Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI PADA ADENOKARSINOMA PARU

Pembimbing :

Dr. dr. Aziza G. Icksan, Sp.Rad (K)

Disusun Oleh :

Frida Ayu Nawangsih

1820211074

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT


PERSAHABATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA
PERIODE 4 NOVEMBER 2019 – 7 DESEMBER 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI PADA ADENOKARSINOMA PARU

Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian

SMF RADIOLOGI RSUP PERSAHABATAN

Disusun Oleh :

Frida Ayu Nawangsih 1820221074

Pembimbing :

Dr. dr. Aziza G Icksan, Sp. Rad (K)

2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang
dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus (karsinoma bronkus/bronchogenic carcinoma) (PNPK Kanker Paru,
2017). Pada 2019 American Cancer Society memperkirakan jumlah penderita
kanker paru di Amerika Serikat mencapai 228.150 kasus baru dengan 116.440 pada
pria dan 66.020 pada wanita dan 142.670 meninggal dunia (American Cancer
Society,2019). Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta
menunjukkan bahwa kanker paru merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan
nomor 4 terbanyak pada perempuan (PNPK Kanker Paru, 2017).
Adenokarsinoma paru adalah kanker paru primer yang paling umum terlihat
di Amerika Serikat dan masuk kedalam bagian dari kanker paru non-sel kecil
(NSCLC) dan memiliki hubungan yang kuat dengan riwayat merokok sebelumnya.
Adenokarsinoma paru biasanya berevolusi dari mukosa kelenjar dan mewakili
sekitar 40% dari semua kanker paru. Adenokarsinoma paru biasanya terjadi di paru
bagian lateral dan dalam banyak kasus dapat ditemukan scars atau area peradangan
kronis. Semakin banyaknya kasus adenokarsinoma paru berhubungan dengan gaya
hidup merokok dan paparan gas yang mengandung zat kimia (Myers et al, 2019).
Radiologi merupakan pemeriksaan penunjang yang penting pada
pendiagnosisan kanker paru. Selain bertujuan untuk menegakan diagnosis
gambaran yang di tunjukan lewat pemeriksaan radiologi dapat menentukan stadium
dan mortalitas yang bertujuan untuk menentukan tatalaksana berikutnya. Semakin
banyaknya kasus kanker paru yang terjadi membuat para klinisi perlu memiliki
pengetahuan yang cukup akan gambaran radiologi yang menunjukan adanya suatu
keganasan paru.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi Paru
Anatomi sistem pernapasan dapat dibagi menjadi 2 bagian utama, anatomi
saluran napas dan anatomi paru.
Anatomi saluran napas dapat dibagi lagi menjadi 2 segmen berikut:
a. Jalan nafas ekstrathoracic (superior), yang meliputi daerah supraglottic, glottic,
dan infraglottic
b. Jalan napas intrathoracic (inferior), yang meliputi trakea, bronkus andalan, dan
beberapa generasi bronkial (yang memiliki fungsi utama konduksi udara ke
permukaan alveolar)
Anatomi paru termasuk parenkim paru, yang membawa bagian dari sistem
konduksi terutama terlibat dalam pertukaran gas di tingkat alveolar. Parenkim paru
dibagi lagi menjadi lobus dan segmen. (Celis, Emedscape, 2017)

Gambar 1 : Anatomi Sitem Pernapasan (American Cancer Society, 2019)

4
II.1.1 Anatomi Makroskopi
a. Trakea
Trakea adalah tabung kartilaginosa dan fibromuskuler yang memanjang dari
aspek inferior kartilago krikoid (level vertebra serviks keenam) ke carina utama
(level vertebra toraks kelima). Panjangnya 3 cm saat lahir dan 10-12 cm pada
orang dewasa (2-4 cm adalah ekstrathoracic dan 6-9 cm intrathoracic).
Diameter trakea sangat bervariasi, mulai dari 13 hingga 25 mm (bidang
koronal) pada pria. Pada wanita, variabilitas masih dicatat, dengan kisaran 10-
21 mm (bidang koronal). Bentuk trakea intrathoracic berubah selama ekspirasi
sebagai akibat dari invaginasi dinding posterior, menyebabkan sebanyak 30%
pengurangan diameter anteroposterior seperti yang terlihat pada pencitraan.
Dinding trakea memiliki 4 lapisan berbeda: mukosa, submukosa, tulang rawan
atau otot, dan adventitia. Dinding trakea posterior tidak memiliki tulang rawan
dan sebaliknya didukung oleh pita tipis otot polos. (Celis, Emedscape, 2017)
b. Bronkus
Bronkus tersusun atas elemen kartilaginosa dan fibromuskuler. Terdapat 2
bronkus utama (kanan dan kiri) dan 3 bronkus lobar (kanan), dengan total 10
bronkus segmental; 2 bronkus lobar ditemukan di sebelah kiri, dengan total 8
bronkus segmental. Tidak ada terminologi yang diterima untuk bronkus
subsegmental. Secara umum, panjang dan diameter saluran udara sentral
bervariasi dari kanan ke kiri. Pasokan vaskular trakea dan pohon bronkial
tergantung pada cabang dari arteri tiroid inferior, arteri interkostal, dan arteri
bronkial (cabang aorta). Arteri-arteri ini (kecuali arteri tiroid) membentuk
pleksus peribronkial yang mengikuti pohon bronkial jauh ke dalam parenkim
paru untuk memasok darah juga ke pleura visceral dan dinding arteri dan vena
pulmonalis (vasa vasorum). (Celis, Emedscape, 2017)

5
Gambar 2: Bronkus (Celis, Emedscape, 2017)
c. Paru
Ada beberapa simetri antara paru kanan dan kiri. Kedua paru dibagi menjadi
lobus. Subunit fungsional dari masing-masing paru disebut segmen dan
memiliki hubungan dekat dengan bronkus segmental yang dijelaskan di atas.
Paru kanan terdiri dari 10 segmen: 3 di lobus kanan atas (apikal, anterior dan
medial), 2 di lobus tengah kanan (medial dan lateral), dan 5 di lobus kanan
bawah (superior, medial, anterior, lateral, dan belakang). Paru kiri terdiri dari 8
segmen: 4 di lobus kiri atas (apicoposterior, anterior, lingula superior, dan
lingula inferior) dan 4 di lobus bawah kiri (superior, anteromedial, lateral, dan
posterior). (Celis, Emedscape, 2017)
d. Pleura
Setiap paru ditutupi oleh pleura visceral, yang menutupi permukaan paru dan
menyusup ke dalam celah lobar. Di dekat hilum dan mediastinum, itu
mencerminkan dan menjadi pleura parietal, yang menutupi permukaan bagian
dalam hemitoraks masing-masing, dan dengan demikian menciptakan ruang
potensial (ruang pleura). Pleura visceral membentuk invaginasi ke kedua paru,
yang disebut fisura. Ada 2 celah lengkap di paru kanan dan 1 celah lengkap
dengan celah tidak lengkap di sebelah kiri (lihat gambar di bawah); ini
memisahkan lobus paru yang berbeda. Pleura juga membentuk ligamentum

6
paru, yang merupakan lapisan ganda pleura yang memanjang caudad sepanjang
mediastinum dari vena pulmonalis inferior ke diafragma. (Celis, Emedscape,
2017)

Gambar 3: Paru (Celis, Emedscape, 2017)


II.1.2 Anatomi Mikroskopik
a. Bronkiolus
Bronkiolus adalah cabang dari bronkus dan memiliki dinding yang lebih
tipis, pada ujung bronkiolus terdapat banyak sekali gelembung-gelembung
kecil yang dinamakan alveolus. Jumlah cabang bronkiolus yang menuju
paru kanan dan kiri tidak sama. Bronkiolus yang menuju paru kanan
mempunyai 3 cabang, sedangkan bronkiolus yang menuju paru sebelah kiri
hanya bercabang 2. Ciri khas bronkiolus adalah tidak adanya tulang rawan
dan kelenjar pada mukosanya, pada bagian awal dari cabang bronkiolus
hanya memiliki sebaran sel globet dan epitel. Secara sederhana dapat
dijelaskan kalau fungsi dari bronkiolus adalah sebagai media yang
menghubungkan oksigen yang kita hirup agar mencapai paru. (Celis,
Emedscape, 2017)

7
b. Alveolus
Setelah udara melewati bronkiolus, udara akan mencapai jalan buntu.
Di jalan buntu inilah alveolus berada. Struktur alveolus bisa
dibayangkan seperti kantung-kantung udara yang berbentuk mirip
seperti segerombol anggur. Permukaan luar alveolus ini dipenuhi oleh
banyak sekali pembuluh kapiler. Hal ini berkaitan dengan fungsi
alveolus yang akan kita bahas nanti. Baik paru kanan maupun paru kiri,
masing-masing memiliki jutaan alveolus. Apabila disatukan, maka
kesemua alveolus ini memiliki luas permukaan sekitar 100 m2. Bagian
dalam alveoulus dilapisi oleh jaringan epitel yang menjaga kelembapan.
Hal ini dikarenakan karena udara (oksigen dan karbon dioksida) yang
akan berdifusi melalui sel epitel ini membutuhkan permukaan yang
basah agar dapat berdifusi. Dari sel epitel ini, oksigen akan diteruskan
menuju pembuluh kapiler sedangkan karbon dioksida memiliki alur
sebaliknya, dari pembuluh kapiler menuju sel epitel. (Celis, Emedscape,
2017)

II.1.3 Sistem Limfatik


Drainase limfatik paru dimulai dengan pembuluh limfatik yang pertama kali
mengalir ke limfatik intraparenchymal dan kelenjar getah bening, kemudian pindah
ke kelenjar getah bening peribronkial (hilar), dan kemudian pindah ke kelenjar
getah bening subcarinal, trakeobronkial, dan paratrakeal. Limfatik akhirnya
berkomunikasi dengan sistem vena melalui batang limfatik bronkomediastinal dan
saluran toraks atau melalui kelenjar getah bening serviks (skalen) inferior. Namun,
beberapa varian drainase limfatik sangat penting untuk dipertimbangkan secara
keseluruhan dalam penyebaran neoplasma paru. (Celis, Emedscape, 2019)

8
Gambar 4: sistem limfatik (Celis, Emedscape, 2017)

Gambar 5: Sistem limfatik (Celis, Emedscape, 2017)

9
II.2 Kanker Paru

II.2.1 Definisi
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang
dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus (karsinoma bronkus/bronchogenic carcinoma) (PNPK Kanker Paru, 2017)
II.2.2 Epidemiologi
Pada 2019 American Cancer Society memperkirakan jumlah penderita
kanker paru di Amerika Serikat mencapai 228.150 kasus baru dengan 116.440 pada
pria dan 66.020 pada wanita dan 142.670 meninggal dunia. Kebanyakan orang
didiagnosa dengan kanker paru rata-rata pada usia 70 tahun. (American Cancer
Society,2019). Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta
menunjukkan bahwa kanker paru merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan
nomor 4 terbanyak pada perempuan, dan merupakan penyebab kematian utama
pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data hasil pemeriksaan di laboratorium
Patologi Anatomik RSUP Persahabatan, lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis
kanker yang didiagnosa adalah kasus kanker paru (PNPK Kanker Paru, 2017)
II.3 Faktor Risiko
Menurut American Cancer Society, 2019 ada beberapa faktor yang menjadi faktor
resiko pada penyakit kanker paru yaitu:
▪ Riwayat Merokok
▪ Paparan zat kimia
▪ Eksposur dari okupasional
▪ Riwayat Kanker paru dari keluarga
▪ Riwayat penyakit paru sebelumnya seperti, PPOK atau pulmonary
fibrosis.
▪ Paparan asap rokok (perokok pasif)

Menurut Sapalidis et al, 2019 adanya fibrosis dan scar tissue dapat memicu
terjadinya malignansi pada paru. Dapat disimpulkan juga bahwa scar tissue yang

10
terbentuk dari perjalanan penyakit PPOK, Idiopathic Pulmonary Fibrosis, dan
Inflasmasi Kronik dapat memicu teradinya kanker paru (Sapalidis et al, 2019)

II.4 Manifestasi Klinis

Kanker paru tidak memiliki gejala klinis yang khas, tetapi batuk, sesak
napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung
sembuh dengan pengobatan biasa pada pasien “kelompok risiko” harus
ditindaklanjuti untuk prosedur diagnosis kanker paru. Gejala yang berkaitan dengan
pertumbuhan tumor langsung misalnya batuk, hemoptisis, nyeri dada dan sesak
napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru. Gejala
lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard,
sindrom vena kava superior, disfagia, sindrom Pancoast, dan paralisis diafragma.
Sindrom Pancoast merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di
sulkus superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakhial sehingga menimbulkan
nyeri pada lengan dan munculnya sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial
anhidrosis). Keluhan suara serak menandakan telah terjadinya kelumpuhan saraf
atau gangguan pada pita suara (PNPK Kanker Paru, 2017)
Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai yaitu penurunan berat
badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, dan demam hilang timbul.
Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala, lemah/parese)
sering terjadi jika terdapat penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang
sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang. Gejala
lainnya yaitu gejala paraneoplastik, seperti nyeri muskuloskeletal, hematologi,
vaskuler, neurologi, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat
bervariasi tergantung pada letak, besar tumor, dan penyebarannya. Pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah
terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga
menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara napas yang
abnormal pada pemeriksaan fisik didapat jika terdapat massa yang besar, efusi
pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan

11
pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan pada
vena kava superior (SVKS). Sindrom Horner sering terjadi pada tumor yang
terletak di apeks (Pancoast tumor). Thrombus pada vena ekstremitas, yang ditandai
dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan gangguan sistem hemostatis
(peningkatan kadar D-dimer), menjadi gejala telah terjadinya bendungan vena
dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang
bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis akan didapat jika kanker
sudah menyebar ke otak atau tulang belakang (PNPK Kanker Paru, 2017).
II.5 Diagnosis
II.5.1 Penegakkan Diagnosis
Kanker paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomik.
II.5.2 Anamnesis
Batuk lama, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, suara serak, sulit/nyeri
menelan yang tidak merespon dengan pengobatan atau penurunan berat badan
dalam waktu singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul, sakit kepala,
nyeri di tulang atau parese, dan pembengkakan atau ditemukannya benjolan di
leher, aksila atau dinding dada. (PNPK Kanker Paru, 2017).
II.5.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup tampilan umum (performance status)
penderita yang menurun, penemuan abnormal pada pemeriksaan fisik paru seperti
suara napas yang abnormal, benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding
dada, tanda pembesaran hepar atau tanda asites, dan nyeri ketok di tulang.
II.5.4 Pemeriksaan Pencitraan
Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien
dengan kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi
lesi dan tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan
penanganan dapat ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan lesi yang dicurigai
sebagai keganasan, maka pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan untuk
mengevaluasi lesi tersebut. CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan
yang penting untuk mendiagnosa, menentukan stadium penyakit, dan menentukan

12
segmen paru yang terlibat secara tepat. CT scan toraks dapat diperluas hingga
kelenjar adrenal untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut. CT
scan kepala/MRI kepala dengan kontras diindikasikan bila penderita mengeluh
nyeri kepala hebat untuk menilai kemungkinan adanya metastasis ke otak.
Pemeriksaan lainnya seperti USG abdomen dilakukan kecuali pada stadium IV,
bone scan dilakukan untuk mendeteksi metastasis ke tulang-tulang, bone survey
dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada, dan PET Scan dilakukan untuk
mengevaluasi hasil pengobatan. (PNPK Kanker Paru, 2017).
II.5.5 Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan patologi anatomi mencakup pemeriksaan sitologi dan
histopatologi, pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis tumor (mis.
TTF-1 dan lain-lain), dan pemeriksaan petanda molekuler, seperti mutasi EFGR,
yang dilakukan apabila fasilitasnya tersedia (PNPK Kanker Paru, 2017).
II.5.6 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, seperti Hb, leukosit, trombosit, serta fungsi hati,
dan fungsi ginjal.
II.5.7 Pemeriksaan Khusus
Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis kanker paru.
Prosedur ini dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor
intraluminal dan mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan
histopatologi, sehingga diagnosis dan stadium kanker paru dapat ditentukan. Salah
satu metode terkini adalah bronkoskopi fleksibel yang dapat menilai paru hingga
sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan kadang hingga derajat ke-enam.
Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi dan histologi didapat melalui
bilasan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi bronkus. Prosedur ini dapat
memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru dengan tepat, terutama kanker
paru dengan lesi pada regio sentral. Kontraindikasi prosedur bronkoskopi ini yaitu
hipertensi pulmoner berat, instabilitas kardiovaskular, hipoksemia refrakter akibat
pemberian oksigen tambahan, perdarahan yang tidak dapat berhenti, dan
hiperkapnia akut. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pneumotoraks dan
perdarahan.

13
Bila tersedia, pemeriksaan Endobrachial Ultrasound (EBUS) dapat
dilakukan untuk membantu menilai kelenjar getah bening mediastinal, hilus,
intrapulmoner juga untuk penilaian lesi perifer dan saluran pernapasan, serta
mendapatkan jaringan sitologi dan histopatologi pada kelenjar getah bening yang
terlihat pada CT scan toraks maupun PET CT scan.
Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy/TTB) merupakan tindakan biopsi
paru transtorakal yang dapat dilakukan tanpa tuntunan radiologic (blinded TTB)
maupun dengan tuntunan USG (USG-guided TTB) atau CT scan toraks (CT-guided
TTB) untuk mendapatkan sitologi atau histopatologi kanker paru. Tindakan biopsi
lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar untuk pembesaran kelenjar getah bening,
maupun biopsi pleura dapat dilakukan bila diperlukan. (PNPK Kanker Paru, 2017).
II.5.8 Pemeriksaan Lainnya
Pleuroscopy dilakukan untuk melihat masalah intrapleura dan
menghasilkan spesimen intrapleura untuk mendeteksi adanya sel ganas pada cairan
pleura yang dapat merubah stadium dan tatalaksana pasien kanker paru. Jika hasil
sitologi tidak menunjukkan adanya sel ganas, maka penilaian ulang atau CT scan
toraks dianjurkan. Mediastinoskopi dengan VATS kadang dilakukan untuk
mendapatkan spesimen, terutama penilaian kelenjar getah bening mediastinal,
dantorakotomi eksplorasi dilakukan sebagai modalitas terakhir, jika dengan semua
modalitas lainnya tidak ditemukan sel ganas. (PNPK Kanker Paru, 2017)
II.6 Klasifikasi kanker paru
Klasifikasi kanker paru menurut WHO berdasarkan histopatologi tahun 2015
adalah ssebagai berikut;

14
Tabel 1: Klasifikasi Kanker Paru berdasarkan Histopatologi dari WHO (2015)

15
II.7 Stadium Kanker paru
Stadium kanker menurut WHO tahun 2017 edisi ke 8 sebagai berikut;

Tabel 2: Stadium Kanker paru (World Journal Radiology, Kay FU et al, 2017)

16
Tabel 3: Survival 5 years per T WHO 2017 (World Journal Radiology, Kay FU et
al, 2017)

Tabel 4: Survival 5 years per N WHO 2017 (World Journal Radiology, Kay FU et
al, 2017)

Tabel 5: Median Survival per M WHO 2017 (World Journal Radiology, Kay FU
et al, 2017)

Tabel 6: Stadium kanker paru WHO 2017 (World Journal Radiology, Kay FU et
al, 2017)
17
II. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari kanker paru antara lain tumor mediastinum,
metastasis tumor di paru, dan tuberculoma.
II.9 Penatalaksanaan
Manajemen terapi untuk kanker paru dibagi dua, untuk kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell carcinoma) dan kanker paru jenis karsinoma
sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma). Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil
(KPKBSK) Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari beberapa jenis, yaitu
karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma, karsinoma sel besar (KSB), dan jenis lain
yang jarang ditemukan.
II.9.1 Kebijakan umum pengobatan KPKBSK
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas penanganan
yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target. Pendekatan penanganan
dilakukan secara integrasi multidisiplin.
a. Bedah
Modalitas ini adalah terapi utama untuk sebagian besar KPKBSK, terutama
stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi
neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi,
segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi yang
menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada pasien dengan
komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, dilakukan
pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru. Kini, reseksi sublobaris
sering dilakukan bersamaan dengan VATS.
b. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker paru.
Dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK), radioterapi dapat
berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan, ajuvan maupun paliatif.

18
c. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvan pada stadium dini, atau
sebagai adjuvan pasca pembedahan. Terapi adjuvan dapat diberikan pada KPKBSK
stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat
diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik (Karnofsky
>60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapiterbesar adalah sebagai terapi paliatif
pada pasien dengan stadium lanjut.

II.8 Adenokarsinoma Paru


II.8.1 Definisi
Adenokarsinoma paru adalah kanker paru primer yang paling umum terlihat
di Amerika Serikatdan masuk kedalam bagian dari kanker paru non-sel kecil
(NSCLC) dan memiliki hubungan yang kuat dengan riwayat merokok sebelumnya.
Adenokarsinoma paru biasanya berevolusi dari mukosa kelenjar dan mewakili
sekitar 40% dari semua kanker paru. Adenokarsinoma paru biasanya terjadi di paru
bagian lateral dan dalam banyak kasus dapat ditemukan scars atau area peradangan
kronis. (Myers et al, 2019)

II.8.2 Etiologi
Sejauh ini, faktor risiko utama untuk kanker paru, termasuk
adenokarsinoma, adalah merokok tembakau. Karena banyak kandungan karsinogen
dalam asap tembakau, baik melalui paparan primer atau sekunder dan
meningkatkan risiko sebanding dengan jumlah paparan (frekuensi paparan). Faktor
risiko lain diantaranya, riwayat keluarga dengan kanker paru, atau paparan
pekerjaan terhadap agen lain seperti silika, asbes, radon, logam berat, dan asap
diesel, meskipun ini kurang lazim. Mutasi genetik yang dihasilkan pada gen p53
adalah penyebab paling sering dari tumorigenesis di NSCLC dalam 52% kasus.
(Myers et al, 2019)
II.8.3 Epidemiologi
Selama 4 dekade terakhir, telah terjadi peningkatan adenokarsinoma paru
pada wanita, dan ini telah dikaitkan dengan merokok. Usia rata-rata diagnosis

19
adenokarsinoma para adalah 71 tahun, dan kanker khusus ini sangat jarang terjadi
sebelum usia 20 tahun. Dalam 2 dekade terakhir, adenokarsinoma telah
menggantikan kanker sel skuamosa paru sebagai non-kecil yang paling umum
kanker sel. (Myers et al, 2019)
II.8.4 Patofisiologi

Adenokarsinoma paru diklasifikasikan menjadi 4 jenis: adenokarsinoma in


situ (AIS), invasif minimal adenokarsinoma (MIA), adenokarsinoma invasif, dan
varian adenokarsinoma. Dari ke empat jenis tersebut AIS dan MIA memiliki hasil
yang lebih baik ketika direseksi lebih awal. Penyebaran lokal dapat terjadi ke
pleura, diafragma, perikardium, atau bronkus dengan penyakit lanjut menyebar ke
mediastinum, pembuluh darah besar, trakea, kerongkongan, tulang belakang, atau
lobus yang berdekatan. Metastasis Kelenjar getah bening terjadi pada kelenjar
getah bening peribronkial sebelum pindah ke nodus mediastinum atau subcarinal
dan kemudian paru kontralateral. Metastasis jauh akan memperlihatkan ekstensi ke
lobus kontralateral, nodul pleura, efusi maligna atau efusi perikardial, atau tempat
yang jauh seperti otak, tulang, atau hati. Pada perjalanan penyakitnya, NSCLC,
yang memiliki mutasi pada reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR), yang
membuat mereka peka terhadap inhibitor tirosin kinase dan limfoma kinase
anaplastik (ALK) sebagai pengaturan ulang fusi onkogen. (Myers et al, 2019)

20
BAB III
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
III. 1 Pemeriksaan Pencitraan Pada Kanker Paru
Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien
dengan kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi
lesi dan tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan
penanganan dapat ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan lesi yang dicurigai
sebagai keganasan, maka pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan untuk
mengevaluasi lesi tersebut. CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan
yang penting untuk mendiagnosa, menentukan stadium penyakit, dan menentukan
segmen paru yang terlibat secara tepat. CT scan toraks dapat diperluas hingga
kelenjar adrenal untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut. CT
scan kepala/MRI kepala dengan kontras diindikasikan bila penderita mengeluh
nyeri kepala hebat untuk menilai kemungkinan adanya metastasis ke otak.
Pemeriksaan lainnya seperti USG abdomen dilakukan kecuali pada stadium IV,
bone scan dilakukan untuk mendeteksi metastasis ke tulang-tulang, bone survey
dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada, dan PET Scan dilakukan untuk
mengevaluasi hasil pengobatan. (PNPK Kanker Paru, 2017).
III.2 Gambaran Foto Thoraks Adenokarsinoma Paru
Pada radiografi dada, temuan karsinoma paru non-sel kecil bervariasi dan
dipertimbangkan dalam diagnosis banding dari banyak gangguan. Temuan paling
umum adalah stenosis bronkial, hiperlucensi regional, massa hilar, nodul paru
soliter , pneumonia yang tidak sembuh, keterlibatan struktur yang berdekatan,
dan keterlibatan nodus limfa mediastinum. Biopsi jarum transtorasik perkutan
(PTNA) digunakan untuk diagnosis kanker paru. Radiografi toraks
direkomendasikan pada interval 1 dan 4 jam setelah biopsi dilakukan, kecuali jika
pasien tampak hipoksemik atau tidak stabil, dalam hal ini radiografi toraks harus
dilakukan segera. Pneumotoraks kecil atau asimptomatik dapat diikuti pada
interval 2-4 jam dengan radiografi dada ulang. Jika pneumotoraks tetap stabil dan
pasien tidak menunjukkan gejala, drainase tabung dada tidak diperlukan. (Sharma,
2019)

21
a. Stenosis bronkial
Stenosis bronkial dan perubahan pascainenotik sering terjadi, karena
sebagian besar NSCLC menunjukkan pertumbuhan
intraluminal. Penyempitan bronkus utama atau cutoff total dapat
diidentifikasi pada foto thoraks. Lesi endobronkial umumnya mengarah
ke atelektasis parsial atau lengkap dan merupakan tanda paling umum
dari karsinoma bronkogenik. Obstruksi endobronkial lengkap kadang-
kadang dapat menghasilkan impaksi mukoid distal, yang dapat terlihat
pada foto polos sebagai opacity tubular atau bercabang. Atelektasis
segmen, lobus, atau seluruh paru dapat terjadi. Tanda-tanda radiografi
termasuk kekeruhan tidak teratur dalam distribusi lobar atau
segmental. Hilangnya volume paru dapat terlihat, serta perpindahan
celah interlobar, mediastinum, diafragma, dan tulang rusuk. Pneumonia
postobstruktif dapat diidentifikasi dalam distribusi segmental atau
lobar. Pada pasien dengan pneumonia berulang, dapat dicurigai sebagai
karsinoma paru. (Sharma, 2019)
b. Hiperlucenci regional
Lesi endobronkial mengurangi ventilasi meskipun volume udara
normal atau meningkat. Akibatnya, vasokonstriksi hipoksia
mengurangi perfusi, dipandang sebagai hiperlucensi pada radiografi
dada. (Sharma, 2019)
c. Massa hilar
Karsinoma paru sentral memanifestasikan opacity ditambahkan di
daerahhilar. Pada tahap awal, tumor dapat mengisi konkavitas lateral
bayangan hilar, dan pada stadium lanjut, semua struktur hilar dapat
hilang. Infiltrasi limfatik dengan karsinoma bronkogenik dapat
ditunjukkan sebagai kekeruhan linear yang memancar dari massa hilar
ke pinggiran paru. (Sharma, 2019)

22
d. Nodul paru soliter
Nodul paru soliter mungkin relatif terpinggirkan dan muncul
sebagai opacity paru membulat. Dilaporkan, nodul paru soliter jinak
pada sebanyak 60% pasien dalam beberapa seri. Semua pola kalsifikasi
kecuali kalsifikasi eksentrik atau tersebar (dibintikan) dikaitkan dengan
lesi jinak. Pengadaan dan identifikasi lesi pada foto thoraks sebelumnya
sangat penting. Ini dapat membantu menetapkan interval waktu
permulaan munculnya untuk nodul. Waktu penggandaan (doubling
time) 30-365 hari biasanya dikaitkan dengan keganasan.
Tanda-tanda keganasan lainnya menurut Sharma, 2019 yang mungkin,
meliputi:
▪ Diameternya lebih dari 3 cm
▪ Margin tidak jelas atau berspekulasi
▪ Ringler notch sign (Ringler notch sign yang berhubungan dengan
suplai pembuluh darah)
▪ Kavitas dengan dinding tebal
▪ Kalsifikasi eksentrik
e. Pneumonia yang tidak sembuh
Konsolidasi homogen atau tambalan yang tidak jelas dalam
distribusi segmental atau nonsegmental dapat menjadi indikasi karsinoma
paru. Pasien dengan temuan ini sering dirawat awalnya untuk
pneumonia; kurangnya respons terhadap terapi antibiotik menunjukkan
diagnosis keganasan. (Sharma, 2019)
f. Keterlibatan struktur yang berdekatan
Tanda-tanda tidak langsung keterlibatan struktur yang berdekatan
juga dapat ditemukan. Karsinoma paru dapat melibatkan struktur toraks di
sekitarnya, yang sering menunjukkan bahwa tumor tidak dapat direseksi.
Temuan meliputi:
▪ Lesi osteolitik dan fraktur patologis tulang rusuk dan vertebra

23
▪ Keterlibatan saraf frenik menyebabkan kelumpuhan diafragma dan
menunjukkan peningkatan ipsilateral diafragma yang terlibat
▪ Efusi pleura sekunder akibat keterlibatan pleura viseral atau
obstruksi limfatik (konfirmasikan adanya efusi ganas menggunakan
thoracentesis. (Sharma, 2019)
g. Pembesaran kelenjar getah bening mediastinum
Metastasis ke paratrakeal, trakeobronkial, peribronkial,
aortopulmoner, dan kelenjar getah bening subcarinal dapat diidentifikasi
pada radiografi dada. Tanda-tanda radiografi termasuk mediastinum yang
melebar, peningkatan garis paratrakeal kanan, margin cembung dari
mediastinum, tidak adanya cekung pada jendela aortopulmonary, dan
merentangnya carina (Sharma, 2019)

Lesi sentral yang besar Efusi pleura kiri pada


didiagnosis sebagai kanker paru (Sharma,
karsinoma sel non-kecil 2019)
(Sharma, 2019)

24
Lobus kanan atas runtuh
dengan Golden S sign
Lesi lobus kanan atas
menandakan adanya deviasi
didiagnosis sebagai
fissura disekitar tumor.
adenokarsinoma pada biopsi
(Sharma, 2019)
perkutan. (Sharma, 2019)

Lesi lobus kanan atas


didiagnosis sebagai
adenokarsinoma pada
biopsi perkutan.

25
Kavitasi pada lobus Opacity pada lobus kanan
kanan bawah pada bawah dengan irregular
kanker paru (Sharma, round. (Sharma, 2019)
2019)

III.3 Gambaran CT- Scan Pada Adenokarsinoma Paru


Pemindaian CT thorax berperan ganda dalam evaluasi pasien dengan
karsinoma bronkogenik. Ini termasuk skrining kanker paru, evaluasi nodul paru
soliter, dan staging. CT scan digunakan secara luas untuk menentukan
NSCLC; Namun, staging CT menyebabkan staging yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah pada sekitar 40% pasien. CT scan memainkan peran penting dalam
pemeriksaan nodul paru soliter . CT scan juga dapat membantu menegakkan
diagnosis spesifik pada beberapa pasien. CT densitometri dapat membantu
membedakan antara lesi jinak dan ganas. Nodul perifer dengan batas yang tidak
jelas, tidak teratur, dan berspatulasi, merupakan tanda keganasan pada lebih dari
90% pasien. Selain itu, temuan bronkogram udara dan pseudocavitation (focal
lucency) terlihat lebih umum pada nodul ganas. Kavitasi, ditunjukkan pada gambar
di bawah, mungkin merupakan fitur lesi ganas dan jinak. (Sharma, 2019)

26
Gambar CT scan menunjukan kavitasi pada Adenokarsinoma paru (Sharma,
2019)
Ketebalan rongga dinding mungkin membantu dalam membedakan antara lesi jinak
dan ganas. Dinding kurang dari 1 mm menunjukkan lesi jinak pada 95% pasien, dan
ketebalan dinding lebih dari 15 mm menunjukkan lesi ganas pada lebih dari 80% pasien.
(Sharma, 2019)

Gambaran CT-Scan paru menunjukan ground glass nodule 0.8 cm pada wanita 45 tahun
dengan adenokarsinoma in situ di paru kanan atas tanpa penyebaran ke limfovaskular
(Fheng, 2019)

27
Gambaran CT-Scan Pada Adenokarsinoma Paru (Khalil et al, 2016)

III.4 Gambaran MRI Pada Adenokarsinoma Paru


MRI adalah modalitas pencitraan dengan beberapa keuntungan, termasuk
kurangnya radiasi pengion, kemampuan untuk gambar struktur vaskular tanpa media
kontras, kemampuan untuk gambar di bidang apa pun, dan resolusi kontras yang
superior. MRI tidak berguna sebagai alat pencitraan awal, tetapi mungkin lebih unggul dari
CT dalam evaluasi invasi lokal dan deteksi limfadenopati hilar. Secara khusus, MRI
berguna dalam evaluasi tumor paru apikal atau sulkus superior. Invasi pleksus brakialis,
pembuluh subklavia, dan badan vertebral yang berdekatan dapat ditunjukkan dengan
MRI. Dibandingkan dengan teknik lain, MRI mungkin sedikit lebih akurat dalam
mendeteksi ekstensi tumor ekstranodal ke mediastinum. (Sharma, 2019)
Kemampuan multiplanar MRI memungkinkan evaluasi yang lebih akurat dari
kelenjar getah bening hilar, kelenjar getah bening jendela aortopulmonary, dan kelenjar
getah bening daerah subcarinal daripada pemindaian CT. Selain itu, MRI dapat membantu
dalam mengidentifikasi hubungan tumor dengan arteri paru sentral, aorta, carina, dan
bronkus utama. MRI tergantung pada kriteria ukuran untuk deteksi metastasis
mediastinum. MRI terbatas dalam mendeteksi kelenjar getah bening kecil yang
mengandung deposit mikroskopis. MRI lebih unggul dalam mendeteksi invasi dinding
dada, tubuh vertebral, pembuluh darah subklavia, dan pleksus brakialis. Untuk mendeteksi
invasi dinding dada, sensitivitas sekitar 90% dan spesifisitas 96-100% telah dilaporkan.
MRI tidak dapat menggambarkan kalsifikasi. Pembuluh darah dengan aliran rendah dapat
salah didiagnosis sebagai kelenjar getah bening atau massa. Pernafasan atau gerakan lain

28
dapat menyebabkan gambar kabur, yang menyebabkan diagnosis limfadenopati tidak
terjawab. (Sharma, 2019)

III. 5 Gambaran Staging pada Adenokarsinoma Paru


Staging pada adenokarsinoma sangat penting untuk menentukan tatalaksana
selanjutnya dan prognosis kedepannya untuk pasien dengan karsinoma paru. Gambaran
radiologi berperan sangat penting guna menentukan staging yang tepat pada pasien. WHO
telah mengeluarkan pedoman edisi ke 8 di tahun 2017 guna menentukan staging yang tepat
bagi pasien.
II.5.1 Tumor
a. T1
Klasifikasi baru membagi kanker paru T1 ukur ≤ 3 cm menjadi lesi T1a, T1b,
T1c berdasarkan cutoff ukuran khusus . Penyebaran yang dangkal tumor di
saluran udara sentral diklasifikasikan sebagai T1a, terlepas dari lokasinya.
Karsinoma in situ diklasifikasikan sebagai Tis dan berlaku untuk
adenokarsinoma dan sel skuamosa karsinoma. Adenokarsinoma invasif
minimal diklasifikasikan sebagai T1a (mi) ketika komponen invasif adalah ≤ 5
mm dan komponen lepid noninvasif adalah ≤ 3 cm. (Kay U et al, 2017)

Gambar Ilustrasi T1 (Kay U et al, 2017)

29
b. T2

Kanker paru T2 berukuran> 3 dan ≤ 5 cm, dan dibagi lagi menjadi T2a dan T2b
menggunakan cutoff 4cm .Fitur tambahan dalam klasifikasi T2 baru termasuk
keterlibatan bagian mana pun dari bronkus utama, (tetapi tidak melibatkan)
carina. Setelah menyesuaikan ukuran tumor, atelektasis parsial atau lengkap,
dan pneumonitis sekunder akibat invasi saluran udara, ini fitur masih
menunjukkan prognosis yang lebih baik daripada tumor T3 dengan deskriptor
yang berbeda. Keterlibatan lemak hilar paru adalah diklasifikasikan sebagai T2
dalam 8 th TNM, seperti halnya tumor yang melibatkan pleura visceral. Namun,
keterlibatan suatu struktur oleh tumor yang memanjang dari metastasis nodul
(mis., kiri saraf laring rekuren yang terlibat oleh aortopulmonary metastasis
window node) tidak dianggap sebagai keterlibatan klasifikasi T. (Kay U et al,
2017)

Gambar Ilustrasi T2 (Kay U et al, 2017)

c. T3

Untuk kategori T3, analisis database baru menunjukkan bahwa tumor


berukuran> 5 dan ≤ 7 cm, memisahkan nodul tumor pada lobus yang sama
dengan lesi primer, dan invasi struktur seperti dinding dada, saraf frenikus, dan
perikardium parietal telah merevisi pementasan TNM stadium kanker paru
tingkat kelangsungan hidup 5 tahun yang serupa. Oleh karena itu, kriteria ini
dijelaskan dalam kategori T3. Sejak keterlibatan perikardium parietal

30
diklasifikasikan sebagai T3, invasi lemak di atasnya perikardium harus
diklasifikasikan T3 daripada T4. (Kay U et al, 2017)

Gambar Ilustrasi T3 (Kay U et al, 2017)

Gambar CT scan pada Karsinoma Paru, (Kay U et al, 2017)

31
Gambar CT scan pada Karsinoma Paru, (Feng, 2019)

III.5.2 Nodes (Kelenjar Getah Bening)

Keterlibatan nodus hilar peribronkial dan / atau ipsilateral, serta nodus


intrapulmoner, termasuk keterlibatan langsung diklasifikasikan sebagai N1. Keterlibatan
node mediastinum ipsilateral dan / atau node subcarinal diklasifikasikan sebagai N2.
Keterlibatan nodus mediastinum / hilar kontralateral atau nodus supraklavikula / skalen
ipsilateral / kontralateral diklasifikasikan sebagai N3. Telah disarankan bahwa
penambahan jumlah node yang terlibat di lokasi N1 dan N2 dan ada atau tidak adanya
lompatan metastasis dapat meningkatkan signifikansi prognostik dari lokasi anatomi dari
node yang terlibat. (Kay U et al, 2017)

32
Gambar PET- CT nodule pada karsinoma paru (Kay U et al, 2017)

III.5.3 Metastasis

Dari revisi ke 8th Staging Kanker Paru sistem staging TNM didasarkan pada
perbedaan signifikan dalam kelangsungan hidup pasien dan termasuk perubahan signifikan
pada deskriptor M: M0M1 (M1 dengan subkategori M1a, M1b,M1c) M1a belum berubah
dan terdiri metastasis intrathoracic termasuk kontralateral nodul tumor paru, metastasis
pleura / perikardial efusi / nodul dan kombinasi multipel dari deskriptor M1a ini. Namun,
metastasis ekstrathoraks penyakit telah dipecah menjadi komponen M1b dan M1c
berdasarkan metastasis tunggal atau ganda karena signifikan perbedaan dalam
kelangsungan hidup di antara kategori-kategori ini. Sebuah lesi metastasis tunggal yang
melibatkan satu lesi organ jauh sekarang diklasifikasikan sebagai kategori M1b. Karena
itu, deskriptor M1b baru termasuk lesi metastasis tunggal di berbagai organ seperti otak,
hati, tulang, kelenjar getah bening yang jauh atau peritoneum, kulit, dan adrenal. Di sisi
lain kategori M1c adalah kategori dengan banyak metastasis, terlepas dari apakah dalam
satu organ jauh atau beberapa organ jauh, sekarang diklasifikasikan sebagai kategori.

33
Gambar Ilustrasi Metastasis (Kay U et al, 2017)

Gambaran CT Scan: Metastasis pada Karsinoma Paru (Kay U et al, 2017)

34
BAB IV
KESIMPULAN

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup


keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang
dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus (karsinoma bronkus/bronchogenic carcinoma) (PNPK Kanker Paru,
2017).
Radiologi merupakan pemeriksaan penunjang yang penting pada
pendiagnosisan kanker paru. Selain bertujuan untuk menegakan diagnosis
gambaran yang di tunjukan lewat pemeriksaan radiologi dapat menentukan
stadium, mortalitas, dan prognosis yang bertujuan untuk menentukan tatalaksana
berikutnya. Semakin banyaknya kasus kanker paru yang terjadi membuat para
klinisi perlu memiliki pengetahuan yang cukup akan gambaran radiologi yang
menunjukan adanya suatu keganasan paru guna mempercepat tindakan dan
memperpanjang harapan hidup pasien.

35
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society, 2019 About Lung Cancer

Celis Eduardo, 2017 Lung Anatomy, Emedicine- Medscape

Feng et al, 2019 Diagn Interv Radiology Turkish Society of Radiology 2019 The new 8
TNM staging system of lung cancer and its potential imaging interpretation pitfalls
and limitations with CT image demonstrations

Myers et al 2019 Lung Adenocarcinoma NCBI Bookshelf. A service of the National


Library of Medicine, National Institutes of Health. Lung Adenocarcinoma

Kay U et al, 2017 Revisions to the Tumor, Node, Metastasis staging of lung cancer
(8thedition): Rationale, radiologic findings and clinical implications World J
Radiol 2017 June 28; 9(6): 253-294

Khalil et al , 2016 Contribution of magnetic resonance imaging in lung cancer imaging,


Diagnostic and Interventional Imaging Volume 97, Issue 10, October 2016, Pages
991-1002
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Paru, 2017 Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia

Sapalidis et al, 2019 Scar tissue to lung cancer; pathways and treatment Journal oF
Cancer. 2019; 10(4): 810–818

Sharma, 2019 Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) Imaging , Emedicine – Medscape

36

Anda mungkin juga menyukai