Anda di halaman 1dari 10

Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Hubungan Dukungan Keluarga dan Self-Efficacy Dengan Upaya


Pencegahan Relapse Pada Penyalahguna NAPZA Pasca Rehabilitasi
Irda Yunitasari1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. This study aims to determine the relationship of family support and self-efficacy to efforts to
prevent relapse in residents of post-rehabilitation drug abuse in the National Narcotics Agency of East
Kalimantan Province. This study consisted of three variables: dependent variable relapse prevention efforts
and independent variables namely family support and moderating self-efficacy variables. The sample in this
study were 45 residents of post-rehabilitation drug abuse in the National Narcotics Agency of East
Kalimantan Province. Data analysis technique used is the analysis method of kendall's tau. The results
showed that there was a relationship between family support and prevention of relapse with a value of r =
0.316 and p = 0.004. The results of the study between self-efficacy also showed that there was a relationship
with relapse prevention efforts with values of r = 0.338 and p = 0.002.

Keywords: relapse prevention, family support, self-efficacy

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan self-efficacy
dengan upaya pencegahan kekambuhan pada warga penyalahgunaan NAPZA pasca rehabilitasi di Badan
Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu variabel terikat
upaya pencegahan kekambuhan dan variabel bebas yaitu variabel dukungan keluarga dan variabel moderasi
efikasi diri. Sampel dalam penelitian ini adalah 45 warga penyalahgunaan Narkoba pasca rehabilitasi di
Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode
analisis kendall's tau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
pencegahan kekambuhan dengan nilai r = 0,316 dan p = 0,004. Hasil penelitian antara self-efficacy juga
menunjukkan ada hubungan dengan upaya pencegahan kekambuhan dengan nilai r = 0,338 dan p = 0,002.

Kata kunci: pencegahan kambuh, dukungan keluarga, self-efficacy

1
Email: irdayunitasari196@gmail.com
280
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

PENDAHULUAN yaitu singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat


Republik Indonesia adalah negara yang adiktif lainnya, dalam dunia kesehatan disebut juga
memiliki letak geografis paling strategis karena dengan istilah napza. Banyaknya penyalahguna
berada diantara dua samudera yakni Hindia-Pasifik napza yang terdata oleh Badan Narkotika Nasional
dan juga dua benua yakni Asia-Australia. Indonesia (BNN) menyebabkan Indonesia menjadi negara yang
memiliki luas dataran sekitar 1.919.000 km2 terletak darurat narkoba.
diwilayah Khatulistiwa dan memudahkan Indonesia Salah satu daerah yang menjadi incaran para
dalam hal perdagangan antar negara atau pengedar narkoba ialah Kalimantan Timur karena
letaknya yang strategis menyebabkan Kalimantan
perdagangan internasional. Dahulu kala Indonesia
dijajah oleh bangsa asing yang ingin merebut sumber Timur menjadi salah satu pintu gerbang utama
terjadinya perdagangan. Menurut angka prevalensi
daya alam dan berbagai bentuk kekayaan yang
dimiliki Indonesia, namun sejak 17 Agustus 1945 penyalahguna napza di Indonesia, Kalimantan Timur
menempati ranking ke-3 setelah DKI Jakarta dan DI
Negara Indonesia berhasil memperoleh
Yogyakarta. Angka prevalensi penyalahguna napza
kemerdekaannya.
Setelah kemerdekaan diraih hingga saat ini mengilustrasikan besaran penyebaran narkoba yang
saat ini sedang terjadi. Berikut gambaran angka
Indonesia tidak lagi berperang dengan para penjajah
prevalensi penyalahguna napza di Indonesia
tetapi Indonesia malah berperang dengan zat-zat
sebagaimana tabel di bawah ini:
berbahaya bagi tubuh yang disebut dengan narkoba
Tabel 1.1 Angka Prevalensi Penyalahguna Napza di Indonesia Tahun 2016
No. Provinsi Persentase
1. DKI Jakarta 3.6%
2. DI Yogyakarta 2.8%
3. Kalimantan Timur 2.6%
4. Kalimantan Utara 2.5%
5. Sulawesi Utara 2.4%
6. Jawa Barat 2.4%
7. Sumatera Selatan 2.4%
8. Sumatera Barat 2.2%
9. Jawa Timur 2.2%
10. Sulawesi Selatan 2.1%
11. Kep.Riau 1.7%
12. Jawa Tengah 1.6%
13. Sumatera Utara 1.4%
14. Maluku 1.4%
15. Papua Barat 1.1%
16. Bali 0.8%
17. NTT 0.7%
18. Aceh 0.5%
Total 34.3%
Sumber: BNN RI (Ringkasan Eksekutif Hasil Survei BNN Tahun 2016)

Sepanjang tahun 2017 Badan Narkotika Persebaran narkotika yang semakin


Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Timur meningkat menyebabkan penyalahguna napza
berhasil menangkap 127 orang tersangka kasus meningkat pula, sehingga pada tahun 2009 dibuatlah
narkotika. Dari pengungkapan kasus-kasus tersebut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
petugas menyita 1477,62-gram sabu-sabu, 1302- tentang Narkotika. Dalam hal ini penyalahguna
gram ganja dan kokain 3,3-gram serta 41 butir napza berbeda dengan pengedar. Penyalahguna
ekstasi (Kalimantan.bisnis.com, 2018). Guna napza adalah orang yang menggunakan atau
menanggulangi permasalahan penyalahgunaan dan menyalahgunakan narkoba dan dalam keadaan
peredaran gelap narkotika di Indonesia, Badan ketergantungan pada narkoba, baik secara fisik
Narkotika Nasional (BNN) telah melaksanakan maupun psikis, sedangkan pengedar adalah orang
program pencegahan dan pemberantasan yang menjual dan/atau mengedakan narkoba (Kamus
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika Narkoba, 2006).
secara massive.
281
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Pengedar akan mendapatkan hukum pidana kehidupan masyarakat. Rehabilitasi pada


apabila tertangkap tangan sedang melakukan penyalahguna napza dilakukan sesuai dengan berapa
transaksi jual beli/mengedarkan narkoba. Berbeda lama penyalahguna menggunakan napza atau
halnya dengan penyalahguna napza, saat ini tidak seberapa parah tingkat kecanduan penyalahguna
lagi mendapatkan hukum pidana jika terbukti positif (Kamus Narkoba, 2006).
menyalahgunakan napza karena sejak tahun 2014 Umumnya penyalahguna napza menjalani
BNN telah mengadakan program penyelamatan bagi masa rehabilitasi selama 1 sampai 4 bulan bahkan
penyalahguna napza. Penyalahguna napza tersebut lebih. Pelaksanaan rehabilitasi meliputi berbagai
diberi kesempatan untuk dapat pulih dari pengaruh macam program yang akan dijalankan sampai pada
narkoba dengan menjalani masa rehabilitasi medis proses recovery atau pemulihan. Berhenti total (total
maupun rehabilitasi sosial (Kamus Narkoba, 2006). abstinence) adalah persyaratan utama dalam
Rehabilitasi medis adalah suatu proses menjalankan recovery atau pemulihan. Penyalahguna
kegiatan pengobatan secara terpadu untuk napza yang berhasil melalui tahap ini akan menjalani
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkoba. program pelaksanaan pasca rehabilitasi atau
Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan aftercare yaitu program pemberdayaan bagi
pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun penyalahguna napza selama menjalani pemulihan
sosial, agar mantan penyalahguna napza dapat (Kamus Narkoba, 2006). Berikut adalah informasi
kembali melaksanakan fungsi sosial dalam residen pasca rehabilitasi tahun 2017:
Tabel 2. Data Residen Pasca Rehabilitasi Tahun 2017
No. Klasifikasi Residen
1. Rumah Damping 15 orang
2. Layanan Pasca Rehab 20 orang
3. Home Visit 10 orang
Total 45 orang

Dalam tahap pasca rehabilitasi ini yang tidak diharapkan (antisipatik), sehingga
penyalahguna napza rentan mengalami relapse. memungkinkan orang mempunyai ketahanan diri dan
Relapse istilah lain dari kambuh yang artinya dapat memberdayakan masyarakat untuk
kembali lagi nge-drugs karena “rindu”. Definisi menciptakan dan memperkuat lingkungannya, guna
relapse yaitu mantan penyalahguna napza sudah mengurangi atau menghilangkan semua resiko
sempat “bersih” namun kembali mengkonsumsi terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan tersebut.
narkoba (Kamus Narkoba, 2006). Dalam kamus Sasaran upaya pencegahan adalah terciptanya
narkoba (2006) relapse dapat terjadi bila: pasien kesadaran kewaspadaan dan daya tangkap
bergaul kembali dengan teman-teman pemakai masyarakat terhadap penyalahgunaan dan peredaran
narkoba atau bandarnya, pasien tidak mampu gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
menahan keinginan (sugesti) untuk memakai (shabu) terhadap penyalahgunaan zat tersebut.
kembali narkoba, dan pasien mengalami stres atau Metode pencegahan dapat dilakukan berupa
frustasi (Kamus Narkoba, 2006). pengembangan lingkungan, pola hidup sehat
Steven (2010) mengatakan relapse adalah beriman, pengembangan sarana dan kegiatan positif
sebuah proses, dimana pencegahan relapse terutama bagi anak, remaja dan pemuda, yaitu
merupakan pemahaman mengenai tahap-tahap kegiatan yang bersifat produktif, konstruktif dan
pengembalian relapse emosional maupun relapse kreatif seperti kegiatan olahraga, kesenian olahraga,
mental seperti semula sebelum relapse fisik terjadi. kesenian, organisasi dan rekreasi Sianipar (2003).
Menurut Hendershot (2011) relapse merupakan Pencegahan relapse yang dilakukan guna
proses yang dinamis dan berkesinambungan. Hal ini mencegah terjadinya dampak psikologis bagi
dikarenakan terjadinya kemunduran selama proses penyalahguna napza. Mantan penyalahguna yang
perubahan perilaku, sehingga tujuan untuk pantang sudah pulih seringkali mengalami euforia karena
dari penggunaan narkoba terganggu oleh keberhasilannya menyelesaikan masa rehabilitasi.
pengendalian ke perilaku sebelumnya. Hal tersebut yang menjadikannya sombong dan
Sianipar (2003) mengatakan bahwa serakah, akibatnya mantan penyalahguna tersebut
pencegahan adalah tindakan atau kegiatan yang menjadi lengah dan kembali menggunakan narkoba.
dilakukan untuk menghindari terjadinya sesuatu Dampak psikologis yang dirasakan selanjutnya yaitu

282
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

stres, karena mantan penyalahguna napza terkadang napza yang memiliki self-efficacy cukup baik
merasa terbebani dan menyalahkan diri sendiri. mungkin mampu membantu dirinya sendiri guna
Semua itu membuatnya stres seperti yang dulu upaya pencegahan relapse yang mereka lakukan
pernah dialaminya, setiap kali mengalami masalah Lewis (1984 dalam Friedman, Bowden, & Jones,
narkoba dijadikan sebagai pelariannya Sianipar 2010).
(2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Tentu upaya pencegahan relapse yang Fauziannisa dan Tairas (2013) dengan judul
dilakukan tidak ada artinya jika tidak ada dukungan penelitian “Hubungan Antara Strategi Coping
keluarga dari penyalahguna napza. Berdasarkan dengan Self-Efficacy Pada Penyalahguna Narkoba
penelitian yang dilakukan oleh Isnaini, Hariyono & Pada Masa Pemulihan” menunjukkan bahwa
Utami (2011) dengan judul penelitian “Hubungan penyalahguna napza memiliki self-efficacy dalam
Antara Dukungan Keluarga Dengsn Keinginan level sedang yaitu sebesar 70,9%. Hal ini dapat
Untuk Sembuh Pada Penyalahguna Napza Di diartikan bahwa penyalahguna napza memiliki self-
Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Kota efficacy yaitu keyakinan terhadap kemampuannya
Yogyakarta” menunjukkan bahwa penyalahguna untuk menghasilkan hasil yang diinginkan hanya
napza mendapat dukungan keluarga tinggi yaitu pada intensitas yang sedang. Dalam konteks
sebesar 54% dikarenakan dapat selalu berinteraksi penyalahguna napza, seseorang yang berada dalam
dengan keluarganya. Permasalahan ini sesuai dengan masa pemulihan, apabila mampu membangkitkan
pernyataan, yaitu lingkungan yang mendukung self-efficacy dalam dirinya secara efektif, maka ia
terutama keluarga sangat berperan dalam proses akan mampu mengendalikan diri dari keinginan
penyembuhan seseorang yang ketergantungan obat. untuk menggunakan obat-obatan kembali,
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan mempunyai satu tujuan yang pasti disertai dengan
penerimaan terhadap tiap-tiap anggota keluarga. komitmen untuk mencapai tujuan kesembuhan dan
Anggota keluarga memandang bahwa orang yang tidak relapse pada penyalahgunaan napza.
bersifat mendukung selalu siap memberikan Menurut Bandura (dalam Jess Feist & Feist,
pertolongan dan bantuan jika dibutuhkan (Friedman, 2010) self-efficacy adalah keyakinan seseorang
Bowden, & Jones, 2010). Dukungan keluarga (family dalam kemampuannya untuk melakukan suatu
support) juga sebagai informasi verbal/non verbal, bentuk kontrol terhadap fungsi orang itu sendiri dan
saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang kejadian dalam lingkungan. Bandura (2010) juga
diberikan oleh orang-orang yang akrab dalam hal ini menggambarkan self-efficacy sebagai penentu
keluarga dengan subyek berupa kehadiran dan hal- bagaimana orang merasa, berpikir, memotivasi diri,
hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berperilaku. Alwisol (2009) mengatakan bahwa
berpengaruh pada tingah laku penerimanya. self-efficacy sebagai persepsi diri sendiri mengenai
Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi
dukungan, secara emosional merasa lega karena tertentu, self-efficacy berhubungan dengan keyakinan
diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang bahwa diri memiliki kemampuan melakukan
menyenangkan pada dirinya. Demikian juga tindakan yang diharapkan. Baron dan Byrne (dalam
dukungan keluarga sebagai keberadaan, kejadian, Ghufron & Rini, 2010) mendefinisikan self-efficacy
kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan
diandalkan, menghargai dan menyayangi (Kuntjoro, atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu
2002). Dukungan keluarga diartikan sebagai bantuan tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan.
yang diberikan oleh anggota keluarga yang lain,
sehingga akan memberikan kenyamanan fisik dan TINJAUAN PUSTAKA
psikologis pada orang yang dihadapkan pada situasi Relapse
stres (Taylor, 2003). Relapse istilah lain dari kambuh yang artinya
Adanya dukungan keluarga penyalahguna kembali lagi nge-drugs karena “rindu”. Definisi
napza tidak akan merasa sendirian menghadapi relapse yaitu mantan penyalahguna napza sudah
cobaan yang terjadi dalam hidupnya. Penyalahguna sempat “bersih” namun kembali menggunakan
napza justru akan merasa lebih baik karena adanya narkoba. Dalam kamus narkoba (2006) relapse dapat
perhatian lebih yang diberikan. Dukungan keluarga terjadi bila; pasien bergaul kembali dengan teman-
yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan self- teman pengguna narkoba atau bandarnya, pasien
efficacy pada penyalahguna napza. Penyalahguna tidak mampu menahan keinginan (sugesti) untuk
283
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

menggunakan kembali narkoba, dan pasien memberikan pertolongan dan bantuan jika
mengalami stres atau frustasi (Kamus Narkoba, dibutuhkan (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).
2006). Dukungan keluarga diartikan sebagai bantuan yang
Minardiantoro (2007) mengatakan bahwa diberikan oleh anggota keluarga yang lain, sehingga
relapse adalah sebuah proses yang dialami mantan akan memberikan kenyamanan fisik dan psikologi
penyalahguna napza karena tidak dapat beradaptasi pada orang yang dihadapkan pada situasi stress
dalam kehidupan. Mantan penyalahguna napza (Taylor, 2003). Dukungan keluarga sebagai
mungkin mengalami perubahan sikap yang keberadaan, kejadian, kesediaan, kepedulian dari
cenderung impulsif. Menurut Nurdin (2007) relapse orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan
adalah hal umum terjadi pada proses pemulihan menyayangi (Kuntjoro, 2002).
karena pada 90 hari pertama setelah lepas masa Tipe keluarga yang dikemukakan oleh
perawatan detoksifikasi merupakan periode paling Friedman (2010), maka dapat disimpulkan bahwa
rawan bagi penyalahguna napza untuk kembali ada tiga tipe keluarga yaitu keluarga inti yang terkait
relapse. dengan pernikahan, keluarga orientasi tempat
Sianipar (2003) mengatakan bahwa seseorang dilahirkan, dan keluarga yang terkait
pencegahan adalah tindakan atau kegiatan yang dengan hubungan darah.
dilakukan untuk menghindari terjadinya sesuatu Aspek dukungan keluarga yang dikemukakan
yang tidak diharapkan (antisipatik), sehingga oleh House dan Kahn (1985) dalam Friedman,
memungkinkan orang mempunyai ketahanan diri dan Bowden, & Jones (2010) antara lain dukungan
dapat memberdayakan masyarakat untuk emosional, dukungan penilaian, dukungan
menciptakan dan memperkuat lingkungannya, guna instrumental, dan dukungan informasi.
mengurangi atau menghilangkan semua resiko Lewis (1984 dalam Friedman, Bowden, &
terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan tersebut. Jones, 2010) menjelaskan ada tiga faktor yaitu
Sasaran upaya pencegahan adalah terciptanya pengalaman-pengalaman perkembangan yang artinya
kesadaran kewaspadaan dan daya tangkap bahwa pengalaman masa kecil dimana orangtua
masyarakat terhadap penyalahgunaan dan peredaran memerikan pola asuhnya kepada anak
gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya mempengaruhi kebutuhannya akan dukungan
(shabu) terhadap penyalahgunaan zat tersebut. keluarga, kelas sosial ekonomi keluarga dan tingkat
Faktor-faktor terjadinya relapse yaitu faktor pendidikan orangtua juga mempengaruhi faktor
euforia, stres, kepribadian yang tidak tahan dukungan keluarga kepada penyalahguna napza.
perubahan, demam obat/ketergantungan pada obat,
kepribadian tanpa perlindungan, tidak adanya Self-Efficacy
dukungan, adiktif, kepercayaan yang salah, rujukan Alwisol (2009) mengatakan bahwa self-
lama, kemampuan bertahan yang tidak terpenuhi, efficacy sebagai persepsi diri sendiri mengenai
serta kebutuhan spiritual dan emosional yang kurang. seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi
Upaya pencegahan relapse adalah tindakan tertentu, self-efficacy berhubungan dengan keyakinan
atau kegiatan yang dilakukan untuk menghindari bahwa diri memiliki kemampuan melakukan
terjadinya sebuah pola tingkah laku berulang tindakan yang diharapkan. Self-efficacy menurut
kembali terjadi pada penyalahguna napza pada saat Alwisol (2009) dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan
telah melewati masa recovery (kesembuhan), atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi
pencegahan dilakukan untuk memungkinkan empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu
penyalahguna mempunyai ketahanan diri guna prestasi (performance accomplishment), pengalaman
mengurangi atau menghilangkan semua resiko vikarius (vicarious experiences), persuasi sosial
terjadinya respon kegagalan beradaptasi (social persuation) dan pembangkitan emosi
(maladaptive) terhadap stressor atau stimuli internal (emotional physiological states). Pengalaman
dan eksternal. performansi adalah prestasi yang pernah dicapai
pada masa yang telah lalu. Pengalaman virakius
Dukungan Keluarga diperoleh melalui model sosial. Persuasi sosial
Menurut Friedman, Dukungan keluarga adalah adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan
sikap, tindakan dan penerimaan terhadap tiap-tiap sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
anggota keluarga. Anggota keluarga memandang Baron dan Byrne (dalam Ghufron & Rini,
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap 2010) mendefinisikan self-efficacy sebagai evaluasi

284
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi juga terapi mental. Terapi mental biasanya dilakukan
dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai melalui pendekatan secara keagamaan, karena
tujuan, dan mengatasi hambatan. Aspek self-efficacy walaupun fisik sudah sehat, mental belum tentu pulih
yang dikemukakan oleh Bandura (dalam Ghufron & seperti sedia kala. Banyak orang yang sudah sembuh
Rini, 2010) maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga fisik, namun kerena mentalnya tidak terbina, kembali
aspek self-efficacy antara lain tingkat (level), lagi menjadi penyalahguna napza. Oleh karena itu,
kekuatan (strength), dan generalisasi (generality). pemulihan mental perlu dilakukan secara
Bandura (dalam Jess Feist & Feist, 2010) berkesinambungan dan kenyataannya membutuhkan
mengatakan bahwa self-efficacy dapat ditumbuhkan waktu yang lebih lama daripada pemulihan secara
dan dipelajari melalui empat hal, yaitu pengalaman fisik (Kamus Narkoba, 2006).
menguasai sesuatu (mastery experience), modeling
sosial, persuasi sosial, serta kondisi fisik dan METODE PENELITIAN
emosional. Bandura (dalam Ghufron & Rini, 2010) Penelitian ini berupa penelitian kuantitatif
menjelaskan tentang fungsi tersebut, yaitu fungsi dengan jenis penelitian survei. Metode pengumpulan
kognitif, fungsi motivasi, fungsi afeksi, dan fungsi data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
selektif. kuesioner (angket). Kuesioner adalah suatu teknik
pengumpulan informasi yang memungkinkan
Napza dan Rehabilitasi analisis mempelajari sikap-sikap, keyakinan,
Napza adalah singkatan dari narkotika, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, meliputi zat dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem
alami atau sintetis yang bila dikonsumsi yang diajukan (Siregar, 2015). Skala yang
menimbulkan perubahan fungsi fisik, psikis, serta digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Upaya
menimbulkan ketergantungan (BNN RI, 2003). Pencegahan Relapse, Skala Dukungan Keluarga, dan
Napza adalah zat yang mempengaruhi struktur atau Skala Self Efficacy. Adapun dalam penelitian ini
fungsi beberapa bagian tubuh orang yang pernyataan yang akan diterapkan pada skala
mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko didasarkan pada aspek ataupun tahapan pengukuran
penyalahguna napza bergantung pada seberapa yang mewakili variabel-variabel yang hendak diukur
banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan dan dimuat dalam pedoman pembuatan angket yang
bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang berisikan indikator-indikator dari variabel-variabel
dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010). tersebut.
Tahapan penyalahgunaan napza yang Pada penelitian kuantitatif kegiatan analisis
dikemukakan oleh Martono & Joewana (2006) datanya meliputi pengolahan data dan penyajian
terdapat berbagai tahapan yaitu eksperimental data, melakukan perhitungan untuk mendeskripsikan
dimana penyalahguna napza baru ditahap coba-coba, data dan melakukan pengujian hipotesis dengan
rekreasional dimana penyalahguna napza menggunakan uji statistik. Saat melakukan proses
mengkonsumsi barang harap tersebut bersama analisis data yang perlu diingat mengetahui dengan
teman-temannya dengan tujuan untuk rekreasi, tepat alat analisis (uji statistik) yang akan digunakan,
situasional dimana penyalahguna napza sebab jika alat analisis (uji statistik) yang digunakan
membutuhkan obat terlarang itu untuk pelariannya tidak sesuai dengan permasalahan penelitian maka
terhadap stress, penyalahgunaan dan ketergantungan. dapat salah diinterpretasikan.
Definisi rehabilitasi ialah upaya memulihkan Uji statistik yang digunakan dalam penelitian
dan mengembalikan kondisi para mantan ini yaitu statistika nonparametrik. Statistika
penyalahguna napza kembali sehat dalam arti fisik, nonparametrik merupakan bagian statistik yang
psikologis, sosial dan spiritual. Rehabilitasi adalah parameter populasinya atau datanya tidak mengikuti
program yang dibuat khusus untuk memulihkan suatu distribusi tertentu atau memiliki distribusi yang
keadaan baik fisik maupun jasmani penyalahguna bebas dari persyaratan dan variansnya tidak perlu
napza. Biasanya rehabilitasi dilakukan di pusat-pusat homogen. Model uji statistika sebagai alat analisis
rehabilitasi, atau ada juga beberapa rumah sakit yang data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menyediakan program rehabilitasi untuk para analisis asosiatif. Analisis asosiatif adalah
penyalahguna napza. Rehabilitasi biasanya merupakan bentuk analisis data penelitian untuk
menyediakan pengobatan baik secara fisik dalam menguji ada tidaknya hubungan keberadaan variabel
bentuk terapi fisik untuk mengembalikan stamina, dari dua kelompok data atau lebih. Hasil analisisnya
285
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

adalah apakah hipotesis penelitian dapat Melalui uji korelasi parsial residen
digeneralisasikan atau tidak, apabila hipotesis (H1) penyalahguna napza pasca rehabilitasi di Badan
diterima, berarti hasil penelitian menyatakan ada Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur
hubungan antarvariabel (Siregar, 2015). Keseluruhan memperoleh hasil dukungan emosional sangat kuat
analisis data dalam penelitian ini menggunakan dari keluarga dalam upaya pencegahan relapse
SPSS versi 23.0 for windows. emosional, relapse mental maupun relapse fisik
yang dilakukan oleh residen.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada tahap relapse emosional, penyalahguna
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui napza di tekan untuk tidak berpikir tentang
hubungan dukungan keluarga dan self-efficacy menggunakan obat terlarang. Apabila sudah berada
dengan upaya pencegahan relapse pada residen dalam tahap relapse mental, penyalahguna napza
penyalahguna napza pasca rehabilitasi di Badan mengalami gejolak dalam pikirannya tentang
Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur kesembuhan dari pengaruh obat-obatan, akan tetapi
dengan jumlah sampling sebanyak 45 orang dan masih terbayang dengan hasrat ingin kembali
menggunakan teknik nonprobability sampling. Hasil menggunakan obat terlarang. Sedangkan jika sudah
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat sampai tahap relapse fisik, penyalahguna napza
hubungan pada dukungan keluarga dengan upaya mengalami ketidakstabilan pada dirinya dan hasrat
pencegahan relapse residen penyalahguna napza untuk menggunakan obat-obatan terlarang sangat
pasca rehabilitasi dengan nilai r = 0.316 dan p = besar sehingga sulit untuk di kendalikan oleh
0.004. penyalahguna napza tersebut (Steven, 2010).
Hasil penelitian pada self-efficacy dengan Dukungan emosional yang di peroleh residen
upaya pencegahan relapse memiliki hubungan menurut House dan Kahn (1985) dalam Friedman,
dengan nilai r = 0.338 dan p = 0.002. Isnaini, Bowden, & Jones (2010) adalah keluarga sebagai
Hariyono & Utami (2011) menyimpulkan dalam sebuah tempat yang nyaman untuk istirahat,
hasil penelitiannya bahwa dukungan keluarga yang menenangkan pikiran, dan berbagi masalah. Individu
tinggi dikarenakan lingkungan yang mendukung yang mempunyai persoalan atau masalah akan
terutama keluarga sangat berperan dalam proses merasa terbantu bila ada keluarga yang mau
penyembuhan seseorang yang ketergantungan obat. mendengarkan dan memperhatikan masalah yang
Hal ini disebabkan, tidak banyak dari mereka yang sedang dihadapi.
keinginan sembuhnya datang dari dalam dirinya Berhasilnya upaya pencegahan relapse pada
sendiri, lebih banyak pengguna membutuhkan residen penyalahguna napza pasca rehabilitasi tidak
dukungan orang tua. Beragamnya bentuk-bentuk hanya dari dukungan keluarga tetapi juga melalui
dukungan keluarga yang meliputi dukungan self-efficacy yang dimilikinya. Residen
emosional, penghargaan, instrumental dan informatif penyalahguna napza pasca rehabilitasi yang memiliki
menyumbang aksi sugesti positif terhadap keyakinan dalam kemampuannya untuk melakukan
permasalahan penyalahgunaan napza. suatu bentuk kontrol terhadap dirinya sendiri maka
Mantan pecandu memiliki kecenderungan dia akan mampu untuk melakukan upaya
karakteristik tipikal yang berbeda dengan orang- pencegahan relapse.
orang pada umumnya, secara kognitif, behavioral, Dalam penelitian Fauziannisa dan Tairas
emosional, sosial dan interpersonal. Berkembangnya (2013) hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
karakteristik ini disebabkan oleh efek napza pada dalam konteks penyalahguna narkoba, seseorang
fungsi fisiologis maupun lamanya terpisah dari dunia yang berada dalam masa pemulihan, apabila mampu
nyata. Usaha pecandu untuk lepas dari belenggu membangkitkan self-efficacy dalam dirinya secara
napza merupakan perjuangan hidup yang dapat efektif, maka ia akan mampu mengendalikan diri
dikatakan seumur hidup, karena hampir seluruh dari keinginan untuk menggunakan obat-obatan
dimensi pecandu telah rusak oleh kekacauan yang kembali, mempunyai satu tujuan yang pasti disertai
diakibatkan oleh kecanduannya Isnaini, Hariyono & dengan komitmen untuk mencapai tujuan
Utami (2011). kesembuhan dan tidak kembali pada penyalahgunaan
narkoba.
286
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Memiliki self-efficacy yang telah terbentuk Ketika pada tahap relapse emosional,
akan mempengaruhi dan memberi fungsi pada penyalahguna napza di tekan untuk tidak berpikir
aktifitas individu seperti yang di jelaskan oleh tentang menggunakan obat terlarang. Apabila sudah
Bandura (dalam Ghufron & Rini, 2010) bahwa berada dalam tahap relapse mental, penyalahguna
pengaruh dari self-efficacy pada proses kognitif napza mengalami gejolak dalam pikirannya tentang
seseorang sangat bervariasi. Pertama, self-efficacy kesembuhan dari pengaruh obat-obatan, akan tetapi
yang kuat akan mempengaruhi tujuan pribadinya. masih terbayang dengan hasrat ingin kembali
Kedua, individu dengan self-efficacy yang kuat akan menggunakan obat terlarang. Sedangkan jika sudah
mempengaruhi bagaimana individu tersebut sampai tahap relapse fisik, penyalahguna napza
menyiapkan langkah-langkah anitisipasi bila mengalami ketidakstabilan pada dirinya dan hasrat
usahanya yang pertama gagal dilakukan. Self- untuk menggunakan obat-obatan terlarang sangat
efficacy juga memainkan peranan penting dalam besar sehingga sulit untuk di kendalikan oleh
pengaturan motivasi diri. penyalahguna napza tersebut (Steven, 2010).
Sebagian basar motivasi manusia dibangkitkan Berdasarkan hasil penelitian diatas terlihat
secara kognitif. Individu yang memotivasi dirinya bahwa dukungan keluarga dan self-efficacy
sendiri dan menuntun tindakan-tindakannya dengan diperlukan oleh para residen penyalahguna napza
menggunakan pemikiran-pemikiran tentang masa pasca rehabilitasi guna mendukung upaya
depan sehingga individu tersebut akan membentuk pencegahan relapse yang mereka lakukan. Dalam
kepercayaan mengenai apa yang dapat dirinya mewujudkan upaya pencegahan relapse pada residen
lakukan. Fungsi afeksi pada self-efficacy mampu penyalahguna napza pasca rehabilitasi terdapat
meningkatkan kemampuan coping individu dalam beberapa faktor-faktor lainnya yang juga
mengatasi besarnya stres dan depresi yang individu mempengaruhi, seperti yang dikemukakan oleh
alami pada situasi yang sulit dan menekan, dan juga Sianipar (2003) yakni; melalui keluarga, melalui
akan mempengaruhi tingkat motivasi individu pendidikan, melalui lembaga keagamaan, melalui
tersebut. Self-efficacy memegang peranan penting organisasi sosial masyarakat, melalui organisasi
dalam kecemasan, yaitu untuk mengontrol stres yang wilayah pemukiman, melalui unit kerja dan melalui
terjadi. Fungsi terakhir dalam self-efficacy yaitu media massa.
fungsi sekektif yang akan mempengaruhi pemilihan Untuk mampu memiliki upaya pencegahan
aktivitas atau tujuan yang akan diambil oleh individu relapse yang kuat residen penyalahguna napza pasca
(Bandura (dalam Ghufron & Rini, 2010)). rehabilitasi harus mampu menciptakan kesadaran
Self-efficacy yang dimiliki oleh residen kewaspadaan dan daya tangkap terhadap
penyalahguna napza pasca rehabilitasi di Badan penyalahgunaan zat tersebut dengan metode
Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur pencegahan yang dapat dilakukan berupa
melalui hasil uji korelasi parsial berada pada aspek pengembangan lingkungan, pola hidup sehat
tingkat (level) yang sangat kuat dengan upaya beriman, pengembangan sarana dan kegiatan positif
pencegahan relapse emosional, relapse mental dan produktif, konstruktif dan kreatif serta seperti
relapse fisik. kegiatan olahraga, kesenian, organisasi dan rekreasi
Menurut Bandura (dalam Ghufron & Rini, (Sianipar, 2003).
2010) aspek tingkat (level) berkaitan dengan derajat
kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk KESIMPULAN DAN SARAN
melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada Kesimpulan
tugas-tugas yang disusun menurut tingkat Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang
kesulitannya, maka self-efficacy individu mungkin telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, berikut:
atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, 1. Terdapat hubungan yang rendah antara dukungan
sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan keluarga dengan upaya pencegahan relapse pada
untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan residen penyalahguna napza pasca rehabilitasi di
pada masing-masing tingkat. Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan
Timur. Artinya semakin kuat dukungan emosional
287
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

dari keluarga yang dimiliki residen penyalahguna outbound, serta mengadakan pelatihan untuk
napza pasca rehabilitasi maka semakin kuat pula meningkatkan self-efficacy bagi residen
upaya pencegahan relapse yang dilakukannya. penyalahguna napza.
2. Terdapat hubungan yang rendah antara self- 5. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk
efficacy dengan upaya pencegahan relapse pada mencoba menggunakan metode penelitian
residen penyalahguna napza pasca rehabilitasi di kualitatif guna memperdalam fenomena yang
Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan terjadi pada residen penyalahguna napza, apabila
Timur. Artinya semakin kuat tingkat (level) self- tetap menggunakan metode penelitian kuantitatif
efficacy yang dimiliki residen penyalahguna nantinya akan menyulitkan peneliti selanjutnya
napza pasca rehabilitasi maka semakin kuat pula dalam mengkaji fenomena yang ada. Hal ini
upaya pencegahan relapse yang dilakukannya. disebabkan karena kurangnya residen
penyalahguna napza pasca rehabilitasi yang dapat
Saran dijadikan subjek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
dan hasil yang diperoleh, maka peneliti menyarankan DAFTAR PUSTAKA
beberapa hal sebagai berikut : Admin. (2017). Bebebrkan Data Pengungkapan
1. Bagi residen penyalahguna napza, disarankan Kasus Narkoba BNNP Kaltim Giat
untuk mampu meningkatkan self-efficacy dalam Rehabilitasi. Diakses dari
dirinya serta mempererat hubungan dengan http://detakkaltim.com/index.php/2017/07/11/b
keluarga agar nantinya memiliki dukungan eberkan-data-pengungkapan-kasus-narkoba-
keluarga yang kuat sehingga mampu melakukan bnnp-kaltim-giat-rehabilitasi/
upaya pencegahan relapse. Residen juga Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi.
disarankan untuk lebih dapat bekerja sama dengan Malang: UMM Press.
pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.
(BNNP) Kalimantan Timur guna mempermudah (2003). Pedoman Pencegahan Penyalahguna
pihak BNNP melakukan pengawasan terhadap Narkoba. Jakarta: Badan Narkotika Nasional
residen. Republik Indonesia.
2. Bagi keluarga residen penyalahguna napza, Depdikbud. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
disarankan untuk dapat terus mendukung dan Jakarta: Balai Pustaka.
mengawasi perkembangan residen penyalahguna Fauziannisa, M., & Tairas, M. M. W. (2013).
napza pasca rehabilitasi agar mampu melakukan Hubungan Antara Strategi Coping dengan Self-
upaya pencegahan relapse. Peran keluarga sangat Efficacy Pada Penyalahguna Narkoba Pada
membantu residen untuk tidak mengalami Masa Pemulihan. Jurnal Psikologi, 02 (03),
relapse, terutama dengan memberikan dukungan 138.
emosional kepada residen penyalahguna napza. Feist, J., & Feist, G. (2010). Teori Kepribadian.
3. Bagi masyarakat, disarankan untuk membantu Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
residen penyalahguna napza meningkatkan Fitrianti, N., Subekti, E. M .A., & Aquarisnawati, P.
kepercayaan dirinya dengan cara mengikut (2011). Pengaruh Antara Kematangan Emosi
sertakan residen penyalahguna napza dalam dan Self-Efficacy Terhadap Craving Pada
berbagai kegiatan masyarakat seperti gotong Mantan Pengguna Narkoba. Jurnal Psikologi,
royong, melakukan ronda malam, kegiatan 13 (02), 114-115.
keagamaan dan kegiatan yang dilakukan Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G.
dilingkungan tersebut. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga:
4. Bagi pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi Riset, Teori, & Praktik. Edisi Kelima. Jakarta:
(BNNP) Kalimantan Timur, disarankan untuk Penerbit Buku Kedokteran ECG.
dapat mengembangkan berbagai kegiatan pasca Ghufron, M. N., & Rini R. S. (2010). Teori-Teori
rehabilitasi guna memantau perkembangan Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruaa Media.
residen penyalahguna napza agar tidak Hadi, S. (2004). Metodologi Research Jilid 3.
mengalami relapse dikemudian hari. Kegiatan Yogyakarta: Andi.
yang dapat dilakukan selain dengan kunjungan Hapsari, F. L., & Induniasih. (2012). Dukungan
rutin, pihak BNNP juga dapat mengadakan Keluarga Pada Kekambuhan Penyalahguna
seminar pengembangan diri, mengadakan Narkotika. Jurnal Kesehatan, 1 (1), 47-48.
288
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:280-289 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Hendershot, C. (2011). Relapse Prevention for Therapeutic Community. Jakarta: Badan


Addictive Behavior. Substance Abuse Narkotika Nasional Republik Indonesia.
Treatment, Prevention, and Policy. New York. Nasution, M. N. (2004). Manajeman Jasa Terpadu.
Isnaini, Y., Hariyono, W., & Utami, I. K. (2011). Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Nelson., & Jones. (2011). Teori dan Praktik
Keinginan Untuk Sembuh Pada Penyalahguna Konseling dan Teori. Yogyakarta: Pustaka
Napza Di Lembaga Pemasyarakatan Pelajar.
Wirogunan Kota Yogyakarta. Jurnal Nurdin, A. E. (2007). Mandat, Sejarah, Dampak
Kesehatan Masyarakat, 5 (2), 162-232. Klimis dan Penanggulangannya. Semarang:
Kamus Narkoba. (2006). Bersama Rakyat Melawan Mutiara Wacana.
Narkoba: Kamus Narkoba.Jakarta: Badan Sianipar, T. M. (2003). Pedoman Pencegahan
Narkotika Nasional Republik Indonesia. Penyalahgunaan Narkoba Bagi Remaja:
Kemenkes RI. (2010). Modul Konseling Napza Bagi Narkoba Cuma Akan Menjadi Lembaran
Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementrian Hitam Dalam Hidupmu. Jakarta: Badan
Kesehatan Republik Indonesia. Narkotika Nasional Republik Indonesia.
Kuntjoro, S. (2002). Manajemen Sumber Daya Siregar, S. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif:
Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Dilengkapi Perbandingan Perhitungan
Aksara. Manual & SPSS. Jakarta: Prenadamedia
Lopez., & Synder (2004). Positive Psychology Group.
Assesment. Washington DC: American Steven, M. Melemis. (2010). I Want to Change My
Psychology Association. Life: How to Overcome Anxiety, Depression &
Marlatt, G. A., & Donovan, D. M. (2003). Relapse Addiction. Canada.
Prevention: Maintenance Strategies in The Sugiono. (2015). Metode Penelitian dan
Treatment of Addictive Behaviors. Second Pengembangan: Research and Development.
Edition. New York: The Guilford Press. Bandung: Alfabeta.
Martono, L. H.. & Joewana, S. (2006). Pencegahan Taylor, S.. E. (2003). Health Psychology. Edisi
dan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Kelima. New York: McGraw-Hill.
Sekolah. Jakarta: Balai Pustaka. Yamin, M. (2017). Selama 2017 BNNP Kaltim
Minardiantoro. (2007). Relapse Prevention: Rumah Tangkap 127 Pelaku Narkoba.
Sakit Ketergantungan Obat Halmahera House

289

Anda mungkin juga menyukai