Anda di halaman 1dari 16

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG REHABILITASI SOSIAL

PENYALAHGUNAAN NAPZA MELALUI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI


SURABAYA

COMMUNITY UNDERSTANDING OF THE SOCIAL REHABILITATION FOR DRUG


ABUSE IN INSTITUTION OF MANDATORY RECIPIENTS IN SURABAYA

Soetji Andari
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS Yogyakarta)
Jl. Kesejahteraan Sosial No 1, Yogyakarta
Email: soetjiandari@gmail.com

diterima: 21 Juni 2019; 6 Oktober 2019; Disetujui: 29 Nopember 2019

Abstrak
Pengetahuan masyarakat tentang Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) berhasil apabila pemerintah
memberikan informasi yang jelas mengenai dampak Napza melalui sosialisasi di lingkungan masyarakat.
Sosialisasi IPWL di lingkungan masyarakat sebagian sudah dilaksanakan, termasuk proses rehabilitasi
dan edukasi tentang Napza oleh konselor atau volunteer. Masyarakat ikut membantu pemerintah
mensosialisasikan hal tersebut, diharapkan memberikan perubahan positif bagi sebagian masyarakat.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui masyarakat tentang IPWL sebagai tempat wajib lapor bagi pengguna
Napza, menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan purposive sampling merupakan teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel. Karakteristik responden
sampel yang diambil dari tokoh masyarakat yang tinggal di sekitar IPWL merupakan tokoh masyarakat,
tokoh agama maupun aparat kelurahan sebanyak 60 orang. Hasil penelitian pengetahuan masyarakat
tentang IPWL 75,3 persen responden tidak mengetahui IPWL sebagai tempat wajib lapor dan rehabilitasi
bagi pengguna Napza. 54 persen responden tidak mengetahui dampak penggunaan Napza mengakibatkan
terganggu fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksitasi (keracunan), overdosis (OD)
yang menyebabkan kematian, 78,3 persen responden tidak mengetahui prosedur pelayanan yang diberikan
IPWL. Pengetahuan masyarakat tentang peredaran Napza 63,3 persen responden tidak mengetahui karena
tidak mampu menjelaskan peredaran Napza di sekitar lingkungan. Pengetahuan masyarakat sangat besar
pengaruhnya dalam memberi rangsangan untuk berpartisipasi dalam pencegahan peredaran Napza. IPWL
sangat berperan dalam melakukan rehabilitasi terhadap korban Napza melalui kerjasama dengan rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial bagi pecandu narkotika serta mendapat dukungan masyarakat, pemerintah,
maupun lembaga swasta.
Kata Kunci: pengetahuan, masyarakat, Napza, wajib lapor

Abstract
Public knowledge of the institution of mandatory recipients (IPWL) is successful if the government provides
clear information about the impact of drugs through socialization in the community. Some socialization
of IPWL in the community has been carried out, including the process of rehabilitation and education
about drugs by counselors or volunteers. The community will help the government to socialize this, it is
hoped that it will bring positive change for some people. The aim of this research is to find out the public
about IPWL as a mandatory place to report for drug users, using quantitative descriptive research methods
with purposive sampling as a sampling technique with special consideration so that it is suitable to be
sampled. Characteristics of the sample respondents taken from community leaders who live around IPWL
are community leaders, religious leaders and village officials as many as 60 people. The results of public
knowledge research about IPWL 75.3 percent of respondents did not know IPWL as a mandatory place for
reporting and rehabilitation for drug users. 54 percent of respondents did not know the effects of drug use
resulting in impaired brain function and the moral development of the wearer, intoxitation (poisoning),

Pengetahuan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza


Melalui Institusi Penerima Wajib Lapor di Surabaya, Soetji Andari 1
overdose (OD) which causes death. 78.3 percent of respondents did not know the service procedures provided
by IPWL. Public knowledge about drug trafficking 63.3 percent of respondents did not know because they
were unable to explain drug trafficking around the environment. Public knowledge has a great influence in
providing stimuli to participate in preventing drug trafficking. IPWL is very instrumental in carrying out
rehabilitation of drug victims through collaboration with medical rehabilitation and social rehabilitation
for narcotics addicts and has the support of the community, government, and private institutions.

Keywords: knowledge, community, drugs, compulsory reporting

PENDAHULUAN kondisi gawat darurat narkoba, oleh karenanya


Masyarakat khususnya pengguna Napza peran Badan Narkotika Nasional Provinsi
masih banyak yang tidak mengetahui Institusi (BNNP) Jawa Timur selaku institusi hukum
Penerima Wajib Lapor (IPWL). IPWL khusus masalah narkoba harusnya intens dalam
merupakan institusi yang merehabilitasi memberantas terhadap tindak pidana narkoba
pecandu melalui sinergi kepolisian dengan mengingat jumlah penyalahgunaan narkoba di
Kementerian Kesehatan dan Kementerian wilayah Jawa Timur sebanyak 608.520 (Putra,
Sosial. Upaya pencegahan peredaran narkotika 2017)
dengan cara rehabilitasi di Indonesia tidak akan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
berhasil jika kementerian dan lembaga terkait
tentang rehabilitas Napza adalah rehabilitasi
tidak memiliki sinergitas yang sama melalui
yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial,
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). IPWL
pelatihan keterampilan, dan resosialisasi
dibentuk berdasarkan Keputusan Menkes RI
serta pembinaan lanjut bagi para mantan
No.18/Menkes/SK/VII/2012.IPWL bertujuan
pengguna Napza agar mampu berperan aktif
merangkul pengguna atau pecandu narkoba,
dalam kehidupan bermasyarakat. Pelayanan
sebagai proses rehabilitasi. Dengan melapor ke
rehabilitasi dirancang untuk meningkatkan
IPWL, maka pecandu narkoba bisa terhindar
proses perbaikan klien yang mengalami
dari jeratan hukum. Misalnya, dalam razia
gangguan mental dalam mengontrol gejala
salah seorang pecandu kedapatan sedang
yang ditimbulkan, beberapa faktor yang
menggunakan narkoba, maka ketika belum
mempengaruhi koping seperti dukungan
pernah melapor ke IPWL, pecandu akan
keluarga, dukungan konselor dan dukungan
terancam hukuman penjara maksimal 6 bulan.
orang lain serta lingkungan sekitarnya.
Namun keberadaan IPWL tidak Mekanisme koping yang digunakan partisipan
menyurutkan peredaran narkoba di Surabaya yaitu denial dan proyeksi. Hal ini terlihat dari
Berdasarkan data pada 2018 Anak pengguna penolakan dan rasa marah saat pertama kali
narkotika dan zat adiktif (Napza) di Jawa berada di wisma dan setelah proses rehabilitasi
Timur tahun ini meningkat hingga empat kali berjalan ketiga partisipan mampu menjalani
lipat dibanding 2017. Lembaga Perlindungan proses rehabilitasi. Dukungan keluarga,
Anak (LPA) Jatim mencatat ada peningkatan konselor, orang lain dan lingkungan, akan
400 persen kasus usia anak terlibat penggunaan menciptakan koping yang adaptif, sehingga
Napza ini (Tribunjatim, 2018). Para pelajar selama partisipan menjalani rehabilitasi
terdeteksi setelah BNNK Surabaya melakukan semakin efektif dan efisien (Rahmawati, 2016).
tes urine dikalangan pelajar secara acak. Jawa
Pecandu Napza adalah orang yang
Timur merupakan daerah dengan intensitas
menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika
penyalahgunaan narkoba yang besar dengan

2 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9 No. 01, September - Desember, Tahun 2019


dan dalam keadaan ketergantungan pada Padahal seharusnya, dalam kondisi terjerat
Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. hukum atau tidak setiap pengguna Napza
Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah perlu segera mendapatkan pertologan melalui
seseorang yang tidak sengaja menggunakan proses rehabilitasi. Keterlibatan keluarga
Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dan lingkungan terdekat dibutuhkan untuk
dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan menangani penggunaan obat terlarang. Keluarga
Narkotika (Anggreni,2015). Ketergantungan segera bertindak dengan mulai mencari suatu
Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh lembaga rehabilitasi bagi para pecandu Napza.
dorongan untuk menggunakan Narkotika secara Apabila kondisinya demikian, maka para
terus menerus dengan takaran yang meningkat penyalahguna Napza segera mendapatkan
agar menghasilkan efek yang sama dan apabila layanan rehabilitasi. peran strategis keluarga
penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan dalam upaya membentengi anggotanya dari
secara tiba-tiba menimbulkan gejala fisik dan perilaku penyalahgunaan Narkoba Psikotropika
psikis yang khas. Rehabilitasi Medis adalah suatu dan Zat Adiktif (Napza).
proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
Penyalahgunaan Napza pada individu,
membebaskan pecandu dari ketergantungan
umumnya disebabkan selain adanya
Narkotika. Rehabilitasi Sosial adalah suatu
keterikatan secara intim terhadap kelompok
proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik
pengguna narkoba. Selain itu disebabkan
fisik, mental maupun sosial, agar mantan Pecandu
proses pembelajaran yang diperoleh dari
Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi
lingkungan sosial terdekat. Ada beberapa
sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
faktor internal dan eksternal yang menjadi
Pengaruh faktor penyalahgunaan Napza penyebab individu menyalahgunakan Napza
pada remaja akibat dari faktor lingkungan dan menjadi ketergantungan terhadap narkotika
keluarga yaitu keharmonisan keluarga, dan psikotropika. Faktor lingkungan penguna
kesibukan orang tua, orang tua permisif. Napza berperan dalam penyalahgunaan Napza
Faktor yang paling dominan dalam penyadaran karena faktor kepribadian anti sosial dan
remaja penyalahguna adalah ibadah dalam psikopatik, kondisi kejiwaan yang mudah
keluarga. Artinya Orang tua perlu menciptakan merasa kecewa atau depresi. Kondisi keluarga
ikatan keluarga yang kuat melalui hubungan yang berkaitan dengan keutuhan keluarga,
emosional dan rasa empati pada anak (Oktavia, kesibukan orang tua, hubungan orang tua dengan
Asmoro, & Melaniani, 2016). anak dan kelompok teman sebaya, berpengaruh
terhadap penyalahgunaan Napza. Pengguna
Pada kenyataannya beberapa kasus
Napza mudah diperoleh dan tersedianya
penangkapan pecandu Napza, mereka terbukti
pasaran secara resmi maupun tidak resmi.
tidak terlibat dalam pengedaran barang
Faktor pendorong penyalahgunaan Napza bagi
tersebut, dengan kata lain mereka hanya sebagai
penguna antaralain akibat faktor dalam diri
pengguna. Kasus yang berkaitan dengan setelah
sendiri seperti kepribadian, fisik, dan faktor
diputuskan dan diatuhkan vonis pengadilan
dari luar seperti faktor permasalahan keluarga,
maka para pengguna tersebut dapat diajukan
faktor sosial dengan lingkungan atau pergaulan
untuk menjalani rehabilitasi baik secara
dengan teman sebaya (Angreni, 2015).
medis maupun sosial. Beberapa kasus Napza
terkendala pada saat pengguna, baru menyadari Pemerintah memberlakukan Undang-
pentingnya rehabilitasi setelah terjerat hukum. Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Pengetahuan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza


Melalui Institusi Penerima Wajib Lapor di Surabaya, Soetji Andari 3
Narkotika. Dalam Undang-Undang tersebut Penunjukan Lembaga Rehabilitasi Sosial
ditegaskan, bahwa setiap pengguna Napza Korban Penyalahgunaan Napza sebagai
yang setelah vonis pengadilan terbukti tidak Institusi Penerima Wajib Lapor bagi Korban
mengedarkan atau memproduksi Napza, Penyalahgunaan Napza. Dalam hal ini, Badan
dalam hal ini hanya sebatas pengguna saja, Narkotika Nasional (BNN) terus berupaya
maka mereka berhak mengajukan untuk keras demi menyukseskan kampanye
mendapatkan pelayanan rehabilitasi. Dengan pencegahan penyalahgunaan Napza melalui
demikian, regulasi ini memberi kesempatan gerakan rehabilitasi bagi 100 ribu korban.
bagi para pecandu yang sudah terjerumus dalam Salah satunya adalah dengan memaksimalkan
penyalahgunaan Napza dapat direhabilitasi agar tempat rehabilitasi baik milik pemerintah
terbebas dari kondisi tersebut sehingga mampu maupun komponen masyarakat. Para pengguna
kembali melaksanakan peran dan fungsi dalam Napza yang menginginkan sembuh dan
hidup bermasyarakat. langsung melapor ke BNN tidak akan dipidana
(dipenjara).
Secara garis besar yang dikemukakan
dalam Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 Kementerian Sosial dalam tahun 2015
tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu mendapatkan mandat untuk melaksanakan
Narkotika, sebagai berikut: rehabilitasi sosial terhadap 100 ribu pecandu
dan korban penyalahguna Napza. Mandat
1. Pengguna, korban Penyalahguna, Pecandu
itu sesuai dengan amanat Undang-Undang
Narkotika mendatangi Lembaga/Institusi
Kesehatan atau Sosial yang ditunjuk untuk Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
melakukan lapor diri Rehabilitasi sosial dilaksanakan melalui
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL).
2. Mekanisme pertama adalah dilaksanakannya
Rehabilitasi dilaksanakan selama enam bulan
skrining awal (identitas, sejarah singkat
penggunaan, riwayat pengobatan) sejak diluncurkan pada Januari 2015, bertujuan
untuk abstinent dan perubahan menuju perilaku
3. Dilanjutkan dengan pelaksanaan asesmen
normatif serta mandiri bagi para pecandu dan
(semi struktur wawancara dengan format
penyalahguna Napza. Dalam implementasinya,
khusus) yang bertujuan untuk melihat
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25
derajat keparahan pada klien bersangkutan
Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor
4. Hasil asesmen dijadikan dasar dalam
Pecandu Napza, Kementerian Sosial kemudian
penyusunan perencanaan terapi bagi klien
menetapkan 160 lembaga rehabilitasi sebagai
bersangkutan. Terapi disini dapat berbentuk
IPWLuntuk melaksanakan program rehabilitasi
rawat jalan/ rawat inap. Catatan penting:
perencanaan terapi merupakan sebuah sosial 10 ribu pecandu dan penyalahguna
kesepakatan antara Pihak penyedia layanan Napza. Penetapan itu dilakukan berdasarkan
dengan klien bersangkutan SK Menteri Sosial Nomor 41/HUK/2015 pada
24 April tahun 2015.
5. Penyerahan kartu lapor diri pada klien
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Keberadaan IPWL diharapkan mampu
merupakan lembaga rehabilitasi baik secara menyelamatkan para pengguna narkotika
medis maupun secara sosial yang ditunjuk dan tidak lagi menempatkan para pengguna
oleh pemerintah, sesuai dengan Keputusan sebagai pelaku tindak pidana atau  pelaku
Menteri Sosial Nomor 31 tahun 2012 tentang tindak kriminal. Pengguna narkotika tidak lagi
Napza “bersembunyi” dan tidak takut dihukum,

4 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9 No. 01, September - Desember, Tahun 2019


untuk melaporkan diri secara sukarela kepada Penyalahguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Adiktif Lainnya; dan standar rehabilitasi sosial
agar mendapatkan rehabilitasi. Kedua, dapat korban penyalahguna Napza yang dikukuhkan
memberikan Pengetahuan dan persepsi yang melalui Permensos Nomor 26 Tahun 2012
sama baik masyarakat maupun para penegak tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban
hukum bahwa pidana rehabilitasi adalah Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan
hukuman yang paling tepat dan bermanfaat Zat Adiktif Lainnya. Berdasarkan hal tersebut,
bagi pengguna Napza dalam menyongsong maka penting melakukan penelitian untuk
kehidupan masa depannya. Ketiga, dalam mengetahui pengetahuan masyarakat tentang
rangka Lapas Reform agar Lapas tidak over Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang
load, dan terakhir dapat menurunkan prevalensi menangani korban Napza. Pada penelitian
pengguna Napza sebagai indikator tingkat ini berupaya untuk mengetahui Pengetahuan
keberhasilan menangani masalah peredaran masyarakat tentang keberadaan Institusi
narkotika di Indonesia (BNN, 2016). Penerima Wajib Lapor sebagai salah satu
lembaga yang menangani dan merehabilitasi
IPWL dituntut untuk memiliki kesiapan
pengguna Napza. Pada penelitian ini untuk
melakukan rehabilitasi sosial bagi korban
menjawab bagaimanakah Pengetahuan
Napza. Sebagai indikator keberhasilan
masyarakat tentang Institusi Penerima Wajib
rehabilitasi sosial bagi korban Napza, maka
Lapor (IPWL) menangani korban Napza
selayaknya IPWL mampu melakukan proses
yang menjalani program rehabilitasi yang
rehabilitasi sosial sesuai dengan standar yang
dilaksanakan oleh Penerima Wajib Lapor
berlaku (sebagaimana Permensos Nomor
(IPWL) direhabilitasi?
03 Tahun 2012 tentang Standar Lembaga
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna METODE
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
Metode penelitian menggunakan metode
Lainnya; dan standar rehabilitasi sosial
kuantitatif deskriptif untuk mengetahui
korban penyalahguna Napza yang dikukuhkan
Pengetahuan masyarakat tentang Rehabilitasi
melalui Permensos Nomor 26 Tahun 2012
Sosial Penyalahgunaan Napza di Institusi
tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban
Penerima Wajib Lapor (IPWL). Penelitian ini
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan
menggunakan metode penelitian deskriptif
Zat Adiktif Lainnya) sehingga hasilnya dapat
kuantitatif dengan menggunakan purposive
memadai.
sampling, menyarankan tentang ukuran sampel
Semangat menurunkan prevalensi pengguna untuk penelitian ukuran sampel yang layak
Napza oleh pemerintah, maka keberadaan IPWL dalam penelitian adalah antara 30 sampai
menjadi bagian penting untuk mendukung dengan 500 menurut Roscoe dalam Sugiono
hal tersebut. IPWL dituntut untuk memiliki (2012). Responden adalah penduduk sekitar
kesiapan melakukan rehabilitasi sosial bagi IPWL, berusia di atas 17 tahun, merupakan
korban Napza. Sebagai indikator keberhasilan tokoh masyarakat maupun pengurus lembaga
rehabilitasi sosial bagi korban Napza, maka masyarakat dan layak dijadikan responden
selayaknya IPWLmampu melakukan proses representatif (mewakili) sebanyak 60 orang
rehabilitasi sosial sesuai dengan standar yang merupakan tokoh masyarakat, tokoh agama dan
berlaku Permensos Nomor 03 Tahun 2012 tentang aparat kelurahan tepat IPWL berada. Tujuan dari
Standar Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan

Pengetahuan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza


Melalui Institusi Penerima Wajib Lapor di Surabaya, Soetji Andari 5
masyarakat berkaitan dengan tugas dan fungsi dengan klien bersangkutan. Penyerahan kartu
lembaga, serta keberadaan Institusi Penerima lapor diri pada klien.
Wajib Lapor sebagai salah satu lembaga yang
Salah satu program kegiatan dikenalkan
menangani dan merehabilitasi pengguna Napza.
Kartu IPWL. Kartu ini sebagai identitas bagi
Pengumpulan data dengan menggunakan
seseorang yang sedang menjalani rehabilitasi
kuesioner tertutup yang dikumpulkan dari
sosial korban tindak penyalahgunaan Napza.
responden. Analisis data disajikan secara
Pemegang kartu itu tidak bisa ditangkap
deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi
karena sedang menjalani rehabilitasi. Hal ini
frekuensi. Penelitian tentang Pengetahuan
berdasarkan pada PP Nomor 25 Tahun 2011
masyarakat terhadap keberadaan lembaga
Pasal 10 tentang IPWL, disebutkan bahwa
penanganan Napza oleh IPWL. Lokasi
IPWLmengeluarkan kartu dan pemegangnya
penelitian di Kota Surabaya di beberapa IPWL
tidak boleh ditangkap. Maksimal penggunaan
seperti Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP)
kartu ini adalah 2 kali. “Jadi apabila pengguna
Surabaya, Yayasan Inabah XIX, dan Yayasan
Napza ini sudah 3 kali tertangkap karena
Orbit.
kasus penggunaan Napza, maka pengguna
Peneliti mengumpulkan data menggunakan tersebut harus memalui proses hukum, baru di
angket dan wawancara terstruktur, sehingga rehabilitasi.
akan sangat memudahkan responden untuk
menjawab, karena wawancara tersebut sudah 1. PSPP Surabaya
terstruktur melalui instrumen, dan responden Dari data surveilans nasional pada tahun
tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan 2009 dijumpai 42 persen siswa SLTA laki-laki
pilihannya. Wawancara ditujukan responden dan 6 persen siswa perempuan pernah mencoba
penelitian yakni masyarakat yang tinggal menggunakan Napza. Lebih parah lagi dari
berdekatan dengan beberapa IPWL di Kota pengguna diatas telah menggunakan jarum
Surabaya. suntik, yang sangat rentan terinfeksi HIV/
AIDS dan Hepatitis C. Dinas Sosial melalui
HASIL DAN PEMBAHASAN UPT Rehsos ANKN Surabaya memberikan
Program Wajib Lapor yang dilaksanakan bimbingan kepada para anak-anak nakal, eks
setiap IPWL adalah: pengguna, atau korban Napza dan pecandu Napza. Khususnya untuk
penyalahguna Napza, pecandu Napza yang para eks pengguna Napza UPT Rehabilitasi Sosial
mendatangi Institusi kesehatan atau Sosial berperan dalam memulihkan, membangkitkan
yang ditunjuk untuk melakukan lapor diri. dan mengembalikan kepercayaan diri klien agar
Mekanisme awal dilaksanakannya skrining awal dapat mejalani kegiatan seperti sedia kala.
(identitas, sejarah singkat penggunaan, riwayat
Semua klien di berikan bimbingan mental
pengobatan). Pelaksanaan asesmen (semi
atau yang sekarang dikenal Character Building,
struktur wawancara dengan format khusus) yang
membangun disiplin diri dan kelompok, terbentuk
bertujuan untuk melihat derajat keparahan pada
kebiasaan positif, sehingga akan terbentuk pola
klien bersangkutan. Penyusunan perencanaan
pikir atau mindset pengguna Napza lebih baik.
terapi bagi klien bersangkutan. Terapi disini
Upaya rehabilitasi dibina selama 6 bulan klien
dapat berbentuk rawat jalan/rawat inap. catatan
dapat mempunyai bahan dan semangat untuk
penting: Perencanaan terapi merupakan sebuah
membentuk dirinya lebih baik. Salah satu eks
kesepakatan antara Pihak penyedia layanan
klien UPT ANKN mengatakan bahwa banyak

6 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9 No. 01, September - Desember, Tahun 2019


sekali manfaat yang di dapatkan pada waktu memiliki strategi yaitu mengupayakan
di asramakan di ANKN. Mereka sadar bahwa pendekatan lembaga pemerintah daerah
apa yang dulu mereka lakukan adalah suatu political will yang representatif dan akomodatif
tindakan yang tidak bermanfaat dan merugikan dalam pembangunan; mengembangkan
orang lain. Selain bimbingan mental, di UPT ini program pemberdayaan masyarakat yang
juga diberikan bimbingan ketrampilan seperti relevan yang disesuaikan dengan kebutuhan
ketrampilan service elektro, otomotif dan lain masyarakat; mendorong, memfasilitasi,
lain. Mantan Klien yang telah keluar atau telah meningkatkan dan mengembangkan kerjasama
menjalani bimbingan di panti selama 6 bulan kemitraan secara efektif, efisien dan terbuka;
diberikan bantuan stimulan sebagai modal penguatan kesadaran hukum dan HAM pada
awal pengembangan ketrampilan yang telah di masyarakat sipil; dan membentuk komunitas
dapatkan para eks klien semasa belajar di IPWL agen perubahan masyarakat yang terpadu dan
ANKN. berdasar pada aspek pemberdayaan.

2. IPWL Orbit Pada tahun 2015, Yayasan Orbit memperoleh


Penghargaan Inovasi Penanggulangan AIDS
Yayasan Orbit adalah organisasi non
sebagai LSM terbaik dalam mengurangi dampak
pemerintah yang berdiri pada Juli tahun
buruk Napza dalam Pertemuan Nasional AIDS
2005 dengan akte pendirian oleh notaris
V di Makassar. Penghargaan ini diberikan
Joyce Sudarto, SH. Pembentukan yayasan
karena Orbit telah melakukan inovasi dalam
ini berdasar atas kepedulian dan keprihatinan
penanganan Napza yaitu dalam bentuk inovasi
terhadap permasalahan sosial yang terjadi
sosial, kesehatan, dan hukum. Inovasi sosial
pada masyarakat Indonesia. Yayasan Orbit
yang dilakukan yaitu penjangkauan komunitas
digawangi oleh para aktivis Napza dan HIV/
pengguna Napza baik komunitas yang
AIDS yang berasal dari komunitas Korban
berpotensi AIDS dari kelompok terpapar seperti
Napza di Surabaya dengan orientasi pada
sopir, waria, dan anak jalanan. Yayasan Orbit
program pemberdayaan masyarakat.
melakukan edukasi masyarakat sebagai kader
Yayasan Orbit berupaya untuk mewujudkan yang mendeteksi dan mencegah pengembangan
insan pembangunan dan bebas dari Napza, HIV/AIDS secara dini. Edukasi ini ditujukan
mempunyai misi untuk melibatkan masyarakat untuk mengurangi penggunaan Napza suntik
sipil dalam menggunakan hak sipil dan yang berisiko HIV/AIDS, menyadarkan
politik; memfasilitasi masyarakat dalam pengguna Napza untuk peduli kesehatan, dan
berperan aktif di bidang sosial, ekonomi, dan mendekatkan pengguna Napza dengan institusi
budaya; dan mendorong masyarakat untuk kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.
mampu secara personal dan kelompok sebagai Inovasi kesehatan yang dilakukan yaitu melalui
pelaku pembangunan di segala aspek. Dalam panti rehabilitasi yang mampu menampung 30
menjalankan visi dan misi, yayasan Orbit telah orang kelayan. Inovasi hukum yang dilakukan
dan akan membangun kerjasama dengan semua yaitu pendampingan di pengadilan secara gratis
lintas sektor yaitu pemerintah daerah, elemen bagi pengguna Napza dari keluarga miskin.
masyarakat dan LSM. Prinsip organisasi ini Sepanjang tahun 2015, Orbit telah menangani
memegang asas transparasi dan akuntabilitas, 41 pengguna dengan 16 orang dikenai pasal 127
baik itu pada aspek pelaksanaan dan pendanaan. UU Narkotika, bahkan 11 dari 16 orang tersebut
memperoleh vonis rehabilitasi dan kerja sosial
Yayasan Orbit melaksanakan kegiatannya

Pengetahuan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza


Melalui Institusi Penerima Wajib Lapor di Surabaya, Soetji Andari 7
(Antara Jatim, 2015). Layanan bantuan hukum Qadiriyah dan Naqsabandiyah.
diberikan Orbit mulai dari persidangan hingga b. Pendekatan medis bila diperlukan.
putusan pengadilan secara gratis dengan syarat
Dalam implementasinya, terapi pembinaan
keluarga pengguna mampu menunjukkan
di Pondok Pesantren Inabah XIX Surabaya
identitas keluarga tidak mampu, seperti Surat
memiliki tiga aspek terapi pembinaan, yang
Keterangan Tidak Mampu (SKTM), Kartu
antara lain;
Keluarga Miskin (Gakin), atau Kartu Indonesia
Sehat KIS). a. Terapi mandi taubat.
b. Terapi dzikir.
Yayasan Orbit merencanakan kajian
kebijakan untuk memecahkan masalah Napza c. Terapi penegakan shalat.
agar menjadi pedoman implementasi para IPWL Yayasan Inabah XIX Surabaya
perencana dan pengambil keputusan, baik melaksanakan tiga terapi pembinaan
pemerintah, swasta maupun masyarakat. tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh
Selain itu melakukan advokasi terhadap demi keberhasilan terapi terhadap korban
kebijakan pemerintah yang berhubungan penyalahgunaan Napza:
dengan kesehatan, sosial, ekonomi dan budaya.
Yayasan melakukan berbagai kegiatan yang a. Terapi Mandi Taubat, Proses terapi
pembinaan dengan bentuk terapi mandi
terkait dengan program kesehatan masyarakat
yang berkaitan dengan upaya penyembuhan
dan HAM dan memberikan akses kegiatan dan
terhadap korban penyalahgunaan Napza
pelayanan yang terkait dengan pemberdayaan
yang selama ini telah dilaksanakan di
masyarakat (community empowerment). Pondok Pesantren Inabah XIX Surabaya
IPWL Yayasan Inabah XIX Surabaya, disebut juga dengan “Mandi taubat”. Proses
terapi mandi taubat ini diawali dengan
berada dalam lingkungan Pondok pesantren
cara anak bina harus berwudhu dahulu
Inabah XIX Surabaya merupakan salah
dilanjutkan dengan mandi taubat dengan
satu tempat rehabilitasi bagi para korban
bacaan yang telah ditentukan. Proses terapi
penyalahgunaan Napza. Dasar pemikiran yang mandi ini dilaksanakan setiap hari pada
bersifat religi dan menekankan pada pemulihan pukul 02.00 WIB. Yaitu pelaksanaannya
diri para korban agar lepas dari ketergantungan selama anak bina masih mengikuti terapi
dari Napza melalui pendekatan secara islami. Pembinaan. Hal ini biasanya dilakukan
Suatu lembaga yang dinaungi oleh yayasan sebelum anak bina korban penyalahgunaan
Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Napza melakukan sholat sunnah dan dzikir.
ini, berseketariat di Jl. Sidotopo nomor 146 Tujuan dari terapi mandi adalah untuk
Surabaya. Sedangkan tempat rehabilitasinya meredam atau mendinginkan gejolak
sendiri bertempat di Jl. Raya Semampir nomor emosi yang ada dalam tubuh sebagai akibat
46 Surabaya. Letaknya yang jauh dari hingar pengaruh dari Napza.
bingar kota ini tentu sangat mendukung dalam b. Terapi Dzikir, terapi dengan melakukan
pemulihan para pecandu. Pembinaan dan upaya dzikir,dilakukan setelah menjalankan ibadah
yang dilakukan untuk penyembuhan ditempuh sholat, baik itu shalat wajib maupun sholat
dengan cara: sunnah lainnya. Terapi dzikir bertujuan
untuk menentramkan gejolak-gejolak jiwa
a. Terapi penyadaran dengan Agama Islam anak bina yang tidak stabil agar sebagai
menggunakan metode Dzikrullah Tarekat akibat dari zat-zat adiktif daripada Napza.

8 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9 No. 01, September - Desember, Tahun 2019


c.
Terapi Penegakan Sholat, terapi penghilangan atau pemutusan terhadap Napza
dengan dasar/pondasi agama. Adapun dengan cara anak bina diberikan ruang dan
pelaksanaannya meliputi shalat wajib dan tempat khusus sesuai dengan kadar Napza,
sholat sunnah. Dalam usaha penegakan shalat misal terkena putaw, heroin,morfin, ganja dan
ini anak bina dididik agar melaksanakan lain-lain. Sehingga cara penghilangan atau
sholat sesuai dengan waktu jadwal yang pemutusan ini dilakukan dengan pengawasan
ada. Terapi ini dilakukan bertujuan untuk yang ketat dari pembina, meliputi; alat
menanamkan nilai-nilai dalam kedisiplinan
kerangkeng untuk anak bina yang berniat kabur,
dalam melaksanakan sholat. Pelaksanaan
bangunan gedung yang tertutup rapat, adanya
sholat ini pada masing-masing waktu selalu
pagar besi yang kuat, dan sebagainya sehingga
dilaksanakan secara berjama’ah baik sholat
wajib ataupun sholat sunnah. anak bina tidak dapat meninggalkan ruangan
tersebut. Dari awal masuk ke pembinaan anak
3. IPWL Inabah bina langsung mengikuti terapi pembinaan
Pondok Pesantren Inabah XIX dalam yang berlaku di Pondok Pesantren Inabah XIX
memberikan pelayanan terhadap anak bina Surabaya.
korban penyalahgunaan Napza melalui
Terapi lanjutan diberikan agar anak bina
pembinaan, khususnya mereka yang menjadi
yang telah mendapatkan penyembuhan
pengurus harian selalu berusaha memantau,
selama 3 bulan di Pondok Pesantren Inabah
mengamati, mencatat, melayani seluruh
XIX Surabaya mendapatkan terapi yang lebih
aktivitas dan kebutuhan bagi anak bina. Hal
intensif, efektif dan efisien. Sehingga mereka
inilah merupakan salah satu faktor yang sangat
yang mengikuti terapi lanjutan tersebut dapat
mendukung atas keberhasilan terapi yang
terkontrol dengan baik aktivitas, perilaku dan
diberikan di Pondok Pesantren Inabah XIX
perbuatan sehari-hari yang dijalaninya. Agar
Surabaya. Misalnya Pembina menganggap
pelayanan terapi pembinaan berlangsung dengan
anak bina sebagai teman yang membutuhkan
intensif, efektif dan efisien, maka perlu adanya
perhatian, pembina mengusahakan dan
Pengetahuan mengenai terapi pembinaan yang
mengadakanketrampilan, berupa ketrampilan
diberikan oleh Pondok Pesantren Suryalaya
tangan, musik, pelatihan bengkel dan kegiatan
Surabaya. Pengetahuan diberikan kepada
lainnya. Pembina sebagai terapis yang
anak bina (santri) juga diberikan kepada
professional berusaha membantu klien (anak
orang tua dan keluarga anak bina (santri).
bina) yang mana merupakan wujud terjadinya
Upaya penyembuhan yang diterapkan oleh
hubungan antara pembina dan anak bina
Pondok Pesantren Inabah XIX Surabaya agar
yang harmonis, sehingga proses terapi yang
memberikan hasil yang diharapkan, maka
dilaksanakan di Pondok Pesantren Suryalaya
Pengetahuan terhadap terapi perlu diperhatikan
Surabaya kepada korban penyalahgunaan
oleh orang tua dan keluarga anak bina.
Napza akan terstruktur dengan proses terapi
Pengguna narkotika setelah mendapatkan terapi
yang ada.
pembinaan dan terapi lanjutan diharapkan orang
Anak bina diberikan terapi berupa proses tua dan keluarga masih terjadi hubungan dan
klinis melalui pemutusan dan penghilangan kontak komunikasi atas pasca rehabilitasi agar
terhadap Napza. Proses klinis yang ditempuh diketahui perkembangan anak bina. Hal tersebut
dengan cara uji kadar Napza. Uji kadar Napza lembaga dapat diketahui bahwa peranan orang
ini dilakukan lewat pemeriksaan medis. Proses tua dalam perkembangan seorang anak sangat

Pengetahuan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza


Melalui Institusi Penerima Wajib Lapor di Surabaya, Soetji Andari 9
penting mengubah perilaku anak bina kembali kebiasaan Perspektif teori belajar dinyatakan
kepada jalan yang diharapkan. Bila kondisi bahwa perilaku yang berhubungan dengan
anak bina, orang tua dan pembina selaku penyalahgunaan Napza adalah perilaku yang
terapis terjadi komunikasi yang erat dalam dipelajari. Problem penyalahgunaan Napza
upaya penyembuhan anak bina tersebut, maka tidak dipandang sebagai simptom dari penyakit,
terapi pembinaan yang dilakukan di IPWL tetapi lebih dilihat sebagai masalah kebiasaan.
menimbulkan dampak yang harmonis sehingga Teori ini lebih menekankan peran belajar
keberhasilan dalam terapi pembinaan ini akan dan pemeliharaan perilaku bermasalah yaitu
mudah tercapai dengan baik. penyalahgunaan Napza (Anggreni, 2015).

Penyalahgunaan Napza pada individu, Kondisi Masyarakat


umumnya disebabkan adanya keterikatan
Sosialisasi IPWL di lingkungan
secara intim terhadap kelompok pengguna
masyarakat sebagian sudah dilaksanakan,
narkoba, dan proses pembelajaran yang
mengenai tempat dan proses rehabilitasi yang
diperoleh dari lingkungan sosial terdekat.
dan pelaksanaan edukasi tentang Napza secara
Beberapa faktor internal dan eksternal yang
lengkap dari para konselor atau volunteer yang
menjadi penyebab individu menyalahgunakan
diturunkan. Dengan ikut membantu pemerintah
Napza dan menjadi ketergantungan terhadap
mensosialisasikan hal tersebut, diharapkan
narkotika dan psikotropika. Bahwa di antara
memberikan perubahan positif bagi sebagian
faktor-faktor yang berperan dalam penggunaan
masyarakat. Jika ada kemampuan, kerjakan
Napza adalah faktor kepribadian anti sosial
dan cari yang dapat diajak kerjasama agar
dan psikopatik, kondisi kejiwaan yang mudah
materi yang disosialisasikan dapat diterima
merasa kecewa atau depresi, kondisi keluarga
masyarakat dengan baik dan dapat dicerna
yang meliputi keutuhan keluarga, kesibukan
secara mudah sehingga lost generation dapat
orang tua, hubungan orang tua dengan anak,
dicegah, dan tahun 2015 Indonesia bebas Napza
kelompok teman sebaya, dan Napza itu sendiri
dapat tercapai.
mudah diperoleh dan tersedianya pasaran yang
resmi maupun tidak resmi. Faktor pendorong Masyarakat di sekitar IPWL masih banyak
di antaranya faktor dari dalam diri sendiri yang tidak mengetahui keberadaan IPWL
seperti kepribadian,fisik, dan faktor dari luar sebagai institusi pertama yang harus diketahui
seperti faktor permasalahan keluarga, faktor bagi pengguna Napza yang masih enggan
sosial dengan lingkungan atau pergaulan dan melaporkan diri ke institusi penerima wajib
terakhir dengan sedikit penalaran penelitifaktor lapor. Menurut salah satu aparat, “ mereka
kemudahan memperoleh Napza, lingkungan tidak berani melaporkan ke IPWL, karena
(keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat), takut ditangkap polisi dan takut mendapatkan
faktor individu itu sendiri. Pengetahuan stigma negatif”. Pengguna narkotika merasa
persepktif prediktor psikososial dan persepktif takut untuk melapor karena stigma negatif dan
belajar sosial dalam hal Persepktif belajar pengucilan masyarakat. Hal tersebut karena
diyatakan bahwa perilaku berhubungan pengetahuan masyarakat tentang IPWL masih
dengan peyalahgunaan Napza adalah perilaku minim. Masyarakat yang tinggal di sekitar
yang dipelajari. Problem peyalahgunaan institusi belum mendapatkan informasi
Napza tidak di pandang sebagai simtom dari tentang cara melapor, persyaratan hingga
penyakit, tetapi lebih dilihat sebagai masalah pemanfaatan IPWL. Hal tersebut pernah

10 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9 No. 01, September - Desember, Tahun 2019


terjadi kasus, salah satu warga yang pulang melainkan juga keluarga dan masyarakat. Hal
dari rantau menderita sakit akibat narkoba dan tersebut karena tidak ingn merusak nama baik
tetap mengkonsumsi barang terlarang agar keluarga, maka para pecandu bersembunyi dan
bisa bertahan hidup. Warga sekitar mengetahui berusaha tidak melibatkan keluarga, meskipun
akan akan tetapi tidak peduli sehingga tidak pada akhirnya keluarga terseret juga. Korban
dilaporkan ke IPWL setempat. Keluarganya Napza tidak bisa disembuhkan secara instan,
tidak mengetahui cara menangani korban tetapi membutuhkan waktu dan proses yang
penyalahgunaan Napza. Hal ini berarti masih panjang dengan biaya yang tidak sedikit.
belum mengetahui tugas dan fungsi IPWL
Pengguna Napza ketakutan akan kehilangan
dalam menangani korban Napza.
pekerjaan yang dapat merusak masa depan
Masyarakat memberi stigma terhadap yang telah direncanakan akan menyulitkan
korban atau pengguna Napza sehingga dijauhi mereka. Jadi tidak salah, Napza menjadi barang
dalam pergaulan karena dianggap memiliki penghancur masa depan. Merusak pekerjaan
penyakit menular (Putranawan: 2016). yang selama ini telah dirintis dari awal. Tidak
Masyarakat termasuk keluarga memiliki ada perusahaan yang mau menampung pekerja
perasaan takut untuk melaporkan pengguna seorang pecandu, selain itu beberapa universitas
Napza dengan alasan takut dimasukan dalam mengeluarkan mahasiswa yang diketahui
jeruji penjara. Setiap orang yang melakukan menjadi pecandu atau pengedar. Di lingkungan
tindak kejahatan, pasti akan melakukan segala sekitarpun seorang pecandu tentu mendapat
cara untuk menghindari jeruji besi. Hukum di stigma negatif.
Indonesia memang mengatur penyalahguna
Napza akan diproses dan diberi hukuman. Pengetahuan Masyarakat tentang IPWL
Akan tetapi hukuman tidak selalu harus masuk Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
penjara, karena juga dapat dimasukkan tempat meliputi pusat kesehatan masyarakat, rumah
rehabilitasi dengan syarat mau menyerahkan sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis
diri secara sukarela ke IPWL. Upaya dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk
penanggulangan penyalahgunaan Narkoba oleh pemerintah. Rehabilitasi sosial adalah
secara komprehensif adalah melalui pendekatan proses refungsionalisasi dan pengembangan
Harm Minimisation, yang secara garis besar untuk memungkinkan seseorang mampu
dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
yaitu Supply control, Demand reduction dan dalam kehidupan masyarakat (Undang-
Harm reduction. IPWL sebagai institusi yang Undang Nomor 11 Tahun 2009). Pengetahuan
menangani pengguna Napza dilakukan secara Masyarakat Tentang Institusi Penerima
terpadu oleh swadaya masyarakat lainnya,
Berdasarkan usia, jumlah responden
menyeluruh mulai dari upaya preventif, represif,
terbanyak berusia antara 17- 26 tahun, 29
kuratif dan rehabilitatif yang dilakukan secara
persen, kemudian (27-36 tahun) 27 persen,
berkesinambungan.
kelompok usia (36-46 tahun) 22 persen, dan
Masyarakat termasuk keluarga pengguna paling sedikit usia (57-66 tahun) 7 persen.
Napza masih meyakini kalau dilaporkan akan Semua responden merupakan kelompok umur
merusak alasan nama baik keluarga maupun termasuk pertumbuhan fisiknya dewasa awal
lingkungan sekitar. Seseorang yang telah tejerat hingga usia 60 tahun adalah masa dewasa masa
Napza bukan hanya dirinya sendiri yang hancur, ini dibagi dalam 3 periode yaitu: Masa dewasa

Pengetahuan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza


Melalui Institusi Penerima Wajib Lapor di Surabaya, Soetji Andari 11
awal dari umur 21 tahun sampai umur 40 tahun. akan mengarahkan remaja untuk tidak
Masa dewasa pertengahan, dari umur 40 tahun pernah menggunakan bahkan mencoba zat
sampai umur 60 tahun dan masa akhir atau usia berbahaya tersebut serta bersikap menolak
lanjut, dari umur 60 tahun sampai mati (Monks, ajakan teman maupun pengaruh lingkungan
2014) untuk menggunakannya (Firdaus & Hidayati,
2019). Pertambahan usia mempengaruhi cara
Pada usia antara 17-30 tahun merupakan
berfikir karena dipengaruhi oleh lingkungan,
masa peralihan dari masa remaja ke masa tua
pengetahuan yang diterima, menurut Singgih
umumnya mengetahui tentang peredaran Napza.
(1998) semakin tua usia seseorang maka proses
Pada masa ini seseorang tergolong pribadi yang
perkembangan mental mengenai pengetahuan
benar-benar dewasa atau matang (maturity).
tentang Napza bertambah baik, akan tetapi
Segala tindakannya sudah dapat dikenakan
pada usia tertentu, bertambahnya proses
aturan hukum yang berlaku. Kelekatan adalah
perkembangan mental ini tidak secepat seperti
ikatan emosional yang mendalam antara
ketika berumur belasan tahun. Daya ingat
satu individu dengan yang lain, yang dapat
seseorang salah satunya dipengaruhi oleh umur.
memberikan rasa aman, tergantung dari
Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan
kualitas hubungan tersebut (Agusdwitanti &
bahwa bertambahnya umur seseorang dapat
Retnaningsih, 2015). Artinya responden yang
berpengaruh pada pertambahan pengetahuan
berusia di atas 17 tahun atau pada masa dewasa
yang diperolehnya, akan tetapi pada umur
awal mengerti dan mengetahui tentang Napza.
tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan
Kemampuan informasi mencapai puncak pada
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan
masa remaja dan tetap konstan pada permulaan
akan berkurang.
dewasa awal, akan tetapi mulai mengalami
penurunan pada akhir masa dewasa awal. Responden yang pernah mendapatkan
informasi tentang institusi penerima wajib
Jenis kelamin responden 67 persen laki-
lapor, 62 persen belum pernah mendapatkan
laki dan 33 persen perempuan. Lebih banyak
informasi tentang IPWLdan 38 persen sudah
yang berjenis kelamin laki-laki. Pengetahuan
pernah mengetahui informasi tentang IPWL.
seseorang tidak dipengaruhi oleh jenis
Artinya masih banyak masyarakat yang belum
kelaminnya. Pengetahuan tentang Napza tidak
mengetahui fungsi dari IPWL sebagai lembaga
dipengaruhi oleh jenis kelamin seseorang, bila
yang menangani orang yang kecanduan
seseorang masih produktif, berpendidikan,
Napza. Pengetahuan masyarakat sangat besar
atau berpengalaman maka ia akan cenderung
pengaruhnya dalam memberi rangsangan
mempunyai tingkat pengetahuan tentang
untuk berpartisipasi dalam pelayanan
Napza yang cukup tinggi. Penggunaan Napza
kesehatan termasuk terhadap keberadaan
sangat membahayakan bagi kesehatan baik
lembaga pencegahan Napza. Masyarakat
mental maupun fisik penggunanya. Pengguna
yang berpendidikan lebih tinggi menganggap
Napza beresiko gangguan perkembangan otak,
penting nilai kesehatan. Kemudian jenis
bunuh diri dan depresi kehilangan memori,
pekerjaan dan penghasilan mempengaruhi
risiko tinggi terhadap perilaku seksual,
keinginan masyarakat untuk berpartisipasi
kecanduan, pengambilan keputusan terganggu,
karena masyarakat dengan tingkat pekerjaan
prestasi akademis yang buruk, kekerasan, dan
tertentu tidak meluangkan sedikitpun waktunya
kecelakaan kendaraan bermotor. Pengetahuan
untuk berpartisipasi pada suatu kegiatan
tentang Napza dan penyalahgunaannya

12 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9 No. 01, September - Desember, Tahun 2019


yang berkatian dengan Napza. Selanjutnya
faktor Lamanya Tinggal cukup berpengaruh
bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pelayanan kesehatan, karena semakin lama
ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka
rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung
lebih terlihat dalam partisipasinya pada setiap
kegiatan lingkungan (ARS, 2013). Pengetahuan
responden tentang Napza, dapat diketahui
sebagai berikut:

Pengetahuan responden tentang dampak


penggunaan Napza 54 persen responden tidak
mengetahui tentang dampak penggunaan
Napza yang mengakibatkan terganggu fungsi
otak dan perkembangan moral pemakainya,
intoksitasi (keracunan), overdosis (OD) yang Grafik 1. Pengetahuan responden tentang
menyebabkan kematian karena terhentinya (IPWL) berdasarkan Sumber Informasi
pernapasan dan perkembangan otak, gangguan
perilaku (mental sosial), dan gangguan responden mendapatkan informasi dari media
kesehatan. Dampak Napza merupakan bahaya cetak, dan 2 persen mendapatkan informasi dari
terbesar yang merusak bukan hanya generasi penyuluhan/ sosialisasi.
sekarang tetapi juga generasi yang akan
Hasil penelitian tentang Pengetahuan
datang. Kita tidak bisa mengharapkan sesuatu
masyarakat tentang institusi penerima wajib
yang ideal/baik dimasa datang kalau kita tidak
lapor yang menangangi korban napzsa dapat
mempersiapkannya sejak sekarang. 33 persen
dilihat sebagai berikut:
responden mengetahui dampak penggunaan
Napza, karena mampu menjelaskan dampak
penggunaan Napza, mereka mengetahui karena
sebelumnya pernah mendapatkan pengetahuan
tentang Napza melaui sosialisasi. 13 persen
responden mengetahui Napza namun tidak
mengetahui dampak dari penyalahgunaan
Napza, karena belum pernah mendapatkan
sosialisasi maupun informasi tentang bahaya
Napza.
Grafik 2. Pengetahuan Masyarakat Tentang
Pengetahuan responden tentang (IPWL) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
berdasarkan Sumber Informasi 53 persen
Pengetahuan masyarakat tentang IPWL,
masyarakat belum pernah mendapatkan
dilihat dari peranan IPWL sebagai lembaga atau
informasi tentang institusi penerima wajib lapor,
yayasan pusat kesehatan masyarakat, rumah
23 persen responden mendapatkan informasi
sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
dari masyarakat sekitar, 12 persen mendapatkan
lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
informasi melalui media elektronik, 8 persen

Pengetahuan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza


Melalui Institusi Penerima Wajib Lapor di Surabaya, Soetji Andari 13
Pemerintah. Pengetahuan masyarakat tentang rehabilitasi adalah meningkatkan kemampuan
IPWL yang tidak mengetahui 53 persen, artinya lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
tidak mengetahui IPWL, keberadaan IPWL, pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan
termasuk fungsi dan tugasnya. 13,3 persen oleh pemerintah maupun masyarakat.sehingga
mengetahui tentang IPWL akan tetapi tidak tidak mengetahui cara mengakses pelayanan
mengetahui tugas dan fungsi lembaga tersebut. IPWL. 16,7 persen kurang mengetahui tentang
Sedangkan 33,33 persen mengetahui tugas dan IPWL namun pernah mendengar lembaga
fungsi namun tidak mengetahui keberadaan penanggulangan penyalahgunaan Napza
IPWL. khususnya dalam bidang rehabilitasi sosial
korban penyalahgunaan Napza. 5 persen
Pengetahuan masyarakat tentang zat adiktif
masyarakat tidak memahami tentang prosedur
terlarang, responden yang mengetahui tentang
pelayanan IPWL karena baru pertama kali
zat adiktif terlarang 58,33 persen, karena dapat
mendengar lembaga tersebut.
menyebutkan beberapa zat adiktif terlarang
seperti ganja, pil koplo, narkotika, dan zat adiktif KESIMPULAN
berbahaya lainnya. 18,33 persen masyarakat
Masyarakat belum sepenuhnya mengetahui
mengetahui zat adiktif terlarang. Sedangkan
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
23,3 persen tidak mengetahui tentang zat adiktif
merupakan fasilitas masyarakat mendapatkan
terlarang, karena tidak dapat menyebutkan zat
rehabilitasi medis dan social dan mengakses
adiktif terlarang.
rehabilitasi bagi pencandu Napza, baik
Pengetahuan masyarakat tentang peredaran dari segi informasi, jaminan hukum hingga
Napza 63,3 persen tidak mengetahui karena keterjangkauan biaya. Hal tersebut dapat
tidak mampu menjelaskan peredaran Napza dilihat dari hasil penelitian baru 53 persen
di sekitar lingkungan, tidak mengetahui masyarakat mengetahui lembaga IPWL sebagai
permasalahan narkoba dan tidak mengenal tempat rehabilitasi bagi pecandu Napza. 78,3
lingkungan tempat tinggal yang berkaitan persen responden tidak mengetahui prosedur
dengan peredaran Napza. 20 persen responden pelayanan yang diberikan IPWL. Pengetahuan
mengetahui peredaran Napza dilingkungan masyarakat tentang peredaran Napza 63,3
sekitar karena salah satu keluarga/kerabat persen responden tidak mengetahui karena
sebagai pecandu, mengetahui ada teman atau tidak mampu menjelaskan peredaran Napza
tetangga ternyata terjerat kasus narkoba. 15 di sekitar lingkungan. Masyarakat banyak
persen mengetahui lingkungan oleh peredaran yang belum mengetahui tentang tugas IPWL
Napza karena mampu menjawab daerah di terkait dengan rehabilitasi Napza. Hal tersebut
lingkungan yang tercemar Napza. Agama menyebabkan pengguna Napza yang tidak
dalam keluarga adalah yang paling berpengaruh mengetahui IPWL sebagai tempat rujukan bagi
dalam penyalahgunaan Napza sehingga orang para korban penyalahgunaan narkoba, langsung
tua perlu membuat ikatan keluarga yang kuat dijebloskan penjara. IPWL menerima korban
melalui hubungan emosional dan rasa empati Napza yang melaporkan atas inisiatif sendiri,
kepada anak (Asmoro & Melaniani, 2017). hasil razia, atau pun hasil dari keputusan hukum.
tujuan merangkul pengguna atau pecandu
Pengetahuan masyarakat tentang prosedur narkoba, sebagai proses rehabilitasi. Dengan
pelayanan IPWL 78,3 persen tidak mengetahui melapor ke IPWL, maka pecandu narkoba
lembaga IPWL, tugasnya yang terkait dengan bisa terhindar dari jeratan hukum. Misalnya,

14 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9 No. 01, September - Desember, Tahun 2019


dalam razia salah seorang pecandu kedapatan data kepada residen, keluarga dan masyarakat
sedang menggunakan narkoba, maka ketika yang membantu segala keperluan kami selama,
belum pernah melapor ke IPWL, pecandu akan sehingga kami dapat menyelesaikan seluruh
terancam hukuman penjara maksimal 6 bulan. kegiatan penelitian tentang pengetahuan
masyarakat mengenai IPWL yang menangani
SARAN korban Napza di Samarinda.
Hasil penelitian di PSPP Surabaya, IPWL
Orbit dan IPWL Inabah XIX Surabaya tentang DAFTAR PUSTAKA
pengetahuan masyarakat tentang institusi Adam S. (2012) Dampak narkotika pada
penerima wajib lapor (IPWL) sebagai lembaga psikologi dan kesehatan masyarakat.
rehabilitasi Napza, belum seluruh masyarakat Jurnal Health and Sport 5(20): 1-8
mengetahui IPWL sebagai tempat rehabilitasi
Agusdwitanti, H., & Retnaningsih, S. M. T.
dan tempat melapor pengguna Napza agar
(2015). Kelekatan dan intimasi pada
terhindar dari ancaman hukuman penjara.IPWL
dewasa awal. Jurnal Psikologi, 8(1),18–
dituntut untuk terus menerus meningkatkan
24.
kualitas kemanfaatan pelayanan terhadap
penggunan Napza. IPWL harus menjadi bagian Anja, C., dkk.. (2010). Tobacoo, Cannabis and
dari solusi strategis pemecahan masalah yang Other Illicit Drug Use among Finish
dialami para korban penyalahgunaan Napza. Adolescents Twins: Causal Relationship
Upaya pemerintah dalam mempertahankan or Causal Liabilities. Journal of Studies
IPWL melalui sosialisasi kepada masyarakat on Alcohol and Drugs, Vol. 71: 5-14.
dan menerangkan peran masyarakat atau
keluarga untuk melaporkan diri bagi pengguna Anggreni, D. (2015). Dampak bagi Pengguna
Napza. IPWL sebagai lembaga dikatakan efektif Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
apabila SDM memadai, sarana dan prasarana (Napza) di Kelurahan Gunung Kelua
terpenuhi, program yang konstruktif, solutif, Samarinda Ulu. Ejournal Sosiatri-
dan tuntas dalam merehabilitasi pengguna Sosiologi, 3(3), 37–51.
Napza. Peran serta masyarakat, pendidikan
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian; Suatu
sekolah sebagai alat kontrol dalam upaya
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
mencegah Napza masuk dalam lingkungan
Cipta.
masyarakat.
ARS, R. I. (2013). Faktor-Faktor Yang
UCAPAN TERIMA KASIH Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Kami ucapkan kepada Dinas Sosial Provinsi Dalam Pelayanan Kesehatan Di Pusat
Jawa Timur di Kota Surabaya yang telah Kesehatan Masyarakat Tembilahan
membantu, mendampingi hingga pelaksanaan Hulu Kabupaten Indragiri Hilir.
FGD dalam penelitian tentang Pengetahuan Universitas Terbuka Jakarta, 122.
Masyarakat tentang Institusi Penerima Wajib
Lapor (IPWL) yang menangani korban Napza. Asmoro, D. O. S., & Melaniani, S. (2017).
Kami mengucapkan terimakasih kepada IPWL Pengaruh Lingkungan Keluarga
Surabaya, dan Yayasan Orbit, IPWL Yayasan terhadap Penyalahgunaan Napza
Inabah XIX Surabaya, telah menerima kami pada Remaja. Jurnal Biometrika
untuk melakukan penelitian dan ngumpulan Dan Kependudukan. https://doi.

Pengetahuan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza


Melalui Institusi Penerima Wajib Lapor di Surabaya, Soetji Andari 15
org/10.20473/jbk.v5i1.2016.80-87 Pecandu Napza Yang Menjalani
Rehabilitasi Di Wisma Sirih Rumah
BNN, (2014) Penandatanganan Peraturan
Sakit Khusus Provinsi Kalimantan Barat.
Bersama Paradigma Penanganan
Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan.
Pengguna Narkoba; Lebih Humanis,
https://bnn.go.id/penandatanganan- Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif
peraturan-bersama-aeoeparadigma- Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
penanganan-pengguna-narkoba-lebih-
humanisae%C2%9D/

Dewi Angreni. (2015). Dampak bagi pengguna


narkotika, psikotropika dan zat adiktif
(Napza) di kelurahan gunung kelua
samarinda ulu. Ejournal Sosiatri-
Sosiologi, 3(3), 37–51.

Ekasari, A., & Andriyani, Z. (2013). Pengaruh


Peer Group Support Dan Selfesteem
Terhadap Resilience Pada Siswa SMAN
Tambun Utara Bekasi. Jurnal FISIP:
SOUL, 6(1). Retrieved form http://
www.ejournalunisma.net/ojs/index.php/
soul/article/view/734.

Felicia, E. (2015). Kendala Dan Upaya


Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika
Oleh Badan Narkotika Nasional.
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Retrived from http://ejournal.uajy.
ac.id/9034/1/JURNALHK10324.pdf.

Firdaus, A. M. yunanta, & Hidayati, E. (2019).


Pengetahuan Dan Sikap Remaja
Terhadap Penggunaan Napza Di Sekolah
Menengah Atas Di Kota Semarang.
Jurnal Keperawatan Jiwa. https://doi.
org/10.26714/jkj.6.1.2018.1-7.

Oktavia, D., Asmoro, S., & Melaniani, S.


(2016). Pengaruh Lingkungan Keluarga
terhadap Penyalahgunaan Napza
pada Remaja. Pengaruh Lingkungan
Keluarga Terhadap Penyalahgunaan
Napza Pada Remaja.

Rahmawati. (2016). Mekanisme Koping

16 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9 No. 01, September - Desember, Tahun 2019

Anda mungkin juga menyukai