Anda di halaman 1dari 14

MASALAH-MASALAH DALAM BELAJAR

Disusun Oleh :
FADHLON : 180213059

M RIZQI AL KHAIR : 190213007

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur tiada terhingga kita lantunkan kepada Allah swt sang Maha Pengasih dan
Maha Pemurah atas segala rahmat yang dilimpahkan . Salam dan shalawat kita haturkan
kepada junjungan besar kita Nabiyullah Muhammad saw Yang merupakan sosok sangat
mulia yang menjadi penuntun setiap muslim.

Dengan ditulisnya makalah ini semoga dapat membawa ilmu yang bermanfaat bagi kita
semua yang membacanya dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas
tentang apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini . Penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan ataupun kekeliruan dari apa yang disampaikan
sang penulis .

Dan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing Praktikum BK Belajar ibu Desi
Arliani, M.Pd yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga dapat
berjalan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ iii

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... iii


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. iii
1.3 Tujuan .................................................................................................... iii

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 1

A. KONSEP DASAR .................................................................................. 1


B. BENTUK-BENTUK MASALAH DALAM BELAJAR ....................... 3
C. CARA PENGUNGKAPAN MASALAH BELAJAR............................. 8

BAB III PENUTUP .................................................................................................. iv

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. v


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan salah satu usaha sadar manusia dalam mendidik, meningkatkan
kemampuan serta diiringi oleh perubahan dan peningkatan kualitas maupun kuantitas
pengetahuan manusia itu sendiri. Belajar adalah salah satu aktivitas siswa yang terjadi di
dalam lingkungan belajar. Belajar diperoleh melalui lembaga pendidikan formal dan
nonformal. Salah satu lembaga pendidikan formal yang umum di Indonesia yaitu sekolah
dimana di dalamnya terjadi kegiatan belajar dan mengajar yang melibatkan interaksi
antara guru dan siswa. Tujuan belajar siswa sendiri adalah untuk mencapai atau
memperoleh pengetahuan yang tercantum melalui hasil belajar yang optimal sesuai
dengan kecerdasan intelektual yang dimilikinya.
Kemudian dari proses belajar tersebut timbul sebuah masalah dalam belajar, masalah ini
adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu
berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep dasar dalam masalah-masalah belajar?
2. Apa saja bentuk-bentuk dari masalah belajar tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui secara rinci mengenai apa itu masalah belajar
2. Untuk mengetahui bentuk-bentul dalam masalah belajar
BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Dalam Masalah Belajar

2.1 Pengertian Masalah Belajar

Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai
ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak
terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang
tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak
disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu
dihilangkan. Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses
dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan
sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan
menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan”. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan
keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya
dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa
siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas.

2.2 Faktor-faktor Penyebab Masalah Belajar

a. Faktor Intern Belajar


1. Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses
belajar. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus
menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat,
2. Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada
pelajaran. Untuk memperkuat perhatian pada pelajara, guru perlu menggunakan
bermacam-macam strategi belajar mengajar, dan meperhitungkan waktu belajar
serta selingan istirahat.
3. Kemampuan mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan
cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Kemampuan
siswa mengolah bahan ajar belajar menjadi semakin baik, jika siswa berpeluang
aktif belajar.
4. Kemampuan menyimpan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan
dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung
dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu
lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa. Sedangkan kemampuan menyimpan
dalam waktu pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan.
5. Kemampuan berprestasasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses
belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajarnya. Siswa
menunjukkan bahwa ia elah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau
mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa
ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi
tersebut berpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktivan pra pengolahan,
pengolahan, penyimpanan, pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan
pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi
kurang atau dapay juga gagal berprestasi.
6. Rasa percaya diri
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil.
Dari segi perkembangan, rasa percaya dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan
tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat
siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh
pengakuan umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.
7. Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik.
Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa belajar pada kahir semester, belajar
tidak terartur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, dan lain-lain. Untuk sebagian
kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidakpahaman siswa pada arti belajar
pada diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin
membelajarkan diri.

b. Faktor Ekstern Belajar


1. Guru sebagai pembina belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang
sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda
bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa,
khususnya pada peningkatan proses belajar.
2. Saranan dan prasarana pembelajaran
Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, dan berbagai media
pengajaran yang lain. Sedangkan prasarana pembelajaran meliputi gedung
sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan
tempat olahraga. . Lengkapnya sebuah sarana dan prasarana pembelajaran
merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Dengan tersedianya sarana dan
prasarana belajar berarti meuntut guru dan siswa dalam menggunakannya.
3. Kebijakan penilaian
Hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar tersebut. Hasil belajar ini
merujuk pada sebuah penilaian yang akan diperoleh siswa. Masalah yang timbul
adalah tidak semua siswa mendapatkan nilai yang bagus sehingga membuat
timbul rasa kecewa pada diri sendiri. Disinilah peran guru dan orang tua untuk
membangkitkan motivasi pada anak tersebut, sehingga anak tersebut bisa
merasakan seperti apa yang teman lainnya dapatkan.
4. Lingkungan sosial di sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal
sebagai lingkungan social siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan
adanya kedudukan dan peranan tertentu. Lingkungan sosial mewujud dalam
suasana gembira, rukun, dan damai; atau sebaliknya, mewujud dalam suasana
perselisihan, bersaing, salah-menyalahkan, dan cerai-berai. Suasana kejiwaan
tersebut berpengaruh pada semnangat dan proses belajar
5. Kurikulum sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum.
Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk
membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program pembelajaran di sekolah
sesuai dengan sistem pendidikan nasional.

B. Bentuk-bentuk Masalah Belajar

3.1 Fobia sekolah

Banyak orangtua yang kebingungan menghadapi anaknya yang tiba-tiba tidak mau sekolah.
Berbagai alasan dikemukan, mulai dari sakit perut, pusing dan yang lainnya. Sedangkan
untuk memaksa anak tetap ke sekolah, takut akan membuat anak stress. Kondisi ini,
seringkali disebut dengan fobia sekolah, yakni bentuk kecemasan yang tinggi terhadap
sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun
hilang ketika masa kebarangkatan ke sekolah sudah lewat, atau saat hari Minggu dan libur.

Fobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun,
saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun
ketika ia menghadapi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.

Pengalaman negatif sekolah atau lingkungan. Karena sering mendapat ejekan atau di ganggu
teman-temannya di sekolah membuat anak menolak ke sekolah. Dia merasa kesal, takut, dan
malu. Atau karena adanya persepsi terhadap guru yang dianggap galak dan seram, sehingga
membuat anak jadi takut dan cemas. Mobil jemputan yang tidak nyaman karena sering
ngebut, perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi ke sekolah, takut menyeberang
jalan, dan rasa ketakutan lainnya, bisa menimbulkan stress dan kecemasan. Anak pun
menjadi tegang, resah, dan mulai tidak mau ke sekolah.
3.2 Kegagalan dalam sekolah

a. Memiliki keyakinan yang salah


Faktor yang cukup berpengaruh kenapa orang gagal meraih prestasi adalah keyakinan
yang salah atau memiliki keyakinan yang negatif tentang orang berprestasi. Sebagai
contoh misalnya si A berpendapat, ”Percuma jadi orang pintar, akhirnya jadi
koruptor”. Mungkin si A sering melihat banyak orang pintar terjerat kasus koruptor.
Sudah bergelar Doktor atau Profesor tapi masuk penjara karena kasus korupsi. Si A
menyakini bahwa perbuatan korupsi itu tidak baik, jahat dan memalukan. Karena
keyakinannya begitu kuat dan bulat bahwa percuma jadi orang pintar, maka segala
upaya yang dilakukan untuk menjadi pintar akan bertabrakan dengan keyakinannya.
Apabila seseorang mempunyai keyakinan seperti itu membuat orang tersebut sulit
mempunyai prestasi yang baik di sekolah, walaupun ia berusaha keras
mewujudkannya.
b. Tidak Memiliki Strategi Yang Tepat
Banyak orang yang gagal atau kurang mempunyai prestasi yang maksimal karena
tidak memiliki strategi belajar yang tepat. Untuk mencapai keberhasilan dalam bidang
pendidikan memerlukan perencanaan strategi yang tepat. Orang yang tidak
mempunyai strategi yang tepat maka tindakan yang dilakukan menjadi kurang tepat.
c. Tidak Melakukan Tindakan Sesuai Program
Kesalahan lainnya kenapa orang tidak meraih prestasi puncak dalam belajar adalah
dalam prosesnya sering tidak melakukan tindakan sesuai program. Tidak melakukan
tindakan sesuai program dapat diakibatkan tidak fokus dan tidak mempunyai
komitmen terhadap program yang disusun. Pelaksanaan program hanya berjalan satu
minggu saja, hari berikutnya disiplin mulai melemah bahkan tidak melaksanakan
program sama sekali.
d. Tidak Melakukan Evaluasi
Kesalahan berikutnya adalah tidak melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang
dilakukan, apakah melakukan ke arah tujuan atau tidak. Terkadang kita tidak
melakukan evaluasi atau mengukur sampai seberapa jauh kesiapannya untuk
mencapai tujuannya tersebut. Tidak ada evaluasi menyebabkan kita tidak
memperoleh masukan tentang upaya yang sudah dilakukan.

3.3 Perilaku mencontek

Mencontek (cheating) adalah perilaku atau perbuatan curang yang dilakukan untuk
menghindari kegagalan hasil ujian atau nilai akademis menggunakan cara tidak jujur seperti;
melihat hasil jawaban orang lain, menulis catatan kecil di meja, telapak tangan, atau sobekan
kertas yang tersembunyi, melihat buku pedoman, catatan atau media elektronik. Mencontek
juga dapat diartikan memberikan, menggunakan ataupun menerima segala informasi,
menggunakan materi yang dilarang digunakan dan memanfaatkan kelemahan seseorang,
prosedur ataupun suatu proses untuk mendapatkan suatu keuntungan yang dilakukan pada
tugas-tugas akademik.
Menurut Lestari (2005), menyontek adalah perilaku yang dilakukan untuk menghindari
kegagalan dari nilai akademis dengan cara yang tidak jujur yaitu suka tengak-tengok saat
ujian, mendekati teman yang pandai, memilih tempat duduk yang dibelakang dan pojok,
membuat catatan kecil di kertas, tisu, di dinding, bahkan menggunakan handphone untuk
saling tukar jawaban dikelas sebelah.

Menurut Anderman dan Murdock (2007), terdapat empat jenis perilaku menyontek, yaitu:

a. Social Active. Social Active adalah mengambil dan meminta jawaban dari orang lain.
Dalam kondisi ini pelajar tersebut mengandalkan pelajar lain untuk menyontek.
Contohnya: pada saat dilakukan tes klasikal atau ujian, seorang pelajar meminta
jawaban kepada pelajar lainnya.
b. Social Passive. Social Passive adalah pada dasarnya pelajar tidak ingin terlibat dalam
aktivitas menyontek. Menyontek terjadi ketika peran pelajar tersebut pasif dan
diandalkan oleh pelajar lain untuk menyontek. Contohnya: ketika dilakukan tes
klasikal atau ujian, pelajar membiarkan pelajar yang lain untuk melihat hasil
pekerjaan nya, atau bahkan pasrah dalam memberikan contekan.
c. Indivualistic Opportunistic. Individualistic Opportunistic adalah kegiatan menyontek
yang dilakukan oleh individu-individu yang impulsive atau melakukan kegiatan
menyontek dengan tiba-tiba dan tidak merencanakan sebelumnya. Contohnya:
membuka buku atau menggunakan internet handphone saat tes klasikal atau ujian
berlangsung.
d. Independent Planned. Independent Planned adalah individu dengan sengaja
melakukan sendiri kegiatan menyontek yang akan dilakukanya pada saat tes klasikal
atau ujian dan mengandalkan dirinya sendiri. Contohnya: membawa materi-materi
atau catatan- catatan ke dalam ruangan tes klasikal atau ruang ujian dengan sengaja.

3.4 Burnout sekolah

Burnout sekolah adalah istilah yang digunakan untuk mengambarkan sindrom kelelahan
emosional dan sinisme yang terjadi sebagai respons terhadap stress dan ketegangan hidup.
Tanda tanda perilaku burnout ialah malasnya untuk pergi kesekolah atau pergi kesekolah
hanya untuk hadir saja,terdapat perasaan gagal dalam dirinya,cepat merasa capek ,lelah dan
mudah kesal.

Faktor penyebab terjadinya burnout ada beberapa sebab yaitu:

a. Faktor internal ,meliputi tidak adanya motivasi, memiliki rasa lelah, malas dan
memikirkan hal diluar sekolah ; pacar,mantan ,game dan hal lainnya.
b. Faktor eksternal meliputi guru mengajar di kelas yang membosankan karena kurang
pengalaman atau terlalu tua, tidak ada kecocokan dengan teman sekelas dan
kurangnya dukungan moral dari orang tua atau orangtua menuntut lebih pada anak.
3.5 Motivasi rendah

Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa siswa yang sedang belajar
untuk mengadakan perubahan pada dirinya dengan beberapa unsur yang mendukung. Dan
yang dimaskud dengan motivasi rendah adalah kebalikan dari motivasi tinggi dalam belajar.

Faktor penyebab terjadinya motivasi rendah pada siswa yaitu :

a. Tidak memiliki hasrat untuk berhasil


b. Kurangnya dorongan akan belajar
c. Minim harapan untuk meraih cita cita
d. Kurangnya mementingkan prestasi belajar
e. Lingkungan yang kurang kondusif
f. Kegiatan belajar yang membosankan.

Dengan demikian seorang siswa yang memiliki salah satu indicator diatas adalah siswa
dengan motivasi belajar yang rendah.

3.6 Underachievment

Underachievment adalah istilah untuk individu yang berprestasi kurang dan tidak bermotivasi
atau lebih khususnya adalah ungkapan untuk Anak Berbakat Berprestasi Kurang (AB2K). Ia
memiliki bakat namun dalam hal akademik memiliki prestasi rendah.

Karakter underachievement yaitu:

a. Memiliki iq yang tinggi


b. Memiliki kebiasaan kerja yang jelek
c. Ketidakmampuan berkonsentrasi
d. Minat yang kuat terhadap bidang tertentu sehingga melupakan akademik lainnya
e. Pekerjaan sering tidak selesai
f. Tidak ada prioritas terhadap tugas yang diberikan

Namun apapun kondisinya kehadiran guru dan orangtua sangat berarti dalam menangani
AB2K dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kelebihan maupun kelemahan yang
dimilikinya.

3.7 Prokrastinasi

Prokrastinasi yang dalam bahasa inggris disebut procrastination berasal dari bahasa latin
“procrastinare” tersusun dari dua akar kata ,pro yang berarti mendorong atau maju dan
cratinus yang berarti keputusan hari esok. Maka dapat dipahami prokrastinasi adalah suatu
penundaan terhadap sesuatu yang penting secara sengaja dan dilakukan secara berulang
ulang. Adapun Prokrastinasi Akademik ialah penundaan tugas formal tanpa alasan atau
dengan sebab melakukan kegiatan lain yang tidak begitu penting.
Faktor prokrastinasi yaitu:

a. Anxiety, Fear or failure yaitu melakukan penundaan terhadap tugas karena takut
sesuatu atau stress
b. Self Handicapping yaitu melakukan penundaan karena menempatkan hambatan
sebagai halangan untuk melakukan tugas atau mencari cari alasan eksternal untuk
mempertahankan harga diri.
c. Discounted Expectancy yaitu terlebih dahulu melakukan hal yang menyenangkan
ketimbang yang menyulitkan atau membuat beban pikiran.
d. Dan beberapa factor lainnya seperti manajemen waktu yang buruk,masalah pribadi
dan hal hal internal dan eksternal yang lain.

Penanganan prokrastinasi bisa dilakukan dengan terapi kognitif yaitu meningkatkan


meningkatkan keyakinan individu menjadi keyakinan yang akurat, adaptif dan realitas
sehingga berkurangnya berpikir secara berlebihan,harapan yang tidak realistis dan frustasi.

Burka dan Yuen (1983) mengungkapkan saran untuk mengatatasi prokrastinasi diantaranya
yaitu mulailah bekerja sebelum “feeling in the mood” ,lalu fokuskan satu kegiatan dalam satu
waktu,kurangi mengharapkan akan kesempurnaan dan berikan penghargaan atas kemajuan
yang dicapai.

3.8 Drop Out

Drop Out adalah keluarnya peserta didik dari suatu sekolah sebelum waktunya lulus yang
disebabkan oleh hal hal tertentu. Faktor penyebab drop out adalah karena factor internal dari
dalam diri siswa secara umumnya disebabkan absensi siswa melebihi aturan yang telah
ditetapkan sekolah ,factor lainnya adalah kurang minat belajar dan minder ke sekolah seperti
suka menyendiri dan menolak untuk diberikan tanggung jawab.

Beberapa factor eksternal yaitu :

a. Akibat pengaruh lingkungan permainan seperti perkelahian antar teman sebaya,


lompat pagar, merokok dan lain lain.
b. Siswa berpacaran di lingkungan sekolah dan beredarnya videop asusila siswa yang
dapat mencemari nama baik sekolah.
c. Kurangnya perhatian orantua sehingga siswa terlibat hal hal yang berbahaya seperti
penyalahgunaan obat terlarang dan narkoba yang mana hal demikian tidak dapat
ditoleransi oleh pihak sekolah .

Prosedur penanganan drop out terdiri dari 3 macam:

a. Langkah preventif ialah upaya pencegahan terhadap suatu permasalahan ,berupa


kebijakan kepala sekolah seperti mengadakan rapat denga wali kelas dalam rangka
mensosialisasikan kelulusan di setiap mata pelajaran, selanjutnya peran guru BK
bekerja sama dengan guru bidang studi,wali kelas dan orangtua siswa untuk
mengontrol perilaku dan akademik siswa.
b. Langkah pembinaan berupa penanganan dari guru bidang studi seperti bimbingan
belajar dan mengadakan remedial. Pembinaan merupakan penanganan drop out yang
dilakukan untuk membina siswa agar mengalami perubahan yang positif.
c. Langkah tindak lanjut berupa mengadakan rapat khusus untuk menyelesaikan
permasalahan siswa dengan guru bidang studi, guru bk ,wali murid dan pihak pihak
yang bersangkutan untuk mengmabil keputusan drop out dan sekolah lanjutan siswa
ke tempat lain .Hal ini bertujuan agar siswa dapat melanjutkan studinya hingga tuntas
di tempat lain.

C. Cara Pengungkapan Masalah Belajar

Menurut Prayitno (Herman dkk, 2006:155-156) siswa yang mengalami masalah belajar dapat
dikenali melalui prosedur pengungkapan, yaitu:

1. Tes hasil belajar


Tes hasil belajar adalah suatu alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh mana
siswa telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Tes kemampuan dasar
Setiap siswa memiliki kemampuan dasar atau intelegensi tertentu. Tingkat
kemampuan dasar ini biasanya diukur atau diungkapkan dengan mengadministrasikan
tes intelegensi yang sudah baku.
3. Melalui pengisian AUM PTSDL
AUM PTSDL adalah alat ungkap untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai
aspek yang dapat mempengaruhi proses keberhasilan belajar, khususnya yang
menyangkut prasyarat penguasaan materi pelajaran, keterampilan belajar, sarana
belajar, keadaan diri pribadi, dan keadaan lingkungan fisik dan sosio-emosional.
4. Tes diagnostik
Tes ini merupakan instrument untuk mengungkapkan adanya kesalahan yang dialami
oleh siswa dalam bidang pelajaran tertentu. Dengan tes diagnostik sebenarnya
sekaligus dapat diketahui kekuatan dan kelemahan siswa dalam bidang studi tertentu.
5. Analisis hasil belajar
Analisis hasil belajar merupakan suatu komponen dalam sistem proses belajar
mengajar yang terdiri dari kurikulum, materi pelajaran, metode mengajar dan analisis
itu sendiri, serta memberikan informasi mengenai tingkat pencapaian keberhasilan
siswa.
BAB III

PENUTUP
Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara guru-siswa mendorong
perilaku belajar siswa. Siswa merupakan kunci terjadinya perilaku belajar dan ketercapaian
sasaran belajar. Dengan demikian bagi siswa perilaku belajar merupakan proses belajar yang
dialami dan dihayati, dan sekaligus merupakan aktivitas belajar tentang bahan belajar dan
sumber belajar di lingkungannya. Dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan
masalah-masalah intern. Dari sisi guru, yang memusatkan perhatian pada pebelajar yang
belajar maka akan muncul fsktor-faktor ekstern yang memungkinkan terjadinya belajar.

Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa meliputi hal-hal seperti: sikap terhadap
belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuan mengolah bahan ajar, kemampuan
menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan,
kemampuan berprestasi, rasa percaya diri siswa, dan kebiasaan belajar. Faktor-faktor ekstern
belajar seperti guru sebagai Pembina belajar, sarana dan prasarana pembelajaran, kbijakan
penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah.

Adapun cara pengungkapan masalah belajar seperti tes hasil belajar, tes kemampuan dasar,
tes diagnostik, dan analisis hasil belajar. Sedangkan upaya pengentasan masalah adalah
seperti pengajaran perbaikan, program pengayaan, dan motivasi belajar.

Dari pembahasan diatas, maka diharapkan kepada para guru agar lebih menyelenggarakan
pembelajaran yang optimal terhadap anak didiknya dan memberikan pemahaman yang lebih
luas tentang arti belajar itu sendiri. Selain itu diharapkan juga kepada guru selaku pendidik
untuk tidak hanya memfokuskan fungsinya selaku pengajar dan fasilitator, tetapi juga
perannya selaku motivator sehingga sukses dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Mudjiono.1994.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Dirjen Dikti.

Irwanto. 2002. Psikologi Umum .Prenhalindo, Jakarta

http://jim.unsyiah.ac.id/pbk/article/download/10092/5277

http://jurnaledukasikemenag.org/index.php/edukasi/article/view/142

Anda mungkin juga menyukai