BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
pemeriksaan thoraks dengan sinar roentgen ini menjadi suatu keharusan yang
rutin. Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan roentgen saat ini dapat dianggap tidak
lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologik. Selain itu, berbagai kelainan dini dalam paru
juga sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto roentgen sebelum timbul gejala-
Infeksi saluran nafas bawah masih menjadi masalah utama dalam bidang
bawah sebagai infeksi penyebab kematian paling sering di dunia dengan hampir
3,5 juta kematian per tahun. Pneumonia dan influenza didapatkan sebagai
penyebab kematian sekitar 50.000 estimasi kematian pada tahun 2010 (PDPI,
Infeksi paru non spesifik terbagi atas radang bronkus dan radang jaringan
radang akut dan kronis (Rasad, 2005). Peradangan pada paru dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, protozoa, jamur, bahan kimia, lesi kanker, dan radiasi ion.
spesifik. Oleh sebab itu, hasil pemeriksaan radiologi harus dikorelasikan dengan
pemeriksaan radiologi pada infeksi paru non spesifik, sehingga pembaca lebih
memahami gambaran hasil pemeriksaan radiologi dari penyakit infeksi paru non
spesifik.
1.3 Tujuan
non spesifik.
1.4 Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru-paru adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya
berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua bagian yaitu, paru kanan dan
paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian,
Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang
Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis, yaitu
selaput tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal, yaitu
selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga
a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan
faring.
alveolus paru.
Menurut Alsagaff (2015) sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses,
yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam
5
paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar
proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot
pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua,
yaitu:
Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur
yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan
6
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara antara
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
Pada saat inspirasi otot diafragma akan berkontraksi dan bergerak ke bawah
dan memperbesar volume rongga thoraks. Otot intercostalis eksternal juga akan
volume rongga thoraks akan meningkat dan memberikan ruang bagi paru-paru
Pada saat ekspirasi otot inspirasi akan melemas (otot diafragma dan otot
(Guyton, 2007).
dilakukan. Untuk pemeriksaan rutin biasanya dilakukan foto PA, dan bila perlu
dapat ditambahkan foto lateral (biasanya foto lateral kiri) (Malueka, 2008).
2.2.1 Foto PA
Jika yang diambil foto AP, bayangan jantung akan termagnifikasi (besar) dan
menutupi sebagian paru karena letak jantung jauh dari film. Itulah sebabnya
dipilih foto PA. Biasanya foto AP diambil jika pasien tidak bisa turun dari tempat
tidur sehingga pasien difoto di tempat tidur sambil berbaring telentang. Karena
8
pasien berbaring, pada foto AP costa bagian posterior tampak lebih mendatar,
diafragma tampak lebih tinggi dan volume paru tampak lebih kecil jika
dibandingkan dengan gambaran jika pasien difoto berdiri. Pada foto PA jarak
digunakan tegangan 60-90 kV. Tegangan yang tinggi (120-150 kV) dapat
2008).
Foto lateral kiri dipilih karena dengan posisi ini jantung jadi terletak lebih
9
dekat pada film, sehingga bayangan jantung tak sebesar jika dilakukan foto lateral
pada foto PA bisa ditampakkan dengan foto lateral, seperti retrosternal space dan
cutis), cairan pleura, atau konsolidasi basal paru. Pada foto lateral kiri,
magnifikasi sisi kanan yang lebih besar dari sisi kiri akan membantu memisahkan
tidak terlihat. Bisa juga dilakukan untuk melihat struktur tertentu yang sulit dilihat
1. Top lordotic (apical lordotic) arah sinar dari AP tapi bersudut 50-60 o dari arah
bawah, untuk melihat sarang-sarang di apeks (puncak paru) yang pada foto PA
2. Foto posisi berbaring (recumbency), untuk melihat letak dan sifat cairan
dalam kavitas, rongga pleura atau sela pleura interlobaris. Sinar diarahkan dari
samping, bisa dari kiri, bisa dari kanan. Jadi seperti foto lateral, hanya saja
3. Foto posisi oblique dapat menunjukkan area retrocardia, sudut posterior ruang
tinggi.
air atau fluid trapping pada emfisema obstruktif yang mengenai seluruh paru,
lobus atau segmen, serta untuk melihat pergerakan diafragma pada kelainan
Pemeriksaan thoraks lain biasanya digunakan untuk kasus tertentu, antara lain:
layak baca. Kriteria-kriteria tersebut, yaitu faktor kondisi, inspirasi cukup, posisi
Faktor kondisi, yaitu fator yang menentukan kualitas sinar X selama di kamar
rontgen (tempat ekspos). Faktor kondisi meliputi hal-hal berikut, yang biasa
1. Cukup: normal.
Dalam membuat foto thoraks ada dua kondisi yang dapat sengaja dibuat,
Inilah kondisi standar pada foto thoraks, sehingga gambaran parenkim dan
corakan vaskuler pada paru bisa terlihat. Cara mengetahui apakah suatu foto
a. Pada foto kondisi keras, infiltrat pada paru tak terlihat lagi. Cara
Pada proyeksi PA kondisi kurang: yang tampak VTh I-XII. Selain itu
Foto thoraks harus dibuat dalam keadaan inspirasi cukup. Cara mengetahui
VTh VII-VIII).
salah interpretasi.
interpretasi juga.
Seperti telah diterangkan di atas, posisi standar yang paling banyak dipakai
adalah PA dan lateral. Foto thoraks biasanya juga diambil dalam posisi erek. Cara
2008):
5. Untuk tips gampang, foto AP biasanya labelnya terletak di sebelah kiri foto
(sebelah kiri pasien), sementara pada foto PA label biasanya terletak disebelah
Gambar 2.13 Posisi Posteroanterior (PA) dan Posisi Anteroposterior (AP) supine
16
1. Erect (berdiri)
2. Supine
megenblase dengan diafragma 3 cm. Jadi biasanya pada posisi supine, udara
dan sinistra terhadap garis median adalah sama. Jika jarak ini antara kanan dan
Foto thoraks bisa dibaca dari luar ke dalam, atas ke bawah, cor ke pulmo, dll.
3. Pleura, ada tidaknya cairan atau udara di cavum pleura, nilai sinus
6. Diafragma
2.5 Brokitis
2.5.1 Definisi
Tanda klinis peradangan akut adalah demam dan batuk produktif. Namun, pada
sekresi dan batuk produktif yang mengandung sputum dan terjadi pada hampir
2.5.2 Etiologi
a. Bronkitis infeksiosa, disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri atau organisme
b. Bronkitis iritatif, karena disebabkan oleh zat atau benda yang bersifat iritatif
seperti debu, asap (dari asam kuat, amonia, sejumlah pelarut organik, klorin,
iritasi ozon dan nitrogen dioksida serta tembakau dan rokok (Harrison, 2003).
2.5.3 Patofisiologi
infeksi saluran napas berulang, defisiensi antitripsin α-1), maka terjadi (Malueka,
2008):
4. Apabila tidak ditangani dengan baik akan terjadi kronisitas menjadi emfisema,
e. Sesak napas.
f. Sering ditemukan bunyi napas mengi atau “ngik”, terutama saat batuk.
g. Bila iritasi saluran terjadi, maka dapat terjadi batuk darah (Harrison,
2003).
2. Pemeriksaan Fisik
rendah.
ekspirasi panjang, terdapat ronki basah kasar yang tidak tetap (dapat hilang
3. Pemeriksaan Penunjang
bayangan garis-garis pararel keluar dari hilus menuju apex paru dan
paru bilateral, diafragma letak rendah (di bawah VThX) dan cenderung mendatar,
gambaran jantung tear drop sehingga sudut kardiofrenikus sinister lancip, SIC
melebar (biasanya di daerah basis SIC X-XI). Bronkitis kronik secara radiologis
komplikasi.
21
Gambar 2.18 Corakan paru ramai disertai bronkiektasi kanan dan kiri (Rasad,
2005).
Gambar 2.19 Peningkatan corakan vaskular pada bagian basal paru (Lange dan
Walsh, 2007).
2.5.6 Penatalaksanaan
fase akut, tapi juga pada fase kronik, serta dalam melaksanakan aktivitas
diminum 3x/hari, bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak.
Antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan, ibu menyusui dan anak usia 6
tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas,
pemberian antitusif perlu umpan balik dari penderita. Jika penderita merasa
lain.
penderita demam.
Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa
berat bernapas, sehingga obat ini tidak hanya untuk obat asma, tetapi juga
untuk bronkitis. Efek samping obat bronkodilator perlu diketahui pasien, yaitu
10. Terapi lanjutan: jika terapi antiinflamasi sudah dimulai, lanjutkan terapi
2.6 Pneumonia
24
2.6.1 Definisi
(Sudoyo, 2005). Pneumonia adalah radang paru yang bisa disebabkan oleh
bakteri, virus, protozoa, bahan kimia, lesi kanker, dan radiasi ion (Malueka,
2008).
kronik), pneumonia aspirasi (alkoholik, usia tua), dan pneumonia pada gangguan
imun (pneumonia pada pasien transplantasi organ, onkologi, dan AIDS) (Dahlan,
2.6.2 Etiologi
virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat
luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosokomial:
(Wilson, 2012).
b. Mikroorganisme yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E.
2.6.3 Patofisiologi
berinteraksi satu sama lain (Dahlan, 2009). Dalam keadaan sehat, pada paru tidak
Kolonosiasi di permukaan mukosa (PDPI, 2003). Dari keempat cara tersebut, cara
yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol
dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas
atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi
pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran,
peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung
konsentrasi bakteri yang sangat tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian
kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan
kemudian terjadi proses fagositosis. Pada waktu terjadi perlawanan antara host dan
bakteri maka akan nampak empat zona (Gambar 2.16), yaitu: 1) Zona luar (edama):
alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema; 2) Zona permulaan konsolidasi
(red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah; 3) Zona
konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak; 4) Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi
dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag (PDPI, 2003).
menyebabkan eksudat yang menyebar dari satu alveolus ke alveolus yang lain
melalui kanal komunikasi (porus Khon, kanal Lambert). Karena batas segmental
tidak menghalangi pasase udara atau cairan melalui porus-porus ini, eksudat
intraalveolar pada perifer jalan napas minimal, konsolidasi cenderung tetap dalam
(Malueka, 2008).
28
Gambar 2.21 Gambaran radiologi pada pneumonia (Lange and Walsh, 2007).
c. Sesak napas.
2. Pemeriksaan Fisik
yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
b. Laboratorium
c. Mikrobiologi
Pada foto thoraks PA posisi erek tampak infiltrat di parenkim paru paru yang
semiopak, homogen tipis seperti awan, berbatas tegas, bagian perifer lebih
dinding bronkiolus. Tidak ada volume loss pada pneumonia tipe ini (Malueka,
2008).
30
Gambar 2.22 Konsolidasi homogen pada lobus medial dextra (Lange and
Walsh, 2007).
2. Bronkopneumonia
Pada foto thoraks tampak infiltrat peribronkial yang semiopak dan inhomogen
Tampak juga air bronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitasi pada
parenkim paru. Pada keadaan yang lebih lanjut dimana semakin banyak
(Malueka, 2008).
31
A B
Gambar 2.23 (A) Diffuse reticulonodular shadowing pada kanan bawah; (B)
Foto rotngen setelah 10 hari pemberian antibiotik (Lange and Walsh, 2007).
3. Pneumonia interstitiel
Pneumonia interstitiel ditandai dengan pola liniar atau retikuler pada parenkim
Gambar 2.24 Peningkatan perihilar linear markings (Lange and Walsh, 2007).
2.6.6 Diagnosis
didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti
jika pada foto thoraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progesif ditambah
a. Batuk-batuk bertambah
dan ronki
berdasarkan risiko mortalitas yang dimiliki pasien, dimana kelas I-III merupakan
sedang dan kelas V merupakan pasien dengan mortalitas tinggi. PSI juga
digunakan untuk menentukan pasien akan diterapi dengan rawat jalan atau rawat
infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan
terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien (Dahlan, 2009).
umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis
pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis
pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan
(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis
mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat
sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan (Nuryasni, 2009). Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali
terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas
spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidaklebih unggul daripada
sering terjadi dengan antibiotika berspektrum luas (Dahlan, 2009; Mandell, 2007).
2.7.1 Definisi
Abses paru adalah lesi pada paru yang bersifat supuratif disertai nekrotisasi
jaringan didalamnya. Abses paru dapat terjadi sebagai akibat lanjut dari aspirasi
pneumonia, obstruksi bronkus oleh benda asing, tumor dan sekret atau mukus,
pneumonia bakterial dengan emboli paru atau infark paru, emboli paru atau infark
2.7.2 Etiologi
aeruginosa.
Pada kasus yang tipikal adalah gejala timbul 1 sampai 3 hari setelah aspirasi
bahan infeksius dengan malaise, demam, menggigil diikuti dengan batuk dan
sering dengan sakit dada. Bila tidak diobati keadaan tambah buruk dengan nyeri
pleural, sesak napas dan sianosis. Pada hari ke 10 biasanya timbul batuk dengan
nanah yang banyak berbau busuk dan campur darah. Pada kasus yang tidak khas
gejala seperti pneumonia dengan batuk sputum purulen dan batuk darah berulang
kali. Abses yang pecah ke dalam kavum pleura menimbulkan nyeri pleural hebat,
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penderita yang sakit berat, anemis, toksik,
diendapkan tampak 3 lapis. busa, cairan dan begian padat paling bawah.
Pemeriksaan jasmani paling sering dijumpai redup dangan suara napas bronkial,
leukosit lebih dari 12.000, peningkatan LED, pada hitung jenis leukosit
gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan
pemilihan antibiotik secara tepat. Pada pemeriksaan foto thoraks PA dan lateral
abses paru biasanya ditemukan dalam satu kavitas, akan tetapi dapat ditemui juga
dalam multikavitas, serta dapat pula ditemukan permukaan udara dan cairan di
dalamnya. Pada pemeriksaan CT Scan abses paru didapatkan lesi dens bundar
dengan kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru
yang rusak.
Pada foto PA dan lateral ditemukan satu kavitas, dapat juga ditemukan multi-
Gambar 2.26 Terdapat cavitas dengan air-fluid level (Lange and Walsh,
2007).
2. CT Scan
Gambaran khas CT Scan ialah berupa lesi dens bundar dengan kavitas dinding
tebal, tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Perbedaan
abses dan empyema, yaitu pada empiema tampak pemisahan pleura parietal
Gambar 2.27 Pneumonia dengan abses paru (Lange and Walsh, 2007).
39
1. Antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan
2. Drainase postural
3. Bronkoskopi
lancar.
4. Bedah
Sekarang ini intervensi bedah sangat jarang dilakukan pada pasien abses paru.
2.8.1 Definisi
Sindrom loffler adalah sekumpulan gejala seperti demam, batuk, sesak dan
wheezing yang disertai penumpukan sel eosinofil dalam paru (Lange and Walsh,
2007).
2.8.2 Etiologi
Penyebab sindrom loffler ada berbagai macam, antara lain alergi obat
brucellosis. Penyebab paling sering pada sindrom loffler, yaitu infeksi cacing
ganda, unilateral atau bilateral. Dalam paru yang terkena beragam, tipe bayangan
pneumonia yang disebabkan hal lain, tapi yang unik densitas homogennya,
biasanya perifer dan cepat berubah. Pada kasus hebat konsolidasi paru dapat luas
dan bilateral. Tanpa terapi perubahan lamban. Ditemukan menetap beberapa hari.
Diagnosa sindrom loffler dapat ditegakkan jika perubahan bayangan opak dan
Gambar 2.29 Infiltrat tersebar di bagian atas dan tengah paru (Lange and Walsh,
2007).
2.9 Lupus Eritematosa
2.9.1 Definisi
organ tubuh. Penyebab SLE sampai sekarang belum diketahui (Rasad, 2005).
2.9.2 Patofisiologi
Terdapat kerusakan organ yang dimediasi oleh autoantibodi dan imun
dan T) 3) regulasi tidak efektif pada CD4 dan CD8 T cell, B cell, dan myeloid
yang terbentuk menyerang nukleus, sitoplasma, permukaan sel, IgG dan faktor
Deposit kompleks imun akan memicu aktivasi sistem komplemen sehingga akan
failure. Gejala mulai dari ringan hanya rash dan arthritis atau berat yang
menyerang organ vital, contohnya lupus nefritis, lupus cerebral, pneumonitis, dan
perdarahan paru.
43
berdeda-beda seperti poliarthritis, bercak densitas lunak dari edema paru dan
Gambar 2.26 Perihilar dan basal linear shadow (Lange and Walsh, 2007).
44
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
yang bervariasi pada setiap kelainnya. Pemeriksaan radiologi pada kelainan paru
3.2 Saran
Sebaiknya perlu dilakukan tinjauan yang lebih luas terhadap gambaran radiologi
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Harrison. 2003. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume Ketiga.
Jakarta: EGC.
Jeremy, P.T. 2007. At Glance Sistem Repiratory Edisi II. Jakarta: Erlangga
Medical Series.
Lange S dan Walsh G. 2007. Radiology of Chest Disease 3rd Edition. Georg
Nuryasni. 2009. Pola Kepekaan Bakteri Gram Negatif pada Penderita Infeksi
University Press.
Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK UI
https://internalmedicine.osu.edu /pulmonary/cap/10675.cfm.
Wilson LM. 2012. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM.
Jakarta:EGC. Hal:796-815.