Disusun Oleh :
FADHLON : 180213059
Dengan ditulisnya makalah ini semoga dapat membawa ilmu yang bermanfaat bagi kita
semua yang membacanya dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas
tentang apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini . Penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan ataupun kekeliruan dari apa yang disampaikan
sang penulis .
Dan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing Praktikum BK Belajar ibu Desi
Arliani, M.Pd yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga dapat
berjalan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan salah satu usaha sadar manusia dalam mendidik, meningkatkan
kemampuan serta diiringi oleh perubahan dan peningkatan kualitas maupun kuantitas
pengetahuan manusia itu sendiri. Belajar adalah salah satu aktivitas siswa yang terjadi di
dalam lingkungan belajar. Belajar diperoleh melalui lembaga pendidikan formal dan
nonformal. Salah satu lembaga pendidikan formal yang umum di Indonesia yaitu sekolah
dimana di dalamnya terjadi kegiatan belajar dan mengajar yang melibatkan interaksi
antara guru dan siswa. Tujuan belajar siswa sendiri adalah untuk mencapai atau
memperoleh pengetahuan yang tercantum melalui hasil belajar yang optimal sesuai
dengan kecerdasan intelektual yang dimilikinya.
Kemudian dari proses belajar tersebut timbul sebuah masalah dalam belajar, masalah ini
adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu
berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep dasar dalam masalah-masalah belajar?
2. Apa saja bentuk-bentuk dari masalah belajar tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui secara rinci mengenai apa itu masalah belajar
2. Untuk mengetahui bentuk-bentul dalam masalah belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Dalam Masalah Belajar
Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai
ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak
terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang
tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak
disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu
dihilangkan. Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses
dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan
sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan
menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan”. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan
keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya
dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa
siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas.
Banyak orangtua yang kebingungan menghadapi anaknya yang tiba-tiba tidak mau sekolah.
Berbagai alasan dikemukan, mulai dari sakit perut, pusing dan yang lainnya. Sedangkan
untuk memaksa anak tetap ke sekolah, takut akan membuat anak stress. Kondisi ini,
seringkali disebut dengan fobia sekolah, yakni bentuk kecemasan yang tinggi terhadap
sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun
hilang ketika masa kebarangkatan ke sekolah sudah lewat, atau saat hari Minggu dan libur.
Fobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun,
saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun
ketika ia menghadapi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.
Pengalaman negatif sekolah atau lingkungan. Karena sering mendapat ejekan atau di ganggu
teman-temannya di sekolah membuat anak menolak ke sekolah. Dia merasa kesal, takut, dan
malu. Atau karena adanya persepsi terhadap guru yang dianggap galak dan seram, sehingga
membuat anak jadi takut dan cemas. Mobil jemputan yang tidak nyaman karena sering
ngebut, perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi ke sekolah, takut menyeberang
jalan, dan rasa ketakutan lainnya, bisa menimbulkan stress dan kecemasan. Anak pun
menjadi tegang, resah, dan mulai tidak mau ke sekolah.
3.2 Kegagalan dalam sekolah
Mencontek (cheating) adalah perilaku atau perbuatan curang yang dilakukan untuk
menghindari kegagalan hasil ujian atau nilai akademis menggunakan cara tidak jujur seperti;
melihat hasil jawaban orang lain, menulis catatan kecil di meja, telapak tangan, atau sobekan
kertas yang tersembunyi, melihat buku pedoman, catatan atau media elektronik. Mencontek
juga dapat diartikan memberikan, menggunakan ataupun menerima segala informasi,
menggunakan materi yang dilarang digunakan dan memanfaatkan kelemahan seseorang,
prosedur ataupun suatu proses untuk mendapatkan suatu keuntungan yang dilakukan pada
tugas-tugas akademik.
Menurut Lestari (2005), menyontek adalah perilaku yang dilakukan untuk menghindari
kegagalan dari nilai akademis dengan cara yang tidak jujur yaitu suka tengak-tengok saat
ujian, mendekati teman yang pandai, memilih tempat duduk yang dibelakang dan pojok,
membuat catatan kecil di kertas, tisu, di dinding, bahkan menggunakan handphone untuk
saling tukar jawaban dikelas sebelah.
Menurut Anderman dan Murdock (2007), terdapat empat jenis perilaku menyontek, yaitu:
a. Social Active. Social Active adalah mengambil dan meminta jawaban dari orang lain.
Dalam kondisi ini pelajar tersebut mengandalkan pelajar lain untuk menyontek.
Contohnya: pada saat dilakukan tes klasikal atau ujian, seorang pelajar meminta
jawaban kepada pelajar lainnya.
b. Social Passive. Social Passive adalah pada dasarnya pelajar tidak ingin terlibat dalam
aktivitas menyontek. Menyontek terjadi ketika peran pelajar tersebut pasif dan
diandalkan oleh pelajar lain untuk menyontek. Contohnya: ketika dilakukan tes
klasikal atau ujian, pelajar membiarkan pelajar yang lain untuk melihat hasil
pekerjaan nya, atau bahkan pasrah dalam memberikan contekan.
c. Indivualistic Opportunistic. Individualistic Opportunistic adalah kegiatan menyontek
yang dilakukan oleh individu-individu yang impulsive atau melakukan kegiatan
menyontek dengan tiba-tiba dan tidak merencanakan sebelumnya. Contohnya:
membuka buku atau menggunakan internet handphone saat tes klasikal atau ujian
berlangsung.
d. Independent Planned. Independent Planned adalah individu dengan sengaja
melakukan sendiri kegiatan menyontek yang akan dilakukanya pada saat tes klasikal
atau ujian dan mengandalkan dirinya sendiri. Contohnya: membawa materi-materi
atau catatan- catatan ke dalam ruangan tes klasikal atau ruang ujian dengan sengaja.
Burnout sekolah adalah istilah yang digunakan untuk mengambarkan sindrom kelelahan
emosional dan sinisme yang terjadi sebagai respons terhadap stress dan ketegangan hidup.
Tanda tanda perilaku burnout ialah malasnya untuk pergi kesekolah atau pergi kesekolah
hanya untuk hadir saja,terdapat perasaan gagal dalam dirinya,cepat merasa capek ,lelah dan
mudah kesal.
a. Faktor internal ,meliputi tidak adanya motivasi, memiliki rasa lelah, malas dan
memikirkan hal diluar sekolah ; pacar,mantan ,game dan hal lainnya.
b. Faktor eksternal meliputi guru mengajar di kelas yang membosankan karena kurang
pengalaman atau terlalu tua, tidak ada kecocokan dengan teman sekelas dan
kurangnya dukungan moral dari orang tua atau orangtua menuntut lebih pada anak.
3.5 Motivasi rendah
Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa siswa yang sedang belajar
untuk mengadakan perubahan pada dirinya dengan beberapa unsur yang mendukung. Dan
yang dimaskud dengan motivasi rendah adalah kebalikan dari motivasi tinggi dalam belajar.
Dengan demikian seorang siswa yang memiliki salah satu indicator diatas adalah siswa
dengan motivasi belajar yang rendah.
3.6 Underachievment
Underachievment adalah istilah untuk individu yang berprestasi kurang dan tidak bermotivasi
atau lebih khususnya adalah ungkapan untuk Anak Berbakat Berprestasi Kurang (AB2K). Ia
memiliki bakat namun dalam hal akademik memiliki prestasi rendah.
Namun apapun kondisinya kehadiran guru dan orangtua sangat berarti dalam menangani
AB2K dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kelebihan maupun kelemahan yang
dimilikinya.
3.7 Prokrastinasi
Prokrastinasi yang dalam bahasa inggris disebut procrastination berasal dari bahasa latin
“procrastinare” tersusun dari dua akar kata ,pro yang berarti mendorong atau maju dan
cratinus yang berarti keputusan hari esok. Maka dapat dipahami prokrastinasi adalah suatu
penundaan terhadap sesuatu yang penting secara sengaja dan dilakukan secara berulang
ulang. Adapun Prokrastinasi Akademik ialah penundaan tugas formal tanpa alasan atau
dengan sebab melakukan kegiatan lain yang tidak begitu penting.
Faktor prokrastinasi yaitu:
a. Anxiety, Fear or failure yaitu melakukan penundaan terhadap tugas karena takut
sesuatu atau stress
b. Self Handicapping yaitu melakukan penundaan karena menempatkan hambatan
sebagai halangan untuk melakukan tugas atau mencari cari alasan eksternal untuk
mempertahankan harga diri.
c. Discounted Expectancy yaitu terlebih dahulu melakukan hal yang menyenangkan
ketimbang yang menyulitkan atau membuat beban pikiran.
d. Dan beberapa factor lainnya seperti manajemen waktu yang buruk,masalah pribadi
dan hal hal internal dan eksternal yang lain.
Burka dan Yuen (1983) mengungkapkan saran untuk mengatatasi prokrastinasi diantaranya
yaitu mulailah bekerja sebelum “feeling in the mood” ,lalu fokuskan satu kegiatan dalam satu
waktu,kurangi mengharapkan akan kesempurnaan dan berikan penghargaan atas kemajuan
yang dicapai.
Drop Out adalah keluarnya peserta didik dari suatu sekolah sebelum waktunya lulus yang
disebabkan oleh hal hal tertentu. Faktor penyebab drop out adalah karena factor internal dari
dalam diri siswa secara umumnya disebabkan absensi siswa melebihi aturan yang telah
ditetapkan sekolah ,factor lainnya adalah kurang minat belajar dan minder ke sekolah seperti
suka menyendiri dan menolak untuk diberikan tanggung jawab.
Menurut Prayitno (Herman dkk, 2006:155-156) siswa yang mengalami masalah belajar dapat
dikenali melalui prosedur pengungkapan, yaitu:
PENUTUP
Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara guru-siswa mendorong
perilaku belajar siswa. Siswa merupakan kunci terjadinya perilaku belajar dan ketercapaian
sasaran belajar. Dengan demikian bagi siswa perilaku belajar merupakan proses belajar yang
dialami dan dihayati, dan sekaligus merupakan aktivitas belajar tentang bahan belajar dan
sumber belajar di lingkungannya. Dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan
masalah-masalah intern. Dari sisi guru, yang memusatkan perhatian pada pebelajar yang
belajar maka akan muncul fsktor-faktor ekstern yang memungkinkan terjadinya belajar.
Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa meliputi hal-hal seperti: sikap terhadap
belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuan mengolah bahan ajar, kemampuan
menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan,
kemampuan berprestasi, rasa percaya diri siswa, dan kebiasaan belajar. Faktor-faktor ekstern
belajar seperti guru sebagai Pembina belajar, sarana dan prasarana pembelajaran, kbijakan
penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah.
Adapun cara pengungkapan masalah belajar seperti tes hasil belajar, tes kemampuan dasar,
tes diagnostik, dan analisis hasil belajar. Sedangkan upaya pengentasan masalah adalah
seperti pengajaran perbaikan, program pengayaan, dan motivasi belajar.
Dari pembahasan diatas, maka diharapkan kepada para guru agar lebih menyelenggarakan
pembelajaran yang optimal terhadap anak didiknya dan memberikan pemahaman yang lebih
luas tentang arti belajar itu sendiri. Selain itu diharapkan juga kepada guru selaku pendidik
untuk tidak hanya memfokuskan fungsinya selaku pengajar dan fasilitator, tetapi juga
perannya selaku motivator sehingga sukses dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
http://jim.unsyiah.ac.id/pbk/article/download/10092/5277
http://jurnaledukasikemenag.org/index.php/edukasi/article/view/142