Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Rumah Sakit menurut UU No. 44 Tahun 2009 merupakan institusi pelayanan kesehatan

bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu

pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang

harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit berpengaruh pada tingkat kepuasan pasien.

Kepuasan pasien dipengaruhi oleh mutu pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan

adalah suatu pencapaian hasil yang optimal untuk setiap pasien, terhindarnya pasien dari

komplikasi akibat tindakan petugas kesehatan dan perhatian terhadap kebutuhan pasien dan

keluarganya dengan upaya yang memperhatikan efektivitas biaya serta terekam dalam suatu

dokumentasi yang masuk akal (Purwaningrum, 2020).

Mutu pelayanan kesehatan merupakan jaminan bagi masyarakat untuk memperoleh

derajat kesehatan yang optimal (Haryoso dan Ayuningtyas, 2019). Menurut UU No. 44

Tahun 2009 rumah sakit harus meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan

untuk memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah

sakit dan Rumah Sakit.

Akreditasi merupakan strategi utama dan kewajiban Rumah Sakit untuk meningkatkan

mutu pelayanan rumah sakit yang telah diinisiasi sejak tahun 1995 oleh KARS (Komisi

Akreditasi Rumah Sakit) (Sutoto dan Utarini, 2019). Akreditasi rumah sakit adalah penilaian

terhadap mutu dan jangkauan pelayanan rumah sakit secara berkala yang dapat digunakan

untuk penentapan dan pengembangan atau peningkatan mutu (Kusbaryanto, 2010).

Akreditasi rumah sakit ialah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada

rumah sakit karena telah memenuhi standar yang disyaratkan. Akreditasi rumah sakit
merupakan salah satu cara pemantauan bagi pelaksanaan pengukuran indikator kinerja rumah

sakit. Tujuan akreditasi Rumah Sakit untuk mendapat gambaran seberapa jauh rumah sakit-

rumah sakit di Indonesia telah memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga mutu

pelayanan rumah sakit dapat dipertanggung jawabkan (Kusbaryanto, 2010).


PEMBAHASAN

A. Pelayanan Kesehatan Bermutu

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan

pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika

pelayanan profesi. Mutu pelayanan kesehatan harus dipelihara dan ditingkatkan melalui

peningkatan kualitas tenaga kesehatan, ketersediaan obat, serta peningkatan dan

pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan (Depkes, 2004).

10 unsur utama Manajemen Mutu Terpadu, masing-masing dijelaskan sebagai berikut :

1. Fokus pada pelanggan.

Rumah sakit selalu berusaha untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan

pasien. Oleh karena itu, rumah sakit dapat merespon positif apabila ada keluhan maupun

saran dari pasien. Misalnya di rumah sakit belum memiliki fasilitas tertentu, sehingga rumah

sakit berusaha mengusulkan penambahan fasilitas kepada pemerintah.

2. Obsesi terhadap kualitas.

Berbagai upaya dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk mencapai obsesinya untuk

memberikan kualitas pelayanan yang terbaik. Salah satu caranya adalah dengan

membandingkan dengan rumah sakit lainnya. Selain itu rumah sakit juga dapat selalu

mencoba menghadirkan alatalat kesehatan yang terbaru untuk terus dapat menjaga kualitas

pelayanannya.

3. Pendekatan Ilmiah.

Pendekatan ilmiah yang dimaksud adalah pendokumentasian data atau tertib

administrasi. Baik yang sudah menggunakan media elektronik seperti sistem informasi rumah

sakit, maupun secara manual seperti rekam medik pasien. Hal tersebut wajib dilakukan oleh

rumah sakit karena salah satu point penting dalam organisasi rumah sakit yaitu dokumentasi
data. Selain itu, rumah sakit juga perlu mempunyai Standard Operasional Procedure (SOP).

Fungsi SOP ini juga begitu penting bagi rumah sakit. Karena dengan adanya SOP ini

meminimalisir terjadinya malpraktik. Semua pegawai rumah sakit wajib mengikuti SOP yang

sudah ditetapkan oleh rumah sakit.

4. Komitmen Jangka Panjang.

Komitmen jangka panjang diperlukan agar penerapan manajemen mutu terpadu dapat

berjalan dengan sukses. Komitmen jangka panjang ini dimulai penetapan visi misi rumah

sakit. seluruh pegawai rumah sakit dilibatkan dalam pembuatan visi dan misi tersebut.

Masing-masing pegawai memberikan masukan apa saja kekuatan/kelebihan rumah sakit,

kelemahan/kekurangan rumah sakit, juga bagaimana pesaing dan peluang rumah sakit.

5. Kerjasama Tim.

Kerjasama tim sangat penting bagi rumah sakit. Tanpa kerjasama tim yang baik

organisasi rumah sakit tidak dapat berjalan dengan baik. Kerjasama tim dalam rumah sakit

umum tidak hanya dalam lingkungan internal tetapi juga dalam lingkungan eksternal. Dalam

lingkungan internal terjadi antar tiap-tiap individu maupun antar ruangan perawatan atau unit

pelayanan. Mengingat pentingnya kerjasama tim tersebut, rumah sakit dapat selalu rutin

melakukan pertemuan guna menyerap keluhan, masalah dan mencari solusinya. Pertemuan

ini dilakukan tidak hanya dalam sekala besar rumah sakit, tapi juga dilakukan juga pada

masing-masing seksi, ruang perawatan, unit pelayanan dan lain-lain.

6. Perbaikan Sistem secara berkesinambungan.

Jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien dihasilkan

dengan memanfaatkan prosesproses tertentu di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena

itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya

dapat makin meningkat. Perbaikan-perbaikan sistem di dalam rumah sakit bisa dikarenakan

oleh beberapa hal yang bisa berasal dari internal rumah sakit itu sendiri maupun dari
eksternal rumah sakit. Contoh perubahan sistem yang berasal dari eksternal seperti perubahan

sistem asuransi (BPJS), perubahan sistem ini juga berimbas juga pada perubahan beberapa

sistem pelayanan di rumah sakit. Seperti sistem pelayanan yang menggunakan sistem

pelayanan berjenjang yang mengharuskan pasien membawa rujukan dari puskemas apabila

akan berobat di rumah sakit.

7. Pendidikan dan Pelatihan

Peningkatan pendidikan ini berkaitan erat dengan peningkatan kualitas pelayanan dan

standar pelayanan minimal rumah sakit. Dengan peningkatan kualitas pendidikan maka

kualitas pelayanan akan turut meningkat. Misalnya rumah sakit dapat menganggarkan dana

untuk peningkatan pendidikan dan pelatihan pegawainya.

8. Kebebasan yang Terkendali.

Di rumah sakit pengambilan keputusan maupun pemecahan masalah padat dilakukan

dengan melibatkan karyawan. Baik itu dalam sekala kecil seperti ruang perawatan maupun

sekala besar rumah sakit secara keseluruhan. Dalam keterlibatan dan pemberdayaan

karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang

sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan

tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu, unsur ini juga

dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena

pihak yang terlibat lebih banyak.

9. Kesatuan Tujuan.

Manajemen Mutu Terpadu dapat diterapkan dengan baik apabila setiap unsur rumah sakit

memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang

sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada

persetujuan/kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan, misalnya mengenai upah

dan kondisi kerja.


10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

Karyawan merupakan aset terpenting bagi rumah sakit. Karena itu rumah sakit dapat

memberikan peluang karyawannya untuk berkembang dan berprestasi secara optimal.

Sehingga diharapkan semangat, moral kerja, produktivitas dan kepuasan karyawan

meningkat. Dalam rangka pelibatan karyawan, rumah sakit dapat mengikutsertakan

karyawannya pada semua tingkatan organisasi dalam pembuatan keputusan dan pemecahan

masalah. Karena karyawan yang paling dekat dengan masalah yang terjadi adalah karyawan

yang tepat dan terbaik untuk bersama-sama membuat keputusan. Selain itu keputusan akan

menjadi lebih baik dengan adanya masukan dari setiap pihak yang dipengaruhi oleh

keputusan tersebut.

Beberapa cara dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk memberdayakan karyawannya

adalah sebagai berikut : (1) Memberikan pengertian pada setiap pimpinan dalam struktur

organisasi rumah sakit tentang pentingnya memberikan delegasi dan tanggung jawab pada

karyawan (2) Setiap pimpinan dalam struktur organisasi rumah sakit memberikan tanggung

jawab kepada karyawan atau bawahannya.(3) Menjaga komunikasi dan umpan balik antar

pimpinan dan karyawan (4) Memberikan penghargaan dan pengakuan sebagai hasil evaluasi

kepada karyawan sebagai penghargaan terhadap kontribusinya kepada rumah sakit.

(Oganda, 2017)

B. Kualitas Pelayanan

Menurut Oganda (2017), 5 dimensi pokok untuk menilai kualitas pelayanan yang

terdiri dari :

1. Tangibles (bukti fisik) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan sarana

komunikasi serta kendaraan operasional. Dengan demikian bukti langsung/wujud


merupakan satu indikator yang paling kongkrit. Wujudnya berupa segala fasilitas yang

secara nyata dapat terlihat.

2. Reliability (kepercayaan/keandalan) merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Keandalan adalah kemampuan perusahaan

untuk menampilkan pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan konsisten. Keandalan

dapat diartikan mengerjakan dengan benar sampai kurun waktu tertentu. Pemenuhan janji

pelayanan yang tepat dan memuaskan meliputi ketepatan waktu dan kecakapan dalam

menanggapi keluhan pelanggan serta pemberian pelayanan secara wajar dan akurat.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu sikap tanggap karyawan dalam memberikan

pelayanan yang dibutuhkan dan dapat diseleseikan dengan cepat. Kecepatan pelayanan

yang diberikan merupakan sikap tanggap dari petugas dalam pemberian pelayanan yang

dibutuhkan. Sikap tanggap ini merupakan suatu akibat akal dan pikiran yang ditujukan

pada pelanggan.

4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan

adalah upaya perlindungan yang disajikan untuk masyarakat bagi warganya terhadap

resiko yang apabila resiko itu terjdi akan dapat mengakibatkan gangguan dalam struktur

kehidupan yang normal.

5. Emphaty (empati), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang

baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Empati merupakan individualized attention to

customer. Empati adalah perhatian yang dilaksanakan secara pribadi atau individu

terhadap pelanggan dengan menempatkan dirinya pada situasi pelanggan.


C. Mutu Pelayanan

Mutu pelayanan kesehatan yang prima (Excellent Health Services) adalah pelayanan

kesehatan yang memenuhi standar pelayanan & kode etik Profesi, serta mampu memenuhi

kebutuhan dan kepuasan pelanggannya. Mutu pelayanan kesehatan ditentukan oleh beberapa

unsur, yaitu:

1. Standar pelayanan

2. Kode etik profesi

3. Kebutuhan pelanggan

4. Kepuasan pelanggan

Hadisudarmo dalam penelitiannya (1998) telah merumuskan penyederhanaan

pemahaman Pelayanan Kesehatan yang bermutu dengan indikator di lapangan sebagai

berikut:

1. Cepat.

Pelanggan harus dilayani secepat mungkin melalui pengaturan pemberi jasa pelayanan

yang mampu melaksanakan dan diterima oleh mayoritas pelanggan. Seluruh standar masukan

disiapkan untuk memenuhi kecepatan pelayanan, termasuk sistim antrian dan waktu tunggu

pelayanan. Diupayakan agar setiap pelanggan yang datang langsung/secepatnya dapat

dilayani.

2. Tepat.

Sekalipun pelayanan kesehatan secepatnya diberikan, namun harus sesuai dengan standar

pelayanan medik yang berlaku. Ketepatan pelayanan kesehatan ini akan mempunyai

pengaruh besar pada kebutuhan pelanggan mengingat kedatangan pasien ke tempat pelayanan

kesehatan ini atas dasar keluhan/penyakit tertentu yang membutuhkan penanganan yang

sesuai dengan keluhan/penyakitnya tersebut. Hal ini terkait pula dengan kelengkapan dan

kecanggihan peralatan yang tersedia.


3. Aman.

Keamanan yang diharapkan oleh pelanggan ini menyangkut segala aspek rasa aman, baik

dalam hal pelayanan medik maupun pelayanan non medik (aman dari pencurian, perkosaan,

kecelakaan dsb). Dengan demikian, tingkat keamanan ini harus dijaga sejak dari memasuki

area halaman rumah sakit, selama mendapatkan pelayanan medik, hingga keluar halaman

setelah  pelanggan selesai mendapatkan pelayanan yang diinginkannya.

4. Nyaman.

Kenyamanan sudah dijadikan indikator mutu pelayanan kesehatan, mulai dari tingkat

kebersihan, kerapihan, keramahan, ketenangan lingkungan, hingga ketersediaan sarana yang

diinginkan.

5. Terjangkau.

Keterjangkauan ini dibutuhkan baik dari segi aksesibilitas dalam mencapai ke tempat

pelayanan, keterjangkauan dalam mendapatkan informasi yang benar, hingga keterjangkauan

dari segi pembiayaan. Artinya, pelayanan kesehatan yang bermutu tidaklah harus mahal

harganya, melainkan harus tersedia sesuai dengan kemampuan masing-masing pelanggan.

Untuk bisa melayani pelanggan dengan cepat, tepat, aman, nyaman dan terjangkau,

dibutuhkan unsur masukan (input) yang optimal, antara lain: mulai dari sumber daya manusia

yang mencukupi kuantitas maupun kualitas/kompetensinya, anggaran yang mencukupi untuk

menunjang operasionalnya, peralatan medik & non medik serta sarana dan prasarana yang

memadai, bahan dan obat-obatan yang mencukupi, metode atau standar pelayanan yang

dibakukan, sistem manajemen yang baik, hingga manajemen pemasaran yang optimal.
D. Akreditasi Rumah Sakit

Sesuai dengan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1165 A

tahun 2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit, akreditasi Rumah Sakit di Indonesia

dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Metode yang digunakan pada

program akreditasi ialah sebagai berikut : (1) survei pra akreditasi, rumah sakit menilai diri

sendiri (self assessment) setelah menerima kuesioner pra akreditasi, (2) survey akreditasi,

survei dilakukan oleh surveyor yang ditugaskan oleh KARS. Survei ini dilakukan di lokasi

rumah sakit setelah kuesioner pra akreditasi dievaluasi oleh KARS.

KARS mempunyai surveyor yang bertugas mengadakan kunjungan lapangan (site visit).

Ada tiga kategori surveyor, yaitu (1) surveyor administrasi, melakukan survey terhadap

administrasi dan manajemen, rekam medik, pelayanan farmasi dan K3 (Keselamatan dan

Kesehatan Kerja), (2) surveyor medik, melakukan survei terhadap pelayanan medis,

pelayanan gawat darurat, pelayanan radiologi, pelayanan laboratorium dan pelayanan kamar

operasi, (3) surveyor keperawatan, melakukan survei pada pelayanan keperawatan,

pengendalian infeksi nosokomial dan pelayanan perinatal risiko tinggi.

Status akreditasi ditetapkan oleh Direktur Jendral Pelayanan Medik Departemen

Kesehatan atas usulan dari KARS. Ada empat kemungkinan status akreditasi yaitu: (1) Tidak

terakreditasi, yaitu bila rumah sakit belum mampu memenuhi standar yang ditetapkan, (2)

Akreditasi bersyarat, yaitu apabila nilai total lebih dari 65 % tapi kurang dari 75 %, tidak ada

nilai di bawah 60 %, dalam waktu satu tahun akan dinilai lagi, (3) Akreditasi penuh, yaitu

bila nilai total lebih dari 75 %, tidak ada nilai di bawah 60 %, masa berlaku tiga tahun, (4)

Akreditasi istimewa, untuk 5 tahun masa berlaku, didapat setelah tiga kali berturutturut

mendapat akreditasi penuh.


Penjaminanan mutu dan akreditasi. Akreditasi rumah sakit merupakan salah satu cara

untuk menilai mutu pelayanan rumah sakit. Kegiatan akreditasi adalah penilaian sendiri (self

assessment) yang dilakukan oleh rumah sakit dan proses penilaian dari luar (external peer

review) untuk menilai mutu layanan dihubungkan dengan standar dan cara penerapannya
Daftar Pustaka

Azwar, A., 1996, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

128/Menkes/SK/II/2004, Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,

Jakarta.

Hadisudarmo, S., 1998, Peningkatan Mutu Pelayanan Tindakan Bedah Darurat melalui

Sosialisasi Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu RSSUD Budhi Asih, Jakarta, Tesis

UGM.

Haryoso, A. A. dan Ayuningtyas, D., 2019, Strategi Peningkaran Mutu dan Keselamatan

Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kepulauan Seribu Tahun 2019-2023, Jurnal

Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 5(2): 115-127.

Kusbaryanto, Peningkatan Mutu Rumah Sakit dengan Akreditasi, Mutiara Medika, 2010;

10(1): 86-89.

Oganda, H., 2017, Analisis Manajemen Mutu Terpadu Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu, Jurnal Kebijakan dan Pelayanan Publik, 3(2): 22-34.

Purwaningrum, R., 2020, Analisis Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan di Rumah Sakit

Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung Tahun 2018, Jurnal Ilmu Kedokteran dan

Kesehatan, 7(1): 357-367.

Sutoto dan Utarini, A., 2019, Mendorong Riset dan Berbagi Pengalaman Untuk Peningkatan

Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit, Journal of Hospital Accreditation,

1(1): 1-2.

Anda mungkin juga menyukai