Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH UTAMA DEMAM

BERDARAH PADA AN. E

DISUSUN

RAIMUNDUS H. B. DODOK

2018610085

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................3
Latar Belakang.........................................................................................................................................3
Tujuan......................................................................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI..........................................................................................................................................7
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA.............................................................................................9
Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga.....................................................................................................12
Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................................14
Implementasi.........................................................................................................................................16
Evaluasi..................................................................................................................................................16
Penutup.....................................................................................................................................................18
Kesimpulan............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit DBD dapat muncul
sepanjang tahun (Kemenkes, 2015). DBD dapat menyerang semua kelompok umur,
namun DBD masih merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak. DBD sering
terjadi pada anak berusia kurang dari 15 tahun, dengan tingkat serangan tertinggi dalam
umur 5-9 tahun (Rahma, 2011).
World Health Organization (WHO) (2016) tahun 2015, menyebutkan bahwa
wabah demam berdarah tersebar di seluruh dunia. Filipina melaporkan lebih dari 169.000
kasus dan Malaysia melebihi 111.000 kasus dugaan demam berdarah, meningkat 59,5%
dan 16% dalam jumlah kasus tahun sebelumnya. Diperkirakan 500.000 orang dengan
dengue parah memerlukan rawat inap setiap tahunnya, sebagian besar di antaranya adalah
anak-anak. Sekitar 2,5% dari mereka tidak dapat diselamatkan (meninggal dunia).
Kementerian Kesehatan menyebutkan hingga akhir Februari tahun 2016, kejadian
luar biasa (KLB) penyakit DBD dilaporkan ada di 12 Kabupaten dan 3 Kota dari 11
Provinsi di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita DBD di
Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang penderita DBD
dengan jumlah kematian 108 orang Golongan terbanyak yang mengalami DBD di
Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25%
(Kemenkes RI, 2016).
Jumlah penderita DBD di Provinsi Sumatra Barat yang dilaporkan pada tahun
2014 sebanyak 2.282 kasus dengan jumlah kematian 12 orang. Selama tahun 2014 lebih
kurang terdapat 4 kabupaten/kota yang melaporkan terjadinya KLB DBD yaitu Kota
Padang, Kabupaten lima Kota, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Tanah Datar,
Kabupaten Sijunjung, karena daerah tersebut termasuk daerah endemis DBD . Kasus
tertinggi ada di Kota Padang (666 kasus), diikuti Kabupaten Pesisir Selatan (282 kasus),
Kabupaten Tanah Datar (279 kasus) dan Kasus terendah adalah di Kota Padang Panjang
(7 kasus), hanya Kabupaten Kepulauan Mentawai yang tidak punya kasus DBD (Dinas
Kesehatan Provinsi Sumbar, 2015).
Kasus DBD di Kota Padang tahun 2014, lebih rendah dari tahun 2013 (998
kasus). Kasus ini lebih banyak terjadi pada perempuan (350 kasus) dibanding laki-laki
(316 kasus), meninggal sebanyak 6 orang dengan CFR (Case Fatality Rate) 0,9 %. Kasus
DBD terbanyak pada tahun 2014 terdapat di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya (67
kasus) diikuti oleh Puskesmas Andalas dan Belimbing (62 kasus) (Dinas Kesehatan Kota
Padang, 2015). Kejadian DBD pada anak di RSI Ibnu Sina Padang tahun 2015 dari bulan
Juni sampai Desember sebanyak 63 kasus. Pada tahun 2016 terjadi peningkatan kejadian
DBD pada anak sebanyak 164 kasus.
DBD pada anak dapat menunjukkan gejala demam tinggi dan mendadak disertai
sakit kepala, nyeri sendi atau otot, dan muntah. Gejala khas DBD berupa perdarahan pada
kulit atau tanda perdarahan lainnya seperti purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis,
ekimosis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena (Susilaningrum
dkk, 2013).
Hasil penelitian Annisa, dkk (2015), menyebutkan bahwa tanda dan gejala lain
yang terdapat pada anak DBD yaitu pembesaran hepar, epistaksis, purpura, juga
hematemesis. Kemenkes RI (2010), menyebutkan bahwa tanda bahaya DBD adalah nyeri
perut, muntah berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letargi,
lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah
trombosit yang cepat.
Pengkajian anak dengan DBD ditemukan adanya peningkatan suhu yang
mendadak disertai mengigil, adanya pedarahan kulit seperti petekhie, ekimosis, hematom,
epistaksis, hematemesis bahkan hematemesis melena. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya nyeri otot, sakit kepala, nyeri ulu hati, pembengkakan sekitar mata. Hasil
pemeriksaan labor didapatkan adanya tromsitopenia dan hemokonsentrasi (Alimul,
2008).
Hemokonsentrasi dapat dinilai dari hematokrit. Nilai hematokrit meningkat
bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Akibat
kebocoran plasma kedaerah ekstravaskuler melalui kapiler yang rusak yang
mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit
(Susilaningrum dkk, 2013).
Nilai hematokrit yang tinggi menyebabkan terjadinya syok pada anak dengan
gejala anak menjadi lemah, ujung-ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab.
Denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80
mmHg atau kurang. Gejala tersebut akan membahayakan anak bila tidak ditangani
dengan cepat. Penanganan kasus DBD yang yang terlambat akan menyebabkan Dengue
Syok Sindrom (DSS) yang menyebabkan kematian (Ngastiyah, 2014).
Alimul (2008), mengatakan bahwa salah satu diagnosis atau masalah keperawatan
yang terjadi pada anak DBD adalah kurang volume cairan. Kurangnya volume cairan
pada anak DBD ini dapat disebabkan oleh adanya perpindahan cairan intra vaskuler ke
ekstravaskuler akibat peningkatan permeabilitas kapiler. Tindakan perawat yang
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah monitor tanda vital, keadaan umum,
tanda-tanda syok dan asupan cairan. Asupan cairan dapat diberikan melalui pemberian
minum peroral dan melalui intravena.
Orang tua perlu mengetahui gejala awal DBD pada anak. Biasanya orang tua
membawa anak ke pelayanan kesehatan setelah mengalami perdarahan seperti peteki,
gusi berdarah dan hematemesi. Oleh karena itu peran dan pengetahuan orang tua tentang
penyakit DBD sangat penting agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan kasus
DBD. Anak dan orang tua perlu dipersiapkan untuk tindakan invasif yang dibutuhkan
saat proses perawatan (Ngastyah, 2014).
Hasil penelitian Marestika, dkk (2012) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan
orang tua dalam penatalaksanaan masalah DBD pada anak di Kecamatan Buah Batu
wilayah kerja Puskesmas Margahayu Raya Bandung pada bulan Juni 2012 lebih dari
setengahnya termasuk dalam kategori cukup baik, dikarenakan orang tua sudah cukup
familiar dengan penyakit demam berdarah. Orang tua belum memahami kapan anak
harus dibawa ketempat pelayanan kesehatan terdekat untuk memeriksakan kondisi anak
mereka. Supaya tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan kasus DBD. Sidiek
(2012), menyatakan bahwa tingkat pengetahuan mengenai DBD tidak berhubungan
dengan kejadian DBD pada anak. Tingkat pengetahuan ibu pada anak yang mengalami
kejadian penyakit DBD dibanding pada anak yang tidak mengalami kejadian DBD tidak
memiliki perbedaan yang bermakna.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 27 Januari 2017 di RSI Ibnu Sina
Padang terdapat 1 pasien anak DBD, dengan diagnosa keperawatan utama pada anak
yaitu dengan hipertermi. Dari hasil pengamatan, peneliti mengamati perawat sudah
melakukan pengkajian dengan baik. Hasil wawancara peneliti dengan perawat
mengatakan tindakan keperawatan untuk pasien hipertermi menganjurkan anak untuk
banyak minum dan melakukan kompres. Pengamatan peneliti perawat melakukan
tindakan keperawatan tersebut ketika pada saat overan, ketika orang tua mengatakan
pasien demam, dan saat pemberian obat.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertatrik untuk melakukan penelitian
studi kasus asuhan keparawatan pada anak dengan DBD di ruang rawat RSI Ibnu Sina
Padang.

Tujuan
1. Tujuan umum : Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada keluarga dengan kasus
Demam Berdarah Dengue dikeluhan
2. Tujuan khusus : Mampu melakukan asuhan keperawatan pada keluarga An”E” dengan
kasus Demam Berdarah Dengue.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR DBD

2.1.1 Pengertian

Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthopodborn
virus) da ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti)
(Ngastiyah, 2014).

DBD adalah penyakit virus yang tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah tropis.
Penderitanya terutama adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun, tetapi sekarang banyak juga
orang dewasa terserang penyakit virus ini. Sumber penularan utama adalah manusia, sedangkan
penularannya adalah nyamuk Aedes (Soedarto, 2009).

2.1.2 Etiologi

Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue. Virus dengue ini terutama ditularkan
melaui vektor nyamuk Aesdes aegypti. Jenis nyamuk ini terdapat hampir diseluruh Indonesia
kecuali ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut. Di Indonesia, virus tersebut sampai
sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B dari
arthropedi borne viruses (Arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-3
merupakan penyebab terbanyak di Indonesia. Infeksi salah satu serotipe menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe
lain (Nursalam dkk, 2008).

2.1.3 Tanda dan gejala

 Demam tinggi galeri dan terus menerus selama 2-7 hari (tanpa penyebab yang
jelas)
 Manifestasi pendarahan terdapat bintik-bintik merah pada tubuh
 Pembesaran hati (suda dapat dirabah sejak permulaan sakit)
 Syok yang ditandai dengan nadi yang menuru, tekanan darah menurun, disertai
kulit terba dingin dan lembab
2.1.4 Patofisiologi

virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes argypti dan aedes
albopictus, maka tubuh pasien membentuk kekebalan penyakit. Apa bila tubuh pasien diserang
kedua kalinya, maka tubuh akan aman. Akan tetapi, apa bila virus yang masuk itu mempunyai
tipe yang berbeda, maka akan mengakibatkan titer antibody igg anti dengue. Dalam
limfosit,terjadi replikasi virus dengue yang bertransformasi akibat virus yang berlebihan. Kondisi
ini menyebabkan kompleks antigen-antibodi.

Kemudian antigen-antibodi tersebut akan mengakibatkan system komplemen dengan


melepaskan C3a dan C5a yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel. Renjatan (syok) yang tidak segerah ditangani akan
menyebabkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, dan kematian.

Lalu, trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mangalami metamirfosis yang dapat
menyebabkan trombositopenia hebat dan perdarahan. Aktifasi Hageman (faktor XII) dapat
menyebabkan pembekuan intravaskuler yang luas dan mengaktifkan system kinin, sehingga
permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat. Kerusakan hati dan menurunya faktor
koagulasi menyebabkan semakin hebat pendarahan yang terjadi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

2.2.1 Pengertian keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat terdiri atas kepala keluarga, serta beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling ketergantungan

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang
sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada
Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakatat
serta lingkungan

2.2.2 Tipe dan bentuk keluarga

 Keluarga inti
Keluarga yang terdiri daria ayah, ibu, dan anak-anak
 Keluarga besar
Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnaya : nenek, kakek,
keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya

2.2.3 Tahap dan tugas perkembangan keluarga

1. Tahap 1 : keluarga pemula


Keluarga merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan.
Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan yang
saling memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan yang harmonis,
merencanakan keluarga berencana
2. Tahap II : keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua berumur 2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga
muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran orang tua kakek dan nenek dan mensosialisasikan dengan
lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.
3. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6
tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi kebutuhan anggota
keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang baru sementara
tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan norma kehidupan,
mulai mengenalkan kultur keluarga, menanamkan keyakinan beragama,
memenuhi kebutuhan bermain anak.
4. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak termasuk
meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi
kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga, membiasakan belajar teratur,
memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolah.
5. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan kebebasan
dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri,
memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka
antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan kebebasan
dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.
6. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak
pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan tugas
perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari hasil pernikahan anak-
anaknya, melanjutkan untuk memperbaharui dan menyelesaikan kembali
hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari
suami dan istri.
7. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah
dan berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini juga dimulai ketika
orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat pasangan pensiun.
Tugas perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang sehat,
mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan
anak-anak, memperoleh hubungna perkawinan yang kokoh.
8. Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun terutama
berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan
lain meninggal. Tugas perkembangan keluarga adalah mempertahankan
pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang
menurun, mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap
kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan keluarga antara generasi.
2.2.4 Fungsi keluarga

Terdapat beberapa fungsi keluarga antara lain


 Fungsi efektif
 Fungsi sosialisasi
 Fungsi perawatan kesehatan

2.2.5 Struktur keluarga

Kumpulan dua orang atau lebih individu yang terjalin ikatan perkawinan, karena
hjubungan darah atau adapsi, hidup dalam satu rumah tangga saling berhubungan
satu sama lainnya dalam perannya mendapatkan dan mempertahankan budaya
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk mengukur
keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-norma kesehatan keluarga maupun sosial,
yang merupakan system terintegrasi dan kesanggupan keluarga untuk mengatasinya. (Effendy,
1998)
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Pengkajian asuhan keperawatan keluarga menurut
teori/model Family Centre Nursing Friedman (1988), meliputi 7 komponen pengkajian yaitu :
a. Data Umum
1) Identitas kepala keluarga
2) Komposisi anggota keluar
3) Genogram
4) Tipe keluarga
5) Suku bangsa
6) Agama
7) Status sosial ekonomi keluarga
b. Aktifitas rekreasi keluarga
1) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
2) Tahap perkembangan keluarga saat ini
3) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
4) Riwayat keluarga inti
5) Riwayat keluarga sebelumnya
c. Lingkungan
1) Karakteristik rumah
2) Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
3) Mobilitas geografis keluarga
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarat
5) System pendukung keluarga
d. Struktur keluarga
1) Pola komunikasi keluarga
2) Struktur kekuatan keluarga
3) Struktur peran (formal dan informal)
4) Nilai dan norma keluarga
e. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
2) Fungsi sosialisasi
3) Fungsi perawatan kesehatan
f. Stress dan koping keluarga
1) Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta kekuatan
keluarga
2) Respon keluarga terhadap stress
3) Strategi koping yang digunakan
4) Strategi adaptasi yang disfungsional
g. Pemeriksaan fisik
1) Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan
2) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga
3) Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata,
mulut, THT, leher, thoraks, abdomen, ekstremitas atas dan bawah, system
genetalia
4) Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik
h. Harapan keluarga
1) Terhadap masalah kesehatan keluarga
2) Terhadap petugas kesehatan yang ada
Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut Supraji (2004) yaitu:
a. Membina hubungan baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan antara lain,
perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah tamah, menjelaskan tujuan
kunjungan, meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah menyelesaikan
masalah kesehatan yang ada di keluarga, menjelaskan luas kesanggupan bantuan perawat
yang dapat dilakukan, menjelaskan kepada keluarga siapa tim kesehatan lain yang ada di
keluarga.
b. Pengkajian awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
yang dilakukan.
c. Pengkajian lanjutan (tahap kedua)
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data y6ang lebih
lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada pengkajian awal.
Disini perawat perlu mengungkapkan keadaan keluarga hingga penyebab dari masalah
kesehatan yang penting dan paling dasar.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manuasia. Dimana keadaan sehat atau perubahan pola interaksi
potensial/actual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat menyusun intervensi-
intervensi definitive untuk mempertahankan status kesehatan atau untuk mencegah
perubahan (Carpenito, 2000).
Untuk menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu:
a. Analisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibandingkan dengan
standar normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.
b. Perumusan diagnosa keperawatan
Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu
pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu:
1. Diagnosa sehat/Wellness/potensial
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu memenuhi
kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan
yang memungkinkan dapat digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini
hanya terdiri dari komponen Problem (P) saja dan sign /symptom (S)
tanpa etiologi (E).
2. Diagnosa ancaman/risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini dapat
menjadi masalah actual bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan
diagnosa risiko ini terdiri dari komponen problem (P), etiologi (E),
sign/symptom (S).
3. Diagnosa nyata/actual/gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga dan
memerlukn bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa actual terdiri dari
problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respons terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas
keluarga.
2.3.3. Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaporkan dalam
memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi (Efendy,1998).
Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan
rencana perawatan (Suprajitmo, 2004).
a. Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai skor tinggi dan
disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah. Dalam menyusun prioritas
masalah kesehatan dan keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa criteria sebagai
berikut :
1. Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
2. Kemungkinan masalah dapat diubah
3. Potensi masalah untuk dicegah
4. Menonjolnya masalah
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah dari satu
proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglay
(1978) dalam Effendy (1998).
b. Rencana
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan keperawatan.
Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta meminimalkan stressor dan
intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk
memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis
pertahanan sekunder, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan tersier
(Anderson & Fallune, 2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di keluarga.
Sedangkan penetapan tujuan jangka pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi
yang berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi nantinya adalah
sebagai berikut :
a). Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai masalah
b) Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui dan
meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.
c) Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang faktor-faktor
penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan, cara mendapatkan
pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan secara teratur.
d) Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.
e) Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang telah diketahui dan
apa yang telah dilaksanakan.
Implementasi
(Suprajitno (2004) menyebutkan bahwa Implementasi dilaksanakan berdasarkan
pada rencana yang telah disusun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan terhadap keluarga yaitu :
a. Sumber daya keluarga
b. Tingkat pendidikan keluarga
c. Adat istiadat yang berlaku
d. Respon dan penerimaan keluarga
e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.
Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi dengan
criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Kerangka kerja
valuasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika secara jelas telah digambarkan
tujuan perilaku yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai criteria evaluasi bagi
tingkat aktivitas yang telah dicapai (Friedman,1998)
Evaluasi disusun mnggunakan SOAP dimana :
S: ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang obyektif.
A : merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis (Suprajitno,2004)
PENUTUP

Kesimpulan
1. Data pengkajian yang meliputi penyebab masalah kesehatan dan masalah
keperawatan pada keluarga Tn.R khususnya An.F dengan diare. Setelah diberian
asuhan keperawatan kepada keluarga Tn.R didapatkan kesimpulan bahwa keluarga
telah mampu mengenal pada lima fungsi keluarga.
2. Masalah keluarga dapat diidentifikasi dari keluarga Tn. R maka dapat ditegakkan dua
diagnosa yaitu resiko kekurangan cairan, resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada An.F.

3. Intervensi yang dapat dilakukan dengan memberi pedidian kesehatan tentang diare,
mendemonstrasikan cara pembuatan oralit atau larutan gula garam.

4. Hasil proses asuhan keperawatan yang dilakukan adalah memandirikan keluarga dan
melaksanakan tugas asuhan keperawatan keluarga dengan resiko kekurangan cairan,
resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Dari intervensi yang
direncanakan dilakukan tindakan keperawatan kepada keluarga. memberikan
pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang resiko kekurangan cairan, resiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh meliputi pengertian, penyebab, tanda
gejala, komplikasi, dan mendemontrasikan cara pembuatan oralit atau larutan gula
garam.

5. Evaluasi hasil yang telah berhasil dilakukan. Dari implementasi yang telah dilakukan
didapatkan evaluasi pada keluarga Tn.R telah mengetahui masalah resiko kekurangan
cairan, resiko perubahan

6. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. dan cara pembuatan oralit atau larutan gula
7. garam: siapkan satu sundok teh gula putih ditambah ¼ sendok teh garam dan
Larutkan dalam satu gelas air masak 200 mg.
2.4.2 Saran
Diharapkan keluarga mampu memelihara dan merawat anggota keluarga yang sakit dan
memperhatikan perhatian terhadapanggota keluarga karena klien masih anak di bawah umur
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K.A.2010. Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Sagung Seto
Allender, JA & Spradley, B. W. 2001. Community as Partner, Theory and Practice Nursing.
Philadelpia : Lippincott
Anderson.E.T & Mc.Farlane.J.M.2000.Community Health and Nursing, Concept and Practice.
Lippincott : California
Carpenitto, L. J. 2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta :EGC
Effendy,N.1998.Dasar-dasar keperawatan Kesehatan Masyarakat.Jakarta :EGC
Friedman,M.M.1998.Family Nursing Research Theory and Practice,4 th Edition.Connecticut :
Aplenton
Iqbal,Wahit dkk.2005.Ilmu Keerawatan Komunitas 2 Teori dan Aplikasi dalam Praktek
Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, Keluarga.Jakarta : EGC
Suprajitno.2004.Asuhan Keprawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktek.Jakarta :EGC
Wright dan Leakey.1984.Penderita Obesitas.Jakarta : PT Pustaka Raya

Anda mungkin juga menyukai