seperti Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kesehatan
Masyarakat dan Jaminan Kecelakaan Kerja).
5. Setelah detailnya terisi, silahkan centang box “Gaji” sebgai dasar perhitungan atas
pemberian BPJS ketenagakerjaan. 

Berdasarkan ketentuan pemerintah yang dipositng dalam Pajak.go.id, persentase yang telah
ditentukan dalam perhitungan ini antara lain

 Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 0,24% dari besaran gaji pokok.


 Jaminan Kematian sebesar 0,30 % dari besaran gaji pokok.
 Jaminan Hari Tua besaran nilainya yaitu 2% yang diambil dari gaji pokok
(tanggungan karyawan).
 Jaminan Pensiun nilainya sebesar 1% dari gaji pokok. 

Dasar Perhitungan ini bukanlah pendapatan bersih, melainkan gaji pokok. Untuk mengetahui
detil perhitungannya secara akurat, klik tulisan ”Detail Perhitungan”. Tidak sampai 1 menit,
hasil yang Anda harapkan akan ditampilkan.

Langkah-Langkah Pembayaran PPh Online di Pajak.go.id

Setelah proses penghitungan tuntas, masih ada beberapa langkah lagi yang harus ditempuh
dalam aplikasi terpadu pajak online ini. Pertama-tama mulailah menyusun laporan e-SPT via
Pajak.go.id. Caranya sangat mudah yaitu hanya dengan satu klik pada “PPh 21” maka data
akan langsung terisi dengan sendirinya.

Tahapan selanjutnya yaitu buatlah “ID billing” Anda di situs pajak online tersebut sebelum
melakukan pembayaran pajak secara online. Setelah itu, Anda juga dapat memanfaatkan
layanan pembayaran online melalui CIMB Niaga atau BNI. Anda akan mendapatkan Nomor
Tanda Penerimaan Negara (NTPN) Anda.

Langkah terakhir, gunakan e-filling PPh 21 secara gratis di situs Pajak.go.id sehingga tanda
lapor pajak elektronik atau NTTE (Nomor Tanda Terima Elektronik) dapat Anda terima .

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kementrian Keuangan, tarif Penghasilan Tak Kena Pajak
(PTKP) juga tercantum dalam website resminya, yaitu Pajak.go.id. Adapun kententuannya
antara lain

 PTKP bagi wajib pajak secara pribadi Rp 54.000.000.


 PTKP bagi wajib pajak yang berstatus kawin akan mendapat tambahan sebesar Rp
4.500.000.
 PTKP bagi istri dengan penghasilan yang digabung dengan suami Rp 54.000.000.
 PTKP bagi masing-masing anggota keluarga yang menjadi tanggungan dan sedarah
atau satu garis keturunan serta anak angkat, maksimal 3 orang per keluarga sebesar
Rp 4.500.000. 

Ketentuan PTKP tersebut juga berlaku pada mereka yang notabane pegawai tak tetap.
Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi mereka yang berpenghasilan di atas Rp
4.500.000,- dalam satu bulan atau penghasilan tersebut diterima secara bulanan. PTKP
terbaru ini pun tidak berlaku bagi penghasilan sebagai komisi atau honorarium yang
dibayarkan pada penjaja barang serta petugas dinas luar asuransi.

Jadi Informasi Penting mengenai Pajak Penghasilan PPH21 adalah

Berdasarkan penjelasan di atas ada beberapa poin yang perlu diingat-ingat.

1. Pajak.go.id menyediakan fitur penghitungan PPh 21 beserta PTKP terbaru begitupun


laporan pembetulannya. Langkah-langkahnya mulai dari membuat laporan e-SPT PPh
21 serta tanda potongnya, kemudian membuat ID Billing, lalu membayar pajak secara
online dan yang terakhir e-filling pajak. Semuanya dapat Anda selesaikan dengan
sebuah aplikasi secara gratis.
2. Metode penghitungan pajak penghasilan melalui situs pajak online tersebut selalu
mengikuti peraturan terbaru yang mudah, otomatis serta akurat, cepat, tanpa hitung
manual dengan excel dan tentunya gratis.
3. Penghitungan pajak secara online ini didukung dengan fitur-fitur untuk menghitung
besaran gaji karyawan tetap maupun tidak tetap, gaji kotor maupun bersih, BPJS
Kesehatan dan Ketenagakrjaan, bonus, dan lain sebagainya.

Cara Perhitungan Pajak THR dan Pajak Bonus


Tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya setiap pegawai suatu perusahaan pastilah
menanti-nantikan yang namanya THR (Tunjangan Hari Raya).THR umumnya diberikan
perusahaan saat menjelang hari raya suatu agama, maupun bonus yang diberikan kepada
karyawan di akhir tahun pada saat seseorang karyawannya itu telah mencapai prestasi yang
melebihi dari yang sebelumnya ditentukan.

Bagi mereka yang bekerja sebagai sales atau marketing, bonus bulanan itu sudah tidak aneh
didapatkan jika mereka dapat mencapai bahkan melebihi dari suatu target yang telah
ditetapkan oleh suatu perusahaan.

Namun dari kebahagiaan mendapatkan THR (Tunjangan Hari Raya) maupun Bonus terselip
adanya pajak penghasilan (PPh 21) yang harus diperhatikan oleh penerimanya.

Hal yang perlu diperhatikan ini adalah besarnya pajak terutang atas THR/BONUS atau
perbedaan besarnya pajak bagi karyawan yang memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
maupun belum.

Hal ini dikarenakan karyawan yang tidak memiliki NPWP akan membayar pajak lebih besar
dibandingkan karyawan yang memiliki NPWP.

Mari lihat pajak yang ditanggung karyawan atas THR maupun Bonus:

#1 Perhitungan Pajak THR

Bapak Rizal bekerja di PT ABCD dengan penghasilan Rp7 juta per bulan dan mendapatkan
THR di bulan menjelang hari raya lebaran sebesar Rp7 juta.

Selain itu Bapak Rizal memiliki istri yang tidak bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga saja
serta memiliki 2 anak yang masih bersekolah.

Lalu, berapa pajak atas penghasilan Bapak Rizal? Dan berapa pajak atas THR-nya saja milik
Bapak Rizal? Mari bahas sedikit dengan melihat hitungannya:

Pajak atas penghasilan

Penghasilan bruto = 12 x Rp7.000.000 = Rp84.000.000

Biaya Jabatan = 5% x Rp84.000.000 = Rp4.200.000

Penghasilan Netto = Rp84.000.000 – Rp4.200.000 = Rp79.800.000

PTKP = Menikah (istri tidak bekerja) dan memiliki 2 anak = K/2

PTKP K/2 = Rp67.500.000 (PTKP yang berlaku saat ini)

Penghasilan Kena Pajak = Rp79.800.000 – Rp67.500.000 = Rp12.300.000

PPh Terutang = 5% x Rp12.300.000 = Rp615.000

Jadi PPh terutang Bapak Rizal adalah sebesar Rp615.000 per tahun.
Pajak atas THR–nya saja

Gaji Setahun = 12 x Rp7.000.000 = Rp84.000.000

THR = Rp7.000.000

Penghasilan Bruto = Rp84.000.000 + Rp7.000.000 = Rp91.000.000

Biaya Jabatan = 5% x Rp91.000.000 = Rp4.550.000

Penghasilan Netto = Rp91.000.000 – Rp4.550.000 = Rp86.450.000

PTKP = Menikah (istri tidak bekerja) dan memiliki 2 anak = K/2

PTKP = K/2 = Rp67.500.000 (PTKP yang berlaku saat ini)

Penghasilan Kena Pajak = Rp86.450.000 – Rp67.500.000 = Rp18.950.000

PPh Terutang = 5% x Rp18.950.000 = Rp947.500

Jumlah PPh Terutang Bapak Rizal adalah Rp947.500 setahun, dan pada perhitungan
sebelumnya diketahui bahwa PPh 21 Bapak Rizal atas penghasilannya saja sebesar
Rp615.000, maka dengan begitu dapat diketahui bahwa penghasilan Bapak Rizal atas THR-
nya saja itu sebesar Rp332.500 (Rp947.500 – Rp615.000). 

#2 Perhitungan Pajak Bonus

Sama halnya dengan THR, bonus juga dikenai pajak penghasilan dan harus membayar PPh
21 (pajak atas penghasilan). Mari lihat sedikit mengenai pajak atas Bonus (dimisalkan untuk
bonus bulanan bagi sales).

Pak Cahyo bekerja sebagai sales di perusahaan XXX, dia memiliki gaji per bulan
Rp7.000.000 serta mendapatkan bonus bulanan untuk sales sebesar Rp2.000.000 per bulan.
Pak Cahyo juga memiliki istri (tidak bekerja) dan 2 orang anak yang masih menjadi
tanggungannya. Mari lihat sedikit hitungan dibawah ini:

Gaji = Rp7.000.000 X 12 = Rp84.000.000

Bonus = Rp2.000.000 X 12 = Rp24.000.000

Penghasilan = Rp84.000.000 + Rp24.000.000 = Rp108.000.000

Biaya Jabatan = 5% x Rp108.000.000 = Rp5.400.000

Penghasilan Netto = Rp108.000.000 – Rp5.400.000 = Rp102.600.000

PTKP = Menikah (istri tidak bekerja), serta memiliki 2 anak = K/2

PTKP = K/2 = Rp67.500.000


Penghasilan Kena Pajak = Rp102.600.000 – Rp67.500.000 = Rp35.100.000

PPh Terutang = 5% x Rp35.100.000 = Rp1.755.000

PPh Terutang yang harus dibayar adalah Rp1.755.000 per tahun.

Jika disimak hitungan diatas, maka dapat diketahui bahwa PPh Terutang yang hanya
berdasarkan gaji saja adalah sebesar Rp615.000 per tahun, sedangkan dari perhitungan ini
bahwa PPh Terutang yang ada atas gaji dan bonus adalah sebesar Rp1.755.000 per tahun.

Maka dapat disimpulkan bahwa PPh Terutang atas bonus bulanan adalah sebesar
Rp1.140.000 (Rp1.755.000 – Rp615.000) per tahun. 

Pajak THR dan Bonus

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa THR (Tunjangan Hari Raya) maupun bonus
yang diberikan perusahaan kepada karyawannya itu juga merupakan objek pajak, dengan kata
lain bahwa THR maupun bonus yang didapat oleh seseorang karyawan di dalamnya terdapat
pajak penghasilan (PPh).
PPh Pasal 15 (Pajak Penghasilan Pasal 15)

Pajak Penghasilan Pasal 15 (PPh Pasal 15) menurut UU No 36 tahun 2008 adalah:

Perusahaan pelayaran, penerbangan international/penerbangan, perusahaan asuransi asing,


perusahaan pengeboran minyak, dan perusahaan yang berinvestasi dalam bentuk bangun-
guna-serah yang biasanya terkait dengan proyek-proyek yang disediakan untuk infrastruktur,
seperti pembangunan jalan tol, kereta bawah tanah, dan lain-lain.

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 15 (PPh Pasal 15)

Ada beberapa jenis tarif tergantung pada industri bisnis seperti yang disebutkan diatas, dan
mereka adalah sebagai berikut:

Perusahaan Pelayaran

 Laba bersih = 60% x Omzet Bruto


 Pajak Penghasilan = 1,8% x Omzet Bruto

Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

 Laba Bersih = 4% x Omzet Bruto


 Pajak Penghasilan = 1,2% x Omzet Bruto

Pelayaran Asing dan/atau Perusahaan Maskapai Penerbangan, namun tidak memiliki


perjanjian bilateral di bawah perjanjian pajak Indonesia (P3B)

 Laba Bersih = 1% x Nilai Ekspor Bruto


 Penyelesaian Pajak Penghasilan = 0,44% x Nilai ekspor Bruto

Pihak yang Melakukan Kemitraan dalam Bentuk Perjanjian BOT

 Pajak Penghasilan = 5% x bruto nilai tertinggal nilai pasar dengan Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP).

Pembayaran dan Penyampaian Laporan Pajak Penghasilan Pasal 15 (PPh Pasal 15)

Laporan harus diserahkan pada tanggal 20, di bulan dimana pembayaran pajak juga
dilakukan, Namun, tanggal jatuh temponya sendiri bervariasi. 

Perusahaan Pelayaran

 Dibayar paling lambat tanggal 10, dibulan setelah faktur dibuat.

Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri, dan Pengiriman Asing dan/atau Perusahaan


Penerbangan

 Dibayar pemungut cukai paling lambat tanggal 10 dibulan setelah faktur dibuat.
 Dibayar oleh wajib pajak paling lambat pada tanggal 15 di bulan setalah faktur dibuat.

Wajib Pajak International (WPLN) yang memiliki kantor perdagangan perwakilan di


Indonesia, namun tidak memiliki perjanjian bilateral dibawah perjanjian pajak Indonesia
(P3B)

 Dibayar oleh Wajib Pajak paling lambat tanggal 15 bulan setelah Wajib Pajak tersebut
memiliki pendapatan.

Pihak yang melakukan Kemitraan Dalam Bentuk Perjanjian Bangun – Guna – Serah
(BOT)

 Dibayar oleh Wajib Pajak paling lambat tanggal 15 bulan setelah masa BOT
berakhir. 

Mari bahas sedikit mengenai PPh 15 ini dalam studi kasus:

PT “AA” merupakan pelayaran dalam negeri, pada 5 Januari 2017. Dia melakukan kontrak
dengan PT ”XX” untuk mengangkut kain dari Jakarta ke Surabaya dengan harga sebesar
Rp170.000.000 dan dibayarkan pada tanggal 30 Januari 2017.

Atas penghasilan PT “AA” dari PT ”XX” yaitu jasa pengangkutan kain dari Jakarta ke
Surabaya terutang PPh sebesar 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.

PPh Pasal 15: 1,2% x Rp170.000.000 = Rp2.040.000. 

Contoh pemotongan dan perhitungan PPh Pasal 15 atas penghasilan sewa kapal milik
perusahaan dalam negeri.

CV Martin (badan memiliki NPWP) membayar kepada PT Anta yang merupakan perusahaan
pelayaran sebesar Rp60.000.000 atas sewa kapal.

Besarnya PPh Pasal 15 yang harus dipotong oleh CV Martin adalah:

Penghasilan Sewa Kapal = Rp60.000.000

Tarif PPh Pasal 15 = 1,2%

Besar PPh yang harus dipotong = Rp60.000.000 x 1,2% = Rp720.000

 
PPh Pasal 22 (Pajak Penghasilan Pasal 22)

Menurut UU (Undang-undang) Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 22
(Pajak Penghasilan Pasal 22) adalah:

Bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak
dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

Jika dibandingkan dengan PPh lainnya, PPh Pasal 22 adalah PPh yang paling rumit
dibandingkan dengan PPh lainnya.

Biasanya PPh pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap


menguntungkan. Maksudnya, baik penjual maupun pembeli mendapatkan keuntungan.

Pemungutan PPh Pasal 22

Bendahara dan badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian
adalah:

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh
Pasal 22 impor barang.
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah
dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang.
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS).

5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang
pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi
pemegang izin usaha pertambangan.  

Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat
penjualan adalah:

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya
kepada distributor di dalam negeri.
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri.
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan
industri hilir.

5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
o Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan.
o Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.90/PMK.03/2015, pemerintah
menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.  

Tarif PPh Pasal 22

1. Atas impor:
o Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
o Non-API = 7,5% x nilai impor;
o Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yaitu:
o Kertas = 0,1% x DPP PPN (Tidak Final)
o Semen = 0,25% x DPP PPN (Tidak Final)
o Baja = 0,3% x DPP PPN (Tidak Final)
o Otomotif = 0,45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
o Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan = 0,25% x harga pembelian (tidak termasuk PPN)

6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan
API = 0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan:
o Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000.
o Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000.
o Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp10.000.000.000 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
o Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000 dan/atau luas bangunan lebih dari
400 m2.
o Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000 (lima
miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5%
dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
22. 

Mari bahas salah satu perhitungan mengenai perhitungan PPh 22 atas Impor sebagai contoh.

Pada tanggal 5 Juli 2017 PT XYZ mengimpor barang dari USA dengan harga faktur
US$150.000. Biaya asuransi sebesar 3% dari nilai faktur, biaya angkut sebesar 10% dari nilai
faktur.

Ada pula bea masuk sebesar 15% dan bea masuk tambahan sebesar 10%. Asumsi US$1 =
Rp13.000

Uraian Jumlah
Harga Faktur US$150.000
Biaya Asuransi (3% x US$150.000) US$4.500
Biaya Angkut (10% x US$150.000) US$15.000
CIF dalam Dolar US$169.500
   
CIF dalam Rupiah (US$169.500 x Rp14.000) Rp2.373.000.000
   
Bea Masuk (15% x Rp2.373.000.000) Rp355.950.000
Bea Masuk Tambahan (10% x Rp2.373.000.000) Rp237.300.000
   
Nilai Impor Rp2.966.250.000

PPh Pasal 22 yang akan dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika PT XYZ memiliki API

= 2,5% x Rp2.966.250.000 = Rp74.156.250

Namun PPh Pasal 22 yang akan dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika PT XYZ tidak memiliki
API

= 7,5% x Rp2.966.250.000 = Rp224.718.750


PPh Pasal 23 (Pajak Penghasilan Pasal 23)

PPh Pasal 23 menurut Dirjen Pajak adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan atas modal,
penyerahan jasa atau hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Pada umumnya, PPh Pasal 23 ini terjadi akibat adanya transaksi antara dua pihak, dimana
pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan melaporkan
PPh Pasal 23 tersebut kepada kantor pajak.

Selain itu juga, PPh Pasal 23 yang telah dipotong oleh pihak pemotong harus disertai dengan
bukti potong dan untuk pelaporannya yang harus melaporkannya adalah pihak yang
memotong PPh 23 tersebut. 

Jika di artikel-artikel sebelumnya kita telah membahas lengkap mengenai PPh Pasal 23
tentang tarif yang berlaku, maka disini mari kita bahas tarif PPh 23 secara garis besar dan
sedikit membahas mengenai perhitungannya.

Tarif PPh Pasal 23:

1. 15% = untuk dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan


2. 2% = untuk objek pajak lainnya
3. 100% = atau dua kali lipat tarif standar jika wajib pajak tidak memiliki NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak), sehingga menjadi 30% untuk dividen, royalti dan
lainnya serta tarif 4% untuk wajib pajak lainnya. Jumlah transaksi yang akan
dikenakan adalah jumlah bruto sebelum PPN (Pajak Pertambahan Nilai).

Untuk pembebasan pajak PPh Pasal 23, wajib pajak harus dalam keadaan telah mengalami
kerugian fiskal atau memiliki hak atas kompensasi kerugian pajak, atau pajak penghasilan
yang dibayar, atau akan dibayar lebih besar dari pajak penghasilan yang terhutang.

Mari bahas sedikit mengenai perhitungan PPh Pasal 23: 

Kasus 1

Pada tanggal 2 september 2016, PT “XXX” membayar royalti kepada Ibu Nani sebagai
penulis buku sebesar Rp35.000.000. Diketahui juga bahwa Ibu Nani telah memiliki NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak).

PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT “XXX” = 15% x Rp35.000.000 = Rp5.250.000

Saat terutang: akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu 30 September 2016

Saat Penyetoran: Paling lambat 10 Oktober 2016

Saat Pelaporan: Paling lambat 20 Oktober 2016

Kasus 2
Pada tanggal 2 Maret 2016, PT ”ABB” memberikan hadiah kepada PT “AAB” sebagai juara
atas perlombaan yang diselenggarakan oleh PT “ABB” sebesar Rp100.000.000. Diketahui
baik PT “ABB” maupun PT “ABB” keduanya telah memiliki NPWP.

PPh Pasal 23 yang harus dipotong = 15% x Rp100.000.000 = Rp15.000.000

Saat terutang: akhir bulan dilakukan pembayaran 31 Maret 2016

Saat Penyetoran: Paling lambat tgl 10 April 2016

Saat Pelaporan: Paling lambat tgl 20 April 2016

Kasus 3

Pada bulan April 2016 PT “ZZA” adalah perusahaan yang bergerak di bidang garment, untuk
urusan perpajakannya dia menyewa PT “XYZ” sebagai konsultan pajaknya dengan fee
sebesar Rp25.000.000 (sudah termasuk PPN), namun PT “XYZ” belum memiliki NPWP.

PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT “ZZA” = 200% x 2% x Rp25.000.000 =


Rp1.000.000 (200% dikarenakan tidak memiliki NPWP PT “XYZ”-nya)

Saat Penyetoran: Paling lambat tgl 10 Mei 2016

Saat Pelaporan: Paling lambat tgl 20 Mei 2016


PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24)

Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24) isinya mengatur mengenai hak wajib pajak untuk
memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri (jika ada).

Pajak Penghasilan Pasal 24 ini bertujuan agar wajib pajak tidak dikenakan pajak ganda.
Dalam artian, pajak yang telah dibayarkan di luar negeri oleh wajib pajak dapat menjadi
pengurang nilai pajak terutang yang wajib pajak miliki di Indonesia.

Namun, tidak semua pajak yang terutang di luar negeri dapat wajib pajak kreditkan di
Indonesia.

Sumber penghasilan dari luar negeri yang dapat menjadi pengurang pajak di dalam negeri
adalah:

 Penghasilan dari saham dan surat berharga lainnya.


 Pendapatan lain berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan
harta benda bergerak.
 Jasa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan.
 Keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
 Pendapatan yang berupa sewa terkait dengan penggunaan harta benda tidak bergerak.
 Keuntungan dari pengalihan harta tetap.

Ada beberapa persyaratan administratif Pengkreditan Pajak Luar Negeri.

Wajib pajak yang telah membayarkan pajaknya di luar negeri dan akan mengkreditkannya di
Indonesia harus menyampaikan permohonannya terlebih dahulu ke kepala KPP (Kantor
Pelayanan Pajak) dan dilaporkan bersamaan dengan pada saat pelaporan SPT Tahunan
dengan melampirkan laporan keuangan yang berasal dari luar negeri, fotokopi SPT (Tax
Return) yang dilaporkan di luar negeri, serta dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Pada dasarnya, wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak
penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, maka penghasilan yang diterima di
luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib
pajak dalam negeri.

PPh Pasal 24 dapat dikreditkan terhadap pajak yang teutang di Indonesia. Namun, pengenaan
pajaknya harus dalam tahun yang sama.

Besarnya kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah sama dengan pajak penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri.

Perhitungan Pajak PPh Pasal 24

Mari bahas sedikit mengenai perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh 24):
PT AAA di tahun 2014 memperoleh penghasilan neto dari dalam negeri sebesar
Rp3.500.000.000 (Rp3 miliar) dan dari luar negeri sebesar Rp1.000.000.000 (Rp1 miliar).

Asumsi: pajak di luar negeri = 20%

Total penghasilan

Penghasilan Dalam Negeri = Rp3.500.000.000

Penghasilan Luar Negeri = Rp1.000.000.000

Total Penghasilan = Rp4.500.000.000

Total PPh terutang

25% x Rp4.500.000.000 = Rp1.125.000.000

PPh maksimum yang dapat dikreditkan:

= (penghasilan luar negeri : total penghasilan) x total PPh terutang

= (Rp1.000.000.000 : Rp4.500.000.000) x Rp1.125.000.000

= Rp250.000.000

PPh terutang yang dipotong di luar negeri:

20% x Rp1.000.000.000 = Rp200.000.000

Kesimpulan PPh Pasal 24

PPh terutang yang sudah dibayarkan di luar negeri adalah sebesar Rp250.000.000 sehingga
jumlah inilah yang dapat digunakan wajib pajak gunakan sebagai kredit pajak dalam negeri.

PPh Pasal 25 (Pajak Penghasilan Pasal 25)

Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran pajak penghasilan secara
angsuran, tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak yang
terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun.

Menurut UU (Undang-undang) No. 36 tahun pajak 2008, Pajak Penghasilan Pasal 29 adalah
PPh kurang bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang
terhutang dalam satu tahun pajak yang bersangkutan dan telah dikurangi dengan kredit pajak
(PPh 21, PPh 23, PPh 22 dan angsuran PPh pasal 25 jika ada).

Dalam hal ini wajib pajak (WP) memiliki kewajiban melunasi kekurangan pembayaran pajak
yang terhutang sebelum pada penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan). 

Mari bahas sedikit mengenai perhitungan PPh 25 atas angsuran wajib pajak orang pribadi
dengan membahas kasus (dengan mengacu pada PTKP dan ketentuan di tahun 2016):
Bapak Hendra bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan gaji setahun yang didapat
berjumlah Rp129.000.000.

Adapun pada hari raya Lebaran Bapak Hendra mendapatkan THR sebesar Rp11.000.000.

Saat itu, status Bapak Hendra menikah dan memiliki 2 orang anak yang sudah menikah dan
bukan lagi menjadi tanggungan Bapak Hendra.

Pada tahun yang sama juga, Bapak Hendra menjual emasnya dan memiliki keuntungan
sebesar Rp45.000.000 atas penjualan emasnya tersebut. Atas SPT orang pribadi Bapa Hendra
di tahun 2015 memiliki angsuran yang jumlahnya Rp6.398.000 per tahun. 

PPh 21 atas Bapa Hendra yang telah dipotong perusahaan:

Gaji setahun = Rp129.000.000

THR = Rp11.000.000

Biaya Jabatan = Rp129.000.000 x 5% = Rp6.000.000 (batas maksimal biaya jabatan)

Penghasilan netto = (Gaji Setahun + THR) – Biaya Jabatan

Penghasilan netto = (Rp129.000.000 + Rp11.000.000) – Rp6.000.000 = Rp134.000.000

PTKP (K/0): Menikah tidak memiliki tanggungan = Rp58.500.000

Penghasilan kena pajak = Penghasilan Netto – PTKP

Penghasilan kena pajak = Rp134.000.000 – Rp58.500.000 = Rp75.500.000

PPh 21 Bapak Hendra

= (Rp50.000.000 x 5%) + ((Rp75.500.000 – Rp50.000.000) x 15%))

= Rp2.500.000 + Rp3.825.000 = Rp6.325.000

Kesimpulan:

PPh 21 atas penghasilan Bapa Hendra yang telah dipotong dan dibayarkan oleh perusahaan
swasta tempat Bapa Hendra bekerja adalah sebesar Rp6.325.000 per tahun.

PPh 25 Bapak Hendra

Keterangan Jumlah (Rp)


1. Penghasilan dari Usaha –
2. Penghasilan dari Pekerjaan 134.000.000
3. Penghasilan Lain-lain 45.000.000
Keterangan Jumlah (Rp)
Total Penghasilan 179.000.000
   
PTKP 2016 (K/0) (58.500.000)
PKP 120.500.000
PKP dibulatkan 120.500.000
   
PPh Terutang 13.075.000
Dipotong Pihak Lain 6.325.000
Pajak yang harus dibayar sendiri 6.750.000
Angsuran PPh Pasal 25 (Tahun 2015) 6.398.000
KB/LB PPh Pasal 29 352.000
   
PPh Pasal 25 tahun berikut 562.500
Pembulatan PPh Pasal 25 tahun berikut 562.000

PPh Pasal 25 tahun berikutnya

= Pajak yang masih harus dibayar sendiri : 12

= Rp6.750.000 : 12

= Rp562.500 (dibulatkan menjadi Rp562.000)

Kesimpulan:

Pada saat bulan pelaporan, Bapak Hendra harus membayar kekurangan pajak yang harus
dibayarnya yaitu sebesar Rp352.000, lalu angsuran PPh pasal 25 untuk bulan-bulan
selanjutnya adalah sebesar Rp562.000 setiap bulannya, angsuran ini nantinya dapat
digunakan Bapak Hendra sebagai pengurang pajak Bapak Hendra tahun berikutnya.
PPh Pasal 26 (Pajak Penghasilan Pasal 26)

Pajak penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia, selain Bentuk Usaha Tetap
(BUT) di Indonesia.

Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh Pasal 26) ini mengatur kebijakan mengenai pajak yang
berhubungan dengan wajib pajak luar negeri.

Badan usaha apapun di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga,
dividen, royalti dan lain sejenisnya) kepada wajib pajak luar negeri diwajibkan untuk
membayar PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut.

Yang menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai wajib pajak luar negeri adalah:

 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia, tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 26

1. Tarif 20% (final) atas jumlah bruto dari:


o Dividen;
o Bunga;
o Royalti, sewa dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset;
o Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan;
o Hadiah dan penghargaan;
o Pensiun dan pembayaran berkala;
o Perolehan keuntungan dari penghapusan utang.

2. Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan:


o Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia;
o Premi asuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada
perusahaan asuransi di luar negeri. 

Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus, yang didirikan atau
bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak, yang memiliki hubungan khusus
untuk suatu entitas atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) didirikan di Indonesia.
Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak, suatu
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.

Pemotongan PPh Pasal 26

Pemotong PPh pasal 26 terdiri dari badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya,
yang melakukan pembayaran kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

Wajib pajak orang pribadi atau badan yang menjadi pemotong PPh Pasal 26 harus
mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk menjadi pemotong PPh Pasal 26.

Pendaftaran sebagai pemotong PPh Pasal 26 dapat dilakukan pada saat pendaftaran NPWP
atau setelah pendaftaran NPWP.

Wajib pajak Orang Pribadi atau Badan dapat mengetahui apakah menjadi Pemotong PPh
Pasal 26 dengan melihat SKT (Surat Keterangan Terdaftar) yang diterima dari Kantor
Pelayanan Pajak pada waktu pendaftaran NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

PPh Pasal 26 dipotong oleh pihak yang wajib membayar penghasilan tersebut, yaitu:

 Badan Pemerintah;
 Subjek Pajak Dalam Negeri;
 Penyelenggara Kegiatan;
 Bentuk Usaha Tetap.

Yang melakukan pembayaran adalah Wajib Pajak Luar Negeri, selain Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia.

Dikecualikan dalam pemotong pajak PPh Pasal 26 atas imbalan dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Luar Negeri dan organisasi internasional.

Mari bahas sedikit mengenai PPh 26 dalam studi kasus di bawah ini:

Kasus 1

Stanley adalah warga negara asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari, dia
berstatus menikah dan mempunyai 3 orang anak, Stanley mendapatkan gaji dari PT “XXX”
pada bulan januari sebesar US$1.500. Kurs pada saat itu US$1 sama dengan Rp13.100.
Berapa jumlah pajak yang harus dipotong?

Penghasilan bruto gaji sebulan = US$1.500 x Rp13.100 = Rp19.650.000

PPh Pasal 26 terutang = 20% x Rp19.650.000 = Rp3.930.000

Kasus 2
Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor PT “ZOZ” mengasuransikan bangunan
bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama
tahun 2015 sebesar Rp1 miliar.

Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000

PPh Pasal 26 yang harus dibayar = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000

PPh Pasal 29 (Pajak Penghasilan Pasal 29)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 sangat didengar asing jika dibandingkan dengan PPh
lainnya, seperti PPh 21, PPh 23 dan lain sebaginya. Mengapa demikian?

Karena PPh Pasal 29 hanya akan dibayarkan 1x dalam 1 tahun pajak dan berbeda dengan PPh
lainnya yang biasa dihitung dan dibayarkan setiap bulannya (jika ada).

Dalam artian, PPh Pasal 29 akan dilaporkan ketika Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib
Pajak Badan hendak melaporkan SPT Tahunan.

Menurut UU (Undang-undang) No. 36 Tahun 2008, pajak penghasilan (PPh) Pasal 29 adalah:

PPh Kurang Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang
terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21,
22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25.

Dalam hal ini, Wajib Pajak (WP) wajib memiliki kewajiban melunasi kekurangan
pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan.

Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi
paling lambat 31 Maret tahun berikutnya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau 30 April tahun
berikutnya bagi Wajib Pajak Badan.

Jika diakhir perhitungan SPT Tahunan (baik wajib pajak orang pribadi maupun badan),
mendapatkan adanya PPh kurang bayar (PPh 29), maka Wajib Pajak diwajibkan untuk
membayar kekurangan pajaknya terlebih dahulu sebelum pada pelaporan SPT Tahunan.

Hal ini dikarenakan salah satu syarat lengkap yang harus dipenuhi sebelum pada pelaporan
SPT Tahunan yaitu harus adanya bukti bayar PPh Pasal 29 terlebih dahulu. Tarif untuk PPh
Pasal 29: 

#1 PPh 29 Wajib Pajak Orang Pribadi

PPh 29 = PPh yang masih terutang – PPh 25 yang sudah dilunasi

#2 PPh 29 Wajib Pajak Badan

PPh 29 = PPh terutang – Angsuran PPh 25


PPh Pasal 29 selalu dikait-kaitkan dengan PPh Pasal 25. Jika dalam artikel sebelumnya telah
dibahas PPh Pasal 25 (Orang Pribadi dan Badan), maka dalam artikel ini mari bahas sedikit
mengenai perbedaan PPh Pasal 29 dan PPh Pasal 25.

Untuk membedakan kedua pasal tersebut ada kata kunci yang dapat mempermudah wajib
pajak dalam perbedaannya.

Pada PPh Pasal 29 kata kuncinya adalah PELUNASAN dalam artian PPh Pasal 29
merupakan kekurangan pajak yang terutang pada akhir tahun pajak (kekurangan bayar pajak
setelah dikurangi pajak-pajak lainnya).

Sedangkan kata kunci untuk PPh Pasal 25 adalah ANGSURAN dalam artian PPh Pasal 25
merupakan angsuran pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak setiap bulannya, dan pada
tahun berikutnya dapat digunakan wajib pajak sebagai pengurang pajak sebelum didapat
angka untuk PPh Pasal 29.

Mari bahas sedikit mengenai keterkaitannya PPh Pasal 29 dengan PPh Pasal 25 dengan studi
kasus dibawah ini:

Studi Kasus PPh Pasal 25 dan Pasal 29 pada Orang Pribadi

Diketahui beberapa data berikut

 Gaji Anton 1 Tahun: Rp129.000.000


 THR: Rp11.000.000
 PTKP: (K/0) = Rp58.500.000
 Penghasilan Neto: Rp134.000.000
 PPh 21 yang telah dipotong perusahaan: Rp6.325.000
 Penghasilan lain-lain: Rp45.000.000
 Angsuran PPh Pasal 25 (Tahun 2015): Rp6.398.000

Keterangan Jumlah (Rp)


1. Penghasilan dari Usaha –
2. Penghasilan dari Pekerjaan 134.000.000
3. Penghasilan Lain-lain 45.000.000
Total Penghasilan 179.000.000
   
PTKP 2016 (K/0) (58.500.000)
PKP 120.500.000
PKP dibulatkan 120.500.000
   
PPh Terutang 13.075.000
Dipotong Pihak Lain 6.325.000
Pajak yang harus dibayar sendiri 6.750.000
Angsuran PPh Pasal 25 (Tahun 2015) 6.398.000
KB/LB PPh Pasal 29 352.000
Keterangan Jumlah (Rp)
   
PPh Pasal 25 tahun berikut 562.500
Pembulatan PPh Pasal 25 tahun berikut 562.000

 
Dari perhitungan di atas, sudah diketahui bahwa PPh Pasal 29 (KB) Anton yang harus
dibayarkan sebelum pada pelaporan SPT Tahunan adalah sebesar Rp352.000, dan PPh Pasal
25 (Angsuran) untuk tahun berikutnya adalah sebesar Rp562.000. 

Studi Kasus PPh Pasal 25 dan Pasal 29 pada Badan

CV ABC adalah CV yang bergerak di bidang garment dengan memproduksi pakaian pria
wanita dari anak-anak sampai dewasa. Dalam penjualannya tersebut, CV ABC
memasukannya kepada swalayan swalayan besar serta membuka counter sendiri di beberapa
mall.

Selain itu, juga CV ABC ada melakukan penjualannya ke luar negri yaitu ke Dubai dan
Jepang (ekspor). Adapun data-data yang dimiliki oleh CV ABC (mengacu pada tahun pajak
2016):

Penjualan Bersih

= Penjualan Lokal + Penjualan Ekspor

= Rp53.342.650.000 + Rp16.275.000.000

= Rp69.617.650.000

Harga Pokok Penjualan (HPP)

= Persediaan Awal + Pembelian – Persediaan Akhir

= Rp1.007.955.828 + (Rp43.357.189.324,62 + Rp4.057.482.493,84) – Rp2.103.620.300

= Rp46.319.007.346,46

Total Biaya Produksi Tidak Langsung = Rp6.972.165.831,63

Harga Pokok Produksi

= Pemakaian Bahan Baku + Biaya Produksi Tidak Langsung

= Rp46.319.007.346,46 + Rp6.972.165.831,63

= Rp53.291.173.178,09
Harga Pokok Penjualan (HPP) = Rp47.888.472.028,59

Laba Kotor

= Penjualan Bersih – HPP

= Rp69.617.650.000 – Rp47.888.472.028,59

= Rp21.729.177.971,41

Biaya Administrasi dan Umum = Rp20.534.540.086,20

Laba Rugi Operasi

= Laba Kotor – Biaya

= Rp21.729.177.971,41 – Rp20.534.540.086,20

= Rp1.194.637.885,21

Laba Rugi Sebelum Koreksi Fiskal

= Laba Rugi Operasi + Pendapatan Lain lain – Biaya lain lain

= Rp1.194.637.885,21 + Rp25.261.844,13 – Rp285.923.426,73

= Rp933.976.302,61

Koreksi Fiskal

= Biaya Telepon Pegawai (50%)

= 50% x Rp7.425.000

= Rp3.712.500

Dari data yang ada diatas, maka mari hitung berapa besarnya PPh Pasal 29 yang harus
dibayarkan CV “ABC” dan berapa PPh Pasal 25 atas angsurannya?

Laba Rugi Sebelum Pajak

= Rp933.976.302,61 + Rp3.712.500

= Rp937.688.802,61 (dibulatkan Rp937.688.000)

Dikarenakan penghasilan CV ABC dalam setahun lebih dari Rp50 miliar, maka
perhitungannya adalah menggunakan tarif 25% = Rp937.688.000 x 25% = Rp234.422.000

PPh Pasal 29
= Rp234.422.000 – Rp168.982.456 (angsuran PPh 25)

= Rp65.439.544

Angsuran PPh Pasal 25

= Rp234.422.000 : 12

= Rp19.535.166,67 (dibulatkan Rp19.535.000)

Kesimpulan PPh Pasal 29

1. CV ABC pada pelaporan pajak tahunan tahun pajak 2016, dengan diperolehnya data-
data di atas, maka CV ABC memiliki kurang bayar sebesar Rp439.544 yang harus
dibayarkan sebelum pelaporan SPT Tahun 2016 ini dilaporkan (akhir April tahun
berikutnya, jika tidak adanya penundaan).
2. Dari perhitungan diatas CV ABC diketahui PPh Pasal 25 atas angsuran sejak
berakhirnya pelaporan ini adalah sebesar Rp535.000 per bulan. Angsuran ini nantinya
akan menjadi pengurang untuk kurang bayar pada pelaporan SPT Tahun selanjutnya,
dan untuk meringankan pembayaran pajak CV ABC.
PPh Pasal 4 Ayat 2/PPh Final

PPh Pasal 4 Ayat 2/PPh Final adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan-penghasilan
tertentu yang bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang.

Istilah final di sini berarti bahwa pemotongan pajaknya hanya sekali dalam sebuah masa
pajak dengan pertimbangan kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang
tepat waktu dan pertimbangan lainnya.

Objek PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2)

Objek PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2) dikenakan pada jenis tertentu
dari penghasilan/pendapatan, dan berupa:

 Peredaran bruto (omzet penjualan) sebuah usaha di bawah Rp 4,8 miliar dalam 1
tahun masa pajak;
 Bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan, bunga dari obligasi dan obligasi negara,
dan bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi  kepada anggota masing-
masing;
 Hadiah berupa lotere/undian;
 Transaksi saham dan surat berharga lainnya, transaksi derivatif perdagangan di bursa,
dan transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan yang
diterima oleh perusahaan modal usaha;
 Transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah dan/atau bangunan; dan
 Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan
Pemerintah.

Ketika PPh Pasal 4 Ayat 2 ini dikenakan atas transaksi antara perusahaan dan seorang
individu, di mana perusahaan bertindak sebagai penerima penghasilan tersebut, maka
perusahaan wajib menyelesaikan pajak ini saja.

Sedangkan dalam kasus transaksi yang terjadi antara dua perusahaan, maka pembayar harus
mengumpulkan dan menyelesaikan pajak, bukan penerima penghasilan.

Jadwal Penyetoran & Pelaporan PPh Pasal 4 Ayat 2


Penghasilan  Batas Waktu Penyetoran Batas Waktu Pelaporan
Jika sudah validasi NTPN, WP tidak
perlu lapor lagi. Cukup menyertakan
Omzet penjualan Tanggal 15 bulan berikutnya
lampiran laporan PPh Final 0,5% pada
(peredaran bruto) usaha setelah masa pajak berakhir
pelaporan SPT Tahunan Badan /
Pribadi (SPT 1770)
Bunga,
deposito/tabungan, Tanggal 10 bulan berikutnya
20 hari setelah masa pajak berakhir
diskonto SBI, setelah masa pajak berakhir
bunga/diskonto
Transaksi penjualan Tanggal 20 bulan berikutnya Tanggal 25 bulan berikutnya setelah
saham setelah bulan bulan terjadinya transaksi penjualan
terjadinya transaksi
saham
penjualan saham
Tanggal 10 bulan berikutnya
Hadiah undian setelah bulan saat 20 hari setelah masa pajak berakhir
terutangnya pajak
Tanggal 10 (bagi Pemotong
Pajak) atau tanggal 15 (bagi
Persewaan tanah 20 hari setelah masa pajak
WP pengusaha persewaan)
dan/atau bangunan berakhir
dari bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir.
Tanggal 10 (bagi Pemotong
Pajak) dan tanggal
20 hari setelah masa pajak
Jasa konstruksi 15 (bagi WP jasa
berakhir
konstruksi) bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

Mekanisme Pembayaran PPh Pasal 4 Ayat 2

Pembayaran Pajak Penghasilan final ini dilakukan dengan dua cara atau mekanisme, yaitu :

1. Mekanisme PemotonganMekanisme pemotongan di sini maksudnya adalah penyewa


harus memotong Pajak Penghasilan sebesar 10% dari uang sewa yang dibayarkannya.

Mekanisme dilakukan jika si penyewa adalah pihak-pihak yang disebut sebagai


pemotong pajak yaitu : badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.

2. Mekanisme Pembayaran SendiriMekanisme pembayaran sendiri adalah mekanisme


di mana pajak final sebesar 10% dari uang sewa dibayarkan sendiri oleh pemilik
tanah/bangunan.

Pada mekanisme ini, penyewanya bukan pihak-pihak yang disebutkan di atas, maka
pemilik tanah atau bangunan yang harus menyetorkan sendiri pajak finalnya.

Cara Mudah Hitung & Setor PPh Final 0,5%

Bagi UMKM yang dijalankan wajib pajak badan maupun pribadi dengan peredaran bruto
atau omzet penjualan di bawah Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun, maka dikenakan tarif sebesar
0,5% dari total omzet penjualan per bulan.

Tidak seperti kewajiban pajak lainnya. UMKM hanya perlu membayar pajak final setiap
bulannya dan memvalidasi NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) yang diterima saat
setor pajak tersebut sebagai bukti pembayaran dan pelaporan PPh Final.

Di akhir bulan Maret setiap tahunnya, seorang pengusaha baru melaporkan PPh final yang
didapatnya tersebut dalam lampiran SPT Tahunan 1770.
Sedangkan wajib pajak badan harus melampirkan pembayaran dan pelaporan pajak finalnya
tersebut pada SPT Tahunan Badan yang dilaporkan pada akhir April setiap tahunnya.

Lalu, bagaimana cara menghitung dan menyetor PPh Pasal 4 ayat 2/PPh final untuk UKM
yang paling mudah, sekaligus mendapatkan lampiran laporan tahunannya secara otomatis?

Gunakanlah aplikasi PPh final 0,5 % OnlinePajak !

Hitungnya otomatis dan bayar pajaknya juga cukup 1 klik saja, tanpa perlu repot membuat ID
billing terlebih dahulu dan antre di bank.

Di akhir masa pajak, Anda juga bisa mendapatkan lampiran PDF untuk laporan SPT Tahunan
Badan atau Pribadi (SPT 1770) secara otomatis.

Berikut ini, dua langkah mudah cara penggunaannya:

1. Hitung Pajak Otomatis

Pertama, daftar/masuk aplikasi PPh Final 0,5% OnlinePajak. Kemudian masukkan data faktur
penjualan dan dapatkan hasil perhitungan pajak secara otomatis.

2. Bayar Pajak Online dengan 1 Klik dan Dapatkan NPTN

Selanjutnya klik “Setor Pajak”, pastikan Anda memiliki cukup saldo untuk membayar pajak
terutang pada sistem Cash Management OnlinePajak.

Setelah itu, dapatkan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) sebagai bukti
pembayaran Anda.

Kesimpulan

 PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 ) dikenakan atas beberapa jenis
penghasilan dengan pemotongan yang bersifat final dan tarif yang berbeda-beda untuk
setiap jenis pajaknya. Oleh karena itu, Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 ini disebut
juga sebagai PPh Final.
 Salah satu objek PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah omzet penjualan usaha (di bawah Rp 4,8
miliar dalam 1 tahun), baik yang dimiliki wajib pajak badan maupun orang pribadi.
Tarifnya adalah 0,5 persen dari total omzet penjualan per bulan.
 Cara termudah hitung dan setor pajak final ini, sekaligus mendapatkan lampiran PDF
laporan tahunannya secara otomatis adalah dengan menggunakan aplikasi PPh Final
0,5% OnlinePajak.

Faktur Pajak

Merupakan transaksi jual beli yang dilakukan dalam bisnis oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak)
ada yang harus diterbitkan oleh mereka sebagai bukti adanya penyerahan barang maupun jasa
yang dikenakan pajak.

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), artinya ketika
Pengusaha Kena Pajak (PKP) menjual suatu barang atau jasa kena pajak, Dia harus
menerbitkan Faktur Pajak sebagai tanda bukti dirinya telah memungut pajak dari orang yang
telah membeli barang atau jasa tersebut. Ada beberapa jenis-jenisnya, yaitu:

1. Keluaran. Faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak saat melakukan
penjualan terhadap barang kena pajak, jasa kena pajak dan atau barang kena pajak
yang tergolong dalam barang mewah.
2. Masukan. Faktur pajak yang didapat oleh PKP ketika melakukan pembelian terhadap
barang kena pajak atau jasa kena pajak lainnya.
3. Pengganti. Penggantian atas faktur pajak yang telah terbit sebelumnya dikarenakan
ada kesalahan pengisian, kecuali kesalahan pada NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak),
sehingga harus dilakukan pembetulan agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
4. Gabungan. Dibuat oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak
yang sama selama satu bulan kalender.
5. Digunggung. Tidak diisi dengan identitas pembeli, nama dan tandatangan penjual
yang hanya boleh dibuat oleh PKP Pedagang Eceran.
6. Cacat. Tidak diisi secara lengkap, jelas, benar dan/atau tidak ditandatangani termasuk
juga kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri. Faktur pajak cacat dapat
dibetulkan dengan membuat penggantinya
7. Batal. Dibatalkan dikarenakan adanya pembatalan transaksi. Pembatalan faktur pajak
juga harus dilakukan ketika ada kesalahan pengisian NPWP dalam faktur pajak.
Fungsi Faktur Pajak

Setelah mengetahui arti dan macam-macam jenisnya, ada pula fungsinya, bahwa faktur pajak
memiliki peran penting bagi PKP (Pengusaha Kena Pajak). Dengan adanya ini, maka PKP
(Pengusaha Kena Pajak) memiliki bukti bahwa PKP (Pengusaha Kena Pajak) tersebut telah
melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT masa PPN sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

Mari bahas sedikit mengenai seperti apa faktur pajak itu dan bagaimana cara pengisian
(pembuatan) faktur pajak?
 

Tahap I:

 Hal pertama yang harus dilakukan adalah pengisian nomor seri faktur pajak yang
telah didapat. Cara mendapatkan faktur pajak adalah dengan cara melakukan
permintaan ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) wajib pajak terdaftar atau memintanya
secara online, dengan jumlah nomor yang diberikan memperhitungkan 3 bulan
terakhir pemakaian NSFP (Nomor Seri Faktur Pajak).
 Masukan Nama, Alamat dan NPWP perusahaan yang menyerahkan BKP (Barang
Kena Jasa) atau JKP (Jasa Kena Pajak) pada kolom Pengusaha Kena Pajak.
 Masukan Nama, Alamat dan NPWP perusahaan yang menerima BKP (Barang Kena
Jasa) atau JKP (Jasa Kena Pajak) pada kolom Penerima Barang Kena
Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak.

Tahap II:

 Masukkan nomor urut.


 Masukan nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.
 Masukan nominal harga pada kolom Harga Jual, Penggantian, Uang Muka atau
Termin (Jika nominal bukan dalam satuan rupiah).

Tahap III:

 Total keseluruhan harga ditulis pada kolom Harga Jual, Penggantian, Uang Muka atau
Termin.
 Total nilai potongan harga Barang atau Jasa Kena Pajak ditulis (jika ada potongan)
ditulis pada kolom Dikurangi Potongan Harga
 Jika Anda sudah menerima uang muka setelah penyerahan Barang atau Jasa Kena
Pajak, maka nominal uang tersebut dapat ditulis pada kolom Nilai Uang Muka yang
telah diterima.
 Jumlah Harga Jual, Penggantian, Uang Muka atau Termin dikurangi dengan Potongan
Harga dan Uang muka yang telah diterima, kemudian ditulis pada kolom Dasar
Pengenaan Pajak
 Jumlah PPN yang terutang sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak ditulis pada
kolom PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak
 Pada kolom Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), hanya diisi apabila
terjadi penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah. Dapat diisi dengan
cara, besar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikalikan dengan Dasar
Pengenaan Pajak
 Masukkan Tempat dan Tanggal pada saat membuat Faktur Pajak tersebut
 Masukkan Nama dan Tanda Tangan dari Nama Pejabat yang telah ditunjuk oleh
Perusahaan (harus sesuai dengan Nama Pejabat pada saat Perusahaan resmi menjadi
Pengusaha Kena Pajak/PKP). 

Faktur Pajak Elektronik

Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan yang menetapkan pengertian bentuk


faktur pajak terbaru, yang terdiri dari bentuk elektronik atau e-Faktur.
Faktur pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-faktur, adalah Faktur Pajak
yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Pemerintah menerbitkan adanya faktur pajak elektronik (e-faktur)
dengan tujuan memberikan kemudahan, kenyamanan dan keamanan bagi PKP (Pengusaha
Kena Pajak) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya khususnya pembuatan faktur
pajak.
Pemeriksaan Pajak

Pada dasarnya, sistem perpajakan di Negara Indonesia adalah Self Assessment yang artinya
WP (Wajib Pajak) diberikan kepercayaan maupun kebebasan untuk menghitung, membayar
dan melaporkan sendiri kewajiban atas perpajakannya masing-masing pribadi sebagai wajib
pajak. Namun perhitungan, pembayaran maupun pelaporan akan berjalan secara efektif dan
benar jika wajib pajak tersebut memiliki pengetahuan mengenai perpajakan yang luas dan
baik.

Ketika suatu wajib pajak, baik itu perorangan maupun badan, yang telah menghitung,
membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara tepat waktu dan benar menurut
wajib pajak, tetap saja ada risiko bagi wajib pajak (baik perorangan maupun badan) yang
dikenakan “Pemeriksaan Perpajakan”. Pemeriksaan Pajak menurut Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 545/KMK/04/2000, memiliki 2 tujuan, yaitu:

1. Menguji kepatuhan wajib pajak (perorangan maupun badan) dalam rangka


memberikan kepastian dan penjelasan mengenai perpajakan wajib pajak tersebut yang
telah dilaporkan.
2. Tujuan lainnya hanya untuk melaksanakan ketentuan undang-undang perpajakan.

Arti Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak itu sendiri adalah serangkaian kegiatan menghimpun serta mengolah data,
keterangan dan bukti yang dilaksanakan secara objektif serta profesional berdasarkan standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, atau bertujuan
untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.

Hal pertama yang perlu dimiliki oleh wajib pajak saat terjadi pemeriksaan pajak adalah
memahami dahulu alurnya serta memahami urusan administrasinya sehingga memudahkan
wajib pajak saat dilakukannya pemeriksaan pajak.

Tujuan Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak dibuat bukan untuk hanya sekedar main-main saja, namun pemeriksaan
pajak juga memiliki tujuan, yaitu:

1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, yang meliputi:


o SPT lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan
pajak.
o SPT rugi.
o SPT terlambat, yaitu melampaui jangka waktu Surat Teguran yang
disampaikan.
o Melakukan penggabungan, peleburan, likuidasi, pembubaran atau akan
meninggalkan Indonesia selama-lamanya.
o Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis
yang mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan wajib pajak yang tidak
dipenuhi.
2. Ada juga tujuan lainnya:
o Pemberian NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) secara jabatan
o Penghapusan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
o Pengukuhan maupun pencabutan PKP (Pengusaha Kena Pajak)
o Wajib pajak yang mengajukan keberatan
o Pencocokan data dan/atau alat keterangan
o Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil
o Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
o Penentuan satu atau lebih tempat terhutang PPN (Pajak Pertumbuhan Nilai)
o Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan
o Pemenuhan informasi negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. 

Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak

Ada beberapa jenis pemeriksaan pajak yang perlu dipahami oleh wajib pajak, yaitu:

#1 Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan lapangan dilakukan di tempat baik itu tempat tinggal, tempat usaha atau tempat
bekerja wajib pajak. Dalam pelaksanaannya wajib pajak diwajibkan untuk:

 Memperlihatkan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau
objek yang terutang pajak.
 Memberi kesempatan untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik.
 Memberi kesempatan memasuki dan memeriksa ruangan, barang bergerak atau tidak
bergerak yang digunakan untuk menyimpan dokumen yang menjadi dasar
pembukuan, maupun dokumen yang memberi petunjuk penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, maupun pekerjaan bebas wajib pajak.
 Memberikan bantuan untuk kelancaran pemeriksaan, yaitu seperti memberikan
kesempatan bagi pemeriksa pajak membuka atau melihat barang bergerak maupun
tidak bergerak dilokasi pemeriksaan, memperbolehkan pemeriksa pajak untuk boleh
memeriksa buku, catatan maupun dokumen yang tidak memungkinkan untuk dibawa
ke kantor pajak.
 Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat pemberitahuan hasil pemeriksaan.
 Memberikan keterangan lisan maupun tertulis yang diperlukan.

#2 Pemeriksaan Kantor

Pemeriksaan ini dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak,
dan saat pelaksanaan pemeriksaan kantor. Wajib pajak diwajibkan untuk:

 Memenuhi panggilan untuk menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
 Memperlihatkan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain
termasuk data yang dikelola secara elektronik yang berhubungan dengan penghasilan,
kegiatan usaha maupun pekerjaan bebas wajib pajak.
 Memberi bantuan untuk kelancaran pemeriksaan.
 Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan.
 Meminjamkan kertas kerja.
 Bersedia memberikan keterangan baik secara lisan maupun tertulis jika dibutuhkan
oleh pemeriksa pajak.

Hak Wajib Pajak Selama Pemeriksaan Pajak

Di dalam pemeriksaan pajak, untuk menguji kepatuhan sebagai wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan maupun Pemeriksaan Kantor,
wajib pajak berhak:

1. Meminta pemeriksa pajak untuk memperlihatkan tanda pengenal Pemeriksa Pajak dan
surat perintah pemeriksaan.
2. Meminta Pemeriksa Pajak memberikan pemberitahuan tertulis pelaksanaan
Pemeriksaan Lapangan.
3. Meminta Pemeriksa Pajak memberikan penjelasan alasan dan tujuan pemeriksaan.
4. Meminta Pemeriksa Pajak memperlihatkan Surat Tugas jika susunan Tim Pemeriksa
Pajak mengalami perubahan.
5. Menerima Surat Pemberitahuan hasil dari Pemeriksa Pajak.
6. Menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam waktu yang ditentukan.
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukannya pembahasan oleh tim pembahas jika,
ada perbedaan pendapat antara wajib pajak dan Pemeriksa Pajak dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan.
8. Memberikan pendapat pelaksanaan Pemeriksa oleh Pemeriksa Pajak melalui
kuesioner Pemeriksa.
9. Mengajukan pengaduan jika kerahasiaan dibocorkan kepada pihak lain yang tidak
berhak untuk mengetahuinya. 

Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang sudah
ditentukan. Jangka waktu pemeriksaan dibuat secukupnya yang bertujuan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang terdiri dari proses pengujian dan
pembahasan akhir hasil pemeriksaan pajak. Keduanya memiliki jangka waktu yang berbeda.

#1 Jangka Waktu Pengujian

Jangka waktu ini meliputi:

1. Pemeriksaan Lapangan, yang dilakukan paling lama 6 bulan, dihitung sejak Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa,
atau pegawainya sampai tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)
disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, atau pegawainya.
2. Pemeriksaan Kantor, yang dilakukan paling lama 4 bulan, dihitung sejak tanggal
wajib pajak, wakil, kuasa, atau pegawainya datang memenuhi surat panggilan
pemeriksaan sampai tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)
disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, atau pegawainya.

Jangka waktu pengujian dapat diperpanjang paling lama 2 bulan, dengan alasan:
1. Ruang lingkup pemeriksaan diperluas, seperti pemeriksaan satu masa pajak menjadi
tahun pajak.
2. Ada permintaan data kepada pihak ketiga.
3. Pertimbangan kepala unit pemeriksaan.

Sementara jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan yang berkaitan dengan wajib
pajak kontraktor kontrak kerja sama pertambangan minyak dan gas bumi, wajib pajak satu
grup, atau wajib pajak yang terindikasi melakukan rekayasa transaksi keuangan dapat
diperpanjang paling lama 6 bulan atau paling banyak 3 kali sesuai kebutuhan.

#2 Jangka Waktu Pembahasan Akhir Pemeriksaan

Baik pemeriksaan lapangan maupun pemeriksaan kantor dilakukan paling lama 2 bulan,
dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, atau pegawainya
sampai tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan jenis dan periode pencatatan, ruang lingkup pemeriksaan pajak memiliki
cakupan objek pemeriksaan, di antaranya:

#1 Berdasarkan Jenis Pajaknya

 Satu jenis pajak


 Beberapa jenis pajak
 Seluruh jenis pajak

#2 Berdasarkan Periode Pencatatan

 Satu masa pajak


 Beberapa masa pajak
 Bagian tahun pajak
 Tahun pajak

Perlu diketahui, pemeriksaan pajak bisa dilakukan dengan dua kriteria berdasarkan latar
belakang dilakukannya pemeriksaan, antara lain:

#1 Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan pajak rutin ini dilakukan karena berhubungan dengan pemenuhan hak atau
pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak, antara lain:

1. Menyampaikan SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN yang menyatakan LB
restitusi.
2. Menyampaikan SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN yang menyatakan LB tidak
disertai permohonan pengembalian kelebihan.
3. Menyampaikan SPT Masa PPN LB kompensasi.
4. Sudah mendapat pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
5. Menyampaikan SPT rugi.
6. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, atau akan meninggalkan
Indonesia selamanya.
7. Melakukan perubahan tahun buku, metode pembukuan, dan penilaian aktiva tetap.

#2 Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan pajak khusus ini dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko yang menunjukkan
adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Pemeriksaan khusus
dijalankan dengan mengacu pada beberapa ketentuan, seperti:

1. Berdasarkan analisis risiko yang dibuat berdasarkan profil wajib pajak atau data
internal lainnya serta data eksternal secara manual ataupun komputerisasi.
2. Ruang lingkupnya dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak.
3. Pemeriksaannya menggunakan pemeriksaan lapangan.
Arti PPN

PPN merupakan pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli Barang Kena Pajak (BKP)
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang memiliki pertambahan nilai dan pungutan ini hanya
boleh dilakukan dan dilaporkan oleh PKP.

Namun, pihak yang berkewajiban membayarkan PPN adalah konsumen akhir.

Tarif PPN

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009, berikut ini uraian tarif
PPN di Indonesia:

1. Tarif PPN sebesar 10%.


2. Tarif PPN sebesar 0% dikenakan atas:
o Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
o Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
o Ekspor Jasa Kena Pajak
3. Tarif PPN yang dimaksud pada poin pertama bisa saja berubah menjadi paling rendah
5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pada umumnya, cara menghitung PPN adalah dengan mengalikan tarif PPN dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP).

Setelah mengetahui penjelasan secara singkat dan tarif PPN, mari simak contoh soal/kasus
PPN dan cara menghitungnya.

Contoh Soal (contoh kasus) PPN dan Cara Menghitungnya

Contoh PPN 1

PT. Gragas merupakan PKP yang menjual elektronik di Palembang. Selama Agustus 2016,
PT Gragas melakukan berbagai transaksi sebagai berikut:

1. Penjualan secara langsung kepada konsumen sebesar Rp1.600.000.000.


2. Penyerahan BKP, yakni barang elektronik kepada Pemerintah Kota Palembang
sebesar Rp660.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN.
3. PT. Gragas juga membangun sebuah gudang elektronik seluar 500m2 di kawasan
pergudangan sendiri dengan biaya sebesar Rp550.000.000.
4. Menyumbang ke sebuah yayasan panti jompo 1 buah televisi dengan harga
Rp2.000.000 termasuk keuntungan Rp200.000.

Selain transaksi di atas, terdapat tambahan transaksi selama bulan Agustus sebagai berikut:

1. Membeli sebuah mobil box untuk mengangkut barang dengan harga Rp550.000.000
dan harga tersebut sudah termasuk PPN.

Dari transaksi-transaksi yang terjadi di atas, maka hitunglah PPN dari transaksi tersebut? Dan
berapa total PPN yang disetorkan?
Jawab:

PPN dan PPnBM setiap transaksi contoh PPN di atas adalah sebagai berikut. 

Transaksi pertama:

PPN = 10% x Rp1.600.000.000 = Rp160.000.000 (pajak keluaran/penjualan)

Transaksi kedua:

DPP = 100/110 x Rp660.000.000 = Rp600.000.000

PPN = 10% x Rp600.000.000 = Rp60.000.000 (pajak keluaran/penjualan)

Transaksi ketiga:

DPP = 20% x Rp550.000.000 = Rp110.000.000

PPN = 10% x Rp110.000.000 = Rp100.000.000 (pajak keluaran)

Transaksi keempat:

DPP = Rp2.000.000 – Rp200.000 = Rp1.800.000 (pajak keluaran)

Transaksi tambahan:

DPP = 100/110 x Rp550.000.000 = Rp500.000.000

PPN = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000 (pajak masukan)

Total PPN yang harus disetorkan:

PPN keluaranya:

Transaksi pertama + transaksi kedua + transaksi ketiga + transaksi keempat

Rp160.000.000 + Rp60.000.000 + Rp100.000.000 + Rp1.800.000 = Rp321.800.000

PPN masukannya:

Rp50.000.000

Cara menghitung PPN yang harus disetorkan: Pajak keluaran – pajak masukan

Rp321.800.000 – Rp50.000.000 = Rp271.800.000

Jadi, total PPn yang perlu PT. Gragas setorkan atas transaksi yang dilakukan selama Agustus
2016 tersebut adalah sebesar Rp271.800.000.

Contoh PPN 2
Toko Samson menjual kulkas sebanyak 20 kulkas dengan harga satuannya sebesar
Rp6.000.000. Lalu, berapakah PPN terutang toko Samson yang wajib disetorkan?

Jawab:

Total DPP atas penjualan 20 kulkas: 20 x Rp6.000.000 = Rp120.000.000

PPN = 10% x Rp120.000.000 = Rp12.000.000

Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Samson adalah sebesar Rp12.000.000.

PERHITUNGAN PPNBM

adi jika Anda merasa membeli barang yang sesuai dengan salah satu atau lebih dari kategori
di atas, maka Anda diwajibkan membayar PPnBM. Menurut Undang-Undang PPN, untuk
menghitung besaran PPnBM dibutuhkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi:

1. Harga jual: nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta penjual karena
adanya barang kena pajak (BKP).
2. Biaya penggantian: nilai berupa uang termasuk semua biaya penyerahan, ekspor jasa
kena pajak (JKP) atau ekspor BKP tidak berwujud dan tidak termasuk dalam PPN.
3. Nilai impor: nilai berupa uang yang diambil dari bea masuk, pungutan lain yang
sudah terkena pajak, dan cukai impor BKP.
4. Nilai ekspor: nilai berupa uang termasuk semua biaya yang dipungut oleh pihak
eskportir.
5. Nilai lainnya: nilai berupa uang dengan jumlah yang ditetapkan sebagai DPP sesuai
keputusan menteri keuangan.

Rumus Perhitungan PPnBM dan PPN di Indonesia

Untuk melakukan perhitungan PPnBM, sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu
tentang tarif PPN dan PPnBM di Indonesia. Tarif PPN saat ini sebesar 10% yang meliputi:

 Ekspor BKP berwujud.


 Ekspor BKP tidak berwujud.
 Ekspor JKP.

Sedangkan untuk PPnBM, tarifnya diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori yaitu:

1. Tarif 10% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, alat rumah tangga, hunian
mewah, alat pendingin, televisi, minuman non-alkohol.
2. Tarif 20% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, peralatan olahraga impor,
berbagai jenis permadani, alat fotografi dan barang sanitary.
3. Tarif 25% untuk kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya
minibus, combi, pick up.
4. Tarif 35% untuk minuman bebas alkohol, batu kristal, barang berbahan kulit impor,
barang pecah belah, bus.

Nah, setelah mengetahui tarif PPN dan PPnBm di atas, selanjutnya mari kita mempelajari
cara perhitungan PPnBM. Salah satu rumus mudah untuk menghitung PPN adalah:
PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)

Untuk memudahkan pemahaman wajib pajak mengenai jenis pajak satu ini, mari kita lihat
beberapa contoh soal di bawah ini:

Contoh 1

Bapak Ahmad merupakan seorang pengusaha di bidang produksi film, pada suatu saat beliau
membeli sebuah mobil sport mewah dengan harga Rp900.000.000. Berdasarkan DPP, mobil
tersebut terkena tarif PPnBM sebesar 40%. Lalu, berapakah nilai uang yang harus dibayarkan
Bapak Ahmad untuk membawa masuk mobilnya ke Indonesia?

PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)


PPN = 10% x (Rp900.000.000 – (Rp900.000.000 x 40%))
PPN = 10% x (Rp900.000.000 – 360.000.000)
PPN = 10% x Rp540.000.000 =Rp54.000.0000

Berarti total harga mobil yang harus dibayarkan Bapak Ahmad adalah:

Harga Mobil + PPN + PPnBM = Rp1.314.000.000

Contoh 2

PT Irsyadin Jaya merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai macam barang
elektronik mewah seperti AC dan lemari pendingin. Barang yang diproduksi di sini termasuk
dalam kategori barang mewah dengan tarif PPnBM sebesar 20%.

Pada bulan Desember tahun 2017, PT Irsyadin Jaya menjual lemari pendingin ke Toko
Ahmad dengan sebanyak 30 unit dengan harga jual per barang sekitar Rp6.000.000. Lalu,
berapakah nilai PPN dan PPnBm yang harus dipungut dan dibayarkan PT Irsyadin Jaya ke
pemerintah?

PPN = Tarif PPN x (harga barang – PPNBM)


PPN = 10% x ((30 x Rp6.000.000) – (harga barang total x 40%))
PPN = 10 % x (Rp180.000.000 – (Rp180.000.000 x 40%))
PPN = 10% x 108.000.000 = Rp10.800.000

Artinya, total pajak yang harus dibayar PT Irsyadin Jaya adalah Rp10.800.000.

Bagaimana rumus dan contoh soal perhitungan PPnBM di atas? Mudah dipahami, bukan?
Setelah memahami PPN dan PPnBM, pembayaran dan pelaporan pajaknya jadi lebih mudah
dipahami.
Contoh Penerapan 10 Tahap Siklus Akuntansi (Accounting Cycle) di
Perusahaan Jasa
25 Mei 2019 Oleh Wadiyo, SE

Siklus Akuntansi adalah proses aktivitas yang dimulai dari analisis dan pencatatan transaksi
bisnis serta berakhir dengan persiapan untuk aktivitas periode akuntansi selanjutnya melalui
pembuatan jurnal penutup.

Jadi siklus akuntansi bukan HANYA proses untuk membuat laporan keuangan.

Tapi keseluruhan proses aktivitas akuntansi di sebuah perusahaan atau entitas, di mana
penyusunan laporan keuangan adalah salah satu dari tahapan proses dalam siklus akuntansi.

Selengkapnya yuk ikuti pembahasannya berikut ini…

01. Pengertian Siklus Akuntansi (Accounting Cycle)

Keterangan gambar: Ringkasan ururtan proses siklus akuntansi

Sebagaimana kita pahami, perusahaan memiliki siklus aktivitas yang terus berulang
sepanjang waktu yang kita kenal sebagai siklus akuntansi (accounting cycle: dalam bahasa
Inggris).

Dan secara ringkas, urutan proses siklus akuntansi adalah seperti pada gambar di atas.
Lalu sebenarnya apa itu siklus akuntansi?

Definisi Siklus Akuntansi adalah urutan proses di suatu perusahaan atau entitas yang dimulai
dari menganalisa transaksi-transaksi, mencatat, menyusun laporan keuanngan, dan ditutup
dengan proses mempersiapkan aktivitas akuntansi untuk periode selanjutnya.

Dan di dalam proses penyusunan laporan keuangan ada sub-sub proses lagi, antara lain:
membuat buku besar, membuat neraca saldo, membuat jurnal penyesuaian, membuat jurnal
penutup.

A. Contoh Siklus Akuntansi

Sebagai mukadimah, berikut ini saya sajikan video yang membahasa contoh siklus akuntansi
perusahaan jasa.

Perhatikan satu contoh lagi siklus akuntansi perusahaan jasa berikut:

PT Manajemen Keuangan Network, adalah sebuah perusahaan jasa konsultan akuntansi,


manajemen keuangan, kursus akuntansi, dan pendampingan perusahaan yang ingin
membenahi sistem akuntansi keuangan dan penyusunan Standar Operasional Prosedur.

Aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan sepanjang bulan dan tahun.

Selama bulan atau tahun berjalan, semua transaksi operasional perusahaan dicatat.

Transaksi-transaksi apa saja yang dicatat perusahaan?

Jenis transaksi yang dicatat perusahaan adalah:

 Transaksi penjualan jasa, misalnya memberikan konsultasi dan training.


 Transaksi penerimaan kas, menerima dana tunai atas training yang telah diberikan.
 Transaksi pembelian, misalnya pembelian bahan habis pakai secara kredit.
 Transaksi pengeluaran kas, seperti pembayaran gaji karyawan, biaya marketing, dan beban
operasional lainnya.

Pada akhir bulan dan tahun, perusahaan menyiapkan laporan keuangan yang merangkum
semua aktivitas operasionalnya sepanjang waktu tersebut.

Dan untuk mempersiapkan pencatatan transaksi-transaksi pada periode berikutnya,


perusahaan juga membuat jurnal penutup.

Dari penjelasan siklus aktivitas di perusahaan jasa tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa
siklus akuntansi adalah:

“Proses akuntansi yang dimulai dengan menganalisis dan membuat jurnal untuk transaksi-
tansaksi dan diakhiri dengan membuat jurnal penutup guna menyiapkan catatan akuntansi
untuk transaksi-transaksi periode berikutnya”
Bagaimana siklus akuntansi perusahaan dagang dan siklus akuntansi perusahaan manufaktur?

Apakah sama seperti siklus akuntansi perusahaan jasa?

Secara umum, proses aktivitas, alur, dan tahapan siklus akuntansi perusahaan jasa, dagang,
dan manufaktur sama. Yang membedakan adalah jenis transaksinya.

Ada jenis transaksi yang ada di perusahaan jasa, dagang, dan manufaktur. Tapi ada jenis
transaksi yang HANYA ada di perusahaan tertentu.

Misalnya transaksi persediaan barang dalam proses. Transaksi ini hanya ada di perusahaan
manufaktur atau industri pengolahan.

Contoh lain, transaksi pengeluaran kas untuk penyaluran dana zakat.

Transaksi ini hanya ada pada siklus akuntansi zakat.

Ada juga transaksi yang hanya ada pada siklus akuntansi bank syariah.

B. Proses Siklus Akuntansi


Flowchart di atas menggambarkan satu periode siklus akuntansi . Dari gambar tersebut, ada
10 tahap utama (ada juga yang membagi lebih rinci lagi menjadi 11 atau 12 tahap) siklus
akuntansi, yaitu:

1. Melakukan analisis transaksi keuangan dan mencatatnya ke jurnal umum dan jurnal khusus.
2. Memindahkan (posting) transaksi tersebut ke buku besar.
3. Menyiapkan neraca saldo belum disesuaikan.
4. Menyiapkan dan menganalisis data penyesuaian.
5. Menyiapkan kertas kerja/neraca lajur akhir periode (optional).
6. Membuat ayat jurnal penyesuaian dan posting ke buku besar.
7. Menyiapkan neraca saldo setelah penyesuaian.
8. Menyiapkan laporan keuangan.
9. Membuat ayat jurnal penutup dan posting ke buku besar.
10. Menyiapkan neraca saldo setelah penutupan.

Sepuluh tahap tersebut dapat diringkas dalam sebuah gambar siklus akuntansi seperti di atas.

Gambar siklus akuntansi di atas juga memperlihatkan bagaimana data akuntansi dimulai,
yaitu

 dengan dokumen sumber untuk suatu transaksi,


 melewati sistem akuntansi, dan
 menyusun laporan keuangan.

02. Contoh Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa


Untuk membantu memudahkan dalam memahami urutan aktivitas yang dilakukan pada tiap
tahap dalam siklus akuntansi, saya akan menyajikan contoh siklus akuntansi perusahaan jasa
untuk satu periode akuntansi.

Lengkap dari urutan pertama hingga penutup siklus akuntansi.

Mulai dari transaksi keuangan, proses penyusunan laporan keuangan hingga menyiapkan
akun-akun untuk pencatatan transaksi periode selanjutnya. 

A. Tahap-tahap Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa

Untuk memudahkan penjelasan tentang tahap-tahap proses siklus akuntansi perusahaan jasa,
saya menggunakan contoh soal dan jawaban siklus akuntansi perusahaan jasa berikut ini:

Pak Mansyur telah menjalankan usaha konsultasi paruh waktu dari rumahnya selama
beberapa tahun.

Mulai tanggal 01 Januari 2018, Pak Mansyur menjalankan usaha konsultasinya secara penuh
waktu dengan menyewa kantor di lokasi strategis.

Dia memberi nama usahanya sebagai Mansyur Consulting, bergerak pada jasa pelatihan
akuntansi, pendampingan dan penyusunan Standar Operasional Prosedur Akuntansi
Keuangan perusahaan, serta jasa keuangan lainnya.

Selama bulan Januari 2018, Mansyur Consulting melakukan transaksi-transaksi berikut ini :

Januari, 01:
Aset-aset berikut ini diterima dari Pak Mansyur:

 kas Rp 13.100.000,
 piutang usaha Rp 3.000.000,
 bahan habis pakai, Rp 1.400.000, dan
 peralatan kantor Rp 12.500.000.

Dan tidak ada kewajiban yang diterima.

Januari,01:
Membayar sewa kantor sederhana untuk tiga bulan sesuai kontrak sewa, Rp 4.800.000

Januari,02:
Membayar premi asuransi kerugian dan kebakaran untuk properti Rp 1.800.000
Januari,04:
Menerima uang dari klien sebagai pembayaran di muka untuk jasa yang akan disediakan dan
dicatat sebagai pendapatan diterima dimuka  Rp 5.000.000.

Januari,05:
Membeli tambahan peralatan kantor secara kredit dari Toko Berkah Jaya Rp 2.000.000

Januari,6:
Menerima uang dari klien atas pelunasan piutang usaha Rp 1.800.000

Januari,10:
Membayar tunai untuk iklan online Rp 120.000

Januari,12:
Membayar Toko Berkah Jaya sebagian dari utang pembelian tanggal 5 Januari 2018 Rp
1.200.000

Januari,12:
Mencatat jasa yang disediakan secara kredit untuk periode 1-12 Januari 2018 Rp 4.200.000

Januari,14:
Membayar gaji dua mingguan pegawai freelance Rp 750.000

Januari,17:
Menerima kas dari klien atas honor periode 1-16 Januari 2018 Rp 6.250.000

Januari,18:
Membayar tunai atas pembelian bahan habis pakai, Rp 800.000

Januari,20:
Mencatat pendapatan honor yang masih terutang untuk periode 13-20 Januari 2018 sebesar
Rp 2.100.000

Januari,24:
Menerima uang dari klien atas honor periode 17-24 Januari 2018, Rp 3.850.000

Januari,26:
Menerima uang dari klien atas pelunasan piutang usaha, Rp 5.600.000

Januari,27:
Membayar gaji dua mingguan pegawai freelance, Rp 750.000

Januari,29:
Membayar tagihan telpon bulan Januari Rp 130.000

Januari,30:
Membayar tagihan listrik bulan Januari, Rp 200.000

Januari,30:
Menerima uang dari klien atas honor periode 25-30 Januari 2018, Rp 3.050.000
Januari,30:
Mencatat pendapatan honor yang masih terutang untuk sisa bulan Januari 2018, Rp 1.500.000

Januari, 30 :

Pak Mansyur menarik tunai untuk keperluan pribadi sebesar Rp 6.000.000

Contoh transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan oleh Mansyur Consulting selama bulan
Januari 2018 ini, selanjutnya akan kita gunakan sebagai contoh siklus akuntansi perusahaan
jasa:

Dan berikut ini 10 tahap siklus akuntansi perusahaan jasa konsultan “Mansyur Consulting”

Tahap #1: Menganalisis dan Mencatat Transaksi ke Jurnal Umum

Tahap pertama dalam siklus akuntansi adalah menganalisis dan mencatat transaksi-transaksi
ke jurnal umum maupun jurnal khusus.

Bagaimana cara untuk mencatat transaksi-transaksi akuntansi?

Cara paling mudah untuk menganalis dan mencatat transaksi-transaksi akuntansi adalah
menggunakan sistem akuntansi jurnal berpasangan debit kredit.

Sistem akuntansi jurnal berpasangan adalah alat yang sangat berguna untuk menganalisis dan
mencata transaksi-transaksi akuntansi keuangan.

Dan perhatikan gambar berikut yang menjelaskan proses pencatatan transaksi ke jurnal
umum:
Langkah analisis transaksi dan pencatatan ke jurnal

Langkah-langkah yang perlu dilakukan saat menggunakan sistem jurnal berpasangan untuk
menganalisis dan mencatat transaksi adalah:

1. Pahami secara menyeluruh penjelasan transaksi. Tujuannya untuk menentukan apakah


transaksi tersebut mempengaruhi akun aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, atau beban.
2. Setiap akun yang dipengaruhi oleh transaksi tersebut, tentukan apakah saldo akun tersebut
naik atau turun.
3. Pastikan apakah setiap kenaikan atau penurunan tersebut harus dicatat sebagai debit dan
kredit dengan mengikuti aturan debit dan kredit.
4. Catat transaksi tersebut dengan menggunakan ayat jurnal.

Untuk memudahkan dalam mencatat transaksi-transaki yang dilakukan Mansyur Consulting,


maka digunakan Chart of account (COA).

Apa itu Chart of Account (COA)?

Chart of Account adalah daftar akun yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi
akuntansi. COA berguna untuk menentukan akun mana yang dipengaruhi oleh transaksi.

Chart of Account (COA) dari Mansyur Consulting adalah sebagai berikut:

 11 Kas
 12 Piutang Usaha
 14 Bahan Habis Pakai
 15 Sewa Dibayar  di Muka
 16 Asuransi Dibayar di Muka
 18 Peralatan Kantor
 21 Utang Usaha
 22 Utang Gaji
 23 Pendapatan Diterima di Muka
 31 Modal
 32 Prive
 33 Ikhtisar Laba Rugi
 41 Pendapatan
 51 Beban Gaji
 52 Beban Sewa
 53 Beban Bahan Habis Pakai
 54 Beban Penyusutan
 55 Beban Asuransi
 59 Beban Lain-lain

Setelah menganalisis setiap transaksi keuangan yang dilakukan oleh Mansyur Consulting
selama bulan Januari 2018.

Selanjutnya perusahaan melakukan pencatatan ayat jurnal umum untuk transaksi-transaki


sebagai berikut:

Contoh pencatatan jurnal transaksi pembelian tanggal 1 Januari 2018:

(Debit) Kas Rp 13.100.000


(Debit) Piutang Usaha Rp 3.000.000
(Debit) Bahan Habis Pakai Rp 1.400.000
(Debit) Peralatan Kantor Rp 12.500.000
(Kredit) Modal Rp 30.000.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi pembayaran sewa tanggal 01 Januari 2018:

(Debit) Sewa Dibayar di Muka Rp 4.800.000


(Kredit) Kas Rp 4.800.000
Contoh pencatatan jurnal transaksi pembayaran asuransi tanggal 2 Januari 2018:

(Debit) Asuransi Dibayar di Muka Rp 1.800.000


(Kredit) Kas Rp. 1.800.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi penerimaan pendapatan tanggal 4 Januari 2018:

(Debit) Kas Rp 5.000.000


(Kredit) Pendapatan Diterima di Muka Rp 5.000.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi pembelian kredit peralatan kantor tanggal 5 Januari 2018:

(Debit) Peralatan Kantor Rp 2.000.000


(Kredit) Utang Usaha Rp 2.000.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi piutang tanggal 6 Januari 2018:

(Debit) Kas Rp 1.800.000


(Kredit) Piutang Usaha Rp 1.800.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi pengeluaran beban lain-lain tanggal 10 Januari 2018:

(Debit) Beban lain-lain Rp 120.000


(Kredit) Kas Rp 120.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi utang usaha dan piutang usaha tanggal 12 Januari  2018:

Transaksi 1:

(Debit) Utang Usaha Rp 1.200.000


(Kredit) Kas Rp 1.200.000

Transaksi 2:

(Debit) Piutang Usaha Rp 4.200.000


(Kredit) Pendapatan Fee Rp 4.200.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi pembayaran gaji karyawan tanggal 14 Januari 2018:

(Debit) Beban Gaji Rp 750.000


(Kredit) Kas Rp 750.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi penerimaan pendapatan tanggal 17 Januari 2018:

(Debit) Kas Rp 6.250.000


(Kredit) Pendapatan Rp 6.250.000
Contoh pencatatan jurnal transaksi pembelian bahan habis pakai tanggal 18 Januari 2018:

(Debit) Bahan Habis Pakai Rp 800.000


(Kredit) Kas Rp 800.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi pendapatan usaha yang belum dibayar tanggal 20 Januari 2018:

(Debit) Piutang Usaha Rp 2.100.000


(Kredit) Pendapatan Honor Rp 2.100.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi pendapatan tanggal 24 Januari 2018:

(Debit) Kas Rp 3.850.000


(Kredit) Pendapatan Honor Rp 3.850.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi penerimaan pembayaran piutang usaha tanggal 25 Januari 2018:

(Debit) Kas Rp 5.600.000


(Kredit) Piutang Usaha Rp 5.600.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi pembayaran gaji tanggal 27 Januari 2018:

(Debit) Beban Gaji Rp 750.000


(Kredit) Kas Rp 750.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi pembayaran beban lain-lain tanggal 29 Januari 2018:

(Debit) Beban Lain-lain Rp 130.000


(Kredit) Kas Rp 130.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi  pengeluaran beban lain-lain dan penerimaan pendapatan tanggal
30 Januari 2018:

Contoh pencatatan jurnal transaksi pengeluaran beban lain-lain:

(Debit) Beban Lain-lain Rp 200.000


(Kredit) Kas Rp 200.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi penerimaan pendapatan:

(Debit) Kas Rp 3.050.000


(Kredit) Pendapatan Rp3.050.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi penerimaan pembayaran piutang usaha:

(Debit) Piutang Usaha Rp 1.500.000


(Kredit) Pendapatan Rp 1.500.000

Contoh pencatatan jurnal transaksi penarikan dana untuk keperluan pribadi:


(Debit) Prive Rp 6.000.000
(Kredit) Kas Rp 6.000.000

Tahap #2: Posting Jurnal Transaksi ke Buku Besar

Pada tahap kedua ini adalah memindahkan saldo-saldo pencatatan di jurnal umum ke buku
besar.

Jadi Buku besar adalah kumpulan saldo akun-akun yang diperoleh dari pemindahan (posting)
pencatatan jurnal transaksi.

Fungsi buku besar dalam proses siklus akuntansi cukup penting, yaitu menyiapkan proses
pada tahap berikutnya dalam penyusunan laporan keuangan.

Transaksi-transaksi yang dicatat di dalam jurnal umum dan jurnal khusus secara periodik
dipindahkan (posting) sesuai dengan akun-akun di buku besar.

Perhatikan proses posting dari jurnal pencatatan transaksi-transaksi ke BUKU BESAR


berikut ini:

Gambar: Posting jurnal ke buku besar


Apa itu posting?

Posting adalah proses pemindahan saldo-saldo dari jurnal ke buku besar, termasuk mencatat
tanggal transaksi, jumlah debit atau kredit dan referensi jurnal dalam akun.

Nomor akun dicatat dalam kolom referensi posting dalam jurnal untuk menunjukkan bahwa
ayat jurnal telah diposting ke akun-akun dalam buku besar.

Aktivitas-aktivitas tersebut termasuk dalam urutan ke-dua siklus akuntansi.

Berikut ini saldo akun-akun di buku besar Mansyur Consulting:

Mansyur Consulting
Buku Besar
31 Januari 2018

Contoh Buku Besar: Akun Kas

Contoh Buku Besar:  Akun Piutang Usaha


 

Contoh Buku Besar: Akun Bahan Habis Pakai

Contoh Buku Besar: Akun Sewa Dibayar Di Muka

Contoh Buku Besar: Akun Asuransi Dibayar di Muka

Contoh Buku Besar: Akun Peralatan Kantor


Contoh Buku Besar: Akun Akumulasi Penyusutan

Contoh Buku Besar: Akun Utang Usaha

Contoh Buku Besar: Akun Utang Gaji

Contoh Buku Besar: Akun Pendapatan Diterima di Muka

Contoh Buku Besar: Akun Modal


 

Contoh Buku Besar: Akun Prive

Contoh Buku Besar: Akun Ikhtisar Laba Rugi

Contoh Buku Besar: Akun Pendapatan

 
Contoh Buku Besar: Akun Beban Gaji

Contoh Buku Besar: Akun Beban Sewa

Contoh Buku Besar: Akun Beban Bahan Habis Pakai

Contoh Buku Besar: Akun Beban Penyusutan

Contoh Buku Besar: Akun Beban Asuransi


Contoh Buku Besar: Akun Beban lain-lain

Tahap #3: Menyiapkan Neraca Saldo Sebelum Disesuaikan

Urutan ke-tiga siklus akuntansi adalah menyiapkan daftar saldo yang belum disesuaikan yang
disiapkan untuk menentukan apakah terdapat kesalahan dalam posting debit dan kredit ke
buku besar.

Daftar saldo yang belum disesuaikan ini bukanlah bukti keakuratan yang lengkap mengenai
buku besar.

Daftar saldo ini hanya menunjukkan bahwa jumlah debit sama dengan jumlah kredit.

Namun manfaatnya tetap ada karena kesalahan seringkali mempengaruhi kesamaan jumlah
debit dan kredit.

Jika jumlah kedua saldo dalam neraca saldo ini tidak sama, maka telah terjadi kesalahan yang
harus ditemukan dan dikoreksi.

Daftar saldo yang belum disesuaikan untuk Mansyur Consulting diambil dari buku besar
yang telah dibuat pada urutan siklus akuntansi #2, sebelum ayat jurnal penyesuaian dicatat.

Dan perhatikan bentuk neraca saldo yang belum disesuaikan dari transaksi-transaksi yang
terjadi di Mansyur Consulting adalah seperti berikut ini :

Mansyur Consulting
Neraca Saldo Belum Disesuaikan
Untuk Bulan yang Berakhir pada 31 Januari 2018
(Dalam Rupiah)
Tabel: Daftar saldo yang belum disesuiakan

Tahap #4: Menyiapkan dan Menganalisis Data Penyesuaian

Urutan ke-empat siklus akuntansi adalah menyiapkan dan menganalisis data-data transaksi
yang perlu sisesuaikan.

Sebelum Laporan Keuangan dapat disiapkan, data-data transaksi/akun-akun harus


dimutakhirkan.

Ada empat jenis akun yang biasanya memerlukan penyesuaian termasuk beban dibayar di
muka, pendapatan diterima di muka, piutang usaha, dan beban yang masih harus dibayar.

Sebagai tambahan, beban penyusutan harus dicatat untuk semua aset tetap selain tanah.

Dan data-data berikut ini adalah transaksi tambahan yang perlu disesuaikan dengan
menggunakan jurnal penyesuaian, yaitu :

 Asuransi yang terpakai selama bulan Januari 2018 adalah Rp 300.000


 Sisa bahan habis pakai pada tanggal 30 Januari 2018 adalah Rp 1.350.000
 Penyusutan peralatan kantor untuk bulan Januari 2018 adalah Rp 330.000
 Gaji karyawan freelance yang belum dibayarkan pada tanggal 30 Januari 2018 adalah Rp
120.000
 Sewa yang terpakai selama bulan Januari 2018 adalah Rp 1.600.000
 Pendapatan diterima di muka pada tanggal 30 Januari 2018 adalah Rp 2.500.000
 

Tahap #5: Menyiapkan Kertas Kerja Akhir Periode (opsional)

A. Pengertian Kertas Kerja Akuntansi Akhir Periode

Apa pengertian kertas kerja akuntansi?

Pengertian kertas kerja adalah accounting tool yang digunakan untuk merangkum ayat jurnal
penyesuaian dan saldo akun untuk laporan keuangan.

Akuntan sering menggunakan kertas kerja untuk mengumpulkan dan merangkum data yang
diperlukan untuk menyiapkan beragam analisis dan laporan.

Kertas kerja alat atau accounting tool yang berguna, tapi bukan bagian dari pencatatan
akuntansi formal.

Hal ini berlawanan dengan bagan akun, jurnal dan buku besar yang merupakan bagian
penting dalam sistem akuntansi dan siklus akuntansi.

Kertas kerja biasanya disiapkan dengan menggunakan program kertas kerja di komputer, dan
yang paling populer menggunakan Excel dengan berbagai rumus dan fitur-fiturnya.

Untuk perusahaan kecil dengan jumlah akun dan penyesuaian yang sedikit, kertas kerja akhir
periode belum diperlukan.

Walaupun kertas kerja akhir periode tidak diperlukan, kertas ini sangat berguna dalam
menunjukkan alur informasi akuntansi dari neraca saldo yang belum disesuaikan ke daftar
saldo yang disesuaikan dan Laporan Keuangan.

Selain itu, kertas kerja akhir periode berguna dalam menganalisis pengaruh dari penyesuaian
yang diajukan terhadap laporan keuangan.

Perhatikan Kertas kerja atau neraca lajur 12 kolom akhir periode untuk Mansyur Consulting
adalah seperti berikut ini:

Mansyur Consulting
Kerta Kerja Akhir Periode/Neraca Lajur
Untuk Bulan yang Berakhir pada 31 Januari 2018
(Dalam Rupiah)
Tabel: Kertas Kerja Akhir Periode

B. Fungsi Kertas Kerja dalam Siklus Akuntansi

Kertas kerja merupakan alat bantu dalam menyiapkan laporan laba rugi, laporan ekuitas
pemilik (perubahan modal) dan neraca.

Laporan Laba Rugi biasanya disiapkan langsung dari kertas kerja, tapi urutan penyajian
beban bisa saja diubah.

Misalnya, urutan berdasarkan besarnya jumlah beban, dimulai dari pos yang terbesar. Beban
lain-lain diletakkan terakhir tanpa melihat jumlahnya.

Laporan pertama yang biasanya disajikan di laporan ekuitas pemilik adalah saldo akun modal
pemilik pada awal periode.

Akan tetapi, jumlah yang dimasukkan sebagai modal di kertas kerja tidak selalu merupakan
saldo awal periode.

Pemilik bisa saja melakukakan investasi tambahan aset dalam perusahaan sepanjang periode
berjalan.

Oleh karena itu, untuk saldo awal dan penambahan investasi sangat penting untuk mengacu
pada akun modal di buku besar.

Jumlah ini bersama dengan laba bersih atau rugi bersih, dan jumlah prive yang ditunjukkan di
kertas kerja, digunakan untuk menentukan saldo akhir akun modal.
Neraca dapat disiapkan langsung dari kolom kertas kerja kecuali untuk saldo akhir modal
pemilik, yang diambil dari laporan ekuitas pemilik.

Saat kertas kerja digunakan, ayat jurnal penyesuaian dan ayat jurnal penutup biasanya tidak
dibuat atau dipindahkan sampai setelah kertas kerja dan laporan keuangan disiapkan.

Data untuk ayat jurnal penyesuaian diambil dari kolom penyesuaian di kertas kerja.

Data untuk dua ayat jurnal penutup yang pertama diambil dari kolom Laporan Laba Rugi di
kertas kerja.

Jumlah untuk ayat jurnal penutup yang ketiga adalah laba bersih atau rugi bersih yang
muncul dibagian bawah kertas kerja.

Jumlah ayat jurnal penutup ke-empat adalah saldo akun prive yang muncul di kolom Debit
Neraca di kertas kerja.

Tahap #6: Membuat Ayat Jurnal Penyesuaian 

Tahap #6 adalah membuat jurnal penyesuaian dan memindahkan (posting) ke buku besar.

Tujuan pembuatan jurnal penyesuaian adalah untuk membuat penyesuaian/updating terhadap


pos-pos tertentu agar sesuai dengan kondiri riil.

Ayat jurnal penyesuaian untuk Mansyur Consulting disiapkan berdasarkan data penyesuaian
pada urutan ke-empat siklus akuntansi.

Setiap ayat jurnal penyesuaian mempengaruhi paling tidak satu akun laporan laba rugi dan
satu akun neraca.

Penjelasan untuk setiap penyesuaian termasuk cara perhitungannya biasanya disertakan


dalam setiap ayat jurnal penyesuaian.

Di Buku Besar, ayat jurnal penyesuaian ditulis sebagai “Ayat Jurnal Penyesuaian”.

Ayat jurnal untuk Mansyur Consulting adalah seperti berikut ini :

Tanggal 30 Januari 2018:

(Debit) Beban Asuransi Rp 300.000


(Kredit) Asuransi Dibayar Di Muka Rp 300.000

(Debit) Beban Bahan Habis Pakai Rp 850.000


(Kredit) Bahan Habis Pakai Rp 850.000

(Debit) Beban Penyusutan Rp 330.000


(Kredit) Akumulasi Penyusutan Rp 330.000

(Debit) Beban Gaji Rp 120.000


(Kredit) Utang Gaji Rp 120.000
(Debit) Beban Sewa Rp 1.500.000
(Kredit) Sewa Dibayar Di Muka Rp 1.500.000

(Debit) Pendapatan Diterima Di Muka Rp 2.500.000


(Kredit) Pendapatan Rp 2.500.000

Tahap #7: Menyiapkan Neraca Saldo Setelah Penyesuaian

Setelah semua ayat jurnal penyesuaian telah selesai dibuat dan diposting, daftar saldo yang
disesuaikan disiapkan untuk memeriksa kesamaan jumlah saldo debit dan kredit.

Hal ini adalah langkah terakhir atau urutan ke-tujuh dalam siklus akuntansi, sebelum
menyiapkan laporan keuangan, dan semua kesalahan yang muncul dari proses posting ayat
jurnal penyesuaian harus ditemukan dan diperbaiki.

Perhatikan, neraca saldo setelah penyesuaian Mansyur Consulting per 31 Januari 2018
adalah seperti ditunjukkan berikut ini:

Mansyur Consulting
Neraca Saldo Setelah Penyesuaian
Untuk Bulan yang Berakhir pada 31 Januari 2018
(Dalam Rupiah)

Keterangan: Neraca Saldo setelah penyesuaian

Tahap #8: Menyiapkan Laporan Keuangan Perusahaan Jasa


Hasil TERPENTING dari siklus akuntansi adalah LAPORAN KEUANGAN.

Tahap penyusunan Laporan Keuangan dari Neraca Lajur atau kertas kerja akhir periode:

Laporan Laba Rugi disiapkan terlebih dahulu, diikuti oleh laporan ekuitas pemilik, kemudian
neraca.

Laporan Keuangan dapat disiapkan langsung dari daftar saldo yang disesuaikan, kertas kerja
akhir periode, atau buku besar.

Laba bersih atau rugi bersih yang ditunjukkan dalam laporan keuangan disajikan dalam
laporan ekuitas pemilik bersama dengan penambahan investasi dan juga penarikan oleh
pemilik.

Saldo akhir modal pemilik dilaporkan di neraca dan ditambahkan dengan jumlah liabilitas
untuk menyamakan jumlah aset.

Perhatikan, Laporan Keuangan untuk Mansyur Consulting ditunjukkan seperti berikut ini:

A. Laporan Laba Rugi Perusahaan Jasa

Mansyur Consulting
Laporan Laba Rugi
Untuk Bulan yang Berakhir pada 31 Januari 2018
(Dalam Rupiah)

Contoh Laporan Laba Rugi Perusahaan Jasa

Dari Laporan Laba Rugi di atas, memperlihatkan bahwa Mansyur Consulting memperoleh
laba sebesar Rp 18.300.000 untuk bulan Januari 2018.

B. Laporan Perubahan Modal Perusahaan Jasa


Mansyur Consulting
Laporan Perubahan Modal
Untuk Bulan yang Berakhir pada 31 Januari 2018
(Dalam Rupiah)

Contoh Laporan Perubahan Modal Perusahaan Jasa

C. Neraca Perusahaan Jasa

Berikut ini Neraca atau laporan posisi keuangan Mansyur Consulting:

Mansyur Consulting
Neraca
Per 31 Januari 2018
(Dalam Rupiah)

Contoh Neraca perusahaan jasa

Per 31 Januari 2018, Mansyur Consulting memiliki:

 jumlah aset senilai Rp 45.720.000,


 jumlah liabilitas Rp 3.420.000 dan
 jumlah ekuitas pemilik Rp 42.300.000.

Tahap #9: Membuat Ayat Jurnal Penutup

Urutan #9 dalam siklus akuntansi adalah membuat ayat jurnal penutup dan kemudian
memindahkan (posting) ke buku besar.

Apa yang dimaksud dengan jurnal penutup?

Pengertian jurnal penutup adalah ayat jurnal yang memindahkan saldo akun-akun sementara
ke akun modal pemilik.

Proses pemindahan tersebut disebut proses penutupan (clossing process) atau sering kita
kenal sebagai TUTUP BUKU.

Setelah ayat jurnal penyesuaian dipindahkan ke buku besar.

Buku besar akan sesuai dengan data yang dilaporkan dalam laporan keuangan.

Saldo akun-akun yang dilaporkan di neraca terus disertakan dari tahun ke tahun. Karena
bersifat permanen, maka akun-akun ini disebut akun riil (real account).

Saldo akun-akun yang dilaporkan di Laporan Laba Rugi tidak disertakan dari tahun ke tahun.

Begitu juga dengan saldo akun prive pemilik, yang dilaporkan dalam laporan ekuitas pemilik,
tidak disertakan.

Karena akun-akun ini hanya melaporkan jumlah untuk satu periode, maka disebut akun
sementara (temporary account) atau akun nominal (nominal account).

Untuk melaporkan jumlah hanya untuk satu periode, saldo akun sementara harus nol pada
awal periode.

Bagaimana saldo ini bisa diubah menjadi nol?

Saldo akun pendapatan dan beban dipindahkan ke sebuah akun yang disebut Ikhtisar Laba
Rugi (Income Summary).

Saldo ikhtisar Laba Rugi lalu dipindahkan ke akun modal pemilik. Ayat jurnal yang
memindahkan saldo-saldo ini disebut ayat jurnal penutup (closing entries).

Perhatikan diagram yang menggambarkan proses penutupan berikut ini:


Diagram: Proses Penutupan

Perhatikan bahwa Ikhtisar Laba Rugi digunakan digunakan hanya pada saat akhir periode
siklus akuntansi.

Pada awal proses penutupan, tidak ada saldo Ikhtisar Laba Rugi.

Selama proses penutupan dalam siklus akuntansi, Ikhtisar Laba Rugi akan di-debit dan di-
kredit untuk jumlah yang berbeda-beda.

Pada akhir proses penutupan , Ikhtisar Laba Rugi tidak akan memiliki saldo lagi.

Karena Ikhtisar Laba Rugi ini memiliki efek ‘membersihkan’ atau me-nihil-kan saldo akun
pendapatan dan beban, maka kadang dibuat juga akun kliring (clearing account).

Judul lain yang kadang dipakai adalah Revenue and Expense Summary, Profit and Loss
Summary, dan Income and Expense Summary.

Sangat mungkin untuk menutup akun sementara (pendapatan dan beban) tanpa menngunakan
akun kliring seperti Ikhtisar Laba Rugi.

Dalam hal ini, saldo akun pendapatan dan beban ditutup secara langsung ke akun modal
pemilik. Proses ini berjalan otomatis dalam sistem akuntansi komputerisasi.

Dalam sistem manual, penggunaan akun Ikhtisar Laba Rugi membantu dalam menemukan
dan memperbaiki kesalahan.
Ada 4 jurnal penutup yang dibuat pada akhir periode akuntansi agar akun-akun siap
digunakan kembali pada periode berikutnya.

Ayat jurnal penutup yang pertama memindahkan saldo akun pendapatan ke ikhtisar Laba
Rugi.

Ayat jurnal kedua memindahkan saldo akun Beban ke ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ketiga
memindahkan saldo Ikhtisar Laba Rugi ke akun modal pemilik.

Terakhir, ayat jurnal ke-empat memindahkan semua saldo dalam akun prive pemilik ke akun
modal pemilik.

Ke-empat ayat jurnal penutup untuk Mansyur Consulting ditunjukkan berikut ini:

Jurnal Penutup Perusahaaan Jasa – Mansyur Consulting

Contoh Jurnal Penutup

Perhatikan gambar di atas, setelah ayat jurnal penutup diposting ke buku besar , saldo dalam
akun modal pemilik akan sesuai dengan jumlah yang disajikan di laporan ekuitas pemilik dan
neraca.

Untuk Mansyur Consulting, saldo akhir modal  adalah Rp 42.300.000, seperti ditunjukkan
pada buku besar berikut ini:
Tabel: Akun Modal di Buku Besar

Setelah ayat jurnal penutup diposting, semua saldo akun pendapatan, beban, dan prive
menjadi nol.

Untuk menyederhanakan, ayat jurnal penutup di buku besar ditulis  singkat sebagai
“Penutup”.

Dan khusus untuk anda yang suka nonton video atau film, berikut saya sajikan video
penjelasan singkat tentang jurnal penyesuaian dan jurnal penutup dalam siklus akuntansi
perusahaan jasa:

Tahap #10: Menyiapkan Neraca Saldo Setelah Penutupan

Langkah terakhir dalam siklus akuntansi adalah menyiapkan neraca saldo setelah penutupan.

Kegunaan dari daftar saldo setelah penutupan dalam siklus akuntansi ini adalah untuk
memastikan bahwa buku besar telah sesuai pada awal periode berikutnya.

Semua akun beserta saldo dalam daftar saldo setelah penutupan harus sama dengan akun dan
saldo di neraca pada akhir periode.

Dan perhatikan daftar saldo setelah penutupan untuk Mansyur Consulting ditunjukkan
seperti berikut ini:

Mansyur Consulting
Neraca Saldo Setelah Penutupan
Untuk Bulan yang Berakhir pada 31 Januari 2018
(Dalam Rupiah)
Neraca Saldo Setelah Penutupan

Saldo yang ditunjukkan dalam daftar saldo setelah penutupan diambil dari saldo akhir dalam
buku besar seperti pada alur siklus akuntansi #2.

Saldo-saldo ini sesuai dengan jumlah yang ditunjukkan di neraca Mansyur Consulting, seperti
pada urutan siklus akuntansi #8.

03. Periode Akuntansi


Sebagai tambahan informasi, periode yang umum digunakan adalah tahun kalender yang
dimulai dari tanggal 1 Januari sampai 31 Desember.

Ada 99,4% dari seluruh perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (IDX) memiliki
periode akuntansi yang berakhir tanggal 31 Desember, dan sisanya di tanggal 31 Maret.

Namun perusahaan juga bisa menggunakan periode selain tahun kalender.

Contohnya, suatu perusahaan bisa saja menetapkan periode akuntansi yang berakhir saat
aktivitas usahanya mencapai titik terendah dalam siklus operasi tahunannya.

Pada titik terendah ini, suatu usaha memiliki waktu lebih banyak untuk menganalisis hasil
operasinya dan menyiapkan laporan keuangan.

Karena perusahaan-perusahaan dengan periode akuntansi seringkali memiliki aktivitas


operasi yang sifatnya sangat musiman.

Para investor dan pengguna laporan keuangan lainnya harus berhati-hati dalam meng-
interpretasikan laporan keuangan setengah periode, misalnya semester untuk perusahaan
tersebut.

Artinya, kita harus menyadari bahwa perusahaan tersebut akan memiliki hasil operasional
yang sangat fluktuatif sepanjang periode akuntansi.

Perlu diperhatikan, bahwa sejarah keuangan perusahaan bisa ditunjukkan dengan serangkaian
NERACA dan Laporan Laba Rugi untuk beberapa periode akuntansi.
Jika kelangsungan suatu perusahaan ditunjukkan dengan sebuah garis yang bergerak dari kiri
ke kanan, serangkaian neraca dan laporan laba rugi dapat digambarkan sebagai berikut:

 
“[Lengkap] Contoh Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang
Beserta Penjelasan”
Belajar siklus akuntansi | Dengan disusunnya Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang ini yang
meliputi seluruh proses akuntansi mulai dari:

 Neraca
 Transaksi Perusahaan Dagang
 Jurnal Khusus (Junal Penjualan dan Pembelian, Jurnal Penerimaan dan Pengeluaran
Kas)
 Jurnal Umum Perusahaan Dagang
 Buku Besar Pembantu (Buku Pembantu Piutang, Utang, dan Persedian)
 Buku Besar Umum
 Laporan Harga Pokok Penjualan
 Jurnal Penyesuaian
 Kertas Kerja (Neraca Lajur)
 Laporan Keuangan (Laporan Laba Rugi, Perubahan Modal, Laporan Arus Kas,
Laporan Neraca)
 Jurnal Penutup
 Jurnal Pembalik Perusahaan Dagang

Contoh Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang


No Transaksi
1 Membeli dengan kredit 400 kg beras dengan harga @ Rp3.500,00 dari Tn. Odi.
Dijual tunai 200 kg jagung @ Rp3.000,00 kepada Tn. Andi. Diterima pelunasan dari Tn.
Andi atas penjualan bulan yang lalu sebesar Rp4.500.000,00 tanpa potongan.
2
Dijual dengan kredit 300 kg kedelai @ Rp5.000,00 kepada Tn. Candra.
Dibeli dengan kredit 300 kg jagung @ Rp1.500,00 dari Tn. Odi. Dibeli tunai
3 perlengkapan dari Toko Asia senilai Rp300.000,00. Dibayar utang kepada Tn. Harno
Rp2.850.000,00 tanpa potongan.
Dibeli dari Tn. Dodi tunai 200 kg kacang hijau @ Rp5.400,00 Tn. Andi mengembalikan
4
barang 15 kg jagung yang dibeli tgl 2 karena rusak, seharga Rp45.000,00.
5 Dibayar angsuran kepada Tn. Iman sebesar Rp1.200.000,00 tanpa potongan.
Dibeli dengan kredit 130 kg kacang tanah @ Rp6.000,00 dari Tn. Harno. Dijual tunai
6
100 kg jagung @ Rp3.000,00 kepada Tn. Andi.
Melunasi utang kepada Tn. Iman atas pembelian bulan lalu senilai Rp3.000.000,00.
7
Diterima pelunasan dari Tn. Bandi Rp3.200.000,00 dengan potongan 2%.
Dibeli dengan kredit dari Tn. Iman 100 kg beras @ Rp3.000,00 dan dibeli tunai dari Tn.
8
Nandi 100 kg kacang hijau @ Rp5.400,00.
Dijual tunai kepada Tn. Endro 100 kg kacang tanah @ Rp7.500,00. Tn. Candra melunasi
9
utangnya Rp8.000.000,00 dengan potongan 2%.
Dijual dengan kredit kepada Tn. Bandi 250 kg jagung @ Rp3.000,00. Dibayar pelunasan
10
utang kepada Tn. Joyo Rp3.900.000,00 tanpa potongan.
Diterima pelunasan dari Tn. Dodi sebesar Rp5.000.000,00 tanpa potongan. Dibayar
11
kepada Tn. Kasiyo sebesar Rp2.400.000,00 tanpa potongan.
12 Melunasi utang kepada Tn. Landi sebesar Rp1.300.000,00.
Dibeli dengan kredit dari Tn. Harno 300 kg kacang hijau @ Rp5.000,00. Tn. Endro
15
melunasi utangnya sebesar Rp5.000.000,00 tanpa potongan.
18 Dibeli dengan kredit dari Tn. Joyo 200 kg kedelai @ Rp3.700,00.
Dibeli tunai dari Tn. Suryaman 100 kg jagung @ Rp1.500,00.Dibayar biaya listrik dan
19
telepon untuk bulan Desember Rp150.000,00.
Dibayar sewa kendaraan untuk mengirim barang dagangan sebesar Rp100.000,00. Dijual
20 kredit kepada Tn. Andi 400 kg beras @ Rp5.800,00. Dibeli dengan kredit dari Tn. Iman
100 kg kacang tanah @ Rp6.000,00.
23 Dijual dengan kredit 500 kg kacang tanah kepada Tn Dodi @ Rp7.500,00.
Dibayar macam-macam biaya untuk toko Rp100.000,00. Tn. Endro melunasi utangnya
24 Rp2.500.000,00 tanpa potongan. Dijual dengan kredit kepada Tn. Candra 500 kg kacang
hijau @ Rp7.000,00.
Melunasi utang kepada Tn. Mansur Rp2.600.000,00 tanpa potongan. Dijual dengan
25
kredit kepada Tn. Andi 100 kg beras @ Rp5.000,00.
26 Menerima pelunasan dari Tn. Andi atas pembelian tanggal 20 dengan potongan 2%.
29 Melunasi utang kepada Tn. Nandi sebesar Rp.3.050.000,00 tanpa potongan.
30 Dijual dengan kredit pada Tn. Bandi 200 kg jagung @ Rp.3.100,00.
Dibayar gaji 2 orang karyawan bagian toko masing-masing @ Rp400.000,00 dan 1 orang
31 karyawan kantor Rp300.000,00. Diterima angsuran dari Tn. Candra sebesar
Rp.4.000.000,00 tanpa potongan.

Perusahaan dapat menggunakan jurnal umum untuk mencatat transaksi tersebut.


Pencatatan dalam jurnal umum ini masih bisa digunakan selama transaksi perusahaan
belum banyak. Namun jika transaksi sudah cukup banyak dan sering terjadi transaksi yang
sama, maka penggunaan jurnal umum sudah tidak efisien lagi. Hal ini disebabkan oleh
adanya pencatatan rekening yang sama di dalam jurnal umum yang dilakukan secara
berulang-ulang.

Dengan demikian transaksi keuangan yang terjadi selama bulan Desember tersebut akan
dibukukan ke dalam jurnal khusus secara kronologis (sesuai dengan urutan waktu
terjadinya) dengan data tambahan bahwa Toko Rejeki menggunakan pencatatan
persediaan perpetual dengan metode FIFO.

Berdasarkan transaksi secara bersamaan dengan membuat jurnal juga dilakukan pencatatan
pada buku pembantu baik buku pembantu piutang, buku pembantu persediaan, maupun buku
pembantu utang usaha. Dari transaksi yang terjadi pada Toko “Rejeki” tersebut di atas dapat
dicatat dalam jurnal khusus berikut ini:

Jurnal Khusus Perusahaan Dagang


Jurnal Penjualan Perusahan Dagang
Catatan:
* kolom ref diisi dengan nomor rekening buku pembantu piutang saat posting di buku
pembantu yang dilakukan secara harian.
* * setiap minggu atau akhir bulan, kolom jumlah pada jurnal ini dijumlahkan diposting
dalam buku besar umum penjualan atau dalam rekening selain penjualan dengan mencatat
nomor rekening dari buku besar umum yang bersangkutan.

Jurnal Pembelian Perusahan Dagang

Catatan:
* Kolom ref diisi dengan nomor rekening buku pembantu utang saat posting di buku
pembantu yang dilakukan secara harian.
* * Setiap minggu atau akhir bulan, kolom jumlah pada jurnal ini dijumlahkan diposting
dalam buku besar umum pembelian atau dalam rekening selain pembelian dengan mencatat
nomor rekening dari buku besar umum yang bersangkutan.

Jurnal Penerimaan Kas


Catatan:
* kolom ref diisi dengan nomor rekening buku pembantu piutang saat posting di buku
pembantu yang dilakukan secara harian.
* * setiap minggu atau akhir bulan, kolom jumlah pada jurnal ini dijumlahkan diposting
dalam buku besar umum pembelian atau dalam rekening selain pembelian dengan mencatat
nomor rekening dari buku besar umum yang bersangkutan.

Jurnal Pengeluaran Kas

Catatan:
* kolom ref diisi dengan nomor rekening buku pembantu utang saat posting di buku
pembantu yang dilakukan secara harian.
* * setiap minggu atau akhir bulan, kolom jumlah pada jurnal ini dijumlahkan diposting
dalam buku besar umum pembelian atau dalam rekening selain pembelian dengan mencatat
nomor rekening dari buku besar umum yang bersangkutan.

Jurnal Umum
Mencatat (Posting) Buku Besar Pembantu
Buku Besar Pembantu Piutang
Buku Besar Pembantu Persediaan
Buku Besar Pembantu Utang
Setiap akhir periode dibuat daftar saldo dari masing-masing buku pembantu untuk
dicocokkan dengan buku besar umum/utama (rekening kontrol) yaitu piutang, utang, dan
persediaan.

Pemindahbukuan (Posting ) ke Buku Besar Umum

Buku besar adalah kumpulan dari rekening-rekening yang sejenis yang saling berhubungan
dan merupakan satu kesatuan. Kumpulan rekening ini terbagi dalam lima kelompok yang
disebut juga dengan buku besar adalah Harta, Utang, Modal, Pendapatan, dan Beban.

Harta terdiri atas rekening kas, piutang, perlengkapan, mesin dan lain-lain.

Utang terdiri atas rekening utang usaha, utang gaji karyawan, utang bank, dan lain-lain.
Modal terdiri atas modal pemilik.
Pendapatan terdiri atas rekening pendapatan jasa atau pendapatan lain di luar usaha. Beban
terdiri atas rekening beban gaji karyawan, beban sewa, beban depresiasi, dan lainlain serta
beban di luar usaha.

Pemindahbukuan (posting ) adalah mencatat atau memindahkan rekening dan jumlah angka
yang berasal dari jurnal ke buku besar dengan memberikan tanda posting tertentu. Berbeda
dengan penjurnalan yang harus dilakukan secara rutin setiap hari.

Pemindahbukuan ini dapat dilakukan setiap akhir pekan (seminggu sekali) atau bisa juga
tiap akhir bulan. Sebagai tanda bahwa posting telah dilakukan, maka tiap-tiap terjadi
pemindahbukuan harus ditandai, baik dalam jurnal maupun pada buku besarnya.

Pemindahbukuan (posting) dilaksanakan setelah semua transaksi dicatat ke dalam buku


jurnal. Pemindahbukuan dari jurnal khusus ataupun jurnal umum ke buku besar dengan
prosedur berikut.

1. Jumlah nominal yang terdapat di jurnal khusus dipindah ke kolom saldo debit atau
kredit dari rekening yang bersangkutan.
2. Nomor halaman yang terdapat di jurnal khusus dipindah ke kolom ref buku besar
sebagai tanda sumber pempostingan.
3. Rekening-rekening yang terdapat di jurnal khusus setelah diposting diberi nomor
sebagai tanda jumlah nominalnya telah dipindahkan ke buku besar.
4. Jumlah yang dipindahkan ke buku besar merupakan jumlah akhir sehingga tanggal
ditulis per akhir periode. Khusus untuk kolom serba-serbi yang terdapat di jurnal
penerimaan dan pengeluaran kas, posting dilakukan menurut tanggal transaksi.

Pemindahbukuan (Posting) ke Buku Besar Umum

Setelah dilakukan penjurnalan secara kronologis, maka langkah berikutnya adalah mem-
posting (memindahbukukan dari jurnal ke buku besar) dengan cara memberikan kode nomor
akun ke dalam kolom Ref (Referensi) yang ada dalam jurnal dan tiap-tiap akun yang sudah
dilakukan posting juga diberikan nomor halaman jurnal. Hal ini dapat dicermati pada
rekening berikut ini.
Menghitung Harga Pokok Penjualan

Apabila perusahaan menerapkan metode pencatat persediaan secara perpetual fisik, maka
besarnya harga pokok barang yang terjual bisa ditentukan setiap saat terjadi penjualan yaitu
setiap membuat jurnal penjualan sekaligus mencatat jurnal harga pokok penjualan.
Namun demikian perhitungan harga pokok penjualan tetap dilakukan sebagai komponen dari
laporan laba rugi yang tersaji dalam laporan keuangan.

Penghitungan harga pokok penjualan dibuat pada akhir periode akuntansi, yaitu pada waktu
disusun laporan keuangan. Penyajian harga pokok penjualan ini dapat dibuat secara terpisah
dari laporan laba rugi. Adapun formulasi penghitungan harga pokok penjualan adalah:

Contoh:

Data berikut ini adalah yang dimiliki oleh Toko “Rahayu” Persediaan barang dagangan awal
(1 Oktober 2006) sebesar Rp30.000.000,00. Pembelian selama satu bulan sebesar
Rp120.000.000,00. Dari pembelian tersebut diperoleh potongan pembelian sebesar
Rp3.000.000,00 dan melakukan pengembalian barang yang rusak sebesar Rp6.000.000,00.
Dalam rangka memperoleh barang yang dibeli dikeluarkan ongkos angkut sebesar
Rp1.200.000,00. Pada akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik barang yang masih
tersisa di gudang sebesar Rp35.000.000,00. Dari data tersebut dapat dihitung besarnya harga
pokok penjualan sebagai berikut.

Pengikhtisaran dari Saldo Buku Besar

Setelah semua akun yang ada dalam jurnal dibukukan (posting) ke masing-masing rekening,
maka langkah selanjutnya adalah membuat daftar saldo.

Penyusunan daftar saldo dilakukan setiap akhir bulan, yaitu menentukan besarnya saldo tiap-
tiap akun, selanjutnya diringkas dalam daftar saldo sebagai berikut;
Kertas Kerja/ Neraca Lajur

Kertas kerja merupakan sarana untuk memudahkan bagi suatu perusahaan dalam membuat
laporan keuangan selanjutnya. Kertas kerja pada perusahaan dagang sama dengan pada
perusahaan jasa. Kertas kerja tersebut terdiri atas sebagai berikut.

1. Neraca saldo yang berisi rekening-rekening buku besar setelah adanya pempostingan
terhadap rekening tersebut.
2. Penyesuaian yang berisi ayat-ayat penyesuaian yang memengaruhi rekening buku
besar.
3. Neraca saldo disesuaikan berisi rekening-rekening buku besar yang telah
terpengaruh ayat penyesuaian.
4. Perhitungan laba rugi berisi rekening-rekening nominal, yaitu terdiri atas
pendapatan dan beban yang menunjukkan hasil operasi perusahaan selama periode
tertentu.
5. Perhitungan neraca berisi rekening-rekening riil, yaitu terdiri atas harta, utang, dan
modal yang menunjukkan posisi perusahaan pada waktu tertentu.

Selanjutnya dari daftar saldo tersebut dapat disusun laporan keuangan jika semua data sudah
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Namun, dapat diketahui bahwa untuk aktiva tetap
belum diperhitungkan beban penyusutannya, demikian pula dengan perlengkapan ternyata
masih ada persediaan (belum terpakai). Oleh karena itu, masih perlu data penyesuaian agar
transaksi menunjukkan keadaan yang sesungguhnya.

Data yang ada di Toko Rejeki telah diinformasikan bahwa perusahaan menggunakan metode
pencatatan persediaan metode fisik dengan rekening penyesuaian harga pokok penjualan
dengan data penyesuaiannya adalah sebagai berikut.

1. Penyusutan aktiva tetap sebesar 5% setiap tahun (beban untuk bulan Desember belum
diperhitungkan). Beban penyusutannya dibebankan untuk bagian toko sebesar 60%
dan bagian kantor 40%.
2. Perlengkapan yang masih tersisa sebesar Rp. 760.000,00 pemakaian perlengkapan
digunakan untuk bagian toko 75% dan bagian kantor 25%.
3. Bunga pinjaman di bank yang masih harus dibayar sebesar Rp. 75.000,00.
4. Persediaan barang dagangan akhir periode senilai Rp. 2.886.000,00

Berdasarkan data penyesuaian tersebut maka dibuat jurnal penyesuaian sebagai berikut.
Tetapi jika Toko Rejeki telah menggunakan metode pencatatan persediaan metode fisik
dengan rekening penyesuaian Ikhtisar Laba Rugi dengan data penyesuaiannya atas persediaan
barang dagangan pada akhir periode sebesar Rp2.886.000, maka jurnal penyesuaian atas
persediaan tersebut adalah:

Setelah jurnal penyesuaian dibuat, langkah selanjutnya adalah membuat neraca lajur (kertas
kerja/work sheet). Apabila data yang ada pada Toko “Rejeki” dibuatkan kertas kerja akan
tampak seperti berikut:
Laporan Keuangan Perusahaan Dagang
Penutupan
Selama proses akuntansi berjalan, seluruh rekening nominal yang terdiri atas pendapatan dan
beban digunakan sebagai rekening untuk mengklasifikasikan dan mengikhtisarkan rekening
modal. Pada akhir periode akuntansi, seluruh rekening nominal tersebut harus ditutup dengan
saldo nol (tidak memiliki saldo).

Jurnal Penutup

Seperti pada perusahaan jasa, jurnal penutup pada perusahaan dagang digunakan untuk
menutup rekening-rekening nominal, yaitu rekening yang berkaitan dengan pendapatan dan
beban. Hanya saja untuk laporan yang menggunakan metode harga pokok penjualan untuk
rekening pembelian, biaya angkut pembelian, retur dan pengurangan

harga serta potongan pembelian tidak lagi dibuat ayat penutupnya karena rekening-rekening
tersebut saldonya sudah nol. Ayat-ayat penutup yang digunakan untuk menutup rekening
nominal sebagai berikut.

1. Menutup pendapatan, yaitu semua rekening pendapatan di debit sebesar saldo masing-
masing rekening, sedangkan rekening ikhtisar laba rugi di kredit sebesar jumlah semua
rekening pendapatan. Adapun jurnalnya adalah:
 2. Menutup beban, yaitu semua beban di kredit sebesar saldo tiap rekening dan rekening
ikhtisar laba rugi di debit sebesar jumlah total rekening beban. Adapun jurnalnya adalah:

3. Menutup perkiraan ikhtisar laba rugi, yaitu jika total sisi debit lebih kecil daripada
kredit maka menunjukkan laba dengan jurnal.

1. Jika perusahaan rugi, jurnalnya adalah:

4. Menutup prive, pada umumnya rekening prive,…. Ini bersaldo debit sehingga akan
mengurangi modal perusahaan. Adapun jurnalnya adalah:
Setelah jurnal penutup dibuat, selanjutnya dilakukan posting ke buku besar masing-masing
dan dibuat neraca saldo setelah penutupan untuk mengetahui keseimbangan (balance) dan
kebenaran dari tiap-tiap rekening sebelum memulai pencatatan pada periode berikutnya.

Adapun dari contoh dari Toko Rejeki dapat disusun jurnal penutup sebagai berikut.

Jurnal Pembalik (Penyesuaian Kembali/ Reversing Entries)

Jurnal pembalik (penyesuaian kembali) adalah jurnal yang dibuat pada awal periode
akuntansi untuk membalik jurnal penyesuaian tertentu yang dibuat pada periode sebelumnya.

Jurnal pembalik bukan merupakan jurnal yang harus dibuat oleh suatu perusahaan. Akan
tetapi, jurnal ini perlu dibuat agar pencatatan dalam periode berikutnya dapat tetap konsisten
penggunaan rekeningnya.

Transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu perusahaan yang memerlukan jurnal pembalik
antara lain sebagai berikut.
1. Beban yang masih harus dibayar.
2. Beban yang dibayar di muka apabila beban tersebut pada saat transaksi dicatat dalam
rekening beban (bukan rekening aktiva/harta).
3. Pendapatan yang masih harus diterima. Pendapatan diterima di muka apabila
pendapatan tersebut pada saat transaksi dicatat dalam rekening pendapatan (bukan
rekening utang).

Contoh: Pada jurnal penyesuaian tentang bunga atas utang Bank yang masih harus dibayar
oleh Toko Rejeki sebesar Rp 75.000,00

Anda mungkin juga menyukai