Anda di halaman 1dari 48

REFERAT

OPEN FRACTURE
PEMBIMBING : DR IDA BAGUS ADHI PRAYOGA. SP. OT
DISUSUN OLEH : CHASAN ARFISA 21904101068

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2021
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Fraktur adalah hilangnya kontinuinitas tulang, tulang rawan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma

Penyebab patah tulang atau fraktur terbanyak adalah akibat trauma

WHO mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,5 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas

Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta, merupakan
terbesar di Asia Tenggara.

Kecelakaan lalu lintas yang tertinggi karena kendaraan bermotor dapat menyebabkan berbagai fraktur khususnya
fraktur ekstremitas bawah
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur dari tulang.


• Bila tidak terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit.
• Bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan
luar, sehingga rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.
Patogenesis fraktur
• Injury
• Tekanan yang berulang
• Patologis
PATOGENESIS FRAKTUR

Injury
Kebanyakan fraktur disebakan oleh tekanan yang tiba-tiba dan berlebihan (overloading), dapat
secara langsung maupun tidak langsung

Hantaman secara langsung biasanya membelah tulang secara transversal atau membengkokan
ke atas titik tumpu sehingga membuat patahan menjadi “butterfly” fragment.

Cedera secara tidak langsung pada tulang menyebabkan patah pada jarak tertentu dari tekanan
yang diberikan, rusaknya jaringan lunak pada daerah fraktur tidak terhindarkan
MEKANISME DARI INJURY

a. Twisting menyebabkan spiral fracture


b. Compression menyebabkan short oblique fracture
c. Bending menghasilkan fraktur dengan segitiga
“butterfly” fragmen
d. Tension cenderung mematahkan tulang secara
transversal, di beberapa kasus mungkin hanya
avulsi kecil fragmen tulang pada titik-titik
ligament atau tendon
PATOGENESIS FRAKTUR

Cedera yang berulang


Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang mana mengalami pengulangan beban yang
berat, seperti contoh atlit, penari atau anggota militer

Beban yang berat menciptakan deformasi kecil yang memulai proses remodeling.
Kombinasi dari reasorbsi tulang dan pembentukan tulang baru sesuai dengan Wolff’s
law.

Ketika paparan dari tekanan dan deformasi berulang dan berlangsung lama, reasopsi
tulang terjadi lebih cepat daripada pergantian (pembentukan tulang baru) dan
meninggalkan daerah yang rawan patah.
PATOGENESIS FRAKTUR

Patologis
Fraktur dapat terjadi pada tekanan yang normal jika tulang mengalami kerapuhan oleh
perubahan struktur (contohnya osteoporosis, osteogenesis imperfecta atau penyakit Paget,
terapi bisphosphonate) atau melalui titik lesi (contohnya kista tulang atau metastasis)
TIPE-TIPE FRAKTUR

Fraktur komplit
• Garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang

Fraktur inkomplit
• Garis patah tidka melalui seluruh penampang tulang, seperti : Hairline fracture, buckle
fracture atau torus fracture, greenstick fracture.
Fraktur Komplit : Fraktur Inkomplit :
A. Transverse D. Buckle or torus
B. Segmental E, F. Greenstick
C. Spiral
KLASIFIKASI FRAKTUR

• Berdasarkan Muller’s classification :


a) Setiap tulang Panjang memiliki 3 bagian;
proksimal, diafisis, distal. Proksimal dan distal
ditentukan berbasis persegi pada jarak terjauh
tulang.
b,c,d) Fraktur diafisis
e,f,g) Fraktur proksimal dan distal
CARA FRAKTUR BERGESER

• Setelah komplit fraktur, fragmen biasanya bergeser, Sebagian karena tekanan saat cedera,
Sebagian karena gravitasi dan Sebagian terdorong karena terdapat otot. Pemindahan biasanya
terdiskripsi sebagai translasi, alignment (angulation), rotation, dan altered length.

Translation (shift) Angulation (tilt) Rotation (twist) Length


• Fragment dapat • Fragmen dapat • Satu dari fragmen • Fragmen dapat
bergeser ke samping, dimiringkan atau dapat berputar terdistrak dan terpisah,
belakang atau depan diangulasi yang mengitari sudut atau dapat overlap
dalam hubungannya berkaitan satu sama longitudinal karena spasme otot,
satu sama lain, lain disebabkan
pemendekan tulang
Bone Healing

Direct Healing (non natural) Indirect Healing (natural)


Intramembranous healing Econdhral healing
Terdapat 2 step Terdapat 5 step
1. Kontak healing 1. Haematoma
2. Gap healing 2. Inflamation and proliferation sel
3. Callus formation
4. Consolidation
5. Bone remodeling
PRIMARY/DIRECT BONE HEALING

• Direct bone healing bukan proses alami dalam penyembuhan fraktur. Hal ini
membutuhkan koreksi anatomi tanpa adanya gap dan fiksasi harus stabil. Goal dari proses
ini ialah setelah open reduction dan pembedahan fiksasi interna.
• Setelah hal tersebut tercapai maka akan remodeling tulang pipih, kanal havers dan
pembuluh darah. Dibutuhkan waktu bebebrapa bulan hingga tahun.
CONTACT HEALING
• Jika jarak gap <0,01 mm dan tegangan interfragment <2%, fraktur masih menyatu dinamakan
kontak healing.

Pada kondisi ini melalui proses “cutting


cones” pada osteon daerah fraktur.
Osteoclast melewati garis fraktur,
membuat ruang 50-100 μm/day. Ruang ini
akan terisi dengan tulang baru oleh
osteoblast. Saat cutting cone akan ada
peningkatan VEGF, TGF-β, dan BMP
untuk membentuk pembuluh darah baru

Secara simultan akan terbentuk union tulang dan canal havers dibantu dengan osteoblast. Maka
akan terbentuk tulang pipih tanpa adanya pembentukan kalus.
GAP HEALING

• Berbeda dengan kontak healing dimana union tulang dan remodeling haversian tidak terjadi
secara simultan. Gap harus 800 μm > x > 1 mm. pada proses ini daerah fraktur akan terisi oleh
tulang pipih yang tegak lurus dengan sumbu.

Primary bone digantikan dengan


revaskularisasi osteon membawa
osteoprogenitor sel yang akan
diferensiasi menjadi osteoblast dan
produksi tulang pipih pada permukaan
gap. Berlangsung sekitar 3 sampai 8
minggu
SECONDARY BONE HEALING

• Merupakan penyembuhan tulang secara alami.


Proses ini tidak membutuhkan anatomi reduksi
atau kondisi yang stabil. Dapat dilihat fraktur tidak
saling menyatu atau relative tidak stabil seperti
pada intramedullary nailing, bridge plating.
• Setelah adanya fase inflamasi, tulang baru tidak
dihubungkan pada fraktur melainkan akan terjadi
pembentukan callus dimana akan menggantikan
tulang yang fraktur.
INFLAMMATORY PHASE

• Hematoma dapat mengaktifkan respon inflamasi sebagai proses


healing. Inflamasi akut biasa terjadi pada 24 jam pertama sampai
hari ke-7
• Makrofag dan platelets masuk ke tempat fraktur dan mensekresi
sitokin seperti IL-1, IL-6 TNF-α dan PGE2. Adanya respon dari sel
inflamasi ini untuk mengaktifkan angiogenesis.
SOFT CALLUS PHASE

• Karena tegangan meningkat pada area fraktur, pembuluh darah baru


tidak bisa terbentuk karena tekanan oksigen yang rendah. Tulang
tidak dapat terbentuk pada area yang tinggi tegangan dan rendah
oksigen, disitu terjadi pembentukan cartilage/callus.
• Maka dibutuhkan sel stem mesenkim untuk berproliferasi dan
diferensiasi menjadi osteoblast, kondrosit
SOFT CALLUS PHASE

• Untuk meningkatkan kestabilan mengurangi ketegangan, dibutuhkan neovaskularisasi


dimodulasi oleh VEGF dan factor angiogenic lainnya. Pada fase ini tidak hanya
perjalanan angiogenic melainkan apoptosis dari kondrosit dan degradasi cartilage untuk
membuang sel dan esktraseluler matrix yang dibutuhkan untuk memperbaiki
pembentukan pembuluh darah yang baru.
HARD CALLUS PHASE

• Soft callus butuh direabsorbsi dan digantikan dengan hard bony callus.
Hipertrofi dari kondrosit memulai remodeling kalus dimana akan apoptosis dan
membentuk anyaman tulang. Kemudian anyaman tulang akan menjadi tulang
pipih.
• Remodeling kalus berdasar hukum Wolf: meningkatkan pembentukan tulang
pada area high stress dan resorbsi area low stress. Keseluruhan fase akan
dianggap lengkap jika lubang medular sudah terbentuk.
REMODELLING

• Setelah hard kalus menjadi strutktur yang kuat bukan berarti sudah sembuh.
Dibutuhkan fase resorbtive, dimana hard callus akan menjadi lamellar bone
pada ruang medulla.
• Proses remodeling dibawa oleh keseimbangan resorption hard kalus oleh
osteoclast, dan deposisi lamellar bone oleh osteoblast. Proses terjadi sekitar 3-4
minggu dan membutuhkan waktu tahunan untuk benar benar terregenerasi.
MANIFESTASI KLINIS

Anamnesis
• Riwayat trauma
• Tanda-tanda patah tulang : deformitas, krepitasi, false movement
• Luka di daerah patah tulang

Pemeriksaan Fisik
• Look : Bengkak, memar dan deformitas terlihat jelas, tetapi poin terpenting ialah
apakah kulit masih intak atau tidak. Tanda pasti berupa fat bubble
• Feel : Bagian luka harus dipalpasi untuk melokalisasi nyeri, dan krepitasi
• Movement : Untuk menilai false movement
MANIFESTASI KLINIS

Foto Polos
• Pemeriksaan foto polos itu wajib. Perhatikan “rule of two”
Two views Two joints
• Fraktur atau dislokasi seharusnya tidak • Pada pergelangan tangan atau lengan, satu
dapat dilihat pada foto polos satu posisi, tulang mungkin terdapat fraktur atau
dan harus dua posisi angulasi. Sendi diatas dan dibawah fraktur
harus terlihat pada foto polos

Two limbs Two injuries


• Pada anak-anak, tampilan dari imature • Tekanan yang parah menyebabkan luka
epifisis dapat membingungkan diagnose pada satu atau lebih tingkat. Jadi, dengan
dari fraktur, foto polos pada tulang yang fraktur pada calcaneus atau femur hal ini
tidak fraktur dapat dijadikan perbandingan penting untuk foto pelvis dan spinal.

Two occasions
• Beberapa fraktur sangat sulit dideteksi
segera setelah cedera, tetapi pemeriksaan
foto polos dalam seminggu atau dua
minggu dapat menunjukkan lesi.
Pemeriksaan Foto Polos :
a,b) Two views pada tulang tibia
c,d) Two occasion: fraktur scaphoid tidak
menunjukkan hasil yang jelas pada hari
pertama kejadian. Sangat terlihat pada
minggu ke-2
e,f) Two joints
e) Tidak sampai siku, merupakan fraktur
monteggia, caput radius mengalami dislokasi
f) Menunjukkan dislokasi pada radiohumeral
joint.
g,h) Two limbs : kadang-kadang sisi
abnormal akan dapat terlihat jika
dibandingkan dengan sisi yang normal. h)
terlihat fraktur pada lateral condyles sinistra`
DIAGNOSA KLINIS

• Tipe fraktur (open) + Regio + Dekstra/sinsitra + Grade (Gustillo


Anderson)
Example :
Open fracture os humeral 1/3 proksimal sinistra grade II
CEDERA SEKUNDER

• Fraktur tertentu cenderung menyebabkan cedera sekunder dan hal ini sebaiknya menjadi
asumsi telah terjadi sampai terbukti.

Pelvic and Pectoral girdle


Thoracic injuries Spinal cord injury
abdominal injuries injuries

Fraktur pada pelvis dapat


Fraktur iga atau sternum Kebanyakan fraktur pada dikaitkan dengan cederal Fraktur dan dislokasi
dapat terkait dengan spinal, pemeriksaan visceral. Hal ini sangat penting disekitar pectoral girdle
cedera paru-paru atau neurologis penting untuk untuk menyelidiki tentang dapat berdampak pada
jatung. Hal ini penting menetapkan apakah spinal fungsi urinary, suspek jika plexus brachial atau
untuk memeriksa fungsi cord atau saraf terjadi uretra dan bladder cedera, pembuluh darah besar
dibutuhkan urethrograms atau
cardiovaskular kerusakan cystograms
pada leher.
PENANGANAN FRAKTUR TERBUKA

• Terapi diberikan berdasarkan tipe dari fraktur, sifat dari luka jaringan lunak (termasuk ukuran
luka) dan derajat kontaminasi. Gustilo’s classification dijadikan dasar untuk fraktur terbuka.

Grade Luka Soft tissue Bone injury Kontaminasi


Low energy fracture
I Luka 1 < cm Kerusakan minimal Bersih
Fraktur tidak kominutif
Moderate energy fracture
II Luka > 1 cm Kerusakan jaringan tidak banyak Crushing atau fraktur kominutif Moderate
dalam derajat sedang
Fraktur dapat tertutup dengan
IIIA
jaringan lunak
Fraktur tidak bisa ditutup dengan
Kerusakan kulit luas. High energy
jaringan lunak, periosteum High
IIIB Panjang > 10 cm Fraktur kominutif
stripping (+)
Fraktur komunitif (-)
IIIC Lesi vaskular
Grade I Grade II

Grade IIIA Grade IIIB


Grade IIIC
PRINSIP TERAPI

1. Primary dan secondary survey sesuai ATLS


2. Dasar tatalaksana 4R
1. Recognize : mengenali kerusakan apa saja yang terjadi baik pada jaringan lunak maupun
tulang serta mengetahui mekanisme trauma
2. Reposisi/reduksi : mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula
3. Retaining/fiksasi : mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi. Hal ini akan
menghilangkan spasme otot pada esktremitas yang sakit sehingga terasa nyaman dan dapat
sembuh dengan cepat
4. Rehabilitasi/mengembalikan fungsi anggota gerak
TERAPI DEFINITIF

Menutup luka sampai mencapai OK


• Menggunakan kasa steril
• Usahakan memakai bidai melalui 2 sendi

Antibiotik profilaksis + Anti Tetanus


• Pilihan jenis antibiotik profilaksis dalam tatalaksana patah tulang terbuka tergantung tingkat
keparahan serta lingkungan tempat cedera.
• Rentang waktu yang dianjurkan adalah paling lambat 3 jam atau seawal mungkin pasca-
trauma dan harus dilanjutkan selama debridemen awal hingga dilakukan penutupan luka
atau maksimal 72 jam pasca-trauma.
• Regimen profilaksis dapat menggunakan Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG) 250 unit
intramuskuler atau antitetanus serum (ATS) 3.000 unit intramuskuler dilanjutkan dengan
imunisasi aktif
Derajat Keparahan Cakupan Antibiotik yang Pilihan Antibiotik
Patah Tulang Terbuka diberikan
Tipe I dan II Organisme gram positif Sefalosporin generasi
atau gram positif dan pertama (sefazolin) atau
negative klindamisin (bila alergi
sefalosporin)
Tipe III Gram positif dan gram Kombinasi sefalosporin
negative generasi pertama dan
aminoglikosida (masih
kontroversial)
Potensi kontaminasi oleh Tambahan cakupan untuk Penisilin, atau klindamisin,
Clostridium atau disertai organisme anaerob atau metronidazol
cedera vascular
TERAPI DEFINITIF

Debridement luka
• Bertujuan untuk menghilangkan benda asing dan jaringan mati (seperti pecahan tulang), mensterilkan
area operasi dan peredaran darah yang baik.
• < 6 jam : terkontaminasi (golden periode)
• > 6 jam : infeksi
• Tindakan debridemen segera juga tidak boleh dilakukan apabila pasien masih belum stabil atau kondisi
ruang operasi masih sub-optimal
• Tindakan debridemen tidak boleh ditunda terlalu lama dan harus dilakukan dalam 24 jam pascatrauma

Tanda Jaringan Mati = 4C


Capacity to bleed
Contractility (N: mengkerut jika ditekan
dengan pinset)
Color (N: merah segar)
Consistency (N: kenyal)
TERAPI DEFINITIF

Irigasi Luka
• Selain tindakan debridemen, irigasi luka dengan cairan garam fisiologis volume besar
• Zalavras menganjurkan volume cairan untuk irigasi patah tulang terbuka sebanyak 9 liter,
beberapa literatur merekomendasikan irigasi dengan volume 3 liter untuk patah tulang
terbuka tipe I, 6 liter untuk patah tulang terbuka tipe II, dan 10 liter untuk patah tulang
terbuka tipe III.
Penutupan Luka
• Fraktur tipe 1 dan 2 dengan luka kecil dan tidak terkontaminasi hanya dijahit (setelah
debridement).
• Grade 3 : tidak disarankan untuk penutupan luka primer → skin graft, flap dekat atau jauh
TERAPI DEFINITIF

Stabilisasi Fraktur Pasca perawatan/rehabilitasi

• Stabilisasi fraktur penting untuk • Alat gerak dielevasi


mengurangi infeksi dan membantu • Evaluasi sirkulasi
penyembuhan jaringan. Metode fiksasi • Lanjutkan antibiotic
didasarkan pada derajat kontaminasi, • Kultur
waktu saat luka dan kerusakan pada
jaringan
• Jika sepsis → AB + drainase
• Stabilisasi fragmen tulang yang patah
dapat dilakukan untuk sementara
ataupun definitif dengan menggunakan
paku intrameduler (intramedullary
nailing), plate and screw fixation, atau
fiksasi eksternal.
KOMPLIKASI

• Komplikasi umum pada fraktur berupa kehilangan darah, syok, fat


embolism, kegagalan cardiorespiratory, dll. Komplikasi local dapat dibagi
menjadi early (beberapa minggu setelah luka) dan late
Early Late
Urgent Less urgent
Visceral injury Fracture blisters Delayed union
Vascular injury Plaster and pressure scores Non-union
Nerve injury Heterotopic ossification Malunion
Compartment syndrome Ligament injury Avascular necrosis
Haemarthrosis Tendon lesions Growth disturbance
Infection Nerve compression Bed sores
Gas gangrene Joint stifness Muscle contracture
Osteoarthritis
EARLY COMPLICATIONS

Visceral injury

• Fraktur pada iga dapat menyebabkan pneumothorax dan rupture kandung kemih atau uretra pada fraktur pelvis. Luka ini
membutuhkan penanganan cepat dan emergensi.

Vascular injury

• Pasien mengeluh parestesia atau mati rasa pada jari kaki atau tangan. Lengan yang luka terasa dingin dan pucat atau
sedikit sianosis dan nadi lemah atau tidak ada

Nerve injury

• Luka pada saraf biasa terjadi pada fraktur humeral atau sekitar siku atau lutut. Tanda-tanda harus dicari selama
pemeriksaan awal dan setelah pengurangan fraktur

Gas gangrene

• Kondisi ini disebabkan oleh infeksi costridial (clostridium welchii). Ini merupakan organisme anaerob yang dapat
survive dan multiplikasi pada jaringan dengan kadar oksigen rendah merupakan tempat utama infeksi
EARLY COMPLICATIONS

Compartment syndrome

• Fraktur pada tangan atau kaki dapat menjadikan iskemia berat, meskipun tidak terkena pada pembuluh
darah besar. Pendarahan, edema atau inflamasi(infeksi) dapat meningkatkan tekanan pada osseosfascial
compartment, hal ini mengurangi perpindahan kapiler, dimana menyebabkan iskemia pada otot.
• Gejala klasik pada iskemia berupa nyeri, parestesia, pucat, paralisis, tidak ada nadi

Hemarthosis

• Fraktur pada sendi mengakibatkan hemarthosis. Sendi yang bengkak dan tegang dan pasien menolak
untuk digerakkan. Darah seharusnya diaspirasi sebelum menangani fraktur

Infection

• Fraktur terbuka dapat terinfeksi; fraktur tertutup hampir tidak pernah ada kecuali dibuka dengan operasi.
Infeksi pasca trauma sangat sering menyebabkan osteitis kronis.
LATE COMPLICATIONS

Delayed union
• Jika saat sebelum menyatu terlalu lama, keadaan ini disebut delayed union. Factor
penyebab delayed union karena secara biological, biomechanical, atau pasien. Nyeri
tekan fraktur masih ada dan jika tulang mengalami stress, terdapat nyeri

Non-union
• Pada sedikit kasus delayed union biasanya menjadi non-union. Hal ini muncul ketika
fraktur tidak pernah menyatu tanpa intervensi. Gerakan di lokasi fraktur masih ada dan
nyeri berkurang. Penyebabnya ialah kontak, alignment, stabilitas, stimulasi
LATE COMPLICATIONS

Malunion
• Ketika fragment menyatu tidak pada tempatnya, fraktur dikatakan sebagai malunited.
Penyebabnya adalah kegagalan untuk mereduksi fraktur secara adekuat, kegagalan
untuk menahan reduksi selama proses penyembuhan, atau kolaps bertahap dari
kominutif atau tulang osteoporosis

Avascular necrosis
• Daerah yang sering berkembang menjadi iskemia dan nekrosis tulang setelah luka ialah
the head of femur, proximal part of the scaphoid, the lunate (dislocation) dan the body
of talus (setelah fraktur pada leher)
PENUTUP
KESIMPULAN

• Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur dari tulang. Fraktur disebabkan oleh
cedera, tekanan yang berulang, atau melemahnya tulang secara tidak normal (fraktur
patologis). Manifestasi klinis pada fraktur berupa bengkak, memar dan deformitas terlihat
jelas. Bagian luka terasa nyeri. Terdapat krepitasi dan Gerakan abnormal. Terapi
diberikan berdasarkan klasifikasi Gustilo. Prinsip terapi berupa profilaksis antibiotic,
debridement luka, irigasi luak, penutupan luka awal, dan stabilisasi fraktur, perawatan
pasca operasi.
SARAN

• Sebagai dokter umum sebaiknya memahami tanda dan gejala dari fraktur terbuka serta
manajemen terapi yang perlu dilakukan untuk mengurangi komplikasi dan penanganan
awal secara tepat
TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, G.A and Solomon, L. 2018 Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 10th ed. London: Hodder Arnold.

2. US National Library of Medicine. 2015. Trends in Fracture Incidence . Diakses dari :


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3929546/ (25 Juli 2021).

3. Triono P. 2015. Aplikasi Pengelolahan Citra untuk Mendeteksi Fraktur Tulang Dengan Metode Deteksi Tepi Canny. Universitas Ahmad
Dahlan. Vol 09 no 22.

4. American Colloge of Foot and Ankle Surgeons. 2008. Bone Healing.

5. Rodiana. 2013. Bone Fracture Healing.

6. Noor Z.2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba med:24

7. Diwan A, Eberlin KR, Smith RM. The principles and practice of open fracture care. Chinese J Traumatol. 2018;21:187e192

8. Zalavras CG. Prevention of infection in open fractures. Infect Dis Clin N Am 2017;31:339-52

Anda mungkin juga menyukai