Anda di halaman 1dari 23

TERAPI BERMAIN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

SISTEM URINARY
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar Pediatric Nursing

Tugas Kelompok
Disusun oleh : Kelompok 1
Adira Fahira Pusponegoro 4002200024
Aliya Mulia Pratiwi 4002200025
Anggita Eprilliana Putri 4002200049
Aulia Setyaningsih 4002200035
Cheila Azka Zahratunnisa 4002200050
Danena Putri Nurwandini 4002200053
Dea Nabilla Aprilianti Supriatna 4002200030
Defi Yulianti 4002200007
Dwi Oktaviani Damayanti 4002200017
Eva Fitri Fauziah 4002200029

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
JANUARI, 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan
rahmatnya yang berlimpah kami telah mampu menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Terapi Bermain pada Anak dengan Gangguan Sistem Urinary”. Makalah
yang tersusun ini adalah hasil maksimal yang dapat kami sajikan, kami yakin
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena kami menyadari bahwa kami
masih kurang berpengetahuan dalam menyajikan makalah baik dari segi
penyusunan, pengolahan maupun Bahasa. Untuk menyempurnakan makalah ini
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca kepada kami
agar dalam penulisan makalah selanjutnya bisa lebih baik.
Dalam rangka Menyusun maakalah ini kami sampaikan ucapan
terimakasih kepada teman-teman yang telah meluangkan waktu untuk bekerja
sama demi tersusunnya makalah ini, dengan semangat yang tinggi serta keinginan
yang keras akhirnya dapat mengatasi kesulitan-kesulitan dan terwujudlah makalah
yang sederhana ini. Walaupun kecil makalah ini semoga dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, 24 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................4

1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................5

BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................6

2.1 Pengertian Terapi Bermain........................................................................6

2.2 Tujuan Terapi Bermain..............................................................................6

2.3 Manfaat Terapi Bermain............................................................................6

2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi Pola Bermain Anak.........................7

2.5 Klasifikasi menurut Wong (2009).............................................................8

2.6 Permainan Puzzle....................................................................................10

2.7 Prinsip Bermain di Rumah Sakit.............................................................10

2.8 Fungsi Bermain di Rumah Sakit..............................................................10

2.9 SAP Terapi Bermain pada anak...............................................................11

BAB III PENUTUP................................................................................................18

3.1 Kesimpulan..............................................................................................18

3.2 Saran........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Gangguan berkemih terjadi akibat gangguan fungsi koordinasi
saluran Kemih bagian bawah meliputi kandung kemih, leher kandung
kemih, Klep dan uretra. Gangguan berkemih termasuk mengompol dengan
atau Tanpa diikuti gangguan buang air besar, merupakan gangguan yang
sering Ditemukan pada anak dengan segala akibatnya. Beberapa
komplikasi akibat Gangguan berkemih adalah infeksi saluran kemih,
konstipasi dan gangguan Penyembuhan refluk vesiko-ureter. Gangguan
berkemih atau inkontinen adalah keluarnya urin secara Involunter atau
tidak terkontrol, dalam hal ini termasuk mengompol atau Mengompol
malam hari. Anak dikatakan menderita mengompol malam hari Bila
bersifat menetap dan terjadi diatas usia 5 tahun. Sebelum usia 5 tahun,
Gangguan berkemih pada anak masih dianggap fisiologis 2-4 Angka
kejadian gangguan berkemih di Indonesia belum ada. Sedang di Amerika
Serikat, gangguan berkemih termasuk mengompol malam hari Merupakan
gangguan yang banyak ditemukan, dengan angka kejadian Mengompol
berkisar 5 sampai 7 juta anak. Satu persen remaja usia 15 tahun Masih
mengalami mengompol. Perbaikan mengompol secara spontan Terjadi
berkisar 15% pertahun. Orang tua mulai menyadari kalau anaknya
Mengompol pada usia berkisar 5 sampai 6 tahun. Sedang anak sendiri baru
Menyadari kalau mengompol pada usia berkisar 7 sampai 8 tahun. 3,5
Sampai saat ini penyebab mengompol sulit diketahui dengan pasti,
Sehingga membuat frustasi baik dokter, keluarga maupun penderita
sendiri. Oleh karena itu penanganan yang tepat diperlukan untuk
mengembalikan Rasa percaya diri penderita maupun stress yang dihadapi
keluarga. Lebih Kurang 80 sampai 85 persen, anak mengalami
monosymptomatic enuresis Nocturna (MEN). Sedang 5 sampai 10 persen
anak mengalami polysymptomatic Enuresis nocturna (PEN), pada

1
umumnya selain mengompol malam hari juga Disertai mengompol siang
hari.
Gangguan berkemih pada anak dapat terjadi Karena kelainan
organik misalnya neurogenic bladder maupun tanpa disertai Gangguan
organik yaitu gangguan psikogenik vesikovesikal. Bila kandung kemih
terisi mencapai kapasitasnya, terjadi kontraksi spontan kandung kemih
diikuti relaksasi dari leher kandung kemih dan klep uretra eksterna. Saat
masih bayi proses ini dapat terjadi sampai 20 kali. Pada anak lebih besar
terjadi maturasi jalur korteks yang berperan menghambat refleks
vesikovesikal. Selain itu proses berkemih dimediasi oleh pons dan
midbrain. Anak usia 1-2 tahun, mulai dapat merasakan bila kandung kemih
penuh, serta frekuensi berkemih mulai berkurang karena kapasitas
kandung kemih mulai meningkat. Pada usia 2-3 tahun, anak sudah bisa
mengontrol berkemih sama seperti dewasa. Kemampuan anak mengontrol
kandung kemih bervariasi, biasanya pada usia 3 sampai 5 tahun anak
sudah dapat mengontrol kandung kemih secara sempurna. Dunia anak
adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, semua aspek
perkembangan anak ditumbuhkan sehingga anak-anak menjadi lebih sehat
sekaligus cerdas. Saat bermain, anak anak mempelajari banyak hal
penting. Sebagai contoh dengan bermain bersama teman, anak-anak akan
lebih terasa rasa empatinya, mereka juga bisa mengatasi penolakan dan
dominasi, serta bisa mengelola emosi.
Dalam bermain pada umumnya anak terlibat dalam suatu
permainan. Misbach (2006:5) menyimpulkan bahwa permainan adalah
situasi bermain yang terkait dengan beberapa aturan atau tujuan tertentu,
yang menghasilkan kegiatan dalam bentuk tindakan bertujuan. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa dalam bermain terdapat aktivitas yang
diikat dengan aturan untuk mencapai tujuan tertentu. Karakteristik anak-
anak berbeda-beda untuk masing-masing usia, oleh karena itu perawat
harus benar-benar sabar namun tegas dalam merawat anak-anak yang
dirawat di rumah sakit. Anak-anak masih sangat bergantung dengan orang

2
tua mereka sehingga perawat perlu melibatkan orang tua dan keluarga di
dalam merawat anak. Diperlukan suatu perawatan dan pengobatan pada
anak-anak bisa diberikan dengan lancar tanpa menyakiti anak atau
membuat anak stress. Sebagai perawat yang bertugas di ruang inap anak,
seringkali mengalami hambatan dan kesulitan dalam merawat anak-anak,
dikarenakan anak-anak sulit untuk diajak kerjasama dalam pengobatan
ataupun perawatan, berbeda dengan pasien dewasa. Karakteristik anak-
anak berbeda-beda untuk masing-masing usia, oleh karena itu perawat
harus benar-benar sabar namun tegas dalam merawat anak-anak yang
dirawat di rumah sakit. Anak-anak masih sangat bergantung dengan orang
tua mereka sehingga perawat perlu melibatkan orang tua dan keluarga di
dalam merawat anak. Diperlukan suatu cara bagaimana perawatan dan
pengobatan pada anak-anak bisa diberikan dengan lancar tanpa menyakiti
anak atau membuat anak stress atau setidaknya meminimalkannya.
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kepuasan.Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang
menyenangkan bagianak,meskipun haltersebut tidak meghasilkan
komoditas tertentu.Aktifitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi
perkembangan anak secara optimal.Anak bebas mengekspresikan perasaan
takut, cemas, gembira atau perasaan lainnya sehinggahal tersebut
memberikan kebebasan bermain untuk anak sehingga orang tua
dapatmengetahui suasana hati anak. Oleh karena itu dalam memilih alat
bermain hendaknya disesuaikan Dengan jenis kelamin dan usia anak.
Sehingga dapat merangsang perkembangan Anak secara optimal. Dalam
kondisi sakit atau anak dirawat Dirumah sakit Aktivitas bermain ini
dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi anak, Kecemasan yang terjadi
pada anak yang menjalani hospitalisasi apabila tidak segera ditangani akan
membuat anak melakukan penolakan terhadap tindakan perawatan dan
pengobatan yang diberikan sehingga akan berpengaruh terhadap lamanya
hari rawat anak dan dapat memperberat kondisi penyakit yang diderita
anak (Dayani, Budiarti & lestari, 2015).Kondisi kecemaan yang dialami

3
anak usia prasekolah dalam menghadapi hospitalisasi terebut harus segera
ditangani sedini mungkin, karena keterlambatan dalam penanganan
kecemasan ini akan berdampak tidak baik pada proses kesembuhan anak.
Hospitalisasi dapat menjadi suatu gangguan psikologis terhadap anak dan
anak menunjukan reaksi adaptasi yang disebabkan oleh stress, biasanya
lama perawatan untuk penyembuhan penyakit pada anak 3-5 hari
tergantung penyakit yang diderita anak sehingga anak akan mengalami
kecemasan karena terlalu lama berada di Rumah Sakit yang menurutnya
itu adalah lingkungan baru dan orang baru yang asing.Kecemasan yang
terus menerus dapat menghasilkan hormone yang menyebabkan kerusakan
pada seluruh tubuh termasuk kemampuan menurunkan sistem imun
(Sadi’ah, 2014). Mengingat banyaknya dampak dari kecemasan pada anak
dalam Menghadapi hospitalisasi, maka diperlukan suatu media yang dapat
Mengungkapkan rasa cemasnya, yaitu dengan terapi bermain, dan
intervensi Keperawatan yang dapat digunakan untuk mengurangi
kecemasan pada anak Prasekolah adalah dengan terapi bermain (Sadi’ah,
2014). Terapi yang Digunakan untuk mengurangi kecemasan pada anak
dalam menghadapi Hospitalisasi dengan terapi bermain puzzle dan terapi
bermain menggambar Karena dengan memberikan terapi bermain maka
anak tidak akan merasa Cemas dan ketakutan saat menjalani perawatan
selama di Rumah Sakit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas Bagaimana efektifitas dari terapi
bermain Puzzel dan Menggambar terhadap Tingkat kecemasan anak usia
prasekolah (3-6 tahun) dalam menghadapi Hospitalisasi gangguan
terhadap sistem urinary dan bagaimana susunan proposal efektivitas terapi
bermain puzzle dan menggambar terhadap tingkat kecemasan anak yang
mengalami gangguan terhadap Urinar?.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas terapi bermain Puzzel dan terapi

4
bermain Menggambar terhadap tingkat kecemasan pada anak usia
prasekolah (3-6 tahun) dalam menghadapi hospitalisasi. Dan juga
proposal terapi bermain pada anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan hospitalisasi pada anak
usia (3-6 tahun) sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain
Puzzel
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan hospitalisasi pada anak
usia Prasekolah (3-6 tahun) sebelum dan sesudah diberikan
terapi bermain Menggambar
c. Menganalisis efektifitas terapi bermain Puzzel dan
Menggambar Terhadap tingkat kecemasan pada anak usia pra
sekolah (3-6 tahun) Dalam menghadapi hospitalisasi.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang
Berguna bagi perkembangan ilmu pendidikan khususnya
Pendidikan keperawatan anak.
1.4.2 Manfaat bagi Penulis
Hasil penelitian ini bermanfaat dalam memberikan alternatife
terapi Untuk anak yang mengalami kecemasan dalam menghadapi
Hospitalisasi pada anak usia prasekolah dan memberikan
Pengentahuan bahwa terapi bermain puzzle dan menggambar perlu
Dilaksanakan untuk membantu proses penyembuhan.
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar untuk meneliti
Selanjutnya sebagai bahan referensi dalam meneliti lebih lanjut
terkait efektifitas terapi bermain puzzle dan terapi bermain
Menggambar terhadap tingkat kecemasan anak prasekolah 3-6
Tahun dalam menghadapi hospitalisasi.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Terapi Bermain


Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah
satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stress, karena hospitalisasi
menimbulkan krisis dalam kehidupaan anak, dan karena situasi tersebut
sering disertai stress berlebihan, maka anakanak perlu bermain untuk
mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping
dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional
dan kesejahteraan anak, seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan
bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak rawat dirumah
sakit (Wong, 2009).
Bermain merupakan cara alamiah bagi seorang anak untuk
mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak
belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami koflik. Melalui bermain anak
dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, fantasi serta daya kreasi dengan
tetap mengembangkan kreatifitasnya dan beradaptasi lebih efektif terhadap
berbagai sumber stress (Riyadi dan Sukarmin, 2009).
2.2 Tujuan Terapi Bermain
Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga
tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi
merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan, dan cinta
kasih. Bermain merupakan unsur yang penting untuk perkembangan fisik,
emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial. Anak dengan bermain
dapat mengungkapkan konflik yang dialaminya. Bermain cara yang baik
untuk megatasi kemarahan, kekhawatiran, dan kedukaan.
2.3 Manfaat Terapi Bermain
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh
dengan stress, baik bagi anak maupun bagi orangtua. Beberapa bukti ilmiah
menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan

6
penyebab stress bagi anak dan orangtuanya, baik lingkungan fisik rumah
sakit, petugas kesehatan, maupun lingkungan sosial. Perasaan seperti takut,
cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya. Untuk
itu anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan tersebut
dan mampu berkerjasama dengan petugas kesehatan selama dalam
perawatan.
Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan bermain. Permainan
yang terapeutik didasari oleh pandangan bahwa bermain bagi anak
merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh
kembang anak dan memungkinkan untuk dapat 8 menggali dan
mengekspresikan perasaan, pikiran, mengalihkan nyeri, dan relaksasi.
Sehingga kegiatan bermain harus menjadi bagian integral dari pelayanan
kesehatan anak di rumah sakit (Ahmadi, 2008). Menurut Adriana (2013)
menyatakan bahwa aktivitas bermain yang dilakukan di rumah sakit
memberikan manfaat :
a. Membuang energi ekstra.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan sseluruh bagian tubuh.
c. Aktivitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan anak.
d. Anak belajar mengontrol diri.
e. Meningkatkan daya kreativitas.
f. Cara untuk mengatasi kemarahan, kecemasan, kedukaan dan iri hati.
g. Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang lain atau anak lainnya.
h. Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan
i. Dapat mengembagkan kemampuan intelektualnya.
2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi Pola Bermain Anak
Menurut Sujono (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pola bermain
pada anak yaitu :
a. Tahap perkembangan, setiap perkembangan mempunyai potensi atau
keterbatasan dalam permainan. Alat permainan pada tiap umur berbeda.
b. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan
psikomotor/kognitif terganggu. Sehingga ada saat-saat dimana anak

7
sangat ambisius pada permainannya dan ada saat-saat dimana anak sama
sekali tidak punya keinginan untuk bermain.
c. Jenis kelamin, anak laki-laki dan perempuan sudah membentuk
komunitas tersendiri. Tipe dan alat permainan pun berbeda, misalnya
anak laki-laki suka main bola dan anak perempuan suka bermain boneka.
d. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola
permainan anak.
e. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan
sehingga anak menjadi senang.
5 Kategori Permainan Menurut Saputro dan Intan (2017), terapi bermain
diklasifkasikan menjadi 2 yaitu :
a. Bermain Aktif Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang
dilakukaan anak, apakah dalam bentuk kesenangan bemain alat misalnya
mewarnai gambar, melipat kertas origami dan menempel gambar.
Bermain aktif juga dapat dilakukan dengan bermain peran misalnya
bermain dokter-dokteran dan bermain dengan menebak kata.
b. Bermain Pasif Dalam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh
dari kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energi, anak
hanya menikmati temannya bermain atau menonton televisi dan
membaca buku. Bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi
kesenangannya hampir sama dengan bermain aktif.
2.5 Klasifikasi menurut Wong (2009)
a. Berdasarkan isinya
1. Bermain afektif sosial (social affective play) Permainan ini adalah
adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan
orang lain. Anak mendapatkan kesenangan dari hubungannya dengan
orangtuannya.
2. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure) Permainan ini akan
menimbulkan kesenangan bagi anakanak. Permainan ini
membutuhkan alat yang mampu memberikan kesenangan pada anak,
misalnya menggunakan pasir untuk membuat gunung-gunung,

8
menggunakan air yang dipindahkan dari botol, atau menggunakan
plastisin untuk membuat sebuah konstruksi.
3. Permainan keterampilan (skill play) Permainan ini akan
meningkatkan keterampilan bagi anak. Khususnya keterampilan
motorik kasar dan motorik halus. Keterampilan tersebut diperoleh
melalui pengulangan kegiatan dari permainan yang dilakukan.
4. Permainan simbolik atau pura-pura ( dramatic play role) Permainan
anak yang dilakukan dengan cara memainkan peran dari orang lain.
Dalam permainan ini akan membuat anak melakukan percakapan
tentang peran apa yang mereka tiru. Dalam permainan ini penting
untuk memproses atau mengidentifikasi anak terhadap peran tertentu.
b. Berdasarkan karakteristk sosial
1. Solitary Play Permainan ini dimulai dari usia bayi dan merupakan
permainan sendiri atau independent. Walaupun ada orang
disekitarnya bayi atau anak tetap melakukan permainan sendiri. Hal
ini karena keterbatasan mental, fisik, dan kognitif.
2. Paralel Play Permainan ini dilakukan oleh sekelompok orang.
Permainan ini dilakukan anak balita atau prasekolah yang masing-
masing mempunyai permainan yang sama tetapi satu sama lainnya
tidak ada interaksi dan tidak saling bergantung, dan karakteristik
pada usia todler dan prasekolah.
3. Asosiative play Permainan kelompok dengan atau tanpa tujuan
kelompok. Permainan ini dimulai dari usia toddler dan dilanjutkan
sampai usia prasekolah. Permainan ini merupakan permainan dimana
anak dalam kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum
terorganisir secara formal.
4. Cooperative play Suatu permainan yang dimulai dari usia prasekolah.
Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.
5. Therapeutik play Merupakan pedoman bagi tenaga dan tim
kesehatan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
psikososial anak selama hospitalisasi. Dapat membantu dalam

9
mengurangi stress, cemas, memberikan instruksi dan perbaikan
kemampuan fisiologis.
2.6 Permainan Puzzle
Puzzle merupkan salah satu alat bermain yang dapat membantu
perkembangan psikososial pada anak usia prasekolah. Puzzle merupakan alat
permainan asosiatif sederhana. Permainan mengenai terapi bermain
menggunakan puzzle untuk mengatasi kecemasan sendiri telah dilakukan,
dengan hasil terapi bermain puzzle dapat mengatasi kecemasan pada anak
yang dihospitalisasi (Mutiah, 2015). Penelitian oleh Kaluas (2015) juga
menyatakan bahwa bermain puzzle dapat menurunkan kecemasan pada
anak. Hal ini karena saat bermain puzzle anak dituntut untuk sabar dan tekun
dalam merangkainya. Lambat laun hal ini akan berakibat pada mental anak
sehingga anak terbiasa bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menghadapi
sesuatu. Bermain puzzle tidak hanya memiliki manfaat untuk mengatasi
kecemasan namun juga membantu untuk perkembangan anak (Pratiwi &
Deswita, 2013).
2.7 Prinsip Bermain di Rumah Sakit
Meskipun anak sedang sakit atau dirawat di rumah sakit, tugas
pekembangan tidaklah terhenti. Hal ini bertujuan, melanjutkan tumbuh dan
kembang selama perawatan, sehingga kelangsungan tumbuh kembang dapat
berjalan, dapat mengembangkan kreativitas dan pengalaman, anak akan
mudah beradaptasi terhadap stress karena penyakit yang dialami. Prinsip
bermain di rumah sakit yaitu :
a. Tidak banyak mengeluarkan energi diberikan secara singkat dan
sederhana.
b. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
c. Kelompok usia yang sebaya.
d. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan.
e. Melibatkan orang tua atau keluarga (Suriadi & Rita, 2010)
2.8 Fungsi Bermain di Rumah Sakit
Meskipun anak sedang mengalami perawatan di rumah sakit, kebutuhan

10
aktivitas anak akan aktivitas bermain tidak boleh terhenti. Bermain di rumah
sakit juga dibutuhkan. Menurut Ikhbal (2016) bermain di rumah sakit
memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang asing.
b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan control
c. Membantu mengurangi stress terhadap perpisahan.
d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentanng bagian-bagian tubuh
dan fungsinya.
e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan serta proedur medis.
f. Memberi peralihan dan relaksasi.
g. Membantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan.
h. Memberikan solusi untuk mengurangi tekanan dan untuk mengeksplorasi
perasaan.
i. Mengembangkan kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain di
rumah sakit.
j. Mencapai tujuan terapeutik.
k. Mencapai ttingkat kecemasan dari sedang hingga sangat berat.
2.9 SAP Terapi Bermain pada anak
A. Latar Belakang
Anak sakit yang dirawat di Rumah Sakit umumnya mengalami
krisis oleh karena seorang anak akan mengalami stress akibat terjadi
perubahan lingkungan serta anak mengalami keterbatasan untuk
mengatasi stress. Krisis ini dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu usia
perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang penyakit, perpisahan
atau perawatan di rumah sakit, support system serta keseriusan penyakit
dan ancaman perawatan. Stress yang dialami seorang anak saat dirawat
di Rumah Sakit perlu mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar
saat di rawat seorang anak mengetahui dan kooperatif dalam menghadapi
permasalahan yang terjadi saat di rawat. Salah satu cara untuk
menghadapi permasalahan terutama mengurangi rasa perlukaan dan rasa

11
sakit akibat tindakan invasif yang harus dilakukannya adalah bermain.
Aktifitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi
perkembangan anak secara optimal. Bermain merupakan cara alamiah
bagi anak untuk mengungkapkan konflik dari dirinya. Bermain tidak
sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya
makanan, perawatan, cinta kasih, dan lain sebagainya. Anak memerlukan
berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan
perkembangan emosinya. Bermain dapat mengungkapkan bahasa dan
keinginan dalam mengungkapkan konflik dari anak yang tidak
disasarinya serta dialami dengan kesenangan yang diekspresikan melalui
psikososio yang berhubungan dengan lingkungan tanpa
memperhitungkan hasil akhirnya.
Menurut supartini 2004. Hospitalisasi suatu proses d mana
karenakarena alasan tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk
tinggal di RS,menjalani terapi perawatan sampai pemulanganya kembali
ke rumah. Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang
berlangsung selama individu tersebut di rawat d rumah sakit
(Wong,2003). Salah satu upaya dapat dilakukan untuk meminimalkan
pengaruh hospitalisasi pada anak yaitu dengan melakukan terapi
bermain. Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang
menyenangkan dan merupakan suatu metode bagaimana mereka
mengenal dunia, dengan bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan
otot-otot,kognitif dan juga emosinya,perasaannya dan pikirannya.
Permainan yang cocok diterapkan untuk anak usia 1-2 tahun salah
satunya pemainan yang akan menstimulasi gerakan jari-jari anak dan
tangan anak menyusun menara donat merupakan salah satu permainan
edukatif yang aman untuk anak dan dapat mengembangakan dan melatik
kemampuan kognitif. Visual dan auditori anak. Bermain meyusun
menara donat dapat diberikan pada anak yang sedang menjalani
perawatan, karena tidak membutuhkan energy yang besar untuk bermain.
Permainan ini juga dapat dilakukan di atas tempat tidur anak, sehingga

12
tidak menganggu dalam proses pemulihan kesehatan anak.
Menurut zaman (2011), menara donat memperkenalkan pada anak
tentang konsep warna, pola dan ukuran Ruang Salak merupakan bangsal
perawatan anak, dimana pasien yang dirawat merupakan pasien pada
usia anak yang masih dalam masa pertumnbuhan dan perkembangan.
Sebagian besar anak yang dirawat mengalami tingkat kecemasan yang
tinggi akibat tindakan medis yang dilakukan dan lingkungan baru yang
belum dikenal, sehingga anak menangis atau menolak terhadap tindakan
medis. Dalam kondisi seperti ini anak membutuhkan suatu hiburan
dalam bentuk permainan dimana anak bisa dapat menghilangkan
ketegangan selama mengalami hospitalisasi di Rumah Sakit.
B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Meminimalisasi dampak hospitalisasi pada anak.
b) Tujuan Khusus
1. Memfasilitasi anak untuk mengekspresikan perasaannya.
2. Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan anak.
3. Menciptakan atau meningkatkan hubungan yang sehat.
4. Menurunkan tingkat kecemasan pada anak
5. Mengembangkan imajinasi pada anak, dll.
C. Topic Bermain
Mainan menara donat
D. Kriteria Kelompok Bermain
1. Peserta bermain berumur : 1 sampai 2 tahun
2. Dirawat di ruang perawatan : ruangn lab
3. Keadaan umum anak memungkinkan untuk mengikuti kegiatan
bermain
4. Tidak bertentangan dengan program pengobatan
5. Telah terbina hubungan saling percaya antara perawat-klien
E. Struktur Kelompok
1. Tempat kegiatan : Ruang labotarium

13
2. Seting tempat :

Keterangan :

: mahasiswa

: pembimbing
: klien

3. Pelaksanaan
a. Hari/tanggal : 27 februari
b. Jam : 08.00
4. Jumlah pelaksana : 8 orang
5. Media dan alat : Menara donat
F. Perorganisasian
1. Pelaksana
a) Leader : Aulia Setyaningsih
b) Co Leader : Danena Putri Nurwandini
c) Fasilitator : Dea Nabila A.S
d) Observer : Aliya Muliya Pratiwi
2. Rincian tugas
a. Leader
1) Mengkoordinasi jumlah peserta yang telah ditentukan
2) Mampu mengatasi masalah yang timbul dalam kelompok
3) Memimpin perkenalan dan menjelaskan tujuan bermain.
b. Co Leader
1) Membantu tugas dari leader
2) Mengatasi masalah yang muncul bersama leader

14
3) Mempersiapkan segala yang akan diperlukan bersama
pelaksana yang lain
c. Fasilitator
1) Memfasilitasi anak dalam bermain/melaksanakan kegiatan
2) Membimbing dan mengarahkan anak
3) Membantu meningkatkan rasa kepercayaan diri anak
4) Memotivasi anak untuk menyelesaikan kegiatan
5) Mengevaluasi kondisi anak selama kegiatan
d. Observer
1) Mengevaluasi selama kegiatan terapi bermain berlangsung
2) Memberikan laporan evaluasi setelah terapi bermain selesai
3) Memberikan informasi tambahan diakhir terapi bermain
e. Orang tua/keluarga
1) Membantu membimbing anak
2) Mendampingi anak selama dalam kegiatan
3) Ikut memotivasi anak dalam kegiatan.
f. Klien/anak
1) Mengikuti program terapi bermain
2) Mengekspresikan perasaan selama pelaksanaan
G. Persiapan
1. Persiapan klien
a. Mengidentifikasi klien sesuai dengan kriteria yang telah dibuat.
b. Jumlah klien yang mengikuti terapi bermain 1 orang anak dan
didampingi oleh orang tua atau keluarga
c. Pelaksana telah membina hubungan saling percaya dengan klien
2. Persiapan pelaksana
a. Pelaksana berjumlah 8 orang
b. Pelaksana bertugas Leader, Co Leader, Fasilitator dan observer
dalam program terapi bermain : menara donat
c. Melibatkan dosen pembimbing

15
H. Perencanaan Pelaksanaan
Kegiatan Waktu Respon
Persiapan 5 menit -
1. Menyiapkan tempat
bermain
2. Mengatur posisi.
3. Menyiapkan alat dan media
4. Menyiapkan klien

Proses 20 menit
1. Membuka proses terapi Menjawab salam
bermain dengan mengucap
salam, do’a
2. memperkenalkan diri
3. Kontrak waktu Anak mau bermain
4. Menjelaskan kepada anak dengan antusias
dan keluarga tentang tujuan bersama teman-
dan manfaat bermain temannya
5. Menjelaskan cara bermain
6. Memberi kesempatan
untuk bertanya/klarifikasi
7. Mengajak anak bermain
8. Mengevaluasi respon anak
dan keluarga (perasaan)
9. Reward/reinforcement
positif)
Evaluasi 5 menit Memperhatikan
1. Menyimpulkan
2. Mengucapkan salam Menjawab salam

16
17
I. Kriteria Evaluasi
1. Anak bersedia mengikuti terapi bermain
2. Anak mengikuti kegiatan sampai selesai
3. Anak dapat mengikuti dan melakukan apa yang diharapkan dari
leader
4. Kebutuhan anak terpenuhi
5. Anak bersosialisasi dengan temannya
6. Anak mengikuti instruksi yang diberikan
7. Anak berperan aktif dalam permainan
8. Anak bisa melakukan permainan dengan mandiri
9. Anak dapat menyelesaikan permainan sampai selesai
10. Anak dapat berinteraksi dengan anak-anak lain yang dirawat di ruang
kenanga
11. Anak merasa senang mengikuti terapi bermain
J. Nama Peserta Terapi Bermain
No Nama Peserta Umur

1. Anggita Eprilliana Putri


2. Cheila Azka Zahratunnisa
3. Dwi Oktaviani Damayanti
4. Eva Fitri Fauziah

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan berkemih atau inkontinen adalah keluarnya urin secara
Involunter atau tidak terkontrol, dalam hal ini termasuk mengompol atau
Mengompol malam hari. Anak dikatakan menderita mengompol malam
hari Bila bersifat menetap dan terjadi diatas usia 5 tahun. Gangguan
berkemih termasuk mengompol dengan atau Tanpa diikuti gangguan
buang air besar, merupakan gangguan yang sering Ditemukan pada anak
dengan segala akibatnya dan dapat disimpulkan juga bahwa permainan
adalah situasi bermain yang terkait dengan beberapa aturan atau tujuan
tertentu, yang menghasilkan kegiatan dalam bentuk tindakan bertujuan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam bermain terdapat aktivitas
yang diikat dengan aturan untuk mencapai tujuan tertentu. Karakteristik
anak-anak berbeda-beda untuk masing-masing usia, oleh karena itu
perawat harus benar-benar sabar namun tegas dalam merawat anak-anak
yang dirawat di rumah sakit. Anak-anak masih sangat bergantung dengan
orang tua mereka sehingga perawat perlu melibatkan orang tua dan
keluarga di dalam merawat anak.
3.2 Saran
Pemberian terapi bermain bagi setiap anak yang menjalani
perawatan di rumah sakit, untuk mengurangi stress hospitalisasi dan
mempercepat proses penyembuhan anak, aktivitas mewarnai gambar
sebagai salah satu jenis terapi bermain bagi anak usia prasekolah yang
menjalani perawatan, mengajak anak bermain meskipun anak sedang sakit,
sehingga dampak hospitalisasi dapat menurun dan anak tidak merasa
bosan ketika menjalani proses perawatan di rumah sakit, pemberian terapi
aktivitas mewarnai gambar terhadap tingkat stres anak usia prasekolah
selama menjalani perawatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian. (2013). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika
Ardiansyah. ( 2015). Perubahan Tingkat Kecemasan Anak Pada Peraatan Gigi
dan Mulut Melalui Terapi Bermain. Skripsi. Diakses melalui
http://eprints.ums.ac.id pada 6 Juli 2018
Banunaek, Afrida. (2013). Hubungan antara Frekuensi Bermain Terhadap
Kecemasan Pada Anak Usia 3-6 Tahun yang Diawat di Ruang Dahlia Rumah
Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Skripsi. Diakses melalui
https://repository.uksw.edu. Pada 7 Juli 2018
Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka
Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Huges,1999 (dalam Ismail, Andang.2006. Education Games menjadi cerdas dan
ceria dengan permainan edukatif. Yogyakarta: Pilar Media.)
Hetherington & Parke: 1979 (dalam Desmita. 2009. Psikologi perkembangan.
Bandung: PT. Remaja Rosda karya)
Desmita. 2009. Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda karya (hal
142)
Hurlock. 2002. Psikologi Perkembangan (edisi ke lima). Jakarta: Erlangga (Hal:
89)
Hurlock. 2002. Psikologi Perkembangan (edisi ke lima). Jakarta: Erlangga (hal 90
& 122)

20

Anda mungkin juga menyukai