Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakan Masalah

Cita-cita Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945

adalah berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu, berdaulat, adil, dan

makmur. Berkaitan dengan hal tersebut, disusunlah tujuan nasional dari

pembentukan pemerintahan, yaitu melindungi segenap bangsa dan

seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

Kemerdekaan yang telah diraih harus dijaga dan diisi dengan

pembangunan yang berkeadilan dan demokratis serta dilaksanakan secara

bertahap dan berkesinambungan.Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan

tujuan Nasional serta memberikan arah bagi pelaksanaan pembangunan

agar dapat berjalan dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan sasarannya,

maka diperlukan adanya kebijakan yang mampu merealisasikan cita-cita

dan tujuan tersebut

Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah

penyusunan arah kebijakan otonomi desa didalam menjalankan

pemerintahan ditingkat desa guna mewujudkan cita-cita dan tujuan

nasional tersebut Pada hakikatnya demokrasi adalah Kerakyatan yang

1
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Kerakyatan adalah kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat

Hikmah kebijaksanaan adalah penggunaan akal pikiran atau rasio

yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan

bangsa.Permusyawaratan adalah ciri khas kepribadian Indonesia dalam

merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat

sehingga mencapai mufakat. Isi pokok-pokok demokrasi Pancasila, antara

lain sebagai berikut:

a. Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila sesuai dengan

yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.

b. Demokrasi harus menghargai hak asasi manusia serta menjamin

hak-hak minoritas.

c. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan

berdasarkan atas kelembagaan.

d. Demokrasi harus bersendikan pada hukum seperti dalam UUD

1945. Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) bukan

berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat)

“Democracy is government of the people, by people, and for people”

2
.Abraham Lincoln dalam AAGN Ari dwipayanadan ratnawati (2005:97).

Namun pengertian demokrasi yang paling banyak dibahas dari

dahulu sampai sekarang ialah demokrasi pemerintahan, landasan pokok

atau gagasan dasar suatu pemerintah demokrasi ialah pengakuan hakikat

manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu mempunyai kemampuan

yang sama dalam hubungannya antara yang satu dan yang lain. Yang

paling utama dalam menentukan berlakunya sistem demokrasi di suatu

negara ialah ada atau tidaknya asas-asas demokrasi pada sistem itu, yaitu:

1. Pengakuan hak-hak asasi manusia sebagai penghargaan

terhadap martabat manusia dengan tidak melupakan

kepentingan umum.

2. Adanya partisipasi dan dukungan rakyat kepada pemerintah.

Jika dukungan rakyat tidak ada, sulitlah dikatakan bahwa

pemerintah itu adalah suatu pemerintahan demokrasi.

Dari kutipan pengertian tersebut tampak bahwa kata demokrasi

merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat di mana warga

negara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya

yang dipilih. Karena rakyat ikut serta secara langsung, pemerintah itu

disebut pemerintahan demokrasi langsung, diindonesia dapat kita lihat di

dalam, pemilihan kepala desa.

Kepala Desa yang merupakan kepala pemerintahan di tingkat desa

diharapkan mampu menjalankan pemerintahan dengan performa yang

baik dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga apabila

3
Aparat Pemerintah pada tingkat Desa menunjukkan kinerja yang bagus

dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka akan berpengaruh pada

kinerja pemerintahan pada tingkat Kabupaten, Provinsi, hingga Pusat

Usaha untuk mencapai pemerintahan yang baik ini melahirkan

Peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan Pemerintahan di Desa.

Salah satunya adalah Peraturan Daerah Kab. Sidenreng Rappang Nomor 1

s/d 10 Tahun 2007 tentang Desa.Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2007

tentang Desa, pada Pasal 5 dan Pasal 6 mengemukakan bahwa tugas dan

kewajiban yang paling utama untuk Kepala Desa adalah memimpin

penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Bila ini dapat terlaksana dengan baik, maka tugas dan kewajiban

yang lainnya sudah dapat terlaksana dengan baik pula. Sebab dalam

Pemerintahan telah mencakup dan mengatur semua bidang, baik itu

Bidang Sosial Kemasyarakatan, Bidang Ekonomi, Bidang Politik dan

Keamanan, maupun Bidang Hukum.

Namun kenyataanya ditemukan penulis pada saat observasi di desa

abbokongeng hal yang sangat subtansial dari Bidang sosial

kemasyarakatan, pembagian jata bagi masyarakat miskin tidak merata

(tidak tetap sasaran), selain itu kepala desa Abbokongen tidak mampu

menjalankan semua hasil keputusan musyawarah yang diperoleh dari

musrembang disebabkan kurangnya pemahaman terkait pemerintahan di

tingkat desa.

4
Hal ini ditandakan dengan adanya pengambilan keputusan sepihak

yang diterapkan oleh kepala desa tanpa adanya musyawarah dan mufakat

kembali dengan masyarakat desa di abbokongeng.hal inilah yang menarik

peneliti untuk melakukan penelitian di desa Abbokongeng kecamatan

Kulo kabupaten Sidenreng Rappang.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimanaimplementasi prinsip-prinsip demokrasi dalam

kepemimpinan kepala desa di desa Abbokongen.

2. Faktor yang berpengaruh dalam implementasi prinsip-prinsip demokrasi

dalam kepemimpinan kepala desa di Abbokongen.

C. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi prinsip-prinsip demokrasi

dalam proses kepemimpinan kepala desa di Abbokongen.

2. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dalam implementasi

prinsip-prinsip demokrasi dalam proses kepemimpinan kepala desa di

desa Abbokongen.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini yaitu:

1. Diharapkan dari hasil penelitian ini, dapat memberikan gambaran

implementasi prinsip-prinsip demokrasi dalam proses kepemimpinan

5
kepala desa di desa Abbokongen kecamatan Kulo kabupaten

Sidenreng Rappang.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman atau referensi

bagi kepala desa untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip

demokrasi dalam proses kepemimpinannya.

3. Secara akademis yakni bahwa setelah selesai penelitian ini, diharapkan

dapat bermanfaat bagi kelanjutan penelitian selanjutnya.

4. Bagi penulis untuk mengembangkan pengatahuan dalam

meningkatkan kemampuan berpikir.

5. Sebagai masukan bagi pemeritah kabupaten Sidenreng Rappang secara

umum terkhusus untuk pemerintah kepala desa Abbokongeng.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Implementasi

Implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam

kamus besar Webster, to implement (mengimplementasikan) berati to

provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk

melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk

menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)” (Webster dalam Wahab,

2004:64).

Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu to implement yang

berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan

sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau

akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan

dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang peraturan

pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh

lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Implementasi sebagai suatu proses tindakan Administrasi dan

Politik. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Peter S. Cleaves dalam

bukunya Solichin Abdul Wahab (2008, 187), yang secara tegas

menyebutkan bahwa:

Implementasi itu mencakup “a process of moving toward a policy

objective by means of administrative and political steps” (Cleaves, 1980).

7
Secara garis besar, beliau mengatakan bahwa fungsi implementasi

itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-

tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan public diwujudkan sebagai

outcome hasil akhir kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu

fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu

kebijakan public disebut “policy delivery system” (system penyampaian

penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau

saran-sarana tertentu yang dirancang atau didesain secara khusus serta

diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dasar saran-sasaranyang

dikehendaki

Mazmanian & Paul Sabatier dalam bukunya implementation and

public policy (1983:61) mendefinisikan implementasi sebagai berikut:

“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk


undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah
yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang
ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur
proses implementasinya”.

Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier merupakan

pelaksanaan kebijakan dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk

perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan

badan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui

sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan undang-undang,

8
kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan

seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan.

Sedangkan Van Meter dan Van Horn (1975), dalam bukunya Leo

Agustino (2006; 139), mendefinisikan implementasi sebagai:

“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau


pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan kebiujaksanaan”.
Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi
merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah
atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak
pada warganegaranya
Namun dalam praktinya badan-badan pemerintah sering
menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandate dari Undang-
Undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk
memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya
tidak dilakukan.
Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi
kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu:
1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan

2. Adanya aktivitas/kegiatan pencapaian tujuan

3. Adanya hasil kegiatan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi

merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan

melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan

9
mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran

kebijakan itu sendiri. Pendekatan masalah implementasi dengan terlebih

dahulu mengemukakan dua pertanyaan pokok, yakni:

a. Faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan

b. Faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan

Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut dirumuskan empat faktor

yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni

komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur

organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi.

Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi

suatu kebijakan.

1. Komunikasi, keberhasilan kebijakan mensyaratkan agar

implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi

tujuan dan sasaran kebijakan (target group) sehingga akan mengurangi

distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak

jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran,

maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

2. Sumber daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan

secara jelas dan konsistensi, tetapi apabila implementor kekurangan

sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan

efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia,

10
yakni kompetisi implementor, dan sumber daya financial. Sumber daya

adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa

sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

3. Disposisi, adalah watak dan karakteristik atau sikap yang

dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis.

Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif

yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi

kebijakan juga menjadi tidak efektif.

4. Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan

kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi

kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap

organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard

operating procedures) atau SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap

implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang

akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape,

yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya

menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel

Dijelaskan oleh Edward III secara singkat bahwa pedoman yang

tidak akurat, jelas atau konsisten akan memberikan kesempatan kepada

Implementors membuat diskresi. Diskresi ini bisa langsung dilaksanakan

atau dengan jalan membuat petunjuk lebih lanjut yang ditujukan kepada

11
pelaksana tingkat bawahnya. Jika komunikasi tidak baik maka diskresi ini

akan memunculkan disposisi

Namun Komunikasi yang terlampau detail akan mempengaruhi

moral dan independensi implementor, bergesernya tujuan dan terjadinya

pemborosan sumber daya seperti keterampilan, kreatifitas, dan

kemampuan adaptasi. Sumber daya saling berkaitan dengan komunikasi

dan mempengaruhi disposisi dalam implementasi.

Demikian juga disposisidari implementor akan mempengaruhi

bagaimana mereka menginterpertasikan komunikasi kebijakan baik dalam

menerima maupun dalam mengelaborasi lebih lanjut ke bawah rantai

komando.bahwa masalah utama dari administrasi publik adalah

lack attention to implementation bahwa without effective


implementation the decision of policymakers will not be carried out
successfully.

Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan

dikomunikasikan kepada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber

daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap, dan tanggapan dari para pihak

yang terlibat dan bagaimana struktur organisasi pelaksanaan

kebijakan.Ditegaskan oleh Edward III dalam Juliartha (2009:58).

12
B. Demokrasi

a. Arti dan Makna Demokrasi

Demokrasi adalah sistem politik ideal dan ideologi yang berasal

dari Barat. Demokrasi menyiratkan arti kekuasaan politik atau

pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat,

warga masyarakat yang telah terkonsep sebagai warga negara.

Demokrasi ini kemudian dibangun dan dikembangkan sebagai

suatu rangkaian institusi dan praktek berpolitik yang telah sejak lama

dilaksanakan untuk merespon perkembangan budaya, dan berbagai

tantangan sosial dan lingkungan di masing-masing negara. Ketika

demokrasi Barat mulai ditransplantasikan ke dalam negara-negara non-

Barat dan beberapa negara bekas jajahan yang memiliki sejarah dan

budaya yang sangat berbeda, demokrasi tersebut memerlukan waktu

untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, dan mengalami berbagai

perubahan dalam penerapannya sesuai dengan lingkungan barunya yang

berbeda.

Terdapat sesuatu hal yang sering muncul menjadi permasalahan

dalam praktek demokrasi, yaitu masalah bagaimana pemerintahan oleh

rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat itu diimplementasi dan direalisasi,

sehingga efektif dalam praktek dan dalam kenyataan. Tulisan ini hendak

menyajikan pemaparan sebagai bahan pemikiran yang bertalian dengan

konsep demokrasi, termasuk di dalamnya partisipasi demokrasi dan

kehidupan bernegara yang demokratis.

13
 
b. Demokrasi Dalam Konsep
 
Istilah demokrasi berasal dari dua asal kata, yang mengacu pada

sistem pemerintahan zaman Yunani-Kuno yang disebut ‘demokratia’,

yaitu ‘demos’ dan ‘kratos atau kratein’. Menurut artinya secara harfiah

yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu demos yang berarti rakyat dan

kratos atau cratein yang berarti memerintah, pemerintahan yang

dijalankan oleh rakyat. Demokrasi menyiratkan arti kekuasaan politik atau

pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat

(Warren, 1963: 2), warga masyarakat yang telah terkonsep sebagai warga

negara. Dengan demikian dilihat dari arti kata asalnya, demokrasi

mengandung arti pemerintahan oleh rakyat. Sekalipun sejelas itu arti

istilah demokrasi menurut bunyi kata-kata asalnya, akan tetapi dalam

praktek demokrasi itu dipahami dan dijalankan secara berbeda-beda.

Pada zaman Yunani-Kuno, kata demokrasi digunakan untuk

menunjuk pada ‘government by the many’ (pemerintahan oleh orang

banyak), sebagai lawan dari ‘government by the few’ (pemerintahan oleh

sekelompok orang)

MacGregor Bums, dalam Government by the People (1989: 3), memberikan


pengertian demokrasi, sebagai:
A system of government in which those who have authority to make
decisions (that have the force of law) acquire and retain this authority
either directly or indirectly as the result of winning free elections in
which the great majority of adult citizens are allowed to participate.
 
Henry B. Mayo dalam An Introduction to Democratic Theory (1960: 70),
memberikan pengertian demokrasi, sebagai:

14
A democratic political system is one in which public politicies are made
on majority basis, by representatives subject to effective popular
control at periodic elections which are conducted on the principle of
political equality and under conditions of political freedom.

Dari rumusan tersebut memberikan sifat pemahaman umum terhadap


suatu negara yang menganut sistem demokrasi, yaitu:

a. demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang mempunyai elemen-

elemen yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan;

b. orang-orang yang memegang kekuasaan atas nama demokrasi dapat

mengambil keputusan untuk menetapkan dan menegakkan hukum;

c. kekuasaan untuk mengatur dalam bentuk aturan hukum tersebut

diperoleh dan dipertahankan melalui pemilihan umum yang bebas dan

diikuti oleh sebagian besar warga negara dewasa.

Dari tiga sifat pemahaman umum tersebut, suatu negara demokrasi

mempunyai tiga pemahaman utama yang meliputi hakekat, proses dan

tujuan demokrasi (Huntington, 1995: 4). Huntington, melihat demokrasi

dalam tiga pendekatan umum yaitu: sumber wewenang bagi pemerintah;

tujuan yang dilayani oleh pemerintah; dan prosedur untuk membentuk

pemerintahan.

Demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum

ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif

oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip

kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya

kebebasan politik (Henry B. Mayo, 1960: 70). Dengan kata lain demokrasi

15
adalah sistem pemerintahan yang dibentuk melalui pemilihan umum untuk

mengatur kehidupan bersama berdasar aturan hukum yang berpihak pada

rakyat banyak. Harris G. Warrant dalam Our Democracy at Work (1963: 2),

memberikan rumusan pengertian demokrasi sebagai, “a government of the

people, by the people, for the people”. Bryan A. Garner dalam Black’s Law

Dictionary (1999: 444), memberikan arti demokrasi sebagai “government

by the people, either directly or through representatives”.

Dari pemahaman mengenai demokrasi di atas, maka pilihan terhadap

negara demokrasi akan mempunyai konsekuensi demokrasi yang harus

diperhatikan, yakni memberikan kesempatan kepada rakyat selaku warga

negara untuk menjalankan hak dan kewajiban politiknya dalam bernegara.

Dikemukakan oleh Robert A. Dahl dalam On Democracy (1998: 38), bahwa

“democracy provides opportunities for effective participation; equality in

voting; gaining enlightened understanding; exercising final control over the

agenda; inclusion of adults”. Artinya, bahwa dengan demokrasi akan

memberikan kesempatan kepada rakyat untuk partisipasi yang efektif;

persamaan dalam memberikan suara; mendapatkan pemahaman yang jernih;

melaksanakan pengawasan akhir terhadap agenda; dan pencakupan warga

dewasa. Konsekuensi demokrasi tersebut akan memberikan standar ukuran

umum dalam melihat suatu negara sebagai negara demokrasi. Dengan kata

lain, ketika kesempatan-kesempatan yang merupakan konsekuensi dari

standar ukuran umum negara demokrasi tersebut tidak dijalankan, maka

negara tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai negara demokratis.

16
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan

negara dan hukum di Yunani-Kuno dan dipraktekkan dalam hidup

bernegara antara Abad ke-IV sebelum Masehi sampai Abad ke-VI Masehi.

Pada waktu itu dilihat dari pelaksanaan demokrasi yang dipraktekkan secara

langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-

keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara

yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Dalam perkembangannya

telah mengalami dua kali bentuk transformasi demokrasi, yakni transformasi

demokrasi negara kota di Yunani dan Romawi-Kuno pada Abad ke-V

sebelum Masehi, serta beberapa negara kota di Italia pada masa abad

pertengahan, dan transformasi yang terjadi dari demokrasi negara kota

menjadi demokrasi kawasan bangsa, negara, atau negara nasional yang luas

(Dahl, 1992: 3-4).Dengan adanya dua bentuk transformasi demokrasi

tersebut, telah mengubah tatanan secara mendasar bentuk demokrasi sebagai

akibat terjadinya perpindahan dari negara kota ke negara bangsa. Robert A.

Dahl mengemukakan delapan akibat yang ditimbulkan dari adanya

penerapan demokrasi pada wilayah negara bangsa yang luas, yaitu:

perwakilan; perluasan yang tidak terbatas; batas-batas demokrasi

partisipatif; keanekaragaman; konflik; poliarkhi; pluralisme sosial dan

organisasional; dan perluasan hak-hak pribadi. Dari sini terlihat bahwa

bentuk dan susunan negara demokrasi pada masa Yunani-Kuno sangat

berbeda dengan bentuk dan susunan negara demokrasi pada masa sekarang.

17
Pada negara kota bentuk demokrasi dilakukan secara langsung (direct

democracy), yaitu rakyat berkumpul di suatu tempat yang dinamakan

‘ecclesia’ untuk secara langsung memecahkan masalah yang muncul secara

bersama-sama (Kusnardi dan Saragih, 1995: 85). Oleh karena itu demokrasi

di negara kota pada masa Yunani-Kuno dikenal pula sebagai demokrasi

partisipatif dan tidak mengenal lembaga perwakilan (Dahl, 2001: 16). Pada

negara-negara modern dikembangkan model demokrasi tidak langsung

melalui lembaga perwakilan (Saragih, 1988: 79). Lembaga perwakilan

memegang peranan yang penting dalam menata jalannya roda pemerintahan

bagi negara demokrasi modern, walaupun pada mulanya keberadaan

lembaga perwakilan bukan dimaksudkan sebagai perangkat sistem

demokrasi. Hal inilah yang merupakan perbedaan secara mendasar antara

negara kota dengan negara bangsa dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan. Praktek demokrasi pada negara-negara kota tidak terdapat

lembaga perwakilan, sebab demokrasi menjadi pertemuan warga kota untuk

membahas masalah secara bersama-sama.

Suatu hal yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad

pertengahan, yakni lahirnya dokumen ‘Magna Charta’, suatu piagam yang

berisikan semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja John di

Inggris, bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan ‘previleges’

bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang

dan lain-lain. Lahirnya piagam ini, kendati tidak berlaku bagi rakyat jelata,

dapat dikatakan sebagai lahirnya tonggak baru bagi perkembangan

18
demokrasi. Sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip dasar,

yakni kekuasaan raja harus dibatasi, dan hak asasi manusia lebih penting

daripada kedaulatan raja (lihat Ramdlon, 1983: 9).

Kecaman dan perombakan terhadap absolutisme monarkhi didasarkan

pada teori rasionalistis sebagai ‘social contract’ yang salah satu harapannya

menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam

(natural) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan universal, berlaku

untuk semua waktu dan semua orang baik raja, bangsawan, maupun rakyat

jelata (lihat Budiardjo, 1980: 55).

Dari sini terlihat bahwa teori hukum alam merupakan usaha untuk

merombak pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat

dalam suatu asas yang disebut democracy (pemerintahan rakyat). Dua filsuf

besar, John Locke (1632-1704) dari Inggris dan Charles Louis de Secondat,

Baron de La Bre’deetde La Montesquieu (1689-1755) dari Perancis,

memberikan sumbangan yang besar bagi gagasan pemerintahan demokrasi.

John Locke mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak

atas hidup, kebebasan dan hak memiliki (live, liberty, property). Sedangkan

Montesquieu mengemukakan sistem pokok yang menurutnya dapat

menjamin hak-hak politik tersebut melalui teori ‘separation of powers’ atau

‘trias politica’, yakni suatu sistem pemisahan kekuasaan dalam negara ke

dalam kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, yang masing-masing

19
harus dipegang oleh organ sendiri yang merdeka, artinya secara prinsip

semua kekuasaan itu tidak boleh dipegang hanya oleh seorang saja.

Keberadaan lembaga perwakilan dalam demokrasi modern sangat

penting dalam suatu negara bangsa (Strong, 1960: 171). Bentuk lembaga

perwakilan menurut John Stuart Mill merupakan pilihan bentuk

pemerintahan yang ideal.

Dikemukakan oleh Mill dalam Utilitarianism Liberty Representative


Government (1988: 233),sistem perwakilan dalam demokrasi modern: “……
but since all cannot, in a community exceeding a single small town,
participate personally in any but some very minor portions of the public
business it follows that the ideal type of a perfect government must be
representative”.

Melalui lembaga perwakilan, persoalan-persoalan kompleks yang

dihadapi masyarakat akan dapat diselesaikan. Dengan demikian lembaga

perwakilan berfungsi untuk menjembatani dan menyalurkan aspirasi rakyat

dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu secara umum

lembaga perwakilan ini mempunyai fungsi perundang-undangan, fungsi

pengawasan dan fungsi sebagai sarana pendidikan politik (Saragih, 1988:

88). Fungsi-fungsi ini dilakukan oleh lembaga perwakilan dalam rangka

mewujudkan cita-cita demokrasi modern yang dewasa ini diikuti oleh

sebagian besar negara-negara di dunia.

Penggunaan fungsi-fungsi tersebut secara teoritis mudah dipahami,

tetapi dalam tataran praktek sulit dilakukan. Kesulitan ini muncul karena

20
lembaga perwakilan lebih menempatkan sebagai perwakilan politik daripada

perwakilan rakyat. Secara teoritis dalam masyarakat terdapat tiga prinsip

perwakilan, yaitu perwakilan melalui partai politik (political representa-

tive), perwakilan daerah (regional representative) dan perwakilan

fungsional atau utusan golongan (functional representative), (Ashiddiqie,

2002: 183-184). Di samping itu, di dalam masyarakat masih terdapat juga

adanya ‘representation in ideas’ yang mungkin belum tertampung oleh

representasi yang telah ada. Oleh karena itu, apa yang diputuskan oleh

lembaga perwakilan belum tentu dapat diterima oleh masyarakat.

 Dalam praktek, demokrasi itu dipahami dan dijalankan secara

berbeda-beda, sehingga timbul masalah antara wakil dan yang diwakilinya.

Artinya, apa yang dilakukan oleh wakil-wakil rakyat dalam lembaga

perwakilan tidak selamanya dapat diterima oleh rakyat. Keadaan ini sering

muncul menjadi permasalahan dalam praktek demokrasi, berkaitan dengan

pilihan akan melaksanakan demokrasi elitis atau demokrasi partisipatoris.

Seperti telah dikemukakan bahwa demokrasi adalah sistem politik

ideal dan ideologi yang berasal dari Barat. Demokrasi ini kemudian

dibangun dan dikembangkan secara pesat sebagai suatu rangkaian institusi

dan praktek berpolitik yang telah sejak lama dilaksanakan untuk merespon

perkembangan budaya, dan berbagai tantangan sosial dan lingkungan di

masing-masing negara. Ketika demokrasi Barat mulai ditransplantasikan ke

dalam negara-negara non-Barat dan beberapa negara bekas jajahan yang

21
memiliki sejarah dan budaya yang sangat berbeda, demokrasi tersebut

memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, dan

mengalami berbagai perubahan dalam penerapannya sesuai dengan

lingkungan barunya yang berbeda, (Wignjosoebroto, 2002: 485-493).

c. Konsep Demokrasi Elitis


 
Demokrasi elitis, melihat bahwa rakyat sebagai orang yang tidak perlu

dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan publik, karena rakyat

dianggap tidak mampu dan tidak berwenang untuk menyelesaikan

persoalan-persoalan yang kompleks dalam masalah masalah pemerintahan.

Selain itu rakyat lebih baik apatis dan bijaksana untuk tidak menciptakan

tindakan-tindakan yang merusak budaya, masyarakat dan kebebasan

(Walker, 1987: 3). Rakyat dianggap sudah cukup berperan dalam kehidupan

negara melalui penyelenggaraan pemilihan umum yang dilakukan secara

periodik dalam negara. Melalui pemilihan umum, rakyat sudah melakukan

hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Dalam demokrasi elitis, peran rakyat digantikan oleh sekelompok elit

politik dalam melaksanakan pemerintahan. Setelah dilakukannya pemilihan

umum, maka proses bernegara dalam pengambilan keputusan-keputusan

publik, sepenuhnya diwakili oleh lembaga perwakilan. Lembaga perwakilan

akan menjalankan tugas dan fungsinya secara bebas tanpa dibayangi oleh

kontrol dan protes dari rakyatnya. Di bawah sebuah pemerintahan

perwakilan ini, warga negara sering menyerahkan kekuasaan yang sangat

besar yang dapat digunakan sesukanya atas keputusan-keputusan yang luar

22
biasa penting. Inilah sisi gelap dari demokrasi perwakilan, walaupun diakui

juga ada keuntungan-keuntungannya (Dahl, 2001: 157). Demokrasi elitis

adalah demokrasi yang semu, hanya diperankan oleh sekelompok orang

yang mengatasnamakan rakyat melalui justifikasi pemilihan umum.

 
d. Konsep Demokrasi Partisipatoris
 
Demokrasi partisipatoris, menuntut peran aktif berbagai komponen

demokrasi secara keseluruhan. Komponen demokrasi adalah organ-organ

kelembagaan, kekuatan-kekuatan masyarakat dan kekuatan-kekuatan

individual yang akan saling menunjang dan melengkapi dalam berjalannya

sistem demokrasi.

Dalam demokrasi partisipatoris, akan memberikan peluang yang luas

kepada rakyat untuk berpartisipasi secara effektif dalam proses pengambilan

keputusan yang menyangkut kebijakan publik. Prinsip dalam demokrasi

partisipatoris adalah persamaan bagi seluruh warga negara dewasa untuk

ikut menentukan agenda dan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan

agenda yang telah diputuskan secara bersama. Hal ini dilakukan agar

perjalanan kehidupan bernegara mendapatkan pemahaman yang jernih pada

sasaran yang tepat dalam rangka terwujudnya pemerintahan yang baik

(Dahl, 2001: 157).

Demokrasi partisipatoris pada hakekatnya adalah demokrasi yang

secara sadar akan memberdayakan rakyat dalam rangka mewujudkan

pemerintahan ‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan bersama

rakyat’. Adanya pemberdayaan rakyat yang akan berupa partisipasi

23
langsung ini penting, karena sistem perwakilan rakyat melalui lembaga

perwakilan tidak pernah dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran

aspirasi rakyat. Karena itulah, prinsip ‘representation in ideas’ dibedakan

dari ‘representation in presence’, karena perwakilan fisik saja belum tentu

mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi (Dahl, 2001: 168-169).

Menurut Samuel P Huntington, partisipasi masyarakat dalam

demokrasi partisipatoris dapat terjadi ketika pembangunan sosial ekonomi

berhasil mencapai tingkat pemerataan yang lebih besar, sehingga

melahirkan stabilitas politik dan pada gilirannya memunculkan partisipasi

politik yang demokratis. Partisipasi ini dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu

partisipasi mobilisasi dan partisipasi otonom. Landasan sebagai pijakan dari

partisipasi ini dapat berupa kelas, kelompok, lingkungan, partai dan

golongan (faction) (Samuel P. Hutington dan Joah Nelson, 1994: 9-27).

Pada akhirnya, pelibatan rakyat secara aktif dalam proses penentuan agenda,

pengambilan keputusan dan kontrol terhadap kebijakan yang telah diambil

secara bersama, maka rakyat akan memberikan dukungan dengan penuh

antusias dan dapat merasakan bahwa mereka mempunyai tingkat

‘ownership’ yang tinggi dalam bernegara (Dahl, 2001: 6).

 Dari pemahaman konsep demokrasi partisipatoris tersebut,

keberadaan lembaga perwakilan merupakan salah satu komponen dalam

demokrasi. Dinamika demokrasi modern dalam ‘nation state’, selain

lembaga perwakilan yang diisi melalui pemilihan umum, masih terdapat

elemen demokrasi lainnya yang mempunyai hak dan kedudukan yang sama

24
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Di sinilah arti pentingnya, interest

group, presure group, tokoh masyarakat, pers dan partai politik, ikut ambil

bagian dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Kekuatan-kekuatan

politik ini merupakan kekuatan infra struktur politik yang perlu diberikan

tempat secara proposional dalam demokrasi partisipatoris. Peran dari

elemen-elemen masyarakat ini sangat diperlukan dalam rangka menciptakan

demokrasi partisipatoris. Partisipasi masyarakat dalam proses

pembangunan, termasuk bidang pembentukan undang-undang, telah

menjadi issue penting dalam konteks global (Craig dan Mayo, 1995: 1).

 
e. Konsep Partisipasi Demokrasi
 
Munculnya konsep partisipasi dalam sistem demokrasi sehingga

melahirkan ‘participatory democracy’, berkaitan dengan adanya gerakan

‘New Left’ sebagai pengaruh dari ‘legitimation crisis’ pada tahun 1960-an.

Gerakan ‘New Left’ yang memunculkan demokrasi partisipatoris, adalah

‘the main counter-models on the left to the legal democracy’. Legal

democracy bertumpu pada premis ‘pluralist theory of politics’ yang

mengacu kepada teori ‘overloaded government’, sedangkan demokrasi

partisipatoris bertumpu pada premis ‘Marxist’ yang mengacu kepada teori

‘legitimation crisis’ (David Held, 241-264).

Gerakan dalam upaya memberdayakan masyarakat untuk turut serta

dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan telah merambah ke

berbagai negara, termasuk Indonesia yang menganut sistem demokrasi.

Oleh karena itu, wacana tentang partisipasi masyarakat dalam proses

25
pengambilan keputusan pemerintahan telah menjadi bagian tak terpisahkan

dalam proses berdemokrasi di Indonesia.

Huntington memberikan definisi ‘partisipasi politik’, sebagai

“kegiatan yang dilakukan oleh para warga negara dengan tujuan

mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Partisipasi dapat secara

spontan, secara kesinambungan atau sporadis, secara damai atau dengan

kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.”

Dari definisi partisipasi politik tersebut, terlihat bahwa substansi dari

partisipasi adalah kegiatan untuk mempengaruhi keputusan pemerintah,

tanpa melihat bentuk, sifat dan hasil dari partisipasi yang dilakukannya.

Dalam definisi tersebut terdapat empat hal pokok, yaitu: (Huntington dan

Nelson, 1994: 6-8)

a. partisipasi, adalah mencakup ‘kegiatan-kegiatan’, tidak memasukkan di

dalamnya yang berupa ‘sikap-sikap’ terhadap orientasi politik;

b. partisipasi, adalah kegiatan politik warga negara perorangan dalam

peranannya sebagai warga negara biasa; artinya, bukan kegiatan dari

orang-orang yang memang berkecimpung dalam profesi politik atau

pemerintahan;

c. partisipasi, adalah hanya merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk

mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah;

d. partisipasi mencakup semua kegiatan yang dimaksudkan untuk mem-

pengaruhi pemerintah, tanpa mempedulikan apakah kegiatan itu benar-

benar mempunyai dampak untuk itu atau tidak.

26
Dari definisi partisipasi politik yang di dalamnya mengandung empat

hal pokok tersebut, diambil pemahaman bahwa gerakan memberdayakan

masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan

pemerintahan, pada dasarnya berpangkal pada adanya desirability dari

masyarakat untuk mewujudkan self-government dalam demokrasi

partisipatoris (William N. Nelson, 1980: 51). Setidaknya terdapat lima

penyebab pokok, yang memberikan dorongan terhadap keinginan

masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan, yaitu

modernisasi; perubahan-perubahan struktur kelas sosial; pengaruh kaum

intelektual dan komunikasi massa modern; konflik di antara kelompok-

kelompok pemimpin politik; dan keterlibatan pemerintah yang meluas

dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan (Almond, 2001: 45-46).

 Penyebab dari keterlibatan masyarakat untuk menyalurkan

desirability dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut, berangkat dari

suatu asumsi bahwa yang menjadi dasar demokrasi dan partisipasi adalah

dirinya sendiri yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya (Peter L.

Barger, dalam Surbakti, 1999: 140). Dengan asumsi demikian, rakyat

melakukan partisipasi yang dilakukan dalam berbagai bentuk partisipasi

politik yang dapat berupa konvensional maupun non-konvensional.

Dalam kaitan partisipasi dalam proses politik, terdapat faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi seseorang, yaitu kesadaran

politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Kesadaran politik,

adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang dapat

27
berupa pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, serta

minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik

tempat ia hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan sikap dan kepercayaan

kepada pemerintah, ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah, apakah ia

menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak (Surbakti,

1999: 144).

  Berkaitan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi dan rendahnya

partisipasi seseorang dalam melihat suatu persoalan dalam lingkungannya,

dikemukakan adanya empat tipe partisipasi, yaitu: (Jeffry M Paige, dalam Surbakti,

1999: 144)

1. apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada

pemerintah yang tinggi, maka partisipasi politik cenderung aktif;

2. apabila seseorang tingkat kesadaran politik dan kepercayaan kepada

pemerintah rendah, maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan

(apatis);

3. apabila kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah

sangat rendah, maka akan melahirkan militan radikal; dan

4. apabila kesadaran politik sangat rendah tetapi kepercayaan kepada

pemerintah sangat tinggi, maka akan melahirkan partisipasi yang tidak

aktif (pasif).

Dari berbagai hal yang berkaitan dengan partisipasi di atas, terlihat

bahwa problematika partisipasi dalam kehidupan berdemokrasi menjadi

suatu masalah yang dapat diperdebatkan. Tuntutan adanya partisipasi dalam

suatu negara demokrasi pada satu sisi merupakan suatu keniscayaan, namun

28
di sisi yang lain dipertanyakan apakah partisipasi itu dapat dilakukan dalam

kerangka kebebasan dan persamaan warga negara dalam penyelenggaraan

suatu negara. Permasalahan tersebut kemudian menuntun pada pertanyaan,

apakah pemerintahan yang demokratis itu tergantung pada ada dan tidaknya

partisipasi dari masyarakat dalam membuat keputusan pemerintahan. Jika

adanya partisipasi ini menjadi suatu ukuran dalam proses pengambilan

keputusan yang demokratis, maka ukuran apakah untuk menentukan bahwa

suatu partisipasi masyarakat itu merupakan keinginan bersama dalam

masyarakat.

Partisipasi masyarakat hakekatnya merupakan persoalan nilai-nilai

yang bertalian dengan morality suatu masyarakat. Ketika permasalahan

partisipasi terkait dengan permasalahan moral, maka akan sulit menentukan

nilai-nilai moral dari masyarakat yang ukurannya niscaya berbeda-beda.

Dengan demikian, dalam demokrasi bergantung pada penyerapan nilai-nilai

moral yang baik di dalam masyarakat.

 
f. Kehidupan Bernegara Yang Demokratis
 
Pada dasarnya, demokrasi adalah partisipasi seluruh rakyat dalam

mengambil keputusan-keputusan politik dan menjalankan pemerintahan.

Keputusan politik yang dimaksud adalah kesepakatan yang ditetapkan

menjadi sebuah aturan yang akan mengatur kehidupan seluruh rakyat itu

sendiri. Keterlibatan atau partisipasi rakyat adalah hal yang sangat mendasar

dalam demokrasi, karena demokrasi tidak hanya berkaitan dengan tujuan

29
sebuah ketetapan yang dihasilkan oleh suatu pemerintahan, tetapi juga

berkaitan dengan seluruh proses dalam membuat ketetapan itu sendiri.

Menurut Thomas R. Dye dan Harmon Zeilgler dalam The Irony of

Democracy Uncommon Introduction to American Politic, (1996: 7),

gagasan dasar dari demokrasi merefleksikan empat hal, yaitu:

a. merupakan partisipasi rakyat di dalam keputusan yang membentuk

kehidupan individu-individu dalam suatu masyarakat

b. merupakan pemerintahan yang dipimpin oleh mayoritas dengan

pengakuan hak-hak minoritas, yaitu hak kebebasan berbicara, berserikat,

berkumpul, mendapatkan informasi, membentuk partai oposisi, dan

menjalankan jabatan-jabatan publik

c. merupakan komitmen untuk menghargai martabat individu dan

menjamin nilai-nilai kehidupan yaitu, kebebasan dan kepemilikan

d. suatu komitmen untuk memberikan kesempatan yang sama bagi setiap

orang untuk mengembangkan kemampuan dirinya.

Demokratisasi, muncul sebagai kebutuhan dan masalah apabila

kehidupan bernegara yang dicita-citakan sebagai kehidupan bernegara yang

demokratis ternyata belum terwujud seperti yang diharapkan. Karena itu,

demokratisasi merupakan suatu proses yang hendak mengatasi batasan-

batasan diskriminatif, untuk merealisasi atau menyempurnakan kehidupan

demokrasi. Sehingga warga atau lapisan masyarakat tidak terhalang oleh

status atau hak-hak sosialnya, dapat berpartisipasi dalam berbagai aktivitas

yang menyangkut urusan-urusan publik dan pemerintahan.

30
Dengan melihat bangsa-bangsa Barat, realisasi membangun warga

masyarakat dengan komunitas politik yang demokratis dan dibangun

berdasarkan hukum, yaitu hukum yang merupakan manifestasi kesepakatan

bersama para warga masyarakat sebagai supra strukturnya, telah

berlangsung melalui revolusi-revolusi berdarah. Revolusi yang diperlukan

untuk menumbangkan kekuasaan para “Tuan Baron” berikut sistemnya

yang diskriminatif dan berkelas-kelas, sebelum suatu masyarakat baru yang

didasarkan kedaulatan para warga dapat dibangun. Revolusi kemerdekaan

Amerika (1776) dan revolusi Perancis (1789) merupakan dua contoh dalam

sejarah dunia. Kedua revolusi tersebut merupakan revolusi yang diilhami

cita-cita menuju terbentuknya masyarakat baru dengan warga yang

terbebaskan dari segala bentuk perhambaan, berkedudukan yang setara di

antara sesamanya tanpa diskriminasi apapun. Slogan revolusioner dan ikrar

cita-cita rakyat yang dicanangkan pada masa revolusi itu, ialah ‘liberty,

equality and pursuit of happiness’ di Amerika dan ‘liberte, egalite et

fraternite’ di Perancis. Diikrarkan bahwa sesungguhnya setiap manusia

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah warga yang pada

asasnya berkebebasan dan berkesetaraan dan berkesamaan derajat dan

martabat. Ikrar ini menjadi bernilai sebagai hukum dasar yang positif tatkala

dielaborasi lebih lanjut sebagai suatu proklamasi atau deklarasi, yakni

‘Declaration of Independence’ di Amerika dan ‘Declaration des Droit de

I’Homme et du Citoyen’ di Prancis. (lihat Wignjosoebroto, 2002: 485-493)

31
Memaklumkan secara terbuka persamaan derajat para warga, tanpa

mengenal lagi pemisahan yang diskriminatif antara para “Tuan Baron” yang

pada masa itu dibenarkan untuk dipertuan dan para hamba yang boleh

diperbudak untuk selalu patuh pada perintah, sehingga deklarasi itupun

menyuratkan hak-hak asasi manusia di dalam kedudukan mereka yang baru

sebagai warga negara yang sebangsa. Sejumlah hak yang diyakini dan harus

diakui sebagai hak yang melekat secara kodrati pada setiap makhluk

manusia, karena tanpa jaminan hak yang asasi seperti itu keselamatan dan

kesejahteraan hidup sesama manusia akan sulit dipastikan. Hak-hak manusia

yang karena bersifat asasi dan kodrati tidak akan dapat dicabut atau boleh

dirampas oleh siapapun yang namanya sesama manusia. Hanya Tuhan Yang

Esa semata yang dapat menghentikan berlakunya hak-hak itu

(Wignjosoebroto, Ibid.).

Jean Jacques Rousseau mengemukakan prinsip-prinsip yang

merupakan dasar kehidupan demokratis dalam negara, yaitu: rakyat adalah

berdaulat, yakni merupakan kekuasaan yang tertinggi dalam negara; dalam

negara tiap-tiap orang harus dihormati menurut martabatnya sebagai

manusia; dan tiap-tiap warganegara berhak untuk ikut membangun hidup

bersama dalam negara, yakni mempunyai hak-hak publik (Theo Huijbers,

1995: 91-92). Hal lain yang segera terlihat dari paparan demokrasi dalam

konsep dan praktek yang dikemukakan di atas, adalah suatu pemahaman

bahwa prinsip demokrasi yang disebutkan di dalam suatu konstitusi tidak

dengan sendirinya melahirkan sistem pemerintahan yang demokratis. Materi

32
konstitusi tentang wewenang dan cara bekerjanya kelembagaan negara,

disebut sebagai sistem pemerintahan negara.

Menurut sejarah pembagian kekuasaan negara, bermula dari gagasan

tentang pemisahan kekuasaan negara ke dalam berbagai organ, agar tidak

terpusat di tangan seorang raja absolut (monarchy). Gagasan itu antara lain

dikemukakan oleh John Locke dalam Two Treaties of Government, yang

mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi-bagi kepada organ-

organ negara yang berbeda. Menurut John Locke agar pemerintah tidak

sewenang-wenang harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan

dalam negara ke dalam tiga macam kekuasaan, yaitu: kekuasaan legislatif

(membuat undang-undang); kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-

undang); dan kekuasaan federatif yang disebutnya sebagai ‘federative

power of the commonwealth’ (melakukan hubungan diplomatik dengan

negara-negara lain). Montesquieu dalam ‘L’esprit des Lois’, mengemukakan

alternatif bahwa untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan

pemisahan kekuasaan negara (la separation des pouvoirs) ke dalam organ-

organ legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif adalah

kekuasaan membuat undang-undang, eksekutif kekuasaan melaksanakan

undang-undang, dan yudikatif kekuasaan mengadili jika terjadi pelanggaran

atas undang-undang tersebut.

Dari dua konsep tersebut, cara pemisahan kekuasaan yang

dikemukakan oleh Montesquieu terlihat lebih dapat diterima. Kekuasaan

federatif di berbagai negara sekarang ini dilakukan oleh eksekutif melalui

33
departemen luar negeri masing-masing. Pemisahan kekuasaan ke dalam tiga

pusat kekuasaan, oleh Immanuel Kant kemudian diberi nama ‘trias politica’

atau tiga pusat/poros kekuasaan negara. Jika dikaitkan dengan prinsip

demokrasi atau gagasan kedaulatan rakyat, maka dalam konsep pemisahan

tersebut dikembangkan pandangan bahwa kedaulatan yang ada di tangan

rakyat dibagi-bagi dan dipisah-pisahkan ke dalam ketiga cabang kekuasaan

negara itu secara bersamaan. Agar ketiga cabang kekuasaan itu dijamin

tetap berada dalam keadaan seimbang, diatur pula mekanisme hubungan

yang saling mengendalikan satu sama lain yang biasa disebut dengan prinsip

checks and balances.

Dalam perkembangannya, penerapan konsep pemisahan kekuasaan

(separation of power) meluas ke seluruh dunia dan menjadi paradigma

tersendiri dalam pemikiran mengenai susunan organisasi negara modern.

Fungsi legislatif biasanya dikaitkan dengan peran lembaga parlemen atau

legislature, fungsi eksekutif dikaitkan dengan peran pemerintah dan fungsi

judikatif dikaitkan dengan lembaga peradilan. Cara kerja dan hubungan

ketiga kekuasaan negara itu dapat disebut sebagai sistem pemerintahan

negara. Dengan demikian yang dimaksud dengan sistem pemerintahan

negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara lembaga-lembaga

negara.

g. Prinsip-Prinsip Demokrasi.

1. partisipasi warga negara dalam pembuatan keputusan politik

34
2. tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga

negaraTingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan

dipakai oleh para warga Negara

3. Penghormatan terhadap supremasi hukum

4. Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep diatas (rule of

low) antara lain sebagai berikut;

a. Tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang

b. Kedudukan yang sama dimata hukum

c. Terjaminnya hak asasi manusia

Mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur

tindakan dan diarahkan pada tujuam tertentu dan menurut Edi Suharto

(2008:7) menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat

prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara

terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Ach. Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan

sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam

situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia

menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses

berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan,

kepatuhan dan tanggungjawab bersama

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah

keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan

potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan

35
tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya

mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi

perubahan yang terjadi. Dari tiga pakar yang mengungkapkan definisi

partisipasi di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah

keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok orang (masyarakat)

Secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program

pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring

sampai pada tahap evaluasi pentingnya partisipasi dikemukakan oleh

Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut:

1. partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh

informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat

setempat,  yang tanpa kehadirannya program pembangunan

serta proyek-proyek akan gagal

2. bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau

program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses

persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih

mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai

rasa memiliki terhadap proyek tersebut

3. bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat

dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah

meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik

langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan

36
dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan

kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang.

Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang

dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh

Department for International Development (DFID) (dalam Monique

Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:

a. Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok

yang terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses

proyek pembangunan

b. Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya

setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa

serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat

dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa

memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak

c. Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuh kembangkan

komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif

sehingga menimbulkan dialog

d. Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership).

Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan

distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya

dominasi

e. Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai

pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses

37
karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan

keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-

langkah selanjutnya

f. Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak

lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap

pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses

kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling

memberdayakan satu sama lain

g. Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang

terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai

kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan

kemampuan sumber daya manusia.

http://sacafirmansyah.wordpress.com/2009/06/05/partisipasi-masyarakat/html

Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan

demokrasi, antara lain sebagai berikut:

a. John Locke (Inggris)

John Locke menganjurkan perlu adanya pembagian kekuasaan dalam

pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:

1. Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.

2. Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.

3. Kekuasaan Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang

dan damai, membuat perjanjian (aliansi) dengan negara lain, atau

38
membuat kebijaksanaan/perjanjian dengan semua orang atau badan

luar negeri.

b. Montesquieu (Prancis)

Kekuasaan negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama

seluruh rakyat untuk menjamin, kepentingan rakyat harus terwujud dalam

pemisahaan kekuasaan lembaga-lembaga negara, antara lain sebagai

berikut:

1. Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.

2. Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.

3. Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan

undang-undang oleh badan peradilan.

c. Abraham Lincoln (presiden Amerika Serikat)

Menurut Abraham Lincoln

“Democracy is government of the people, by people, and for people”.

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

1. Demokrasi dari rakyat yaitu sesuai keinginan rakyat

2. Demokrasi oleh rakyat yaitu rakyat sebagai pelaksana

3. Demokrasi untuk rakyat yaitu untuk kepentingan rakyat

39
C. Definisi Kepemimpinan Dan Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-

ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat

mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Ada banyak

pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang

masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa

kesamaan.

Pengertian Kepemimpinan Menurut Para ahli

1. Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian

Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar

mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut

untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang

diinginkan kelompok.

2. Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan

yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang

sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu

yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki

keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain,

bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku

bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus

40
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan

organisasi atau kelompok

b. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian

Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan

kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala

pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang

otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas

yang telah diberikan.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang

memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada

permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang

utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan

banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.

3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire

Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di

mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan

penyelesaian masalah yang dihadapi.

c. Empat Gaya Kepemimpinan Dari Empat Macam Kepribadian

41
Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah :

1. Gaya Kepemimpinan Karismatis

2. Gaya Kepemimpinan Diplomatis

3. Gaya Kepemimpinan Otoriter

4. Gaya Kepemimpinan Moralis

a. Gaya Kepemimpinan Karismatis

Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu

menarik orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang

membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian

ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan

tantangan.Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa

di analogikan dengan peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya.

Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka.

Setelah beberapa lama, orang – orang yang datang ini akan kecewa karena

ketidak-konsisten-an. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika

diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan,

permintaan maaf, dan janji.

b. Gaya Kepemipinan Diplomatis

Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan

perspektifnya. Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi

keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan lawannya.

42
Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua

sisi, dengan jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga

menguntungkan lawannya

Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya

diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima

tekanan. Namun kesabarannya ini bisa sangat keterlaluan. Mereka bisa

menerima perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi

pengikut-pengikutnya tidak. Dan seringkali hal inilah yang membuat para

pengikutnya meninggalkan si pemimpin.

c. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian

prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi

langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah

harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah –

langkahnya penuh perhitungan dan sistematis

Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan

kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga

tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip

hidupnya.

43
d. Gaya Kepemimpinan Moralis

Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya

Mereka hangat dan sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati

yang tinggi terhadap permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati

Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang-orang yang

datang karena kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya.

Kelemahan dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang

seperti ini sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan,

kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat. Jika saya menjadi

pemimpin, Saya akan lebih memilih gaya kepemimpinan demokratis

Karena melalui gaya kepemimpinan seperti ini semua permasalahan

dapat di selesaikan dengan kerjasama antara atasan dan bawahan. Sehingga

hubungan atasan dan bawahan bisa terjalin dengan baik.

D. Kerangka Pikir

Pada dasarnya demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

rakyat. Pada hakikatnya demokrasi itu sendiri merupakan kekuasaan

tertinggi yang ada pada rakyat. Demokrasi dari rakyat merupakan

pemerintahan yang mendapatkan mandat dari rakyat untuk menjalankan

roda pemerintahan dengan melalui proses pemilihan. Demokrasi oleh

rakyat yaitu semua keputusan berdasarkan keinginan rakyat. Demokrasi

untuk rakyat yaitu pemerintahan yang dijalankan sesuai dengan keinginan

rakyat.

44
SKEMA KERANGKA PIKIR

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI

a. partisipasi warga negara dalam pembuatan keputusan politik.


b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga Negara
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum

KEPEMIMPINAN KEPALA DESA

FAKTOR BERPENGARUH

1. Komunikasi
2. Sumber Daya
3. Sikap Birokrasi atau Pelaksana
4. Struktur Birokrasi

HASIL

45
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Abbokongeng Kecamatan

Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang. Pemilihan lokasi tersebut

didasarkan pada kondisi Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupaten

Sidenreng Rappang yang belum optimal dalam penerapan prinsip-prinsip

demokarasi.

B. Metode dan Dasar Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan

untuk mendapatkan dan menyampaikan fakta-fakta dengan jelas dan

teliti. Pada penelitian ini, peneliti hanya mengembangkan konsep dan

menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Dengan

menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. Adapun

metode dan dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

sebagimana yang di kemukakan oleh Harbani (2012:75), yakni sebagai

berikut :

1. Penelitian Ekploratif (Penjajakan), Yaitu suatu penelitian yang

bersifat terbuka, masih mencari-cari dan belum mempunyai

hipotesa, pengetahuan penelitian tentang gejala yang ingin diteliti

masih kurang, sehingga penelitian penjajakan sering dilakukan

sebagai langkah pertama untuk penelitian penjelasan maupun

penelitian deksriptif

46
2. Penelitian Eksplanatory (penjelasan), Yaitu penelitian yang

menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji

hipotesa yang telah dirumuskan, oleh karena itu dinamakan

penelitian pengujian hipotesa yang telah dirumuskan.

3. Penelitian deskriptif (penggambaran), Yaitu suatu penelitian yang

mendeskripsikan apa yang terjadi pada saat melakukan penelitian,

Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat,

menganalisa dan menginterprestasikan kondisi-kondisi yang

sekarang ini terjadi atau ada.yaitu memberikan gambaran

menyangkut implementasi prinsip-prinsip demokrasi dalam

kepemimpinan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Husaini Usman (2011:42) bahwa populasi adalah semua

nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun

kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang

lengkap dan jelas.

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa

“populasi yaitu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek dan


subjek yang mempunyai jumlah dan karakteristik tertentu yang di tetapkan
oleh peneliti untuk di analisis dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Seperti yang di kemukakan Sugiyono (2013:117). Dengan

demikian yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah kepala

47
keluarga di tiga dusun yang ada di Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo

Kabupaten Sidenreng Rappang dengan jumlah populasi sebanyak 1.559

orang dari jumlah penduduk. Adapun yang akan dijadikan informan yaitu

sekretaris desa, dan anggota BPD.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili

populasi. Mengingat jumlah populasi cukup banyak, maka dalam

penelitian ini diadakan penarikan sampel dengan merujuk pada teori

Arikunto yang mengatakan bahwa apabila jumlah populasi berkapasitas

banyak maka dapat ditarik sampel sebanyak 10% Sehingga sampel dalam

penelitian ini adalah 156 orang.

a. Responden terdiri dari Kepala Keluarga sebanyak 156 orang.

b. Adapun yang dijadikan sebagai informan yang akan diinterview

yaitu Sekertaris Kepala desa beserta staf dan anggota BPD

D. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan peneliti adalah variabel tunggal yaitu

implementasi prinsip-prinsip demokrasi dalam kepemimpinan kepala

desa di Abbokongeng kecamatan Kulo kabupaten Sidenreng Rappang.

48
E. Definisi Operasional Variabel

1. Pinsip demokrasi.dalam pengambilan keputusan adalah suatu

ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara

bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam

mencapai tujuan tertentu

a. ikut serta dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi

yang ada di masyarakat, pemilihan, perencanaan, pelaksanaan,

sampai pada tahap evaluasi.

b. dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena

mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk kondisi yang ada.

c. dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut

bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat

mereka sendiri. suatu hak demokrasi

2. Pemimpin adalah panutan mampu mempengaruhi, mendorong,

mengajak, dan memotivasi serta bekerjasama dengan orang lain

demi mencapai tujuan bersama dalam kelompok. Pemimpin harus

mempunyai kepribadian yang teguh dan tegas dalam mengambil

keputusan, menjalankan aturan yang telah disepakati tanpa harus

mengedepankan kepentingan pribadi, kelompok atupun golongan

dan selalu mengutamakan kepentingan bersama

49
F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memproleh data yang lebih akurat, sehingga relevan dengan

objek penelitian, maka peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan

data sebagai berikut:

1. Observasi

Yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan

mengadakan pengamatan terhadap objek yang menjadi tujuan agar

menunjang kelengkapan data.

2. Quisioner (angket)

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar

pertanyaan kepada para responden sesuai dengan objek penelitian.

3. Interview (wawancara)

Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara

langsung kepada informan kunci yang erat kaitannya dengan masalah

yang diteliti.

4. Teknik pustakaan adalah berbagai buku atau artikel-artikel yang dapat

dipakai sebagai acuan terkait dengan masalah dalam peneklitian ini.

50
G. Teknik Analisis Data

Menurut (Sugiyono 2009:143) data yang diperoleh pada saat

penelitian akan dianalisa secara kualitatif dengan tabel persentase guna

memberi gambaran tentang implementasi prinsip-prinsip demokrasi dalam

kepemimpinan kepala desa di Abbokongeng kecamatan Kulo Data yang

telah dikumpulkan disajikan dengan menggunakan tabel frekuensi yang

sederhana dari masing-masing kategori jawaban akan diberi bobot dengan

nilai 4 untuk nilai tertinggi dan nilai 1 untuk nilai terendah kemudian akan

dihitung nilai bobot rata-rata berdasarkan skor yang telah dideskripsikan

dalam empat kategori jawaban A, B, C dan D. setiap jawaban responden

disusun sedemikian rupa sehingga dibuat berdasarkan interpal nilai sebagai

berikut:

a. Selalu 4 74,26 % - 100 % ; 3,2 - 4

b. Kadang-Kadang 3 49,51 % - 74,25 % ; 2,51 - 3,25

c. Tidak pernah 2 24,76 % - 49,50 % ; 1,76 - 2,50

d. Tidak tahu 1 1 % - 24,75 % ; 1 - 0,75

Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Nilai skor = Frekuensi x Nilai Bobot

2. Rata-rata Skor = Nilai Skor


N
3. Rata-rata Persen = Rata-rata Skor x 100
Klarifikasi Jawaban
(Sugiyono 2009:143)

51
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. keadaan Geografi

Wilayah Desa Abbokongeng merupakan salah satu bagian dari

Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang yang terdiri dari 2 (dua)

Dusun yaitu, Abbokongeng, Jampu, yang secara geografis dipengaruhi

oleh iklim tropis. Desa Abbokongeng mempunyai luas wilayah ± 914 km 2

dengan jarak ± 21 km dari ibu kota Kabupaten dan ± 210 dari ibukota

Propinsi.

Adapun batas wilayah Kelurahan Duampanua adalah

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kulo

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tonrong Rijang

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rijang Panua

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pinrang

b. Keadaan Demografi

Wilayah Desa Abbokongeng merupakan salah satu desa di

Kecamatan Kulo dengan jumlah penduduk sebanyak 1.559 jiwa yang

terdiri dari 609 jiwa laki-laki dan 950 jiwa perempuan.

52
B. Implementasi prinsip-prinsip demokrasi dalam kepemimpinan

Implementasi Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya

dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-

perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan

badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan

masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran

yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur

proses implementasinya.

Pemerintahan demokrasi adalah. Adanya keterlibatan warga negara

(rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun

tidak langsung (perwakilan). Adanya persamaan hak bagi seluruh warga

negara dalam segala bidang. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi

seluruh warga negara. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil

rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.

kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain

agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut

untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang

diinginkan kelompok. Dengan demikian, untuk mengukur bagaimana

Implementasi prinsip-prinsip demokrasi dalam kepemimpin kepala desa

Abbokongeng Kecamatan Kulo. Maka perlu diminta tanggapan responden

mengenai berbagai wujud dari Implementasi prinsip-prinsip demokerasi.

Sehingga dipahami bahwa, ternyata implementasi prinsip-prinsip

53
demokrasi dalam kepemimpinan Kepala Desa Abbokongeng Kecamatan

Kulo dapat di ukur dalam setiap rapat pertemuan musrembang.

Sebagaimana menurut pendapat responden digambarkan dalam table

berikut ini

Tabel 4:1
Tanggapan responden tentang
Apakah hasil keputusan musrembang berasal dari keinginan masyarakat

No Alternatif Skor Frekuensi SxF %

1 Selalu 4 85 340 54,48


Kadang-
2 3 40 120 25,64
kadang
Tidak
3 2 21 42 13,46
pernah
Tidak
4 1 10 10 6,41
tahu
Jumlah 156 512 100
Skor Rata-Rata 3,28 %
Persentase rata-rata 82 %
Didesa abbokongeng kecamatan kulo kabupaten sidenreng rappang
Sumber: Data Primer 2013-80-80

Dari tabel tersebut diatas dapat dipahami bahwa hasil keputusan

musrembang berasal dari keinginan masyarakat saat pengambilan

keputusan menurut tanggapan responden. Implementasi prinsip-prinsip

demokrasi dalam kepemimpinan kepala desa abbokongeng kecamatan

kulo kabupaten sidenreng rappang sudah sesuai dengan keingin warga

masyarakat skor rata-rata 3,28 % serta persentase rata-rata 82 %

54
.“Hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa informan

mengatakan bahwa setiap musrembang diselengarakan semua

keputusan itu berasal dari masyarakat walaupun terkadang pemerintah

meminta kepada masyarakat untuk program tertentu supaya di

usulkan”

Relevan dengan hal tersebut di atas menunjukkan bahwa hakikatnya

demokrasi adalah kerakyatan sesuai dengan ciri khas demokrasi pancasila

yaitu musyawarah untuk mufakat yang diliat dari sisi formal demokrasi

pancasila mengandung makna bahwa setiap pengambilan keputusan

sedapat mungkin didasarkan pada musyawara dan mufakat

Untuk membuktikan tanggapan responden mengenai

implementasiprinsip-prinsip demokrasi dalam menjalankan roda

pemerintahan dalam pengambilan keputusan dimusrembang. Maka,

berikut ini diperlukan data mengenai tanggapan responden lebih lanjut

tentang kepala desa melaksanakan hasil keputusan musrembang sesuai

dengan keinginan warga masyarakat di desa Abbokongeng.

Dengan demikian maka diperlukan tanggapan dari responden

mengenai kepala desa melaksanakan hasil keputusan musrembang sesuai

dengan keinginan warga masyarakat di Abbokongeng apakah sesuai

dengan keinginan warga sebagaimana terlihat dalam table berikut ini:

55
Tabel 4:2
Tanggapan responden tentang
Apaka kepala desa melaksanakan hasil keputusan musrembang sesuai
dengan keinginan warga masyarakat di abbokongeng kecamatan kulo
kabupaten sidenreng rappang
No Alternatif Skor Frekuensi SxF %

1 Selalu 4 78 312 50

2 Kadang- 3 45 135 28,84


kadang
3 Tidak 2 22 44 14,10
pernah
4 Tidak tahu 1 11 11 7,05

Jumlah 156 502 100


Skor Rata-Rata 3,21 %
Persentase rata-rata 7,75 %

Sumber: Data Primer 2013-80-80

Dari tabel di atas dijelaskan bahwa apakah kepala desa

melaksanakan musrembang sesuai dengan keinginan warga masyarakat di

dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi di Desa

Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang

dikategorikan selalu. Hal ini dapat dilihat dari.dengan skor rata-rata 3,21

% serta persentase rata-rata 7,75 % ini menjelaskan tentang kepala desa

melaksanakan sesuai dengan keinginan warga masyarakat di dalam

mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi diwarga masyarakat

Abbokongeng kecamatan kulo kabupaten sidenreng rappang.

56
Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa

implementasi prinsip-prinsip demokrasi di desa Abbokongeng mengenai

kepala desa dalam kepemimpinannya melaksanakan hasil keputusan

musrembang berdasarkan budaya prinsip demokrasi yaitu pelaksanaan

kehidupan bernegara harus berdasarkan kelembagaan.

“wawancara dengan informan mengatakan bahwa hasil

keputusan bersama dimusrembang warga pahami keputusan itu jadi

terkait yang kita putuskan bersama dengan pak desa semua berjalan

dengan baik tetap ia laksanakan sesuai keinginan warga masyarakat”

Relevan dengan hal tersebut, mengingat semakin pentingnya

demokrasi dalam kepemimpinan di Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo

Kabupaten Sidenreng Rappang. Untuk menuju pemerintahan kearah yang

lebih baik, maka menurut hemat penulis perlu diminta pendapat responden

tentang bagaimana pemerintah kepala desa melibatkan masyarakat dalam

pelaksanaan pembangunan jalan tani di Desa Abbokongeng Kecamatan

Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang.

Dengan demikian, diperoleh tanggapan responden tentang

keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan jalan tani di

Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang

sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

57
Tabel 4:3
Tanggapan Responden tentang
Keterlibatan warga masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan jalan tani
di abbokongeng kecamatan kulo kabupaten sidenreng rappang

Sx
No Alternatif Skor Frekuensi %
F

46,1
1 Selalu 4 72 288
5
Kadang- 17,9
2 3 28 84
kadang 4
Tidak 31,4
3 2 49 98
pernah 1
Tidak 16,0
4 1 25 25
tahu 2
Jumlah 174 495 100
Skor Rata-Rata 2,84 %
Persentase rata-rata 71 %
Sumber: Data Primer 2013-80-80

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa keterlibatan warga masyarakat

dalam pelaksanaan pembangunan jalan tani di katagorikan rendah terbukti

tanggapan responden dikategorikan kadang-kadang. Hal ini dapat dilihat

diskor rata-rata 2,84 % dengan persentase rata-rata 71%

Hasil observasi di lokasi penelitian menunjukkan bahwa

implementasi prinsip-prinsip demokrasi seharusnya dapat terlihat

pelaksanaanya dalam proses pembangunan jalan tani yang semestinya

melibatkan warga sehingga dapat memberikan keseimbangan hak dan

kewajiban kepada masyarakat agar dapat memelihara pembangunan jalan

tani di desa abbokongeng.hal tersebut diatas tidak berdasar dengan prinsip

58
demokrasi pancasila yaitu persamaan,keseimbangan hak dengan

kewajiban,kebebasan yang bertanggung jawab,musyawara untuk mufakat.

“Dilakukan wawancara terhadap informan yang menyatakan

bahwa masyarakat setempatlah seharusnya diberi peran aktif dalam

pembangunan jalan tani, mengingat merekalah yang akan melewati

jalan tani tersebut”.

Sebagaimana kita pahami bahwa masyarakat memiliki hak serta

kewajiban dalam pembangunan serta memberikan bantuan, pemikiran atau

gagasan dalam melancarkan pembangunan di Desa Abbokongeng

Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang. Hal ini perlu dilakukan

mengingat betapa pentingnya keikut sertaan warga masyarakat dalam

melakukan kegiatan pembangunan.

Oleh karena itu, maka untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana

implementasi prinsip-prinsip demokrasi dalam kepemimpinan perlu

memahami keterlibatan masyarakat dalam musyawarah rencana

pembangunan. Perlu diminta keterangan dari responden tentang kepala desa

dalam pelaksanaan pengambilan keputusan melibatan warga masyarakat di

Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupaten Sidrap. Dari hasil

penelitian diperoleh jawaban dari responden sebagaimana di gambarkan

dalam tabel berikut:

59
Tabel 4:4
Tanggapan responden tentang
Kepala desa dalam pelaksanaan pengambilan keputusan melibatan warga
masyarakat di Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupaten Sidrap

N
Alternatif Skor Frekuensi SxF %
o

1 Selalu 4 105 420 67,30


Kadang-
2 3 18 54 11,53
kadang
Tidak
3 2 11 22 7,05
pernah
Tidak
4 1 22 22 14,10
tahu
Jumlah 156 518 100
Skor Rata-Rata 3,32 %
Persentase rata-rata 83 %
Sumber: Data Primer 2013-80-80

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa kepala desa dalam

pelaksanaan pengambilan keputusan melibatan warga masyarakat di Desa

Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupaten Sidrap di katagorikan selalu

melibatkan warga terbukti tanggapan responden, Hal ini dapat dilihat dari

tabel diatas.skor rata-rata 3,32 % dengan persentase rata-rata 83 %

Perlu dipahami bersama demokrasi merujuk pada konsep kehidupan

bernegara atau bermasyarakat,dimana warga negara dewasa turut

berpartisipasi dalam pemerintahan yang Pemerintahanya mendorong dan

menjamin kemerdekaan berbicara, berpendapat dan berserikat, pemerintah

tidak selalu sewenang-wenang terhadap warga dan setiap warga

masyarakat, mempunyai kedudukan serta mendapatkan perlindungan

hukum yang sama dimata hukum serta dijamin dalam undang-undang.

60
“Dari hasil wawancara dengan informan yang menyatakan bahwa

masyarakat sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan

dimusyawarah rencana pembangunan hal ini terlihat partisipasi warga

masyarakat mengikuti kegiatan Musrembang. Karna melibatkan

berbagai golongan masyarakat mulai dari tokoh agama, tokoh pendidik,

tokoh pemuda, dan perempuan”.

Dengan demikian agar implementasi prinsip-prinsip demokrasi

dalam kepemimpinan kepala desa Abbokongeng Kecamatan Kulo

Kabupaten Sidenreng Rappang berdasarkan kepentingan warga

masyarakat. Maka, masyarakat harus dilibatkan lansung dalam proses

pelaksanaan pengambilan keputusan

Oleh sebab itu menurut hemat penulis perlu diminta keterangan dari

responden tentang apakah kepala desa dalam pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan masyarakat. Dengan demikian, diminta tanggapan dari

responden tentang apakah kepala desa dalam melaksanakan pembangunan

untuk kepentingan masyarakat.Maka, diperoleh jawaban dari responden

sebagaiman digambarkan dalam tabel:

Tabel 4:5

61
Sk Frekuens Sx
No Alternatif %
or i F

1 Selalu 4 98 392 62,82


Kadang-
2 3 27 81 17,30
kadang
Tidak
3 2 21 42 13,46
pernah
Tidak
4 1 10 10 6,41
tahu
Jumlah 156 525 100
Skor Rata-Rata 3,36
Persentase rata-rata 84
Tanggapan responden tentang kepala desa dalam melaksanakan
pembangunan desa untuk kepentingan warga masyarakat di abbokongeng
kecamatan kulo Kabupaten sidenreng rappang
Sumber: Data Primer 2013-80-80

Dari tabel tersebut diatas dapat dipahami bahwa pembangunan

didesa Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupatan Sidenreng Rappang

Kepala desa dalam melaksanakan pembangunan desa selalu berorientasi

pada kepentigan masyarakat bukan kepentingan pribadi hanya kepentingan

warga masyarakat sebagaimana menurut responden Skor rata-rata 3,36%

dengan persentase rata-rata 84% kepemimpinan merupakan terapan dari

ilmu-ilmu social sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat

mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan ummat manusia

62
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi prinsip-
prinsip demokrasi dalam kepemimpinan kepala desa di
Abbokongen Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang

Implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana

pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga

pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan

atau sasaran kebijakan itu sendiri Ketika implementor memiliki sifat atau

perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses

implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

Keberhasilan pemimpin dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip

demokrasi. Syarat utama yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi

atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi.

Adapun faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap implementasi

prinsip-prinsip demokrasi dalam kepemimpinan perluh diperoleh jawaban

dari responden sebagaimana digambarkan dalam table;

63
Tabel 4:6
Tanggapan responden tentang
Apakah kepala desa membeda-bedakan dalam memberi bantuan kepada
masyarakat yang tidak mampu di abbokongeng kecamatan kulo kabupaten
sidenreng

No Alternatif Skor Frekuensi SxF %

16,
1 Selalu 4 26 104
66
Kadang- 20,
2 3 32 96
kadang 21
Tidak 47,
3 2 74 148
pernah 43
15,
4 Tidak tahu 1 24 24
38
Jumlah 156 372
Skor Rata-Rata 2,38
Persentase rata-rata 59,5
Sumber: Data Primer 2013-80-80

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat dalam memberikan bantuan

kepada warga masyarakat kepala desa tidak ada perbedaan antar warga

masyarakat yang tidak mampu.ini akan terlihat dari tanggapan responden,

skor rata-rata 2,38 % dengan persentase rata-rata 59,5%

Sebagai suatu sistem sosial kenegaraan mengintisarikan demokrasi

sebagai sistem yang memiliki pilar “Kedaulatan Rakyat“ pemerintah

berdasarkan persetujuan dari yang diperintah. Sebenarnya pengertian

pokok Demokrasi ialah adanya jaminan hak-hak asasi manusia dan

partisipasi rakyat akan tetapi. Disposisi,adalah watak dan krakteristik atau

sikap yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen,kejujuran,sifat

64
demokratis apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia

akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang

diinginkan oleh demokrasi itu sendiri.

“Dari hasil wawancara dengan informan yang menyatakan dalam

memberikan bantuan kepada warga masyarakat kepala desa selalu

memprioritaskan keluarga serta pendukunnya”

Berdasarkan informasi dengan beberapa informan, menyatakan

bahwa kepala desa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap,

implementasi prinsip-prisip demokrasi dalam kepemimpinannya sehingga

pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk

undanh-undang, perdes namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan bersama

badan perwakilan desa (BPD).

Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang

ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin

dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses

implementasinya pemerintahan yang demokratis dan lebih aktif

berpartisipasi dalam membangun pemerintahan yang Demokrasi.

Sebagaimana kita pahami bersama bahwa demokrasi pancasila

mengajarkan prinsip-prinsip kebersamaan, mewujudkan rasa keadilan.

Dan untuk memahami sejauh mana kepala desa abbokongeng

Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang mengimplementasikan

prinsip-prinsip demokrasi dalam kepemipinan kepala desa di abbokongeng

65
kecamatan kulo kabupaten sidenreng rappang. Tentang arah kebijakan

kepala desa berfihak pada warga masyarakat di abbokongeng kecamatan

kulo kabupaten sidenreng rappang di tabel berikut:

Tabel 4:7
Tanggapan responden
Tentang arah kebijakan kepala desa berfihak pada warga masyarakat di
abbokongeng kecamatan kulo kabupaten sidenreng rappang

Frekuens Sx
No Alternatif Skor %
i F

1 Selalu 4 73 292 46,79


Kadang-
2 3 41 123 26,28
pkadang
Tidak
3 2 10 20 6,41
pernah
4 Tidak tahu 1 32 32 20,51
Jumlah 156 467 100
Skor Rata-Rata 2.99
Persentase rata-rata 74,75
Sumber: Data Primer 2013-80-80

Dari tabel tersebut diatas dapat dipahami bahwa kepala Desa

Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupatan Sidenreng Rappang. tentang

arah kebijakan kepala desa berfihak pada warga masyarakat di

abbokongeng kecamatan kulo kabupaten sidenreng rappang dan menurut

tanggapan responden.Skor rata-rata 3,12% dengan persentase rata-rata

78%

Pada dasarnya faktor Implementasi merupakan suatu proses yang

dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau

66
kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang

sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri Ketika

implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan dengan

warga masyarakat terutama didesa Abbokongeng Kecamatan Kulo

Kabupaten Sidenreng Rappang, maka proses implementasi kebijakan juga

menjadi tidak efektif.

“Dari hasil wawacara dengan informan menyatakan bahwa

sangnya dari berbagai arah kebijakan yang diambil pemerintah dalam

menjalankan pemerintahan adakalahnya tidak dipahami sepenuhnya

warga karna tidak akuratnya informasi kepada masyarakat”

Dan untuk memahami sejauh mana kepala desa abbokongeng

Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang mengimplementasikan

prinsip-prinsip demokrasi dalam kepemipinan kepala desa di abbokongeng

kecamatan kulo kabupaten sidenreng rappang. Tentang arah kebijakan

kepala desa berfihak pada warga masyarakat di abbokongeng kecamatan

kulo kabupaten sidenreng rappang di tabel berikut:

67
Tabel 4:8
Tentang Tanggapan Responden
Apakah program kerja kepala desa dinikmati manfaatnya warga
masyarakat di abbokongeng kecamatan kulo kabupaten sidenreng

Frekuens Sx
No Alternatif Skor %
i F

1 Selalu 4 25 100 16,02


Kadang-
2 3 76 228 48,71
kadang
Tidak
3 2 44 88 28,20
pernah
4 Tidak tahu 1 11 11 7,05
Jumlah 156 427 100
Skor Rata-Rata 2,73
Persentase rata-rata 68,25
Sumber: Data Primer 2013-80-80

Dari tabel trsebut diatas menunjukkan bahwa program kerja kepala

desa dinikmati manfaatnya warga masyarakat di abbokongeng kecamatan

kulo kabupaten sidenreng dari tanggapan responden.skor rata-rata 2,73%

dengan persentase rata-rata 68,25%.

“Menurut informan bahwa apa yang terprogram di musrembang

semua telah dinikmati namun program kerja pemerintah setempat

sesuai tugas pungsinya belum terasa manfaatnya”

Hasil observasi dilokasi diperoleh keterangan bahwa program kerja

kepala desa yang di usul di musrembang yang telah disepakati terkadang

hanya sampai ditingkat desa sementara ditingkat kecamatan kesepakatan

dari hasil musrembang tidak sampai terakomodir dikecamatan sehingga

timbul kekecewaan pada masyarakat, kekurangan sumber daya yang

68
dimiliki oleh kepala desa sangat berpengaruh dalam pelaksanaan hasil

pogram kerja

Selain dari kegiatan program kerja, hal lain yang dapat

mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program kerja kepala desa

adalah pengawalan hasil keputusan musrembang. Oleh karena itu,

tanggapan dari responden tentang apakah kepala desa kekurangan sumber

daya dalam menjalankan kebijakan serta roda pemerintahan di Desa

Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang Dengan

demikian maka diperoleh jawaban dari responden sebagaimana dituliskan

dalam tabel berikut ini:

Tabel 4:9
Tanggapan Responden Tentang
Apakah kepala desa kekurangan sumber daya dalam menjalankan
kebijakan serta roda pemerintahan di Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo
Kabupaten Sidenreng Rappang
Frekuens Sx
No Alternatif Skor %
i F

1 Selalu 4 79 316 50,64


Kadang-
2 3 63 189 40,38
kadang
Tidak
3 2 4 8 2,56
pernah
4 Tidak tahu 1 10 10 6,41
Jumlah 156 523 100
Skor Rata-Rata 3,35
Persentase rata-rata 83,75
Sumber: Data Primer 2013-80-80

69
Berdasarkan hasil angket dari tabel tersebut diatas menjelaskan

bahwa tanggapan dari responden tentang apakah kepala desa kekurangan

sumber daya dalam menjalankan kebijakan serta roda pemerintahan di

Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang

menurut pendapat responden bahwa dalam menjalankan roda

pemerintahan. Sebagaimana terlihat pada tabel diatas Dengan skor rata-

rata 3,35 serta persentase rata-rata 83,75.

Hasil observasi dilokasi penelitian diperoleh keterangan bahwa

keberadaan pemerintah kepala desa dalam menjalankan kebijakan serta

roda pemerintahan di Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo Kabupaten

Sidenreng Rappang. Memerlukan sumber daya, walau isi kebijakan sudah

dikomunikasikan secara jelas dan konsistensi, tetapi apabila implementor

kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan

berjalan efektif.

“Menurut informan bahwa dalam menjalankan roda

pemerintahan kepala desa sangat kekurangan sumber daya baik itu

SDA desa abbokongnge maupun SDM pemerintahannya”

Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni

kompetisi implementor, dan sumber daya financial. Sumber daya adalah

faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber

daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. Disposisi,

adalah watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh implementor

seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis.

70
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah di uraikan

pada, Bab terdahuluh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan Kepala Desa Abbokongeng Kecamatan Kulo

Kabupaten Sidenreng Rappang, didalam mengimplementasikan prinsip-

prisip demokrasi yaitu menjalankan rodah pemerintahan sesuai

keinginan warga dikategorikan selalu dengan tingkat skor rata-rata

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi prinsip-prinsip

demokrasi dalam kepemimpinan Kepala Desa Abbokongeng

Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang adalah sebagai berikut:

a. Kepala desa dalam memberikan bantuan kepada warga masyarakat

yang tidak mampu tidak mencerminkan sikap birokrasi yang baik

Disposisi, adalah watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki

oleh implementor seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis.

b. Keberfihakan kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui

apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran

kebijakan (target group) sehingga akan mengurangi distorsi

implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas

atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran,

maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

71
c. Program kerja kepala desa dinikmati manfaatnya oleh warga Salah

satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah

adanya prosedur operasi yang standar (standard operating

procedures) atau menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam

bertindak. dan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks.

d. Kepala desa kekurangan sumber daya dalam menjalankan kebijakan

serta roda pemerintahan Sumber daya, walaupun isi kebijakan sudah

dikomunikasikan secara jelas dan konsistensi, tetapi apabila

implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan,

implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat

berwujud sumber daya manusia, yakni kompetisi implementor, dan

sumber daya financial. Sumber daya adalah faktor penting untuk

implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan

hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini, saran yang dikemukakan penulis adalah:

1. Kepala desa sebaiknya lebih memperhatikan faktor-faktor yang

dinyatakan berpengaruh terhadap implementasi prinsip-prisip

demokrasi

2. Agar pemerintah dalam hal ini kepala desa harapkan agar bisa

mengawal hasil keputusan warga masyarakat demi kepentingan

serta kemajuaan pembangunan didesa Abbokongeng

72
73

Anda mungkin juga menyukai