Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ayu Mailiza Wanzira

Nim : 180105067

A. Pengertian Perang
Perang dalam bahasa Arab disebut qital (membunuh), gozhwah (peperangan
yang dipimpin oleh panglima perang secara langsung), harb, (perlawanan secara fisik)
Sedangkan secara Istilah, menurut Clauzzewits dalam diktumnya menyatakan bahwa
perang adalah politik yang dilanjutkan dengan cara lain.1 Dalam Islam perang diartikan
sebagai qitalu al-kuffari fi sabilillahi li i’lai kalimatillah, yaitu “memerangi orang-orang
kafir dijalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat Allah”.2

B. Kode Etik Perang


1. Tidak boleh membunuh anak-anak, wanita, orang tua renta dan lain-lain seperti:
Melindungi nyawa orang-orang lemah dari pihak musuh, serta tidak menyiksa
mereka. Golongan orang-orang lemah yang dimaksud seperti kaum wanita, anak-
anak, kaum lelaki yang telah tua renta, orang-orang yang cacat fisik, rahib-rahib dan
biarawan-biarawan yang mengurung diri dalam tempat peribadatan mereka, serta
golongan orang-orang lemah lain yang seperti mereka. Islam melarang membunuh
mereka dalam peperangan, selama mereka tidak turut andil di dalamnya dengan
senjata, atau bantuan fisik, atau pendapat, atau pengarahan, atau pengobaran
semangat atau taktik.

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Muhammad bin Rumh
keduanya berkata; telah mengabarkan kepada kami Al Laits. (dalam riwayat lain
disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan
kepada kami Laits dari Nafi' dari Abdullah bahwa dalam salah satu peperangan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditemukan jasad seorang wanita, maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun melarang pembunuhan wanita dan anak-
anak."3

1
Debby M. Nasution, Kedudukan Militer dalam Islam, h. 1
2
Yuana Ryan Tresna, Muhammad on the Art of War, Menejemen Strategi Dibalik Kemenangan Rasulullah,
(Bandung, Progressio, 2007), h. 7.
3
M. Faiz Almath. Seribu Seratus Hadis Terpilih: Sinar Ajaran Muhammad. Jakarta: Gema Insani Press. 1998

1
2. Larangan mencincang jasad korban yang telah tewas
Tidak boleh merusak jasad musuh. Yakni musuh yang telah mati terbunuh, tidak
boleh dicacati, apakah dengan dicongkel matanya, dipotong hidungnya,
kemaluannnya dan lain-lainnya walaupun dengan alasan menghinakan orang kafir.
Semua itu dilarang dalam Islam. Ibnu Ishaq menuturkan, Rasulullah keluar berperang
pada perang Uhud, menurut riwayat yang sampai kepadaku, beliau mencari-cari
Hamzah bin Abdul Muthalib, dan akhirnya beliau menemukan jasadnya di tengah
lembah, perutnya telah dibelah, dan diambil hatinya serta disayat-sayat hingga berurai
isinya, hidung dan telinganya dipotong. Muhammad bin Ja’far bin Az-Zubair
menceritakan kepadaku, bahwa ketika Rasulullah melihat perbuatan yang sangat sadis
itu, maka berkatalah beliau,
“Kalaulah tidak mengingatakan kesedihan Shafiyah dan khawatir akan menjadi
sunnah (tradisi yang jadi ikutan) sepeninggalku, tentu aku akan membiarkannya
sehingga berpindah ke perut binatang buas dan burung pemakan bangkai. Dan
sekiranya Allah memenangkanku atas kaum Quraisy di satu peperangan, pasti aku
akan mencincang 30 orang diantara mereka.”

3. Membunuh diri sendiri untuk menutup kesalahan/karena tidak sanggup menahan


luka.
Orang yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat, maka di hari kiamat dia akan
di adzab dengan benda tersebut. Rasulullah bersabda: Dan barangsiapa bunuh diri
dengan sesuatu ketika di dunia, maka dia di azab pada hari kiamat dengannya.
(Muttafaqun ‘alaihi). Bunuh diri tetap diharamkan walaupun dengan alasan jihad.

4. Memenuhi janji dan kesepakatan yang telah dijalin antara kaum Muslimin dan kaum
kufar, serta tidak melanggar dan tidak berlaku khianat.
Tidak mengingkari perjanjian yang telah dibuat antara kaum muslimin dengan orang
kafir, kecuali jika mereka yang mulai melanggarnya, seperti perjanjian antara kaum
muslimin dan Yahudi di Madinah, atau perjanjian Hudaibiyah antara kaum muslimin
dan kaum musyrikin Qurais dan sekutuya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dan
para shahabatnya tidak melanggar perjanjian Madinah hingga kaum Yahudi Bani
Quraidah berkhianat. Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dan para
shahabatnya tidak melanggar perjanjian Hudaibiyah hingga musyrikin Quraisy sendiri
yang membatalkannya.

5. Larangan Ghulul
Ghulul adalah mengambil sesuatu dari harta rampasan perang atau menilap sesuatu
dari padanya tanpa izin Imam, sebelum dibagikan kepada mereka yang berhak
menerimanya. Perbuatan ini termasuk dosa besar. Dilarang mencuri rampasan perang

2
Maksudya yaitu mengambil rampasan perang untuk pribadinya sebelum dibagi secara
syar’i oleh komandannya.

6. Larangan Membuat kerusakan


Aksi terorisme telah membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menghancurkan
berbagai fasilitas umum. Perbuatan mereka telah menimbulkan kerusakan dalam
berbagai segi. Allah sangat membenci orang yang berbuat kerusakan di muka bumi,
baik dengan pembunuhan, pengeboman, pengrusakan, penghacuran, dan lain-lain.
Pengecualiannya Seperti membakar, merobohkan (bangunan), menebang pepohonan,
membantai binatang ternak bukan untuk dimakan, kecuali jika komandan pasukan
melihat dalam perkara tersebut terdapat maslahat yang besar, seperti melemahkan hati
musuh, menjatuhkan moral mereka, membuat mereka putus asa dan hina. Maka
sesungguhnya yang demikian itu dibolehkan.

7. Berlaku keras dalam perang dan belas kasih di waktu damai


erlaku keras dalam perang melawan orang-orang kafir ketika mereka diperangi, dan
bersikap adil serta lembut terhadap mereka di waktu damai. Sebab dalam kondisi
berperang, haruslah berlaku keras, kejam dan bengis untuk menggentarkan dan
menyiutkan nyali musuh, untuk menakut-nakuti mereka, mencerai-beraikan mereka,
dan merusak moral mereka, sehingga mereka dapat dikalahkan. Serta membuat gentar
siapa saja yang terbetik dalam hatinya keinginan untuk memerangi kaum Muslimin.
Adapun dalam keadaan damai, dalam keadaan orang-orang kafir berdamai dengan
kaum Muslimin, maka sudah selayaknya untuk berlaku adil, lembut dan baik kepada
mereka, berharap akan ke-Islaman mereka dan mengangankan keimanan mereka.4

4
Kahar Masyhur, Bulughul Maram, Hadits Jihad, Jakarta: Pustaka Al-Hidayah: 2008. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
2004

Anda mungkin juga menyukai