Anda di halaman 1dari 9

Judul Penelitian: Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Kakao di Desa

Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo.

Tujuan Penelitian

1. Menghitung biaya investasi, biaya operasional dan penerimaan (benefit)

usahatani kakao di Desa Banjaroyo Kecamatan Kalibawang Kabupaten

Kulon Progo.

2. Menganalisis kelayakan finansial usahatani kakao di Desa Banjaroyo

Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo.

Kerangka Pemikiran
III METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif dan analitik.

Metode penelitian deskriptif ditujukan untuk menggambarkan atau

mendeskripsikan suatu data yang didapatkan secara jelas, sistematis, akurat, dan

terperinci (Delita et al., 2015). Sedangkan, metode analitik bertujuan untuk

menguji hipotesis-hipotesis dan membuat interpretasi yang lebih dalam tentang

hubungan antara variable yang diteliti. Berdasarkan metode deskriptif dan analitik

tersebut dapat diketahui biaya dan benefit usahatani kakao dan kelayakan

usahatani kakao di Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon

Progo.

A. Pengambilan Sample

1. Lokasi

Lokasi atau daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu di

Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo. Lokasi tersebut

dipilih karena Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo

merupakan sentra penghasil kakao di Daerah Istimewa Yogyakarta dan

merupakan daerah yang memiliki hasil produksi kakao tertinggi di Daerah

Istimewa Yogyakarta.

2. Teknik Pengambilan Sample

Populasi yaitu keseluruhan jumlah yang meliputi obyek atau subyek yang

memiliki karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sample merupakan bagian dari


sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang kemudian digunakan

untuk penelitian. Teknik pengambilan sample atau teknik sampling yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling

termasuk dalam jenin Nonprobability sampling yang mana merupakan teknik

pengambilan sample yang tidak akan memberikan peluang atau kesempatan yang

sama bagi setiap anggota populasi atau unsur untuk dipilih menjadi sampel.

Pengertian dari purposive sampling itu sendiri adalah teknik penentuan sampel

dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh petani kakao di Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang

Kabupaten Kulon Progo yang berjumlah 227 orang dan tergabung dalam empat

kelompok tani. Sedangkan sampel yang akan diambil oleh peneliti yaitu 35 orang

petani kakao yang kemudian akan menjadi responden utama. Responden yang

telah dipilih akan dibagi berdasarkan umur tanaman kakao yang dimiliki petani.

B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder

dan data primer. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui lembaga atau

instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Badan Pusat Statistik atau BPS. Data

primer adalah data utama yang akan digunakan dalam penelitian dan didapatkan

secara langsung dari responden yang terkait. Data primer dapat diperoleh dengan

melakukan wawancara terstruktur, observasi, dan survey.

Teknik pengumpulan data primer dengan wawancara terstruktur dapat

dilakukan dengan menyiapkan instrument penelitian yang berisi pertanyaan-

pertanyaan tertulis dengan dan tanpa alternative jawaban. Dengan melakukan


wawancara terstruktur setiap responden akan diberikan pertanyaan yang sama,

kemudian peneliti akan mencatat dan mengumpulkan data tersebut.

Teknik pengumpulan data primer dengan cara observasi dapat dilakukan

dengan cara pengamatan secara langsung di lapangan terhadap suatu obyek yang

ingin diamati. Sedangkan teknik pengumpulan data primer dengan cara survey

berguna untuk mendapatkan data sekunder sebagai data tambahan dengan

mendatangi tempat-tempat yang terkait seperti Dinas Pertanian, kantor kepala

desa maupun kantor kecamatan.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah

1. Pembatasan Masalah

a. Responden dalam penelitian ini adalah petani kakao di Desa Banjaroya

Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo.

b. Penelitian ini bersifat kuantitatif karena akan membahas finansial dan

kelayakan produksi pada tanaman kakao.

2. Asumsi

D. Definisi Operasional dan Variabel

E. Teknik Analisis

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan kriteria investasi yang banyak

digunakan untuk memperkirakan apakah suatu proyek atau usaha layak atau

tidak untuk dijalankan (Kusmiati & Wati, 2020). Suatu bisnis dapat disebut

layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterima melebihi biaya yang
dikeluarkan (Nurmalina et al., 2018). Perhitungan NPV dilakukan dengan

menggunakan Net benefit yang telah didiskonto dengan Social Opportunity

Cost of Capital (SOCC) sebagai discount factor (Kusmiati & Wati, 2020).

Secara singkat dan matematis, Net Present Value (NPV) dapat dinyatakan

sebagai berikut:

n
bt−ct
NPV= ∑
i=1 ( 1+i )t

Keterangan:

bt: Benefit (penerimaan) bersih tahun t

ct: Cost (biaya) tahun t

i: Discount factor atau tingkat suku bunga

n: Tahun (waktu)

Kriteria pengambilan keputusan dalam NPV antara lain jika NPV lebih dari 0

(NPV>0) maka usaha layak untuk diusahakan, jika NPV kurang dari 0

(NPV<0) maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan, dan jika nilai

NPV sama dengan 0 (NPV=0) artinya usaha tersebut berada pada kondisi

impas (BEP).

1. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C ratio merupakan perbandingan antara manfaat bersih yang

memiliki nilai positif dengan manfaat bersih yang memiliki nilai negative.

Secara matematis Net B/C ratio dapat dinyatakan sebagai berikut:


n
Net B/C= ∑ Net benefit ¿ ¿¿
i=1

Keterangan:

Net benefit (+): Net benefit yang telah didiskonto positif

Net benefit (-): Net benefit yang telah didiskonto negative

n: Tahun (waktu)

i: Discount factor atau tingkat suku bunga

Kriteria pengambilan keputusan dalam Net B/C ratio diantaranya jika Net B/C

lebih dari 1 (Net B/C>1) artinya usaha tersebut layak untuk diusahakan, jika

Net B/C kurang dari 1 (Net B/C<1) artinya usaha tersebut tidak layak untuk

diusahakan, dan jika Net B/C sama dengan 1 (Net B/C=1) artinya usaha

tersebut berada pada kondisi impas (BEP).

2. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)

Kriteria kelayakan lainnya yang biasa digunakan dalam analisis kelayakan

bisnis adalah Gross B/C. Baik biaya maupun manfaat termasuk nilai kotor

(gross)(Nurmalina et al., 2018) . Yang termasuk gross cost adalah biaya

investasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan, sedangkan gross benefit

adalah nilai total produksi. Gross B/C adalah nilai perbandingan antara

jumlah present value benefit dengan jumlah present value cost (W.P.

Marwatin., A. Suwandari., 2016). Secara matematis Gross B/C dapat

dinyatakan sebagai berikut:


n
Bt
∑( t
i=1 1+i )
Gross B/C= n
∑ Ct t
i=1 ( 1+i )

Keterangan:

Bt: Manfaat pada tahun t

Ct: Biaya pada tahun t

n: Tahun (waktu_

i: Discount factor atau tingkat suku bunga

Kriteria pengambilan keputusan dalam Gross B/C ratio diantaranya jika

Gross B/C lebih dari 1 (Gross B/C>1) artinya usaha tersebut layak untuk

diusahakan, jika Gross B/C kurang dari 1 (Gross B/C<1) artinya usaha

tersebut tidak layak untuk diusahakan, dan jika Gross B/C sama dengan 1

(Gross B/C=1) artinya usaha tersebut berada pada kondisi impas (BEP).

3. Internal Rate of Return (IRR)

Penilaian kelayakan bisnis juga dilihat dari seberapa besar pengembalian

bisnis terhadap jumlah investasi yang ditanamkan. Hal ini dapat diukur

dengan menggunakan Internal Rate of Return (IRR). IRR merupakan tingkat

discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besaran yang

diperoleh dalam perhitungan ini ialah berbentuk persentase (%) (Nurmalina et

al., 2018). IRR bertujuan untuk mengetahui persentase keuntungan dari

sebuah usaha setiap tahunnya dan merupakan alat ukur kemampuan proyek

dalam pengembalian bunga pinjaman (Kusmiati & Wati, 2020). Sebuah usaha
dikatakan layak jika IRR yang dihasilkan lebih besar dari opportunity cost of

capital-nya (DR). cara menghitung IRR dapat dinyatakan dalam rumus

sebagai berikut:

NPV 1
IRR= i1+ (i2 – i1)
NPV 1−NPV 2

Keterangan:

NPV1: NPV positif

NPV2: NPV negative

i1= Discount rate yang menghasilkan NPV1 (positif)

i2= Discount rate yang menghasilkan NPV2 (negatif)

4. Profitability Ratio (PR)

Profitability Ratio (PR) adalah perbandingan antara selisih penerimaan

(benefit) dengan biaya operasional dan pemeliharaan dibandingkan dengan

jumlah investasi. perbandingan ini digunakan sebagai perhitungan rentabilitas

dari suatu investasi (Nurmalina et al., 2018). Nilai dari masing-masing

variable dalam perhitungan Profitability Ratio (PR) dinyatakan dalam bentuk

Present Value (PV). Secara sistematis, untuk menghitung nilai Profitability

Ratio (PR) adalah sebagai berikut:

PR=
∑ PV Benefit−¿ ∑ PV B . operasional ¿
∑ PV B investasi
Kriteria pengambilan keputusan dalam PR diantaranya apabila PR lebih dari

1 (PR>1) maka usaha tersebut layak untuk dijalankan, sebaliknya jika nilai

PR kurang dari 1 (PR<1) maka usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan.

5. Payback Period (PP)

Payback Period (PP) merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk

mengembalikan biaya investasi. Payback period menunjukkan terjadinya arus

penerimaan secara komulatif yang sama dengan jumlah investasi dalam

bentuk present value. Semakin cepat biaya investasi yang kembali dalam

sebuah usaha atau proyek, maka hal itu akan semakin baik karena perputaran

modal dalam usaha tersebut akan semakin lancar. Berikut adalah cara

menghitung Payback Period (PP):

n n

PP=
∑ I i−∑ Bicp−1
T p−1+ i=1 i=1
Bp

Keterangan:

Tp-1: Tahun sebelum terdapat payback period

Ii: Jumlah investasi yang telah didiskonto

Bicp-1: Jumlah benefit yang telah didiskonto sebelum payback period

Bp: Jumlah benefit pada payback period

Anda mungkin juga menyukai