Peneliti:
BOGOR,
NOPEMBER 2017
HALAMAN PENGESAHAN
UNIVERSITAS PERTAHANAN
LetkolCzi
Tim Peneliti
Studi awal ini mempunyai tujuan untuk merumuskan indikator pemimpin yang
efektif pada masyarakat multikultur. Penelitian ini penting untuk menjawab
permasalahan sosial yang selama ini sering terjadi di Indonesia, terutama
konflik sosial yang berkaitan dengan agama. Penelitian dilakukan di wilayah
Bandung, Jakarta dan Bekasi dengan pendekatan kualitatif. Metode yang
digunakan adalah wawancara dan Focus Group Discussion dengan jumlah
sampel 14 partisipan untuk FGD dan 7 partisipan yang diwawancara. Hasil
pengolahan data kualitatif memperlihatkan bahwa faktor yang berkaitan
dengan kepemimpinan multikultur adalah sifat-sifat bawaan (traits), sistem
nilai yang mendukung keberagaman yang ditanamkan sejak dini dan faktor
lingkungan yang dapat memberikan pengalaman untuk meningkatkan
kecerdasan budaya. Pada level indikator terdapat beberapa sifat-sifat bawaan
yang penting untuk dimiliki yaitu keberanian, kesabaran, ketegasan, ikhlas,
dan inovatif. Disarankan untuk melakukan penelitian kuantitatif lanjutan dan
melakukan program pengembangan kepemimpinan yang terkait.
This initial study aims to formulate the indicators for effective leadership in a
multicultural society. This study is important to answer the social problems
that currently exist in Indonesia, especially social conflicts based on religion.
The qualitative study was conducted in the area of Bandung, Jakarta and
Bekasi. Seven informants were interviewed and 14 participated in a Focus
Group Discussions. Results showed that factors related to multicultural
leadership are traits, values system that support diversity and environmental
factors that can provide experience that can enhance cultural intelligence. At
the indicator level, several traits that are important are bravery, patience,
firmness, and innovativeness. It is suggested that further quantitative research
should be implemented and related leaderhsip development program should
be conducted.
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang gambaran yang bersifat umum yang terdiri dari
latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian,
manfaat penelitian, ruang lingkup dan gambaran desain penelitian.
Pengaruh
Sifat-sifat
Bawaan Lingkungan
(Traits) (Environment
)
Perilaku
Kepemimpinan
Multikultur
Kepemimpinan Kepemimpinan
Muncul Tidak Muncul
(Emergent (Non Emergent
Leadership) Leadership)
Kriteria
Kepemimpinan
Output Output
- Untuk Seleksi
Tidak Efektif Efektif - Untuk Pengembangan
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
4.1.1.1 Bandung.
Kota Bandung terletak pada posisi 107º36’ Bujur Timur dan 6º55’
Lintang Selatan dengan luas 16.729,65 Hektar dan berada di ketinggian 791
meter diatas permukaan laut, dengan titik tertinggi 1.050 meter di atas
permukaan laut di utara dan terendah di selatan dengan ketinggian 675 meter
diatas permukaan laut. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah
provinsi Jawa Barat, dan dialiri oleh dua sungai utama, yaitu sungai
Cikapundung dan sungai Citarum.
Dilihat dari data kependudukan kota Bandung, pada tahun 2016,
Bandung memiliki jumlah penduduk sebesar 2.490.622 jiwa, dengan laju
pertumbuhan 0,37 % per tahun. Kota Bandung sebagai ibu kota Provinsi
Jawa Barat, adalah merupakan kota metropolitan terbesar di provinsi
tersebut. Terletak pada 140 km sebelah tenggara Jakarta, Bandung
merupakan kota terbesar di wilayah Jawa bagian Selatan. Sedangkan wilayah
Bandung Raya (Metropolitan Bandung) adalah merupakan metropolitan
terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Didominasi oleh etnis
Sunda, Bandung adalah kota terpadat di Jawa Barat, dengan 30 kecamatan
dan 151 kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah: Bandung Kulon,
Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astana Anyar, Regol,
Lengkong, Bandung Kidul, Buah Batu, Rancasari, Gede Bage, Cibiru,
Panyileukan, Ujung Berung, Cinambo, Arcamanik, Antapani, Mandalajati,
Kiaracondong, Batununggal, Sumur Bandung, Andir, Cicendo, Bandung
Wetan, Cibeunying Kidul, Cibeunying Kaler, Coblong, Sukajadi, Sukasari,
Cidadap. Kota Bandung berada pada peringkat nomor 1 se Jawa Barat
4.1.1.3 Bekasi.
Letak geografis Kota Bekasi adalah 106o48’28’’ – 107o27’29’’ Bujur
Timur dan 6o10’6’’ – 6o30’6’’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah sekitar
21,049 Hektar. Kondisi topografis kota Bekasi memiliki kemiringan antara 0 –
2 %, dan terletak pada ketinggian antara 11 m - 81 m di atas permukaan air
laut. Untuk ketinggian sampai dengan 25 m berada pada Kecamatan Medan
4.1.2.1 Informan 1.
Informan 1, dari suku Sunda, beragama Islam, adalah seorang wanita
Ketua RW 12 di Perumahan Dian Harapan, Kelurahan Babakan, Kecamatan
Babakan Ciparay, Bandung. Yang bersangkutan telah menjabat sebagai
ketua RW selama 11 tahun terakhir sampai hari di wawancara. Awalnya ia
adalah seorang ibu rumah tangga biasa dengan suami bekerja di sebuah
bank swasta. Sebagai istri, ia aktif di organisasi para istri di bank tempat
suami bekerja. Di lingkungan perumahan, ia termasuk warga yang cukup aktif
dan sampai suatu saat ditunjuk menjadi ketua RW oleh warga.
Latar belakang pendidikan yang bersangkutan adalah mengikuti
pendidikan di pesantren. Dibesarkan oleh seorang ayah yang anggota TNI
AD dan mantan walikota Bandung, ia mendapatkan nilai-nilai dan model
pendidikan tentara yang tegas dan disiplin. Nilai-nilai yang menginspirasi
hidupnya dan membuatnya menjadi berani berasal dari keluarga dan
pendidikan pesantren. Nilai yang dipegangnya menjadi panutan dalam
hidupnya untuk menjadi warga yang baik, toleran, tegas, dan bermartabat,
dan yang utama adalah menjadi dasar dari kepemimpinan yamilikinya.
Sejak menjadi ketua RW, ia membuat perubahan yang signifikan di
lingkungannya, yaitu menyatukan warga yang awalnya saling curiga dan tidak
bersatu. Persoalan utama yang dihadapi adalah konflik yang terkait dengan
agama dan ras di lingkungan warganya. Wilayah tempat tinggalnya saat ini
4.1.2.2. Informan 2.
Informan 2 adalah merupakan ketua Forum Kerukuan Umat Beragama
(FKUB) kota Bandung, dari suku Sunda, beragama Islam, berjenis kelamin
pria dan berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Bandung,
dan memiliki latar belakang pendidikan pesantren di Sukabumi, dan kemudian
melanjutkan pendidikan S1 di IKIP Bandung pada program studi Bahasa
Arab. Setelah itu ia melanjutkan studi ke jenjang magister dan doktoral di
Program Studi Pendidikan. Yang bersangkutan adalah orang yang berinisiatif
untuk mendirikan Forum Silaturahmi Antar Umat Beragama (FSAUB) di tahun
2006, sebelum di kemudian hari konsep dan idenya ini diambil di tingkat
nasional dan disebut sebagai Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB),
Sejak pendirian FKUB di Kota Bandung, ia didaulat untuk menjadi ketuanya
sampai dengan sekarang.
Inisiatif untuk mendirikan FSAUB ini muncul atas dasar keprihatinan
terhadap konflik berbau agama dan SARA yang pernah terjadi di berbagai
wilayah di lndonesia, terutama konflik agama di Ambon. Pada saat sedang
puncaknya konflik tersebut, kejadian-kejadian sadis ditayangkan dalam
bentuk video di masjid-masjid di Bandung. Ia kemudian merasa jika tidak ada
forum yang dapat mendinginkan suasana, maka orang-orang yang sudah
emosi setelah melihat video tersebut akan bergerak dan niscaya konflik
sejenis akan terjadi juga di Bandung.
Menurut yang bersangkutan, konflik agama adalah konflik yang paling
susah untuk diselesaikan dan mampu menyulut massa dalam jumlah yang
besar. Karena itu, pemimpin harus bisa dekat dengan masyarakat dan
4.1.2.3. Informan 3.
Informan 3 adalah Kepala Bidang Kewaspadaan Nasional Pemda
Bandung, berjenis kelamin laki-laki, suku Sunda, beragama Islam yang
bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan menjabat sebagai Kepala
Bidang Kewaspadaan Nasional pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
(Kesbangpol) Kota Bandung. Latar belakang pendidikannya adalah S1 di
bidang Manajemen. Awal karirnya, yang bersangkutan mengikuti pendidikan
penyidik dan kemudian intelijen dan di tempatkan sebagai penyidik pajak
selama 13 tahun. Sejak dipercaya menjabat di Kesbangpol, ia merasakan
4.1.2.4. Informan 4.
Informan 4, pria, suku Banten, agama islam, adalah anggota Forum
Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Kelurahan Lagoa, Mitra Jaya 01/
Koja. Yang bersangkutan dipilih menjadi anggota FKDM sejak tahun 2010,
karena ketokohannya sebagai pemuka masyarakat Banten di Jakarta Utara,
serta pernah menjadi wakil RW dari tahun 2006-2013. Ia memang sejak muda
suka berorganisasi dan bermasyarakat, dan menurutnya, jika sudah di latar
belakangi rasa suka, biasanya orang akan melakukan apapun tanpa pamrih,
seperti pada saat jatuh cinta. Dari awalnya suka berorganisasi, dua per tiga
dari waktunya digunakan untuk membantu orang saat terjadi konflik. Dari
sanalah ia mengerti apa yang harus dilakukan saat terjadi konflik antar suku,
dan ternyata ia baru mengetahui bahwa sukunya dianggap garang oleh orang
dari suku lain. Ia jadi menyadari bahwa sukuisme ternyata berperan sangat
penting di Jakarta Utara. Ia juga menyampaikan bahwa ia paling tidak suka
jika konflik yang melibatkan sukunya, ada ormas tertentu yang melabeli
dirinya pendekar Banten, karena seringkali saat ia mencoba mengajak bicara
dalam bahasa Banten, orang yang mengaku-ngaku dari Banten tersebut,
tidak fasih berbicara bahasa Banten. Seiring dengan berjalannya waktu ia
kemudian ditokohkan oleh masyarakat dan kemudian ditunjuk menjadi wakil
oleh Ketua RW setempat.
Jakarta Utara menurutnya adalah daerah dengan istilah Kupat Kumis
(Kumuh Padat Kumuh Miskin) dengan tingkat kepadatan penduduk yang
tinggi sehingga menjadi rawan gesekan. Sebagai contoh, ada RW yang terdiri
dari 18 RT, dan ada pula 1 RT yang terdiri dari 256 KK. Padahal kalau bicara
ideal, satu RT seharusnya terdiri dari 60 KK. Permasalahan yang umum
terjadi di Jakarta Utara adalah banyaknya anak muda yang peminum miras,
dan yang terlalu banyak minum, maupun yang ingin menambah minum
namun kurang uang untuk membeli minum, sama-sama suka membuat
4.1.2.5. Informan 5.
Informan 5 adalah seorang pria, suku Jawa beragama Islam, Ketua NU
tingkat Kecamatan dan berprofesi juga sebagai ustadz yang mengajar di
Pondok Pesantren Al Muhajirin. Setiap hari Jumat, ia melakukan khotbah
keliling. Materi yang disampaikan adalah tentang kesatuan Islam dan
kebangsaan, Islam yang taat, yang seimbang, yang toleran. Ia selalu
menyampaikan agar jemaatnya bersyukur menjadi orang Indonesia yang
beragam. Sehingga ayat-ayat yang disampaikan, yang pertama adalah
jangan menghina orang yang tidak menyembah Allah, karena ayat ini berasal
4.1.2.6. Informan 6.
Informan 6 adalah seorang pria Tionghoa, beragama Budha. Dulunya
yang bersangkutan adalah pengusaha spare part, namun saat ini hanya
mengerjakan kegiatan sosial saja di bawah organisasi Walubi Pusat, yang
membidangi masalah sosial. Sebagai pekerja sosial maka ia banyak
melakukan perjalanan keliling dalam rangka penyelenggaraan pengobatan
gratis atau pembagian sembako. Pada dasarnya panggilan jiwanya adalah
untuk bergabung dengan organisasi Budha Suci, yang berorientasi pada
kegiatan sosial, seperti pembagian beras untuk rakyat miskin, maupun
pelaksanaan pengobatan gratis. Sedangkan pada saat di Vihara, ia menjadi
4.1.2.7. Informan 7.
Informan ke 7 adalah Walikota Bekasi, seorang pria dari suku Sunda,
beragama Islam. Ia dilahirkan pada tanggal 3 Februari 1964 di Bekasi, dan
jika diurut dari silsilah, sudah keturunan ke tujuh yang lahir dan tinggal di
Bekasi dengan sejarah yang panjang. Kakeknya adalah Jawara Bekasi, yang
bersama Pahlawan Nasional yaitu Kyai Haji Noer Ali ikut mempertahankan
Bekasi. Ia pernah berhenti sekolah dan mengurus kerbau sampai 1 tahun
kemudian melanjutkan sekolah sampai lulus SMA, kemudian ia melakukan
berbagai pekerjaan dari mulai menjadi supir, berdagang rokok, sampai
mengangkut pasir dari pertambangan pasir. Hal ini dilakukannya karena ia
merasa bertanggung jawab sebagai anak tertua dengan 5 adik, sehingga ia
ikut membiayai sampai seluruhnya menikah. Ia kemudian melanjutkan ke
perguruan tinggi sampai menyelesaikan S3 di Universitas Pasundan.
Kemampuan kepemimpinan dan manajerialnya diasah dari bawah,
sejak ia mulai bekerja sebagai asisten pergudangan dan supervisor logistik
PT. Halliburton Indonesia untuk seluruh Indonesia. Mengingat untuk
peningkatan karir di Haliburton sebagai suatu perusahaan multinasional dari
Amerika Serikat harus bersedia ditempatkan di seluruh dunia, dan ibunya
Hal yang sama juga dikonfirmasi oleh peserta FGD di Kodim 0507 Kota
Bekasi yang mewakili umat Kristen Katolik sebagai berikut.
“Di lingkungan RT RW itu, ...saya sendiri juga sudah
menyampaikan, kalau bisa di RW itu jangan ada group Whatsapp
(WA). Kenapa? Karena itu memasukkan informasi-informasi dari
luar kepada kita yang setiap hari bertemu. Ketika sekelompok
komunitas yang semakin lebih sering di dunia digital ketimbang
tatap muka, itu pengaruh-pengaruh luar jauh lebih dominan.
Karena yang nempel di kepala justru lebih banyak yang
sensasional, yang lebih mengedepankan perbedaan. Bahwa
perbedaan itu buruk. Padahal itu semua kan, industri ya. Ada
kelompok yang mendapatkan uang banyak dari industri hoax dan
kebencian tersebut. Inilah ...yang terserap oleh mereka sehingga,
maka saya pikir, penghalang utama untuk intoleran(si) itu ya
keluarga, dari orang tua, bertemu, bahwa "Oh jangan begitu". Tapi
ketika orangtuanya juga sudah terlanjur menyerap hal yang hoax
seperti itu, yang lebih besar lagi barang kali RT RW seperti itu.
Sementara, ...kami ini kan fungsinya bagaimana meminimalisasi
potensi konflik yang ada”.
Dalam hal ini, pernyataan dari I7 juga dapat memberikan tilikan (insight)
tentang mengapa kondisi ini sedang dan akan terus terjadi di NKRI, yaitu
terjadinya proses pembangunan yang cepat, yang menyebabkan terjadinya
migrasi internal besar-besaran ke seluruh daerah NKRI yang menjadi pusat-
pusat pertumbuhan seperti yang terjadi di kota Bekasi.
“(Kota Bekasi sudah) tidak bisa dibedakan lagi, sudah seperti bumi
dengan langit. Kalau dulu kan dalam tataran tahun 80 an
kebawah lah. Itu kan dalam tataran masyarakatnya homogen,
mereka petani, mereka pedagang, mereka sebagai masyarakat
agamis, karena 90% muslim. Sekarang ini 82% muslim, jadi
sisanya adalah yang lain-lain. ...Mulai datangnya berbagai macam
suku dan keyakinan di Kota Bekasi, ...seolah-olah ...ada umat ini
melakukan ...penyebaran (selain Islam). Ini kan paham yang keliru
sebenarnya. kalau masyarakat kita dikungkung dengan persoalan
itu, nanti Muslim yang kecil disana juga akan terjadi perlakuan
yang sama, bahkan dituntut. "Kami di Irian juga diperlakukan
sama". ....Kalau cara berpikir kita dalam satu kesatuan negara ini
seperti itu, kapan Indonesia majunya. ...Saya kira dari
perspektifnya dari masyarakat yang heterogen ini dikembalikan ke
masyarakat homogen, itu tidak akan pernah bisa terjadi. Tapi
membuat masyarakat sadar dan taat terhadap suatu sistem, itu
yang harus dibentuk oleh kota ini, Republik ini.”
4.2.2. Kepemimpinan.
Analisis konten dengan mengggunakan fungsi Word Query pada
perangkat lunak Nvivo terhadap teks hasil transkripsi wawancara dengan
para informan dan FGD di ketiga wilayah penelitian di lokasi Kodim 0618/BS
Kota Bandung, Kodim 0507 Kota Bekasi dan Kodim 0502 Jakarta Utara,
untuk kelompok permasalahan kepemimpinan, menghasilkan kata yang
Dalam hal ini, karakter juga dianggap penting agar kepemimpinan dapat
efektif untuk mengatasi konflik sosial. Berikut adalah pernyataan dari I4 terkait
hal ini.
“Jadi menurut saya kuatnya satu bangsa dilihat dari karakternya.
Manusia yang berkarakter juga manusia yang bermoral. Kalau
moralnya sudah kuat tidak serapuh yang tidak (berkarakter),
walaupun ada serangan dari luar”.
Dalam hal karakter sebagai sifat bawaan, maka hasil Word Query
berdasarkan lima peringkat teratas yang paling sering muncul dan dianggap
dapat mendukung kepemimpinan yang efektif di masyarakat yang multikultur,
adalah berani/keberanian, kesabaran, ketegasan, ikhlas, dan inovatif (lihat
lampiran).
Berikut pernyataan dari staf I1 dalam menggambarkan keberanian yang
bersangkutan dalam “menceramahi” Seksi Rohani di RW nya yang
sebelumnya sangat anti terhadap perayaan keagamaan lain, sehingga Seksi
Rohani tersebut kemudian berbalik arah dan justru mendukung
kepemimpinannya.
“Yah mungkin bisa ditiru pertama kami mengulang Natal bersama,
ada sambutan dari seksi rohani, itu kami terbengong-bengong
karena singkatnya (yang bersangkutan menyatakan) “Ini perayaan
ulang tahun Nabi Isa, itu kan Nabi kita (25 Nabi), kalau mengurangi
satu Nabi bukan Muslim”. ...Berkat pendekatan beliau jadi kami
bisa menyelesaikan seluruh masalah. Mungkin yang bisa ditiru
adalah berani bicara, berani bertanggung jawab, dan mau
melaksanankannya.
I4: Kalau saya jujur yang melatih saya alam. Dari awal saya
memang suka berorganisasi. Kalau sudah dilatar belakangi suka,
biasanya orang melakukan apapun tidak perlu ada balasan, seperti
suka dengan cewe, akan melakukan apapun. Dari mulai saya suka
berorganisasi dua per tiganya saya gunakan untuk membantu. Dari
sana saya mengerti, oh kita harus begini loh.”
“I5: Kalau dari saya bisa pak. Karena yang punya potensi memang
bisa dilatih di samping dari alam... Pewawancara: Tetapi harus
lama jangka waktunya ya? Kalau saya mau buat kursus
kepemimpinan, satu bulan gitu tidak bisa ya? I5: Oh tidak bisa.
Pewawancara: Jadi merupakan satu proses ? I5: Ya, jadi
bagaimana dia di lapangan ? Semakin banyak maka semakin
cepat perkembangannya.”
“I6: Mungkin juga itu budi pekerti. Kayak di sekolah kalau begitu
tahu ada guru datang, kan diam. Coba sekarang, galakan murid.
Jadi pendidikan itu penting.”
“I7: Banyak juga yang S3 ternyata jalannya juga lambat. Ini mohon
maaf ya, kemampuan ...itu tidak bisa ...ditentukan dari pendidikan
umum. Ya mungkin setiap pemimpin sudah digariskan dengan
persoalan-persoalan kepribadian.”
“I5: Memang globalisasi tidak bisa kita hindari, tapi paling tidak
saya sebagai tokoh agama caranya adalah jangan kendur
mendakwakan Islam dari berbagai sisi, baik sisi budaya nya
maupun sisi yang lain, bahwa Islam adalah agama yang menerima.
...SMP saya bergaul dengan etnis Tionghoa, SMA saya di Gajah
Mada (Jakarta Kota), jadi tidak masalah buat saya.”
4.3 Pembahasan
4.3.1 Gambaran Masyarakat.
Persoalan-persoalan sosial yang mendominasi di masyarakat
multikultur di tiga daerah penelitian adalah terutama karena sebagai daerah
yang menjadi pusat pertumbuhan, daerahnya menjadi magnet bagi
datangnya orang-orang dari suku dan keyakinan yang berbeda. Dan sebagai
bagian dari NKRI, hal ini tentunya tidak dapat dihindari. Lambat laun,
masyarakat yang tadinya homogen, kemudian menjadi heterogen dan multi
kultur. Dalam konteks ini, ternyata persoalan yang menonjol adalah
keberadaan umat beragama yang minoritas, terutama dalam hal pendirian
rumah ibadah, yang disebabkan oleh adanya salah penafsiran terkait upaya
penyebaran ajaran agama, serta memang adanya perspesi negatif terhadap
orang lain yang berbeda keyakinan. Hal ini ini diperparah oleh perilaku
masyarakat yang tidak melakukan cek dan ricek terhadap informasi yang
diterima, sehingga mudah tersulut dan terprovokasi oleh isu-isu yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, yang sebenarnya berasal dari
luar komunitasnya.
5.1 Simpulan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa masalah utama terkait konflik dalam masyarakat
multikultur yang ada di Indonesia adalah karena sebagai akibat dari
pertumbuhan ekonomi, masyarakat yang tadinya homogen telah berubah
menjadi heterogen. Dalam hal ini masalah agama menjadi masalah yang
cukup menonjol, dimana masyarakat pendatang yang memiliki keyakinan
berbeda kemudian berupaya untuk mendirikan tempat ibadah yang kemudian
dipersepsi sebagai upaya untuk mengembangkan agamanya.
Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan yang efektif untuk masyarakat
multikultur di Indonesia di era masa kini. Adapun kriteria pemimpin yang
efektif tersebut, perlu memiliki tiga indikator utama, yaitu
1. Memiliki sifat-sifat bawaan yang sesuai, dalam hal ini untuk
penelitian ini, sifat-sifat bawaan yang ditemukan dapat mendukung
munculnya kepemimpinan di masyarakat multikultur di Indonesia
adalah keberanian, kesabaran, ketegasan, ikhlas, dan inovatif.
Briscoe & Hall. (1999). Grooming and picking leaders using competency
framework: Do they work? An alternative approach and new guidelines
for practice. Organizational Dynamics, Autumn, 37-52.
Bungin, B. S.(2008). Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Byham, W. C. (1982). Dimension of managerial competence. Monograph VI.
Pittsburgh, PA: Developmental Dimensions Press.
Carlyle, T. (1888). On Heroes, Hero-Worship and the Heroic in History. New
York : Fredrick A. Stokes & Brother.
Chamidah, N. (2013). Peran dan pengaruh penerapan karakter
kepemimpinan kyai dan budaya multikultural terhadap kemandirian dan
kesejahteraan keluarga pondok pesantren di provinsi Jawa Timur.
Tesis Master yang tidak dipublikasikan. Universitas Airlangga.
Chan, K. J., Soh S, Ramaya R. (2011). Military leadership in the 21st
century. Singapore: Cengage Learning Asia.
Cheng, C-Y, Mor, S., Wallen, A., & Morris, M. W. (2010). Global identity and
expanded cultural cognition as antecedents for global leadership.
Makalah yang dipresentasikan pada Academy of Management Annual
Meeting, Montreal, Agustus 6-10, 2010.
Chua, R.Y.J., Morris, M.W., & Mor, S. (2010). Collaborating across cultures:
The role of cultural metacognition and affect-based trust in creative
collaboration. Working Paper. Harvard Business School.
Conger, J. A., & Ready, D. A. (2004). Rethinking leadership
competencies. Leader to leader, 2004(32), 41-47.
Creswell, J. W., Hanson, W. E., Clark Plano, V. L., & Morales, A. (2007).
Qualitative research designs: Selection and implementation. The
counseling psychologist, 35(2), 236-264.
Creswell, J. W., Klassen, A. C., Plano Clark, V. L., & Smith, K. C. (2011). Best
practices for mixed methods research in the health sciences. Bethesda
(Maryland): National Institutes of Health.
Department of Behavioral Sciences and Leadership (1976). Leadership in
Organizations. West Point, NY: United States Military Academy.
Dewi, U. (2013). Karakteristik Kepemimpinan politik Indonesia: Transaksional
atau Transformatif ? Dipaparkan pada seminar nasional “Mencari
model kepemimpinan profetik transformatif: Menuju Indonesia
berdaulat", Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta pada
13 April 2013. Diunduh pada 5 November 2017 dari
http://staffnew.uny.ac.id/upload/197712152010122002/
penelitian/KARAKTERISTIK+KEPEMIMPINAN+POLITIK+INDONESIA
+revisi.pdf