Anda di halaman 1dari 20

MODEL – MODEL PEMBELAJARAN

MATEMATIKA KURIKULUM 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Dalam hal ini model pembelajaran merupakan cara yang digunakan
guru dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya,
yang merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Model pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk
menyampaikan materi saja, melainkan berfungsi juga untuk pemberian dorongan, pengungkap tumbuhnya minat
belajar, penyampaian bahan belajar, pencipta iklim belajar yang kondusif, tenaga untuk melahirkan kreatifitas,
pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, dan pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil
belajar.
Pembelajaran yang efektif salah satunya ditentukan oleh pemilihan metode pembelajaran, saat guru
menyusun rencana pembelajaran yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Kemahiran
guru untuk memilih metode pembelajaran yang serasi dengan kebutuhan ditentukan oleh pengalamannya, keluasan
pemahaman guru tentang bahan pelajaran, tersedianya media, pemahaman guru tentang karakteristik siswa, dan
karakteristik belajar. Dimana penggunaan metode pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain tujuan,
anak didik, situasi, fasilitas, dan pribadi guru.
Model pembelajaran apapun yang digunakan oleh guru menurut Majid, A. (2005:136) hendaknya dapat
mengakomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip pembelajaran. Pertama, berpusat pada anak didik (student
oriented). Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang
sama, sekalipun mereka kembar. Suatu kesalahan jika guru memperlakukan mereka secara sama. Gaya belajar
(learning style) anak didik harus diperhatikan. Kedua, belajar dengan melakukan (learning by doing). Supaya
proses belajar menyenangkan guru harus menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang
dipelajarinya, sehingga ia memperoleh pengalaman nyata. Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses
pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk
berinteraksi sosial (learning to live together). Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses
pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik. Juga mampu memompa daya
imajinasi anak didik untuk berpikir kritis dan kreatif. Kelima, mengembangkan kreativitas dan keterampilan
memecahkan masalah.

BAB II
PEMBAHASAN
Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar,
sekolah menengah, sampai sekolah tinggi. Akan tetapi, sampai saat ini matematika masih dianggap sebagai mata
pelajaran yang sulit bagi sebagian besar siswa. Hal ini terlihat dari masih rendahnya prestasi belajar matematika.

Selama ini masih banyak guru yang mengajar masih menggunakan metode konvensional seperti ceramah dimana
guru dianggap sebagai sumber ilmu yang mempunyai peranan sangat penting di dalam kelas dan dalam kelas guru
hanya menyampaikan materi dan memberikan contoh soal. Sedangkan siswa cukup mendengarkan materi yang
disampaikan, kemudian mencatat apa yang disampaikan guru, dan mengerjakan soal yang diberikan guru.
Sedangkan konsep-konsep yang ada hanya diingat dan dihafalkan.

Untuk mengatasi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif penyelesaiannya adalah dengan menggunkan
model-model pembelajaran matematika, diantaranya yaitu :

 MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INTRUCTION)


Pengajaran Langsung merupakan suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam
menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang
akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat
dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.

Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan
pekerjaan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima
penjelasan guru.
Fase persiapan dan motivasi ini kemudian diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi
tentang keterampilan tertentu. Pelajaran ini termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk
melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan
pemberian umpan balik tertentu, guru perlu selalu mencoba memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari kedalam situasi kehidupan nyata. Rangkuman
kelima fase tersebut dapat dilihat pada table 1.

TABEL 1. SINTAKS MODEL PENGAJARAN LANGSUNG

FASE-FASE PRILAKU GURU

FASE 1
Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan, informasi latar
mempersiapkan siswa belakang pelajaran, pentingnya pelajaran ini,
mempersiapkan siswa untuk belajar

FASE 2
Mendemonstrasikan
pengetahuan atau Guru mendemonstrasikan keterampilan yang benar,
keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap

FASE 3
Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberi bimbingan
pelatihan awal

FASE 4
Mengecek pemahaman dan
memberikan umpan balik Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan
tugas dengan baik, memberi umpan balik

FASE 5
Memberikan kesempatan
untuk pelatihan untuk Guru mempersiapkan kesempatan melakukan
pelatihan lanjutan dan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada
penerapan penerapan kepada situasi lebih kompleks dan
kehidupan sehari-hari.
Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar
efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama.
Demonstrasi dan jadwal pelatihan juga harus direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.

Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat
pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan
siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (Tanya jawab) yang terencana. Ini tidak
berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan
berorientasi pada tugas dan member harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.

Langkah-langkah pembelajaran model pengajaran langsung pada dasarnya mengikuti pola-pola pembelajaran
secara umum. Meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Menyiapkan dan memotivasi siswa, Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan memusatkan perhatian
siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta  dalam pelajaran itu.
2. Menyampaikan tujuan, Siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartisipasi dalam suatu
pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai
berperan serta dalam pelajaran.Presentasi dan Demonstrasi, Fase ini merupakan fase kedua pengajaran
langsung. Guru melaksanakan presentasi atau demonstrasi pengetahuan dan keterampilan. Kunci
keberhasilan kegiatan demonstrasi ialah tingkat kejelasan demostrasi informasi yang dilakukan dan
mengikuti pola-pola demonstrasi yang efektif.
3. Mencapai kejelasan, Hasil-hasil penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa kemampuan guru untuk
memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa, mempunyai dampak yang positif terhadap
proses belajar mengajar.
4. Melakukan demonstrasi, Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi bahwa sebagian besar yang
dipelajari (hasil belajar) berasal dari mengamati orang lain. Belajar dengan meniru tingkah laku orang lain
dapat menghemat waktu, menghindari siswa dari belajar melalui “trial and error.”
5. Mencapai pemahaman dan penguasaan, Untuk menjamin agar siswa akan mengamati tingkah laku yang
benar dan bukan sebaliknya, guru perlu benar-benar memperhatikan apa yang terjadi pada setiap tahap
demonstrasi ini berarti, bahwa jika guru perlu berupaya agar segala sesuatu yang didemonstrasikan juga
benar.
6. Berlatih, Agar dapat mendemonstrasikan sesuatu dengan benar diperlukan latihan yang intensif, dan
memperhatikan aspek-aspek penting dari keterampilan atau konsep yang didemonstrasikan.
7. Memberikan latihan Terbimbing, Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung ialah cara guru
mempersiapkan dan melaksanakan “pelatihan terbimbing.” Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan
dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar, dan memungkinkan siswa
menerapkan konsep/keterampilan pada situasi yang baru.

 MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF


Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting
pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan
sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7).

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas
dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang
difasilitasi oleh guru.

Model Pembelajaran Kooperatif, dibatasi sebagai lingkungan belajar dimana siswa bekerja sama dalam suatu
kelompok kecil yang kemampuannya berbeda-beda untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.  Pembelajaran
kooperatif dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam
kelompok kecil, mempelajari materi pelajaran dan mengerjakan tugas.
Model pembelajaran ini memanfaatkan bantuan siswa lain untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan
bahan pelajaran, karena terkadang siswa lebih paham akan hal yang disampaikan temannya daripada guru serta
bahasa yang digunakan siswa kadang lebih mudah dipahami oleh siswa lainnya. Tujuan dibentuknya kelompok
kooperatif adalah memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir
dalam kegiatan belajar. Kelompok siswa tersebut harus saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar bekerja dalam kelompok.
(Slavin, 2008: 113).

 Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif, antara lain:


1. Untuk menuntaskan materi belajar, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif.
2. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan heterogen.
3. Jika dalam kelas terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan
agar tiap kelompok berbaur.
4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan

 Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif


 Student Teams Achievement Division (STAD), tipe ini lebih menekankan pada interaksi dan aktivitas
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna
mencapai hasil yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Langkah-
langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang
akan dicapai.
2. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang
berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku
yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender.
4. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi.
5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada
materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
7. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

 Group Investigation, dalam model ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa,
pembagian kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau berdasarkan keterkaitan akan sebuah
materi tanpa melanggar cirri-ciri cooperative learning. Pada model ini siswa diberi sub topik yang ingin
mereka pelajari dan topic yang biasanya telah ditentukan guru, setelah itu guru dan siswa merumuskan tujuan,
langkah-langkah belajar berdasarkan sub topic dan materi yang dipilih. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Membagi siswa kedalam kelompok kecil yang terdiri dari  ± 5 siswa
2. Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis
3. Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran
searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.

 Jigsaw (Model Tim Ahli), merupakan salah satu tipe pembelajaran yang mendorong siswa aktif dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dalam model ini
terdapat tahap-tahap dalam menyelenggarakannya, yaitu pembentukan kelompok-kelompok kecil yang
dilakukan oleh guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali
dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah mengaplikasikan tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta jika mungkin
anggota berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender. Kelompok
ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi
pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw
ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan
materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart
Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta
menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok
asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).
Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang dicapai sesuai dengan tujuan
pembelajarannya terdiri dari dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok
ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli
akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli
dan setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru
memfasilitasi diskusi kelompok baik yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun kelompok asal.

1. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi
masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi
kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang
telah didiskusikan.
2. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
3. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
4. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
5. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi baru, perlu dipersiapkan
suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
 Team Assited Individualization (TAI), digunakan pada pembelajaran matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat
TK).Dalam model ini para siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian
melanjutkan dengan tingkat kemampuannya sendiri. Secara umum, anggota kelompok bekerja dengan unit
pelajaran berbeda. Teman satu tim saling memeriksa hasil kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban
dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran
kooperatif dan pembelajaran idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara
individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri
khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah
dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling
dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban
sebagai tanggung jawab bersama. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:
1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang
sudah dipersiapkan oleh guru.
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan
yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku
yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.
4. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap
anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada
materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
7. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
 Think pair and share, adalah suatu strategi pembelajaran yang tumbuh dari penelitian pembelajaran
kooperatif dan waktu tunggu. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan inti materi
2. Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
3. Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan  hasil diskusinya
4. Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum diungkap
siswa
5. Kesimpulan
 Make a match (membuat pasangan), langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu
sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban)
2. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban)
4. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya,
demikian seterusnya
6.
 Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT
digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman
siswa terhadap materi pembelajaran. Langkah-langkah penerapan tipe NHT :
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang
akan dicapai.
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
3. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota
kelompok diberi nomor atau nama.
4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk
menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada
akhir pembelajaran.
7. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
8. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
 Model Pembelajaran Bertukar Pasangan, model pembelajaran bertukar pasangan termasuk pembelajaran
dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan
nantinya harus  kembali ke pasangan semula/pertamanya. Langkah-langkah pembelajarannya :
1. Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa
memilih sendiri pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan dan
mencari kepastian jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
6.
7.
 Model pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu, merupakan model pembelajaran yang
memberi  kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal
ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi. Langkah-
langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok
lain.
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
6.
 Pair Check, satu lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan, yaitu Pair Check. Model pembelajaran ini
juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi  penilaian. Langkah-langkah
Pembelajarannya sebagai berikut :
1. Bekerja Berpasangan, guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) siswa. Setiap pasangan 
mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu melatih siswa dalam menilai.
2. Pelatih Mengecek, apabila patner benar pelatih memberi kupon.
3. Bertukar Peran, seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3.
4. Pasangan Mengecek, seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban.
5. Penegasan Guru, guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
 Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat dalam mengembangkan Kecakapan Komunikasi
Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat merupakan pengembangan dari Think-pair-share yang
dikembangkan oleh Frank Lyman dan Think-pair-square oleh Spencer Kagan. Anita Lie (Lie,2002:56)
mengkombinasikan kedua teknik tersebut menjadi teknik berpikir-berpasangan-berempat sebagai struktur
pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberikan pada kesempatan lebih banyak siswa untuk mengapresiasikan
dirinya. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik.

Think-pair-share adalah suatu strategi pembelajaran yang tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan
waktu tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan mula-mula oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari
universitas Maryland pada tahun 1985 ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus
didalam kelas. Menurut Arends dalam Alhadi (2006:12) Strategi ini menentang ansumsi bahwa seluruh resitasi
dan diskusi perlu dilakukan didalam setting seluruh kelompok serta memiliki prosedur yang ditetapkan secara
eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu orang sama
lain. Strategi Think-pair-square yang dikembangkan oleh Spencer Kagan terdiri dari tiga tahap yaitu:

Tahap 1 : Thingking (Berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan palajaran,
kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing (Berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk dapat
mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat
berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanya atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah
diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4 sampai 5 menit untuk berpasangan.

Tahap 3 : Sharing (Berbagi). Pada tahap akhir ini, guru meminta pasangan siswa untuk membentuk kelompok
yang lebih besar untuk berbagi yang tentang apa yang telah mereka pelajari dan seterusnya sampai seluruh
kelas. Adapun prosedur pembelajaran kooperatif tipe Berpikir-Berpasangan-Berempat adalah sebagai berikut :

1. Guru membagi siswa kedalam kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 4 orang dengan
pengelompokkan heterogen berdasarkan kemampuan akademiknya dan jenis kelaminnya.
2. Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa,
3. Dalam pengerjannya, mula-mula siswa diminta bekerja sendiri-sendiri lalu berpasangan dengan salah satu
teman kelompoknya dan selanjutnya dengan kelompok berempat.
4. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berhubungan dengan LKS, kemudian siswa diminta
untuk memikirkan jawabannya secara mandiri beberapa saat. Lalu kembali berpasangan dengan salah satu
teman kelompoknya dan berdiskusi untuk meyakinkan jawabannya. Setelah beberapa waktu siswa diminta
kembali kedalam kelompok berempatnya dan berbagi jawaban serta berdiskusi untuk saling meyakinkan dalam
mencari jawaban terbaik.
5. Guru memanggil salah satu kelompok atau perwakilannya untuk ke depan kelas dan memberikan
kesimpulan jawaban yang telah disepakati kelompoknya dan ditanggapi oleh seluruh siswa sampai ditemukan
suatu kesimpulan.
 Tipe Berkirim Salam dan Soal, menurut Subandriyo (2006) tipe berkirim salam dan soal merupakan
strategi yang bertujuan untuk mensiasati agar semua terlibat aktif guna memperoleh pengalaman belajar nyata
yang menyenangkan. Selain itu, tipe berkirim salam dan soal memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada siswa untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka.
Dalam tipe berkirim salam dan soal siswa diberi kesempatan untuk membuat pertanyaan terhadap materi yang
akan dibahas pada hari itu. Dengan demikian, mereka lebih terdorong untuk belajar karena nantinya mereka
akan bertukar soal dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh kelompok lain. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam pelaksanaan tipe berkirim salam dan soal menurut Irmaika (2009) adalah sebagai berikut :

1. Guru menentukan topik yang akan dibahas.


2. Guru menyampaikan materi secara interaktif untuk memunculkan pertanyaan yang terfikirkan oleh siswa.
3. Guru membagi siswa dalam kelompok dan disetiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan beberapa
pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok lain dan menciptakan sapaan dan sorak khas kelompok.
4. Masing-masing kelompok mengirimkan utusan yang akan memberikan soal dan menyampaikan salam
(sapaan dan sorak khas).
5. Setiap kelompok mengirimkan soal kiriman dari kelompok lain.
6. Setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokkan dengan jawaban kelompok yang membuat
soal.
7. Di akhir pelajaran, guru memberikan penegasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
 Tipe Kepala Bernomor, teknik belajar mengajar kepala bernomor dikembangkan oleh Spencer Kagan
(1992). Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, tehnik ini juga mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerja sama mereka. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor,
yaitu :
1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya, siswa nomor 1 bertugas menyebutkan
nama bendanya, siswa nomor 2 betugas menyebutkan warnanya, siswa nomor 3 menyebutkan bentuknya,
siswa nomor 4.
 Kepala Bernomor Struktur, model Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur merupakan modifikasi dari
model pembelajaran Numbered Heads Together. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada
penugasan dan masuk keluarnya  anggota kelompok. Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah
sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa. Siswa dalam setiap kelompok mendapat
nomor urut 1 sampai 4.
3. Guru memberi tugas siswa, penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas
yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan
siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
4. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan
bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan
tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.
5. Melaporkan hasil kerja kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain.
6.
 Model Pembelajaran Snowball Throwing, melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang
lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak
menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi
pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang
mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai
berikut :
1. Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan KD yang ingin dicapai.
2. Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan
penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi
yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa
saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa
yang lain selama ± 15 menit.
6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
7.
8.
 Bola Salju (Snowballing), dinamakan metode snow balling dikarenakan dalam pembelajaran siswa
melakukan tugas individu kemudian berpasangan. Dari pasangan tersebut kemudian mencari pasangan yang
lain sehingga semakin lama anggota kelompok semakin besar bagai bola salju yang menggelinding. Metode ini
digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari siswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok
yang lebih kecil berangsur-angsur kepada kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya akan
memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara kelompok. Langkah-langkah
penerapan :
1. Sampaikan topik materi yang akan diajarkan.
2. Minta siswa untuk menjawab secara berpasangan.
3. Setelah siswa yang bekerja berpasangan tadi mandapatkan jawaban, pasangan tadi digabung dengan
pasangan di sampingnya. Dengan demikian terbentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang.
4. Kelompok berempat ini bekerja mengerjakan tugas yang sama seperti dalam kelompok 2 orang. Tugas ini
dapat dilakukan dengan membandingkan jawaban kelompok 2 orang dengan kelompok 2 orang lainnya. dalam
kegiatan ini perlu dipertegas bahwa jawaban harus disepakati oleh semua anggota kelompok yang baru.
5. Setelah kelompok berempat ini selesai mengerjakan tugas, setiap kelompok digabung lagi dengan
kelompok berempat lainnya. Dengan demikian sekarang setiap kelompok baru beranggotakan 8 orang.
6. Yang dikerjakan pada kelompok baru ini sama dengan tugas pada langkah ke-4 di atas. Langkah ini dapat
dilanjutkan sesuai dengan jumlah siswa dan waktu yang tersedia.
7. Masing-masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas.
8. Guru akan membandingkan hasil dari masing-masing kelompok kemudian memberikan ulasan-ulasan yang
dianggap perlu.
 Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok, adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksi konsep. Menyelesaikan persoalan atau
inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok
terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan gender, karakter) ada control dan fasilitasi, serta meminta
tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai
berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompotensi dasar
2. Guru membagi siswa menjadi kelompok
3. Guru memberikan tugas atau lembar kerja
4. Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikiran
mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
5. Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
6. Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan
 Model Pembelajaran Model Picture and Picture, langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi
urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi
yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan/rangkuman.
 Lingkaran Besar Dan Lingkaran Kecil (Inside – Outside – Circle), langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar.
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam.
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa
dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan.
4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar
bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya.
 Bercerita Berpasangan, tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan antara lain :
1. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.
2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas
dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang
siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata
siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan
bahwa memberikan tebakan yang benar bukanlah tujuannya. Yang lebih penting adalah kesiapan mereka
dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberi hari itu.
3. Siswa dipasangkan.
4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima
bagian yang kedua.
5. Kemudian siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing.
6. Sambil membaca/mendengarkan, siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa kata/frasa kunci yang
ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa disesuaikan dengan panjang teks bacaan.
7. Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan pasangan masing-masing.
8. Sambil mengingat-ingat/memperhatikan bagian yang telah dibaca/didengarkan sendiri, masing-masing
siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum dibaca/didengarkan (atau yang sudah
dibaca/didengarkan pasangannya) berdasarkan kata-kata/frasa-frasa kunci dari pasangannya. Siswa yang telah
membaca/mendengarkan bagian yang pertama berusaha untuk menuliskan apa yang terjadi selanjutnya.
Sedangkan siswa yang membaca/mendengarkan bagian yang kedua menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.
9. Tentu saja, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang sebenarnya. Tujuan kegiatan ini
bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam
kegiatan belajar dan mengajar. Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk
membacakan hasil karangan mereka.
10. Kemudian, pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa
membaca bagian tersebut.
11. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa
dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.
 Bamboo Dancing, pembelajaran dengan metode bamboo dancing sangat baik digunakan untuk
mengajarkan berkaitan informasi – informasi awal guna mempelajari materi selanjutnya. Dengan
menggunakan metode bamboo dancing diharapkan terjadi pemerataan informasi atau topik yang diketahui oleh
siswa. Metode bamboo dancing tentunya sangat bermanfaat guna pembelajaran di kelas agar lebih variatif
sehingga tidak membosankan siswa. Adapun langkah-langkah metode pembelajaran bamboo dancing adalah
sebagai berikut  :
1. Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh guru. Pada tahap ini guru dapat menuliskan topik atau
melakukan tanya jawab kepada siswa berkaitan dengan pengetahuan peserta didik tentang topik yang
diberikan. Langkah ini perlu dilakukan agar siswa lebih siap menghadapi materi yang baru.
2. Guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar. Misalkan jika dalam kelas terdapat 40 anak, maka tiap
kelompok besar terdiri 20 orang.
3. Pada kelompok besar 20 orang, kemudian dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 10 orang  diatur
yang saling berhadap-hadapan dengan 10 orang yang lainnya, dengan posisi berdiri. Pasangan ini disebut
dengan pasangan awal.
4. Kemudian guru membagikn topik yang berbeda-beda kepada masing-masing pasangan untuk didiskusikan.
Dalam langkah ini guru memberi waktu yang cukup agar materi yang didiskusikan benar-benar dipahami
siswa.
5. Usai berdiskusi, 20 orang dari tiap-tiap kelompok besar yang  yang berdiri berjajar saling berhadapa itu
bergeser mengikuti arah jarum jam. Dengan cara ini tiap-tiap peserta didik mendapat pasangan baru dan saling
berbagi informasi yang berbeda, demikian seterusnya. Pergerakan searah jarum jam baru berhenti ketika
peserta didik kembali ke tempat asalnya. Gerakan saling bergeser dan berbagai informasi inilah menyerupai
gerakan pohon bamboo yang menari-nari.
6. Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh  kelas. Guru
memfalitasi terjadinya intersubyektif, dialog interaktif, tanya jawab dan sebagainya. Melalui kegaiatan ini
dimaksudkan agar pengetahuan hasil diskusi oleh tiap-tiap kelompok besar dapat diobyektifkan dan menjadi
pengetahuan bersama seluruh kelas.
 Kancing Gemerincing, langkah-langkah pembelajaran tipe ini adalah :
1. Guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.
2. Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing.
3. Setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya.
4. Jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing semua rekannya habis.
 MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses
pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat
pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar
sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan
yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari.
 Pengertian Pembelajaran Problem Based-learning :
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran
berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk
“belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.
Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran
yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau
materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Model pembelajaran ini bertujuan merangsang peserta didik untuk belajar melalui berbagai permasalahan
nyata dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya melalui
langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

1. Mengorientasi peserta didik pada masalah. Tahap ini untuk memfokuskan peserta didik mengamati
masalah yang menjadi objek pembelajaran.
2. Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran. Pengorganisasian pembelajaran salah satu kegiatan agar peserta
didik menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya) terhadap malasalah kajian.
3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok. Pada tahap ini peserta didik melakukan percobaan
(mencoba) untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menyelesaikan masalah yang dikaji.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari
percobaan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber.
5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Setelah peserta didik mendapat jawaban terhadap
masalah yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.
 MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning/PjBL) adalah model pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan
informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode
belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek
dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan
investigasi dan memahaminya.
Model pembelajaran ini bertujuan untuk pembelajaran yang memfokuskan pada permasalahan komplek yang
diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahami pembelajaran melalui investigasi,
membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi)
dalam kurikulum, memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan
menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.

Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan
membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi)
dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen
utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi
mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.

Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Pembelajaran
Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan
menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan
berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.

Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep “Pendidikan Berbasis
Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi
untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya
dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja dibidang masing-masing. Dengan
pembelajaran “berbasis produksi” peserta didik di SMK diperkenalkan dengan suasana dan makna kerja yang
sesungguhnya di dunia kerja. Dengan demikian model pembelajaran yang cocok untuk SMK adalah
pembelajaran berbasis proyek.

 Ciri – ciri dan Prinsip Pembelajaran Project Based Learning/PBL. Ada lima Kriteria apakah suatu
pembelajaran berproyek termasuk pembelajaran berbasis proyek, lima kriteria itu yaitu :
1. Keterpusatan (centrality), proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah pusat atau inti kurikulum,
bukan pelengkap kurikulum, didalam pembelajaran proyek adalah strategi pembelajaran, pelajaran mengalami
dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Model ini merupakan pusat strategi
pembelajaran, dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karena
itu, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari,
melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran dikelas.
2. Berfokus pada pertanyaan atau masalah, proyek dalam PjBL adalah berfokus pada pertanyaan atau
masalah, yang mendorong pelajar menjalani (dalam kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau
pokok dari disiplin.
3. Investigasi konstruktif atau desain, proyek melibatkan pelajaran dalam investigasi konstruktif dapat berupa
desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, discovery akan tetapi aktifitas inti
dari proyek ini harus meliputi transformasi dan kontruksi pengetahuan.
4. Bersifat otonomi pembelajaran, lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan tanggung jawab
pelajaran terhadap proyek
5. Bersifat realisme, pembelajaran berbasis proyek melibatkan tantangan kehidupan nyata, berfokus pada
pertanyaan atau masalah autentik bukan simulative dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan dilapangan
yang sesungguhnya.
6. Peran instruktur atau guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih,
penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan
inovasi dari siswa.
 Langkah pembelajaran dalam project based learning adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek (start with the essential question), tahap ini sebagai
langkah awal agar peserta didik mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang
ada. Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan
peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan
dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para
peserta didik.
2. Mendesain perencanaan proyek (design a plan for the project), sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan
yang ada disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan. Perencanaan dilakukan secara
kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa
“memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang
mungkin, serta  mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
3. Menyusun jadwal (create a schedule), langkah ini merupakan langkah nyata dari sebuah proyek.
Penjadwalan sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan
target. Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek.
Aktivitas pada tahap ini antara lain : (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline
penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta
didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik
untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek (monitor the students and the progress of the project), guru
melakukan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek, dalam hal ini guru/pengajar
bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek.
Peserta didik mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi
peserta didik pada setiap roses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta
didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas
yang  penting.
5. Menguji hasil (assess the outcome), fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan berbagai
data lain dari berbagai sumber. Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian
standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang
tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi
pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi kegiatan/pengalaman (evaluate the experience), tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi
kegiatan sebagai acuan perbaikan untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap
ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek.
Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab
permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
 Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain berikut ini :
1. Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan
permasalahan yang komplek.
2. Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki system
baru.
3. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama di
kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai
teknologi.
4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah. Untuk itu disarankan
menggunakan team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang
belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional class (teori),
discussion group (pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas
mandiri), circle (presentasi). Atau buatlah suasana belajar menyenangkan, bahkan saat diskusi dapat dilakukan
di taman, artinya belajar tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas.
 MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY
 Pengertian pembelajaran inquiry
Pembelajaran berdasarkan inquiry merupakan seni penciptaan situasi-situasi sedemikian rupa sehingga siswa
mengambil peran sebagai ilmuwan. Dalam situasi-situasi ini siswa   berinisiatif untuk mengamati dan
menanyakan gejala alam, mengajukan penjelasan-penjelasan tentang apa yang mereka lihat, merancang dan
melakukan pengujian untuk menunjang atau menentang teori-teori mereka, menganalisis data, menarik
kesimpulan dari data eksperimen, merancang dan membangun model, atau setiap kontribusi dari kegiatan
tersebut di atas.

 Macam-macam Model Pembelajaran Inkuiri, beberapa macam model pembelajaran inkuiri diantaranya :
 Inkuiri Terbimbing (Guide Inquiry), Pembelajaran inkuri terbimbing merupakan suatu model pembelajaran
inkuiri yang dalam prosesnya guru menyediakan bimbingan dan petunjuk yang cukup luas kepada siswa.
Sebagian besar perencanaanya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan suatu masalah.
 Modified Inquiry, model pembelajaran tipe ini guru tidak memberikan permasalahan, kemudian siswa
ditugasi untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, percobaan, atau prosedur penelitian
untuk memperoleh jawabannya. Disamping itu guru memperoleh narasumber yang tugasnya hanya
memberikan yang diperlukan untuk menghindari kegagalan dalam memecahkan masalah.
 Free Inquiry, model ini harus mengidentifikasi dan merumuskan macam-macam problema yang dipelajari
dan dipecahkan. Jenis model ini lebih bebas dari padayang kedua jenis sebelumnya.
 Inquiry Role Approach, model pembelajaran inkuiri model ini melibatkan dalam tim-tim yang masing-
masing terdiri atas empat untuk memecahkan masalah yang diberikan. Masing-masing anggota memegang
peranan berbeda, yaitu sebagai koordinator tim, penasehat teknis, pencatat data, dan evaluator proses.
 Invitation Into Inquiry, model inkuiri jenis ini siswa dilibatkan dalam proses pemecahan masalah dengan
cara-cara yang lazim ditempuh oleh para ilmuan, suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema
kepada para siswa dan melalui pertanyaan masalah yang lebih direncanakan dengan hati-hati mengundang
siswa untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau ini mungkin semua kegiatan.
 Pictorial Riddle Inquiry, model ini merupakan metode mengarang yang dapat mengembangkan motivasi
dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil atau besar. Gambar, peragaan, atau situasi sesungguhnya dapat
digunakan untuk meningkatkan cara bertikir kritis dan kreatif para siswa. Biasanya, suatu riddle berupa gambar
dipapan tulis, poster, atau diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang
berkaitan dengan riddle itu.
 Syneclis Lesson Inquiry, model jenis ini memusatkan keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam
bentuk kiasan, supaya dapat membaca intelegensinya dan mengembangkan kreatifitasnya. Hal ini dapat
dilaksanakan karena dapat membantu siswa dalam berfikir untuk memandang suatu problema sehingga dapat
menunjang timbulnya ide-ide kreatif.
 Value clarifikation, model pembelajaran jenis inquiry ini siswa yang difokuskan pada pemberian
penjelasan tentang suatu tata aturan nilai-nilai pada suatu proses-proses pembelajaran.Jerome Bruner, seorang
profesor psikologi dan Harvard University di Amerika Serikat menyatakan beberapa keuntungan sebagai
berikut :
1. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi-situasi proses
belajar yang baru.
3. Mendorong siswa agar dapat berfikir.
4. Mendorong siswa untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
5. Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik.
6. Situasi proses belajar menjadi lebih menantang.
 Pelaksanaan tahapan Pembelajaran Inkuiri
Gulo (2005) menyatakan bahwa, inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh
potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan. Model pembelajaran Inkuiri biasanya
lebih cocok digunakan pada pembelajaran matematika, tetapi mata pelajaran lainpun dapat menggunakan
model tersebut asal sesuai dengan karakteristik KD atau materi pembelajarannya. Secara umum proses
pembelajaran SPI dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Orientasi, pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang
kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:
2. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa
3. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini
dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan
masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan
4. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi
belajar siswa.
5. Merumuskan masalah, merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-
teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-
teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.
Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses
tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental
melalui proses berpikir.
6. Merumuskan hipotesis, hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai
jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai
pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan
berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
7. Mengumpulkan data, adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang
diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting
dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat
dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.
8. Menguji hipotesis, adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi
yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan
berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan
tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
9. Merumuskan kesimpulan, adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil
pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa
data mana yang relevan.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri
yang dikemukakan oleh Eggen & Kauchak dalam Trianto (2009).  Adapun tahapan pembelajaran inkuiri
sebagai berikut:

TABEL 2. Tahap Pembejaran Inkuiri

Fase Perilaku Guru

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan


1.    Menyajikan pertanyaan masalah dituliskan di papan. Guru membagi siswa dalam
atau masalah kelompok.

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah


pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing
siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan  dengan
permasalahan  dan memproiritaskan hipotesis mana yang
2.    Membuat hipotesis menjadi prioritas penyelidikan.

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan


langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan
dilakukan . Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-
3.    Merancang percobaan langkah percobaan

4.    Melakukan percobaan Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui


untuk memperoleh informasi percobaan

5.    Megumpulkan dan Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk


menganilisis data menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

6.    Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.


Gulo dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, analitis, sehingga mereka dapat  merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

 MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)


Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) mengasumsikan bahwa secara natural pikiran
mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang melalui pencarian hubungan masuk
akal dan bermanfaat. Melalui pemaduan materi yang dipelajari dengan pengalaman keseharian siswa akan
menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam. Siswa akan mampu menggunakan pengetahuannya
untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapinya dengan peningkatan pengalaman
dan pengetahuannya. Siswa diharapkan dapat membangun pengetahuannya yang akan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari dengan memadukan materi pelajaran yang telah diterimanya di sekolah.

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)  merupakan satu konsepsi pengajaran dan
pembelajaran yang membantu guru mengaitkan bahan subjek yang dipelajari dengan situasi dunia sebenarnya
dan memotivasikan pembelajar untuk membuat kaitan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan
harian mereka sebagai ahli keluarga, warga masyarakat, dan pekerja.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada
filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis
yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan
informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Elaine B.
Johnson, 2007:14).

Dalam Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning), ada delapan komponen yang harus
ditempuh, yaitu: (1) Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti,
(3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) membantu
individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian
otentik (Elaine B. Johnson, 2007: 65-66).

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching
Learning) adalah mempraktikkan konsep belajar yang mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia
nyata siswa. Siswa secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang memungkinkan mereka melihat makna
di dalamnya.

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)  merupakan konsep belajar yang membantu para
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)  adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan meraka (Sanjaya, 2005:109).

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching Learning)  menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Artinya, proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning)  tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi
yang diutamakan adalah proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning)  mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara
materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan
dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, materi yang dipelajarinya itu akan
bermakna secara fungsional dan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah terlupakan.
Ketiga, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)  mendorong siswa untuk dapat menerapkan
pengetahuannya dalam kehidupan. Artinya, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)  tidak
hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching Learning) tidak untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal
bagi mereka dalam kehidupan nyata. Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan Kontekstual:

1. Dalam Pembelajaran Kontekstual/Contextual Teaching Learning pembelajaran merupakan proses


pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge). Artinya, apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa
adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam rangka memperoleh dan menambah
pengetahuan baru (acquiring knowledge).  Pengetahuan baru itu dapat diperoleh dengan cara deduktif. Artinya,
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) berarti pengetahuan yang diperoleh bukan untuk
dihafal, melainkan untuk dipahami dan diyakini.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). Artinya, pengetahuan dan
pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan
sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Di sisi lain, Hernowo (2005:93) menawarkan langkah-langkah praktis menggunakan strategi pebelajaran
Kontekstual/Contextual Teaching Learning.

1. Kaitkan setiap mata pelajaran dengan seorang tokoh yang sukses dalam menerapkan mata pelajaran
tersebut.
2. Kisahkan terlebih dahulu riwayat hidup sang tokoh atau temukan cara-cara sukses yang ditempuh sang
tokoh dalam menerapkan ilmu yang dimilikinya.
3. Rumuskan dan tunjukkan manfaat yang jelas dan spesifik kepada anak didik berkaitan dengan ilmu (mata
pelajaran) yang diajarkan kepada mereka.
4. Upayakan agar ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah dapat memotivasi anak didik untuk mengulang dan
mengaitkannya dengan kehidupan keseharian mereka.
5. Berikan kebebasan kepada setiap anak didik untuk mengkonstruksi ilmu yang diterimanya secara subjektif
sehingga anak didik dapat menemukan sendiri cara belajar alamiah yang cocok dengan dirinya.
6. Galilah kekayaan emosi yang ada pada diri setiap anak didik dan biarkan mereka mengekspresikannya
dengan bebas.
7. Bimbing mereka untuk menggunakan emosi dalam setiap pembelajaran sehingga anak didik penuh arti
(tidak sia-sia dalam belajar di sekolah).
 MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (DISCOVERY LEARNING)
Discovery Learning adalah proses belajar yang di dalamnya tidak disajikan suatu konsep dalam bentuk jadi
(final), tetapi siswa dituntut untuk  mengorganisasi sendiri  cara belajarnya dalam menemukan konsep.
Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place
when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him
self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana murid mengorganisasi bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya
untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu
sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam
Malik, 2001:219).

Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori
atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang
kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau
lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding
dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan
kejadian-kejadian (events).

Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan
memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2) Contoh-
contoh baik yang positif maupun yang negatif; 3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan
karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan
dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan
mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-
peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik
adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin
tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu
lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau
pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses
belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.

Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran
sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi
kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana
cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-
aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya
anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan
perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan
abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses
berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive,
iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang
di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian
pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa
untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin
merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru harus memberikan kesempatan
muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam
metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan
berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Langkah-langkah model
pembelajaran penemuan terbimbing (discovery learning) adalah sebagai berikut :

1. Stimulation (memberi stimulus). Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat berupa bacaan, atau
gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema yang akan dibahas, sehingga peserta didik
mendapat pengalaman belajar mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati
situasi atau melihat gambar.
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah). Dari tahapan tersebut, peserta didik diharuskan
menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini peserta didik diberikan
pengalaman untuk menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.
3. Data Collecting (mengumpulkan data). Pada tahapan ini peserta didik diberikan pengalaman mencari dan
mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang
dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik
untuk mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu alternatif mengalami
kegagalan.
4. Data Processing (mengolah data). Kegiatan mengolah data akan melatih peserta didik untuk mencoba dan
mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga
kegiatan ini juga akan melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
5. Verification (memferifikasi). Tahapan ini mengarahkan peserta didik untuk mengecek kebenaran atau
keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan, antara lain bertanya kepada teman, berdiskkusi,
atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi
suatu kesimpulan.
6. Generalization (menyimpulkan). Pada kegiatan ini peserta didik digiring untuk menggeneralisasikan hasil
simpulannya pada suatu kejadian atau permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih
pengetahuan metakognisi peserta didik.

2.8 CONTOH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KURIKULUM 2013


1. Model Inquiry Learning
Penerapan model pembelajaran inquiry, sebagai contoh pengenalan konsep pada bangun datar yaitu persegi
panjang. Dalam hal ini siswa dapat menyatakan ulang definisi dari persegi panjang, unsur-unsur persegi
panjang, dll.

Persegi panjang adalah bangun datar segi empat yang memiliki dua pasang sisi sejajar dan memiliki empat
sudut siku-siku. Unsur-unsur persegi panjang:
1. AB, BC, CD dan DA adalah sisi-sisi persegi panjang
2. <DAB, <ABC, <BCD, <CDA adalah sudut-sudut pada persegi panjang
3. AC dan BD adalah diagonal-diagonal persegi panjang
Setelah mengetahui unsur-unsur persegi panjang, siswa diharapkan dapat menyajikan konsep dalam berbagai
bentuk representasi matematis.

Contohnya: Gambarlah persegi panjang ABCD dengan diagonal AC dan BD, bila panjang AB = 5 cm dan BC
= 3cm

Sketsa gambar :

Setelah siswa memahami unsur-unsur serta mengaplikasikan persegi panjang pada sebuah gambar, diharapkan
siswa dapat menyelesaikan soal sesuai dengan prosedur.

Contoh :

Sebidang lantai berukuran 2,8 meter x 3,2 meter akan ditutup keramik persegi berukuran 40 cm x 40 cm.
Banyak keramik yang diperlukan adalah!

Jawab :

Luas lantai = 2,8 m x 3,2 m

= 280 cm x 320 cm

= 89.600 cm2
Luas keramik = 40 cm x 40 cm

= 1600 cm2
Banyak keramik yang diperlukan = luas lantai : luas keramik

= 89.600 : 1.600

= 56 buah

Jadi, banyak keramik yang diperlukan 56 buah.

2. Model Discovery Learning


Pada penerapan model discovery learning, guru melakukan penyampaian materi singkat tentng bangun
ruang sekitar kita, serta bagaimana cara membuat jaring-jaring bangun ruang. Dalam hal ini siswa dituntut
untuk melakukan uji coba membuat gambar jaring-jaring bangun ruang. Dan guru meminta siswa untuk
membawa perlengkapan untuk menggambar jaring-jaring tersebut, seperti kertas gambar, penggaris, dan
alat tulis.

Kemudian guru melakukan pengumpulan data dengan cara mengamati langsung saat siswa mencoba
membuat jaring-jaring bangun ruang dan setelah siswa memahaminya, dilakukan post test berupa kuis yang
sebelumnya telah disiapkan oleh guru tentang jaring-jaring bangun ruang. Contoh bentuk soal sebagai
berikut :

Lengkapilah tabel di bawah ini !

Nama Bangun Gambar Bangun Gambar Jaring-jaring


No. Ruang Ruang Bangun Ruang

1.
2.

3.

4.
3. Model Project Based Learning
Pada penerapan project based learning, siswa diharapkan dapat membuat sebuah proyek atau pembelajaran
berbasis produksi. Sebagai contoh pembuatan sebuah kotak atau box yang berbentuk persegi. Setelah itu
siswa mendesain perencanaan proyek dengan cara menentukan panjang sisi tersebut, serta membuat
timeline untuk menyelesaikan proyek. Kemudian pada sela pembuatan proyek guru melakukan monitoring
atau berperan menjadi mentor bagi para siswanya. Lalu setelah selesai pengerjaan siswa diharapkan dapat
menguji hasil proyek dan mempresentasikannya di depan kelas.

Contoh dari pengerjaan proyek sebagai berikut :

Gb1. Menggambar jaaring-jaring

Gb2. Pembentukan kubus/hasil proyek

4. Model Problem Based Learning


Guru menyajikan masalah dalam pembelajaran yang bertujuan merangsang peserta didik untuk belajar
melalui permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh memberikan soal yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yaitu :

Soal :

Umur Dina lebih tua 7 tahun dari umur Dani. Sedangkan jumlah umur mereka 43 tahun. Berapakah umur
masing-masing ?

Jawaban :

Misal : umur Dina = x, dan umur Dani = y.

Umur Dina sama dengan lebih tua 7 tahun dari Dani, dapat ditulis :

x = y + 7…..(1)

jumlah umur mereka = 43 tahun, dapat ditulis :

x + y = 43…..(2)

lalu kita mengganti persamaan 1 ke dalam x dalam persamaan 2 :

x + y = 43

y + 7 + y = 43

2y + 7 = 43

2y = 43 – 7

2y = 36

y = 18
artinya umur Dani 18 tahun. Lalu substitusikan nilai y = 18 ke dalam persamaan 1

x=y+7

x = 18 + 7

x = 25

maka umur Dina adalah 25 tahun.

Jadi, umur Dina adalah 25 tahun, sedangkan Dani 18 tahun.

Pada soal diatas guru diharap membimbing siswa saat melakukan percobaan untuk memperoleh data dalam
menyelesaikan masalah atau soal diatas. Kemudian siswa mengembangkan data yang ditemukan dari
berbagai sumber setelah mendapatkan jawaban, kemudian dianalisis dan dievaluasi proses pengerjaan soal
tersebut.

BAB III

PENUTUP

 KESIMPULAN
Pengajaran Langsung merupakan suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Pada
model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan
pekerjaan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima
penjelasan guru.

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil


dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan
memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan
pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi
narasumber bagi teman yang lain.
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau Problem-Based Learning (PBL) adalah metode pembelajaran
yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para
peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan.
Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi belajar siswa agar menjadi mandiri,
membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah, membuat
kemungkinan transfers pengetahuan baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik.

Pembelajaran berbasis proyek / tugas adalah sebuah metode penyajian bahan pembelajaran yang diberikan
oleh guru kepada peserta didik berupa seperangkat tugas yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara
individual maupun secara kelompok.

Strategi pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
mereka dapat  merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.Sasaran utama kegiatan
pembelajaran inkuiri adalah keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, keterarahan
kegiatan secara maksimal dalam proses kegiatan belajar , mengembangkan sikap percaya pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Namun dalam penerapannya, pembelajaran inkuiri ini
memiliki kelemahan seperti adanya kesulitan dalam mengontrol siswa, ketidaksesuaian kebiasaan siswa
dalam belajar, kadang memerlukan waktu yang panjang dalam pengimplementasiannya, dan sulitnya dalam
implementasi yang dilakukan oleh guru bila keberhasilan belajar bergantung pada siswa. Langkah-langkah
pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data, menguji hipotesis, merumuskan kesimpulan.Sintaks Pembelajaran Inkuiri. Dalam
upaya menanamkan konsep , misalnya konsep IPA Biologi pokok bahasan saling ketergantungan pada
siswa, tidak cukup hanya  sekedar ceramah. Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diberi
kesempatan untuk tahu dan terlibat secara aktif dalam menemukan konsep-konsep dari fakta-fakta yang
dilihat dari lingkungan dengan bimbingan guru.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) mengasumsikan bahwa secara natural pikiran
mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang melalui pencarian hubungan
masuk akal dan bermanfaat. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)  merupakan
konsep belajar yang membantu para guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Discovery Learning adalah proses belajar yang di dalamnya tidak disajikan suatu konsep dalam bentuk jadi
(final), tetapi siswa dituntut untuk  mengorganisasi sendiri  cara belajarnya dalam menemukan konsep.

DAFTAR PUSTAKA

http://persamaandiferensialorden.blogspot.com/p/model-model-pembelajaran-dalam.html
http://guraru.org/guru-berbagi/3-model-pembelajaran-yang-sesuai-untuk-kurikulum-2013/
http://ibnufajar75.wordpress.com/2014/05/31/model-model-pembelajaran-yang-sesuai-dengan-kurikulum-
2013/
http://yudikustiana.wordpress.com/kurikulum-2013/macam-macam-model-pembelajaran/
Slavin, Robert E. (2008). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Indah.
Isjoni. (2009). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
http://blog.edmentum.com. [18 September 2013]
Lie, Anita. (2004). Cooperatif Learning. Jakarta:Gramedia.
Jones, Raymond. 2002. Think Pair Share. (online). Tersedia : http://curry.edschool.virginia.edu. [14
Februari 2012]
Lucas, George .(2005). Instructional Module Project Based Learning. http://www.edutopia. org/modules/
PBL/whatpbl.php. Diakses tanggal 13 Juli 2010.
Arifin, Zaenal. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai