Anda di halaman 1dari 21

PAPER ADMINISTRASI KEBIJAKAN RUMAH SAKIT

PENTINGNYA AKREDITASI RS SEBAGAI JAMINAN


MUTU PELAYANAN DAN KESELAMATAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Safari Hasan, S.IP, M.MRS

DI SUSUN OLEH :

SHINTA ANANDISTA PUTRI

NIM 10821027

Program Studi S1 Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Teknologi Manajemen Kesehatan,


Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri, Jl. KH Wachid Hasyim No.65, Bandar Lor,
Kec. Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur 64114

Telp : (0354) 773299Website :


https://g.page/iikbwkediri?share

ABSTRAK
Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan
oleh lembaga independen yang mengelola akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan, setelah dilakukan evaluasi bahwa rumah sakit tersebut memenuhi
Standar Pelayanan Rumah Sakit yang bersangkutan untuk terus meningkatkan
mutu pelayanan rumah sakit. Esai ini berusaha untuk mendefinisikan akreditasi
dan menawarkan panduan tentang bagaimana meningkatkan keselamatan dan
kualitas pasien dengan menggunakan sertifikasi rumah sakit sebagai landasan.
Jenis tulisan ini, yang dikenal sebagai tinjauan pustaka, mengkaji makalah terkait
dan berkonsentrasi pada masalah akreditasi keselamatan rumah sakit.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN
Sebagai salah satu subsistem dalam pelayanan kesehatan, rumah sakit menjadi
rujukan bagi unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah sakit adalah suatu organisasi
yang bergerak di bidang pelayanan, dengan ciri-ciri padat karya, padat modal,
padat teknologi, padat dilema, dan padat sumpah. Akreditasi suatu produk atau
jasa dianggap sangat penting sebagai indikator penjaminan mutu. Untuk jenis
pelayanan di rumah sakit, akreditasi dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) yang dibentuk oleh Pemerintah. Dalam Undang-Undang Nomor
012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit disebutkan bahwa akreditasi
bertujuan untuk meningkatkan keamanan pasien rumah sakit dan meningkatkan
perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit dan
rumah sakit sebagai institusi. Di era dunia saat ini, tuntutan masyarakat akan
kesehatan tidak terbatas pada kebutuhan hidup sehat. Tuntutan masyarakat
terhadap kesehatan telah berkembang menuju kualitas pelayanan kesehatan. Mutu
pelayanan kesehatan merupakan jaminan bagi masyarakat untuk memperoleh
derajat kesehatan yang optimal (Prastiwi, 2010). Dalam hal ini tuntutan akan
pelayanan kesehatan menjadi sangat penting, termasuk pelayanan keperawatan
yang profesional dengan standar internasional. Pelayanan kesehatan tidak lagi
hanya fokus pada kepuasan pasien tetapi juga lebih fokus pada pasien paling
aman. Untuk meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin pasien paling
aman, rumah sakit perlu memiliki program peningkatan mutu dan pasien paling
aman (PMKP) yang menjangkau seluruh unit kerja di rumah sakit. Untuk
pelaksanaan program tersebut, diperlukan koordinasi dan komunikasi yang baik
antara kepala bidang/bidang medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi,
dan lain-lain termasuk kepala bidang/unit/jurusan/instalasi pelayanan.

BAB II

ISI

2.1 PEMBAHASAN

Menurut Ensiklopedia Akreditasi Nasional, akreditasi adalah suatu bentuk


pengakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada suatu lembaga atau lembaga.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi
Rumah Sakit disebutkan bahwa pengertian akreditasi rumah sakit adalah
pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen
pelaksana akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri. Kesehatan, setelah dinilai
bahwa rumah sakit memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku
untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan.
Tujuan umum akreditasi adalah untuk mendapatkan gambaran sejauh mana rumah
sakit di Indonesia telah memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga dapat
dipertanggungjawabkan mutu pelayanan rumah sakit. Mutu pelayanan rumah
sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan standar akreditasi rumah sakit. Akreditasi rumah sakit
merupakan pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah sakit setelah dilakukan
penilaian bahwa rumah sakit tersebut telah memenuhi standar akreditasi.
Ketentuan akreditasi sebagai salah satu kewajiban rumah sakit harus dilakukan
minimal setiap tiga tahun sekali sebagaimana tertuang dalam UU No. 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit pasal 40 ayat 1. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Hampir setiap tindakan medis di
rumah sakit memiliki risiko yang perlu diantisipasi sedini mungkin. Begitu
banyak orang dan profesi yang terlibat dalam perawatan pasien. Kegagalan dalam
mengelola kondisi ini dapat meningkatkan risiko kejadian tak terduga di rumah
sakit. Akreditasi rumah sakit berdampak positif terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan kepada pasien dan kepuasan pasien. Menurut Kementerian Kesehatan
RI, manfaat akreditasi rumah sakit adalah sebagai berikut:

 Bagi pasien dan masyarakat, antara lain : Pasien dan masyarakat


memperoleh pelayanan sesuai dengan standar yang terukur, Masyarakat
dapat memilih rumah sakit yang baik pelayanannya; dan Masyarakat akan
merasa lebih aman mendapat pelayanan di rumah sakit yang sudah
diakreditas.
 Bagi petugas kesehatan di rumah sakit, antara lain : menimbulkan rasa
aman dalam melaksanakan tugasnya oleh karena rumah sakit memiliki
sarana, prasarana dan peralatan yang telah memenuhi standar.
 Bagi rumah sakit, antara lain : sebagai alat ukur untuk negosiasi dengan
pihak ketiga misalnya asuransi, perusahaan dan lain-lain. Penerapan
standar akreditasi mendorong perubahan pelayanan rumah sakit yang lebih
berkualitas dan peningkatan kerja sama antara displin profesi dalam
perawatan pasien. Implementasi standar akreditasi rumah sakit versi 2012
mempunyai manfaat yang antara lain, rumah sakit lebih mendengarkan
keluhan/ kritik dan saran dari pasien dan keluarganya. Di samping itu
rumah sakit juga akan berusaha menghormati hak-hak pasien dan
melibatkan pasien dalam proses perawatan sebagai mitra. Pasien dan
keluarganya diajak berdialog dalam menentukan perawatan yang terbaik.
Dampak yang diharapkan bahwa rumah sakit yang melakukan upaya
peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat. Agar peningkatan mutu dan keselamatan pasien
dapat berjalan baik di perlukan para tenaga kesehatan maupun staf yang
ada dirumah sakit untuk mendorong pelaksanaan program dan budaya
mutu dan keselamatan secara proaktif dan menggunakan data yang fokus
pada prioritas masalah Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit
merupakan hal yang sangat penting, karena rumah sakit memberikan
pelayanan yang paling kritis dan berbahaya. Hal tersebut dikarenakan yang
menjadi sasaran kegiatan adalah jiwa manusia, maka semua bentuk
pelayanan di rumah sakit harus bermutu tinggi.

2.2 TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu agar mengetahui apa definisi dari
akreditasi dan memberi informasi tentang peningkatan mutu dan keselamatan
pasien berdasarkan akreditasi rumah sakit. sehingga sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan
yang bermutu. Dengan demikian mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat
mengurangi minat masyarakat untuk berobat keluar negeri (KARS, 2012). Selain
itu, tujuan umum akreditasi adalah mendapat gambaran seberapa jauh rumah
sakit-rumah sakit di Indonesia telah memenuhi standar yang telah ditetapkan
sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan
tujuan khususnya meliputi :

 memberikan pengakuan dan penghargaan kepada rumah sakit yang telah


mencapai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan,
 memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas,
tenaga dan lingkungan yang diperlukan tersedia, sehingga dapat mendukung
upaya penyembuhan dan pengobatan pasien dengan sebaik-baiknya,
 memberikan jaminan dan kepuasan kepada customers dan masyarakat bahwa
pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit diselenggarakan sebaik mungkin.

Adapun tujuan Akreditasi Rumah Sakit lainnya antara lain :

 Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dan melindungi keselamatan


pasien Rumah Sakit
 Meningkatkan perlindungan bagi masyarakat serta sumber daya manusia di
Rumah Sakit dan Rumah Sakit sebagai institusi
 Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan
 Meningkatkan profesionalisme Rumah Sakit Indonesia di mata Internasional.

2.3 MANFAAT

Akreditasi rumah sakit mempunyai dampak positif bagi berbagai pihak seperti
bagi negara, pemerintah, masyarakat, tenaga kesehatan, rumah sakit, tenaga
medis, dan tenaga kesehatan. Dengan penerapan standar akreditasi mendorong
perubahan pelayanan rumah sakit yang lebih berkualitas dan peningkatan kerja
sama antara displin profesi dalam perawatan pasien, yang dapat meningkatkan
mutu pelayanan dan menambah kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit.

Dengan adanya proses Akreditasi Rumah Sakit yang baik dan profesional dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di negara kita dimata masyarakat
inetrnasional. Akreditasi rumah sakit mempunyai dampak positif terhadap kualitas
perawatan yang diberikan kepada kepuasan pasien.

Penerapan standarakreditasi mendorong perubahan pelayananrumah sakit yang


lebih berkualitasdanpeningkatan kerja sama antara displin profesidalam perawatan
pasien. Akreditasi Rumah Sakit mendorong tenaga kesehatan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang aktreditasi rumah sakit dan meningkatkan kompetensi
dibidang profesinya masing-masing untuk memenuhi tuntutan dalam Akreditasi
Rumah Sakit.

Seluruh insan rumah sakit serta tenaga kesehtanan menjadi terlatih untuk
bekerjasama menjadi sebuah tim yang kompak untuk memberikan pelayanan yang
terbaik bagi pasiensesuai dengan regulasi dan kewenangannya masing-masing.

Adapun manfaat Akreditasi Rumah Sakit bagi rumah sakit, pemilik dan karyawan
rumah sakit, serta masyarakat diantaranya yaitu,

Manfaat akreditasi bagi rumah sakit antara lain :

1) Akreditasi menjadi forum komunikasi dan konsultasi antara rumah sakit


dengan lembaga akreditasi yang akan memberikan saran perbaikan untuk
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit
2) Melalui self evaluation, rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang
berada di bawah standar atau perlu ditingkatkan
3) Penting untuk penerimaan tenaga medis
4) Menjadi alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan
5) Alat untuk memasarkan (marketing) pada masyarakat
6) Suatu saat pemerintah akan mensyaratkan akreditasi sebagai kriteria untuk
memberi ijin rumah sakit yang menjadi tempat pendidikan tenaga medis/
keperawatan
7) Meningkatkan citra dan kepercayaan pada rumah sakit.

Manfaat akreditasi bagi pemilik dan karyawan rumah sakit antara lain :

1) Merasa aman karena sarana dan prasarana sesuai standar rumah sakit
2) Self assessment menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan standar
dan peningkatan mutu
3) Dapat mengetahui rumah sakit tersebut dikelola secara efisien dan efektif.

Manfaat akreditasi rumah sakit bagi masyarakat antara lain :

1) Masyarakat dapat memilih rumah sakit yang baik pelayanannya


2) Masyarakat akan merasa lebih aman mendapat pelayanan di rumah sakit
yang sudah diakreditasi atau sudah sesuai dengan standar rumah sakit.

2.4 DASAR HUKUM AKREDITASI RUMAH SAKIT

Dasar hukum pelaksanaan akreditasi di rumah sakit adalah UU No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan, UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit dan Permenkes
1144/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian
kesehatan.

2.5 PELAKSANAAN SURVEI AKREDITASI RUMAH SAKIT

Pelaksanaan Survei Akreditasi Rumah Sakit melalui beberapa langkah, yaitu :

2.5.1 Persiapan Akreditasi Rumah Sakit

Persiapan akreditasi dilakukan dengan pemenuhan standar dari komite akreditasi


dan melakkan penilain mandiri atau (self assessment). Penilaian mandiri (self
assesment) merupakan proses penilaian penerapan Standar Pelayanan Rumah
Sakit dengan menggunakan Instrumen Akreditasi. Tujuannya untuk mengukur
kesiapan dan kemampuan Rumah Sakit dalam rangka survei Akreditasi. Penilaian
mandiri (self assesment) dilakukan oleh Rumah Sakit yang akan menjalani proses
Akreditasi.

2.5.2 Bimbingan Akreditasi

Bimbingan Akreditasi merupakan proses pembinaan Rumah Sakit dalam rangka


meningkatkan kinerja dalam mempersiapkan survei Akreditasi. Bimbingan
Akreditasi dilakukan oleh pembimbing Akreditasi dari lembaga independen
pelaksana Akreditasi yang akan melakukan Akreditasi. Pembimbing Akreditasi
merupakan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan dalam
membimbing Rumah Sakit untuk mempersiapkan Akreditasi.

2.6 Pelaksanaan Akreditasi


2.6.1 Survey Akreditasi

Merupakan penilaian untuk mengukur pencapaian dan cara penerapan Standar


Pelayanan Rumah Sakit. Survei dilakukan oleh surveior Akreditasi dari lembaga
independen pelaksana Akreditasi. Surveior Akreditasi merupakan tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan dalam bidang Akreditasi
untuk melaksanakan survei Akreditasi.

2.6.2 Penetapan Status Akreditasi

Penetapan status Akreditasi nasional dilakukan oleh lembaga independen


pelaksana Akreditasi berdasarkan rekomendasi dari surveior Akreditasi. Selain
memberikan rekomendasi penetapan status Akreditasi nasional, surveior
Akreditasi harus memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan yang harus
dilakukan oleh Rumah Sakit untuk pemenuhan Standar Pelayanan Rumah Sakit.
Rumah Sakit yang telah mendapatkan status Akreditasi nasional diwajibkan
membuat perencanaan perbaikan strategis sesuai dengan rekomendasi surveior
untuk memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang belum tercapai. Lembaga
independen pelaksana Akreditasi dan Rumah Sakit wajib menginformasikan
status Akreditasi nasional kepada publik. Rumah Sakit yang telah mendapatkan
status Akreditasi nasional dapat mencantumkan kata “terakreditasi nasional” di
bawah atau di belakang nama Rumah Sakitnya dengan huruf lebih kecil dan
mencantumkan nama lembaga independen penyelenggara akreditasi yang
mengakreditasi, masa berlaku status Akreditasinya serta mencantumkan
lingkup/tingkatan Akreditasinya. Penulisan nama rumah sakit yang terakreditasi
nasional harus dibuat sesuai contoh sebagaimana tercantum pada Lampiran
permenkes 012 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit.

2.6.3 Pasca Akreditasi


Kegiatan pasca Akreditasi dilakukan dalam bentuk survei verifikasi.Survei
verifikasi hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen pelaksana Akreditasi
yang melakukan penetapan status Akreditasi terhadap Rumah Sakit. Survei
verifikasi bertujuan untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu
pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan rekomendasi dari surveior. Pelaksanaan
kegiatan pasca Akreditasi diaturoleh lembaga independen pelaksana Akreditasi.

2.7 PENILAIAN STANDAR AKREDITASI RS

Penilaian suatu standar dilaksanakan melalui penilaian terpenuhinya Elemen


Penilaian (EP), menghasilkan nilai persentase bagi standar tersebut. Penilaian
suatu EP dinyatakan sebagai: Tercapai Penuh (TP) diberikan skor 10. Tercapai
Sebagian (TS) diberikan skor 5. Tidak Tercapai (TT) diberikan skor 0. Tidak
Dapat Diterapkan (TDD) tidak masuk dalam proses penilaian dan perhitungan.

Ada 4 kriteria hasil penilaian terhadap Elemen Penilaian (EP), diantaranya :

2.7.1 Tercapai Penuh (skor 10)

Suatu EP dikatakan “tercapai penuh” bila jawabannya adalah “ya” atau “selalu”
untuk setiap persyaratan khusus dari EP tersebut. Hal yang juga menjadi
pertimbangan adalah sebagai berikut:

1) Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan jawaban


“ya” atau “selalu”, atau dapat menjawab sesuai dengan konteks
pertanyaan.
2) Melalui observasi dokumen, ditemukan minimal 9 dari 10 dokumen yang
diminta atau 90 % dokumen lengkap.

3) Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah berjalan


minimal 4 bulan terakhir dari masa penilaian
2.7.2 Tercapai Sebagian (skor 5)

Suatu EP dinilai “tercapai sebagian” apabila jawabannya adalah “tidak selalu”


atau “kadang-kadang” pada persyaratan khusus dari EP tersebut. Hal yang juga
yang menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut:

1) Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan jawaban


“tidak selalu” atau “kadang-kadang”
2) Melalui observasi dokumen, ditemukan 50 sampai 89% dokumen yang
diminta
3) Bukti dipenuhinya persyaratan hanya dapat ditemukan di sebagian
daerah/unit kerja dimana persyaratan harus ada
4) Kebijakan/prosedur dapat dilaksanakan tetapi tidak dapat dipertahankan

Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah berjalan 1-3


bulan terakhir dari masa penilaian.

2.7.3 Tidak Tercapai (skor 0)

Suatu EP dinilai “tidak tercapai” apabila jawabannya adalah “jarang” atau “tidak
pernah” untuk suatu persyaratan spesifik pada EP. Hal yang juga yang menjadi
pertimbangan adalah sebagai berikut:

1) Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan jawaban


“jarang” atau “tidak pernah”
2) Melalui observasi dokumen, ditemukan < 50% dari dokumen yang diminta
3) Bukti dipenuhinya persyaratan tidak dapat ditemukan di daerah/unit kerja
dimana persyaratan harus ada
4) Kebijakan/proses ditetapkan tetapi tidak dilaksanakan
5) Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah berjalan
hanya ≤ 1 bulan terakhir dari masa penilaian.
Suatu EP mendapat skor “tidak dapat dinilai” apabila persyaratan dalam
EP tidak dapat dinilai karena tidak tercakup dalam pelayanan rumah sakit,
populasi pasien, dan sebagainya (Contohnya rumah sakit tidak melakukan
penelitian).

2.8 KRITERIA KELULUSAN AKREDITASI RUMAH SAKIT

Keputusan akreditasi final didasarkan pada kepatuhan rumah sakit terhadap


standar akreditasi. Rumah sakit tidak menerima nilai/skor sebagai bagian dari
keputusan akreditasi final. Ketika suatu rumah sakit berhasil memenuhi
persyaratan akreditasi KARS, rumah sakit tersebut akan menerima penghargaan
Status Akreditasi Sebagai berikut:

1. Tidak lulus akreditasi


Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 15 bab yang disurvei, semua
mendapat nilai kurang dari 60%. Bila rumah sakit tidak lulus akreditasi
dapat mengajukan akreditasi ulang setelah rekomendasi dari surveior
dilaksanakan.
2. Akreditasi tingkat dasar
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 15 bab
yang di survei hanya 4 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 12 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20%.
3. Akreditasi tingkat madya
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 15 bab
yang di survei ada 8 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 7 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20%.
4. Akreditasi tingkat utama
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 15 bab
yang di survei ada 12 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 3 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20%.
5. Akreditasi tingkat paripurna
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari 15
bab yang di survei semua bab mendapat nilai minimal 80%.
Keputusan akreditasi KARS berdasarkan capaian rumah sakit terhadap
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1. Ketua Eksekutif KARS
mempertimbangkan semua hasil dan informasi saat survei awal atau survei
ulang untuk pengambilan keputusan hasil akreditasi. Hasilnya dapat
berupa rumah sakit memenuhi kriteria untuk akreditasi keseluruhan atau
sebagian, atau tidak memenuhi kriteria dan tidak dapat memperoleh
akreditasi.

2.9 KETENTUAN PENILAIAN AKREDITASI RUMAH SAKIT

Menurut standar akreditasi rumah sakit (2011) standar akreditasi rumah sakit ini
merupakan upaya kementerian kesehatan menyediakan suatu perangkat yang
mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan mutu dan keamana pelayanan.
Dengan penekanan bahwa akreditasi adalah suatu prosess belajar, maka rumah
sakit distimulasi melakukan perbaikan yang berkelanjutan dan terus
menerus.Menurut Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1
(2017) Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit (PARS) ada 9, yaitu :

1) Rumah sakit memenuhi semua persyaratan informasi dan data kepada


komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
2) Rumah sakit menyediakan informasi yang lengkap dan akurat kepada
KARS selama keseluruhan fase dari proses akreditasi.
3) Rumah sakit melaporkan bila ada perubahan dari profil rumah sakit (data
elektronik) atau informasi yang diberikan kepada KARS saat mengajukan
aplikasi survei dalam jangka waktu maksimal 10 hari sebelum waktu
survei.
4) Rumah sakit mengizinkan memberikan akses kepada KARS unutk
melakukan monitoring terhadap kepatuhan standar, melakukan verifikasi
mutu dan keselamatan atau terhadap laporan dari pihak yang berwenang.
5) Rumah sakit bersedia menyediakan data hasil monitoring dari kementerian
kesehatan/ Dinas Kesehatan Propinsi/ Kabupaten/ Kota berupa berkas asli
atau fotokopi legalisir kepada KARS.
6) Rumah sakit mengizinkan pejabat KARS atau surveior senior yang
ditugaskan oleh KARS untuk mengamati proses survei secara langsung.
Pejabat KARS atau survieor senior yaang ditugaskan wajib menggunakan
tanda pengenal resmi sebagai identitas dan surat tugas dari KARS,
termasuk ketika melakukan kunjungan tanpa pemberitahuan kepada rumah
sakit sebelumnya.
7) Rumah sakit bersedia bergabung dalam sistem penilaian perkembangan
mutu dengan memberikan hasil pengukuran indikator mutu. Dengan
demikian direktur rumah sakit dapat membandingkan capaian indikator
area klinis, area manajemen dan sasaran keselamatan pasien dnegan rumah
sakit lain melalui Sismadak KARS.
8) Rumah sakit wajib menampilkan status akreditasi dengan tepat, program
dan pelayanan sesuai dengan tingkatan status akreditasi yang diberikan
oleh KARS melalui website atau promosi lainnya. Rumah sakit
menyelenggarakan pelayanan pasien dalam lingkungan yang tidak
memiliki risiko atau mengancam keselamatan pasien, kesehatan
masyarakat atau keselamatan staf.

3.1 KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

Keselamatan pasien di rumah sakit merupakan suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindakan
lanjutannya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
(Depkes, 2006). Mengurangi atau meminimalkan angka kejadian cidera
merupakan salah satu dari sasaran keselamatan pasien atau International
Patient Safety Goal (IPSG),yang juga menjadi salah satu standar Joint
Commission International (JCI), bagian tersebut dikembangkan untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang berpotensi menimbulkan kejadian yang
tidak di harapkan, sebagian besar standar IPSG khususnya pencegahan risiko
jatuh diterapkan oleh tenaga perawat, terutama di bagian rawat inap. Perawat
dituntut untuk selalu berinteraksi dengan pasien selama 24 jam, waktu interaksi
paling banyak dibanding tenaga kesehatan yang lain, sehingga memiliki peranan
kunci dalam menentukan keberhasilan akreditasi JCI (Aprilia, 2011). Hasil
penelitian Huey & Chang (2009) menyebutkan bulan maret 2005 sampai juni
2006 telah terjadi 228 kejadian pasien jatuh dari tempat tidur dari 2.901 dirumah
sakit yang berada di Taiwan medical center dikarenakan tidak ada anggota
keluarga yang mendampingi, perawat di Taiwan merawat pasien

dengan melibatkan keluarga dalam pelaksanaan asuhan 4 keperawatan tanpa


memperhatikan siapa anggota keluarga
tersebut, selain itu karena kunjungan perawat kepada pasien berkurang.
Keselamatan pasien merupakan langkah kritis pertama
untuk memperbaiki kualitas pelayanan. Tercermin pada laporan
Institute Of Medicine/IOM (2000) di Amerika daerah Utah dan Colorado
ditemukan kejadian tidak diinginkan sebesar 2,9% di mana 6,6 %meninggal
dunia, sedangkan di New York sebesar 3,7% angka kejadian tidak diinginkan
dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD di bagian rawat inap
di seluruh Amerika berkisar 44.000–98.000 pertahunnya. Sewaktu kongres Persi
(perhimpunan rumah sakit seluruh Indonesia) XXI di Jakarta pada tanggal 8
November 2012 melaporkan angka kejadian pasien jatuh pada bulan Januari
sampai September 2012
sebesar 14 %. Hal ini membuat presentasi angka kejadian pasien
jatuh termasuk dalam lima besar insiden medis (Komariah, 2012).
Di RSUD Pamekasan diberitakan bahwa terjadi kecelakaan pasien jatuh
yang diduga karena kesalahan yang dilakukan perawat, kejadian ini berawal
ketika perawat meminta pasienuntuk pindah ranjang karena akan dibersihkan,
setelah menyuruh pindah perawat pergi keluar ruangan dan ketika kembali
didapati pasien tersebut telah jatuh dan mengalami patah lengan kiri (Yanuar,
2011). Faktor risiko untuk terjadinya pasien jatuh yang terjadi di salah satu rumah
sakit di Skotlandia terjadi di unit neurologi dan unit anak dengan angka kejadian
1,8–2,7/1000 pasien, penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 berfokus di unit
neurologi dan
unit anak (Kelly, 2010). Kejadian yang berkaitan dengan keselamatan pasien
semakin banyak masuk ke ranah hukum bahkan sampai kepengadilan.
Keselamatan pasien merupakan hak pasien yang dijamin dalam Undang-Undang
No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, dengan demikian pihak rumah sakit
perlu meminimalkan kesalahan yang bisa terjadi dengan cara pembentukan
TKPRS (Tim Keselamatan Pasien di Rumah Sakit) yang bertugas menganalisa
dan mengkaji kejadian yang berhubungan dengan keselamatan pasien.TKPRS
yang di bentuk dirumah sakit . Pupuk Kaltim berdasarkan surat keputusan
direktur telah menerapkan dan membentuk kebijakan tentang pencegah risiko
pasien jatuh,akan tetapi belum dilakukannya evaluasi. Rumah sakit
Pupuk Kaltim masih menggunakan akreditasi versi lama, belum menggunakan
akreditasi versi KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) tahun 2012, selain itu
rumah sakit Pupuk Kaltim merupakan salah satu
rumah sakit swasta yang menjadi salah satu rumah sakit rujukandi kota Bontang,
rumah sakit Pupuk Kaltim berkomitmen pada keselamatan pasien dengan telah
memiliki SOP (Standar Prosedur Operasional). Pelaporan terhadap kejadian
pasien jatuh di rumah sakit Pupuk Kaltim tidak ditemukan selama
terbentuknya tim keselamatan pasien, akan tetapi tidak menutup kemungkinan
dengan angka kunjungan yang tinggi dan status rumah sakit Pupuk Kaltim sebagai
rumah sakit yang sering
menjadi rujukan di kota Bontang akan meningkatkan risiko kejadian pasien
jatuh. Rumah sakit Pupuk Kaltim yang telah terakreditasi penuh tingkat lengkap
dengan 16 pelayanan sejak tahun 2005, dalam hal ini rumah sakit Pupuk Kaltim
berusaha agar segera memperoleh akreditasi terbaru versi tahun 2012 agar mutu
pelayanan menjadi lebih baik dan pengurangan risiko pasien jatuh terdapat
dalam sasaran keselamatan pasien yang menjadi salah satu bagian dalam penilaian
akreditasi suatu rumah sakit, dengan begitu peneliti mencoba untuk
mengevaluasi
penerapan pencegahan pasien jatuh yang terdapat di rumah sakit
Pupuk Kaltim dan mencoba memberikan saran untuk tercapainya rumah sakit
Pupuk Kaltim terakreditasi versi KARS tahun 2012

3.2 METODE

Metode penulisan ini adalah Literature Riview, dimana ini menganalisis artikel
yang relevan dan berfokus pada tema yaitu Akreditasi rumah sakit dengan
keselamatan. Adapun sumber yang digunakan dalam literature ini menggunakan
sumber dari buku teks, jurnal dengan memasukan kata kunci akreditasi rumah
sakit dengan keselamatan.

3.3 HASIL

Berdasarkan pencarian literature didapatkan apa defenisi akreditasi RS dan juga


didapatkan informasi tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien
berdasarkan akreditasi rumah sakit.
BAB III

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan
Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
secara berkesinambungan. Tujuan umum akreditasi adalah mendapat gambaran
seberapa jauh rumah sakit-rumah sakit di Indonesia telah memenuhi standar yang
telah ditetapkan sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggung
jawabkan. Agar peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat berjalan baik di
perlukan para tenaga kesehatan maupun staf yang ada dirumah sakit untuk
mendorong pelaksanaan program dan budaya mutu dan keselamatan secara
proaktif dan menggunakan data yang fokus pada prioritas masalahPeningkatan
mutu pelayanan rumah sakit.

4.2 SARAN

Agar peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat berjalan baik di perlukan
para tenaga kesehatan maupun staf yang ada dirumah sakit untuk mendorong
pelaksanaan program dan budaya mutu dan keselamatan secara proaktif dan
menggunakan data yang fokus pada prioritas masalah Peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit merupakan hal yang sangat penting, karena rumah sakit
memberikan pelayanan yang paling kritis dan berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA

Arruum,D.,Salbiah.,Manik,M. (2015).Pengetahuan Tenaga Kesehatan Dalam


Sasaran Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara:
Idea Nursing Journal.6,(2):1-4.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah


Sakit. Jakarta: Depkes RI.

Gede, Muninjaya A.A. (2011). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehtan. Jakarta :


EGC.

Haryoso, A. A, Ayuningtyas, D. (2019). Strategi Peningkatan Mutu dan


Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Umum Derah Kepulauan Seribu
Tahun 2019-2023. Jurnal ARSI, 115-118.

Hendroyogi.S.R. (2016). Keterkaitan Antara Persepsi Pentingnya Akreditasi


Rumah Sakit Dengan Partisipasi Komitmen, Kepuasan, dan Kinerja
Karyawan. Jurnal Ekonoomi Manajemen Sumber Daya, vol 18(2).

Ismainar, Hetty. (2015). Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Yogyakarta:


Deepublish.

Kementerian Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129


Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta:
Kemenkes RI.

Permenkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Jakarta: Depkes RI.
Permenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2017 Tentang Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI

R.H Simamora. (2019). Buku Ajar Pelaksanaan Identifikasi Pasien : Uwais


Inspirasi Indonesia.

R.H. Simamora. (2019). Documentation Of Patient Identification Into The


Electronic System to Improve the Quality of Nursing Service.
Internasional Journal Of Sciiebtific & Technology Research, Vol
08(09),1884- 1886.

R.H. Simamora. (2019). The Influence Of Training Handover Based SBAR


Communication For Improving Patients Safety. Indian Journal Of Public
Health Research & Development, Vol 09, 1280-1285.

Sumarni. (2017). Analisis Implementasi Patient Safety Terkait Peningkatan Mutu


Pelayanan Kesehaatan di RS. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia. 91-
99.

Poerwani S.K.& Sopacua.E. (2006). Akreditasi Sebagai Upaya Peningkatan Mutu


Pelayanan Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan, Vol.9, No.3, 125-133.

Tutiany, Lindawati, Krisanti P. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Manajemen


Keselamatan Pasien. Jakarta: Kemenkes RI.

Utarini, A., Djasri, H. (2012). Keselamatan Pasien dan Mutu Pelayanan


Kesehatan. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 159- 160.

Rahma, P. A. (2012). Akreditasi Rumah Sakit, Pengakuan Atas Kualitas Layanan.


Majalah Dental&Dental.

Sakit, K. A. R. (2014). Pedoman Tata Laksana Survei Akreditasi Rumah Sakit

Sakit, K. A. R. (2011). Standar akreditasi rumah sakit. Jakarta: KARS.

Safitri, R. (2019). PENENTUAN AKREDITASI RUMAH SAKIT DITINAJU DARI


PENERAPAN K3RS.
HASIBUAN, P. L. (2019). PENTINGNYA AKREDITASI RUMAH SAKIT DALAM
PELAYANAN, KESELAMATAN, DAN PERLINDUNGAN KEPADA
PASIEN.

Anda mungkin juga menyukai