Nama Penulis :
1. Dewi Santika
2. Mamira Alda Sabilla
3. Vanesza Patricia Villanuega
Email :
1. dewisbaru@gmail.com
2. mamiraalda@gmail.com
3. vaneszavillanuega@gmail.com
1. 191742028152665
2. 191742028152670
3. 191742028152638
Dewi Santika
SDN Genengan 02
SMPN 1 Kepanjen
SMKN 1 Malang
SMKN 11 Malang
As a Muslim is obliged to carry out the 4th Pillar of Islam, namely Fasting As
instructed by Allah SWT, by following and exemplifying the teachings of the
Prophet Muhammad SAW. Ramadan fasting can foster gratitude, compassion,
and help fellow human beings, and by fasting then one gets a Reward and Ridho
from Allah SWT. Ramadan is a month of glory and blessings for a Muslim to
multiply worship and other righteous practices. The book written by the Scholars
on Fasting and I'tikaf taken from history, the holy book of the Qur'an and the
comparison of several mahzab that exist.
Keywords
Abstrak
Sebagai seorang muslim wajib melaksanakan Rukun Islam Ke-4 yaitu Ibadah
Puasa sebagaimana yang di perintahkan oleh Allah SWT, dengan mengikuti dan
meneladani ajaran Nabi Muhammad SAW. Puasa Ramadhan dapat
menumbuhkan rasa syukur, kasih sayang, dan tolong menolong sesama
manusia, serta dengan berpuasa maka seseorang mendapatkan Pahala serta
Ridho dari Allah SWT. Bulan Ramadhan merupakan bulan kemuliaan dan
keberkahan bagi seorang muslim untuk memperbanyak Ibadah, bertaubat serta
amalan-amalan sholeh lainnya. Buku yang ditulis Para Ulama mengenai Puasa
dan I‟tikaf yang diambil dari sejarah, kitab suci Al-Qur‟an maupun perbandingan
dari beberapa mahzab yang ada.
Kata Kunci
Definisi Puasa, Rukun Puasa, Syarat Wajib Puasa, Lailatul Qadar dan I‟tikaf.
Pendahuluan
Bulan Ramadhan atau bulan yang penuh kemuliaan dan keberkahan ini selalu
dinantikan seorang muslim untuk melakukan Ibadah Puasa Wajib Ramadhan
dengan mensucikan hati, jiwa, pikiran, memperbanyak amalan sholeh serta
saling berbagi kebahagiaan agar terciptanya rasa syukur terhadap apa yang
dimiliki saat ini. Dengan berpuasa, seseorang dilatih untuk menjaga hawa nafsu,
syahwat dan kesabaran dengan semata-mata mengharap Ridho dari Allah SWT.
Tidak hanya berpuasa, ada amalan lain yang tepat dilakukan dibulan suci ini
yaitu I‟tikaf dengan berdiam dan bertaubat pada sesuatu yang baik secara terus
menerus.
A. Definisi Puasa
Arti shaum (puasa) dalam bahasa Arab adalah menahan diri dari sesuatu.
Shaama 'anil kalaam artinya menahan diri dari berbicara. Allah Ta'ala berfirman
tentang Maryam,
Artinya, puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat
kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh
(seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu-yaitu sejak terbitnya
fajar kedua (yakni fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari-yang dilakukan
oleh orang tertentu yang memenuhi syarat-yaitu beragama Islam, berakal, dan
tidak sedang haid dan nifas, disertai niat-yaitu kehendak hati untuk melakukan
ibadah dan mengharap Ridho dari Allah SWT.
Pengertian puasa selain menjaga hawa nafsu, juga wajib dilakukan oleh umat
Islam. Hal ini sudah dijelaskan dalam firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat
183 yaitu:
Jika langit cerah, untuk menetapkan tibanya bulan Ramadhan, hilal harus
terlihat oleh khalayak ramai. "Khalayak ramai" adalah sejumlah orang yang
dapat memberi informasi secara pasti fatau hampir pasti), Pengukuran jumlah
mereka diserahkan kepada pemimpin negara (menurut pendapat paling
shahih). Syarat terlihatnya hilal oleh khalayak ramai adalah karena
mathla'hanya satu di kawasan itu, sementara tidak ada penghalang (mendung
misalnya), mata semua orang sehat, dan mereka semua berkeinginan untuk
melihat hilal. Sehingga, dalam kondisi seperti ini, jika hanya satu orang di
antara khalayak yang melihat hilal, ini jelas menunjukkan kekeliruan
penglihatannya.
Madzhab Malik
Madzhab Syafi’i
"Seorang Arab Badui menghadap Rasulullah saw. lalu berkata, 'Saya telah
melihat hilal Ramadhan!' Beliau bertanya, Apakah kau bersaksi bahwa tiada
tuhan selain AllahT Orang itu menjawab,'Ya.' Beliau bertanya lagi, Apakah kau
bersaksi bahwa Muhammad ada' lah rasul Allah?' Dia menjawab, 'Ya.' Beliau
lantas bersabda, 'Hai Bilal, umumkan kepada semua orang agar mereka
berpuasa besok." Dipastikannya kemunculan hilal berdasarkan informasi satu
orang adalah untuk ihtiyath puasa.
Madzhab Hambali
1. Rukun Puasa
Rukun puasa adalah menahan diri dari syahwat perut dan syahwat kemaluan;
atau menahan diri dari hal-hal yang membatalkan. Madzhab Maliki dan Syafi'i
menambahkan rukun lain, yaitu niat pada malam hari.
2. Faedah Puasa
Jenis ketiga, puasa makruh Misalnya, puasa dahr, puasa hari jumat semata,
puasa hari Sabtu semata, puasa hari syakk, dan puasa sehari atau dua hari
sebelum Ramadhan (menurut jumhur tapi menurut madzhab Syafi'i dua jenis
puasa terakhir ini haram).
Berikut ini syarat wajib untuk menjalankan puasa Ramadan yang baik dan
benar:
2. Mumayyiz, yaitu seorang anak baik laki-laki ataupun perempuan yang telah
memiliki kemampuan membedakan kebaikan dan keburukan.
3. Suci dari haid dan nifas, bagi perempuan yang sedang haid atau nifas (keluar
darah sehabis melahirkan) tidak boleh berpuasa. Namun mereka wajib
mengqadha (mengganti) puasa yang ditinggalkannya pada hari lain setelah
mereka suci dari haid dan nifasnya. Keterangan dari hadis riwayat Aisyah r.a :
“Nabi s.a.w. melarang puasa pada hari Idul Fitri, dan Idul Adha”. (Hadis Shahih,
riwayat al-Bukhari: 1855 dan Muslim: 1921)
1. Safar
Safar adalah berpergian jauh yang jarak perjalanannya sama dengan jarak yang
membolehkan qoshar shalat, atau sekitar 85 km bagi orang musafir (melakukan
perjalanan jauh) dibolehkan tidak berpuasa namun diwajibkan meng-qodho,
atau menggantinya di hari yang lain, berdasarkan firman Allah:”Maka barang
siapa diantara kamu ada yang sakait atau dalam perjalanan (lalu tidak
berpuasa), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan
itu pada hari-hari yang lain (QS. Al-Baqarah:184).
2. Sakit
Dalam masalah sakit dikelompokan menjadi dua.
Orang yang sakit dan ada harapan bisa sembuh, seperti demam biasa, maka
wajib mengqodho puasanya.
Orang yang sakit dan tidak harapan sembuh, seperti orang yang sakit karena
lanjut usia dan terbaring dalam waktu yang lama, maka ia membayar fidyah
dengan memberi makan 1 mud (porsi) makanan kepada orang miskin untuk
setiap hari yang ia tidak berpuasa. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:”Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS.2 Al-Baqarah:
184).
Wanita yang hamil jika ia kawatir atas keselamatan janinnya atau merasa tidak
mampu berpuasa, maka diberikan keringanan baginya untuk tidak berpuasa ,
namun diwajibkan baginya mengqodho puasanya diwaktu yang lain diqiyaskan
dengan orang yang sakit, demikian juga wanita yang sedang menyusui.
Jompo dan lanjut usia salah satu sebab yang membolehkan untuk tidak
berpuasa. Dengan syarat ia tidak mampu melakukan puasa disebabkan fisiknya
terlalu lemah atau ada penyakit yang menghalanginya melakukan puasa.
Namun jika fisiknya masih kuat, dan mapu untuk berpuasa, maka ia tetap wajib
berpuasa. Namun saat ia tidak mampu, maka sebaiknya ia tidak berpuasa, dan
ia wajib membayar fidyah. Hal ini berdasarkan firman Allah: “Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” (QS. Al-Baqarah:
184).
Dalam bahasa arab, i‟tikaf artinya berdiam dan bertaubat pada sesuatu, baik
maupun buruk, secara terus – menerus.
Dalam konteks syariat, definisi i‟tikaf dalam berbagai mahzab hampir sama satu
sama lain.
Madzhab Hanafi
I'tikaf artinya berdiam di dalam masjid yang biasanya didirikan shalat jamaah di
situ-disertai dengan puasa dan niat I'tikaf. "Berdiam" adalah rukun i'tikaf, sebab
terwujudnya i'tikaf tergantung kepadanya.
Madzhab Maliki
I'tikaf adalah berdiamnya seorang Muslim yang mumayiz di sebuah masjid yang
boleh didatangi semua orang, diiringi dengan puasa, sambil menjauhi jimak dan
foreplay (pendahuIuan jimak), selama sehari semalam atau lebih dengan tujuan
beribadah, dan dibarengi dengan niat. jadi, i'tikaf tidak sah jika dilakukan oleh
orang kafir atau anak yang belum mumayiz, atau dilakukan di masjid rumah
yang tak boleh didatangi oleh orang lain, atau dilakukan tanpa puasa-puasa apa
pun, baik wajib maupun sunnah, puasa Ramadhan ataupun yang lain.
Madzhab Syaf‟i
Madzhab Hambali
I'tikaf adalah berdiam di masjid untuk beribadah, dengan tata cara tertentu
sekurangkurangnya selama sesaat, yang dilakukan oleh seorang Muslim yang
berotak waras meskipun dia hanya mumayiz [belum balig), dan dia suci dari
perkara yang mewajibkan mandi.
I'tikaf termasuk amal paling mulia dan paling dicintai oleh Allah jika dilakukan
dengan ikhlas. Sebab, orang yang berl'tikaf senantiasa menunggu shalat, dan
orang yang menunggu shalat sama dengan orang yang sedang menunaikan
shalat; dan ini adalah kondisi yang paling dekat dengan Allah.
Waktu i’tikaf
i'tikaf dianjurkan pada semua waktu, di bulan Ramadhan maupun yang lain.
Menurut madzhab Hanafi, i'tikaf sunnah itu sekurang-kurangnya selama tempo
yang singkat tidak ada ukurannya, sudah terlaksana hanya dengan berdiam di
masjid disertai niat, meskipun dia meniatkannya sambil berjalan (menurut
pendapat yang dipegang sebagai fatwa). Sebab, pelaksana i'tikaf ini
sukarelawan.
Menurut madzhab Maliki, minimal i'tikaf itu selama sehari semalam, tapi
sebaiknya tidak kurang dari sepuluh hari, dan harus diiringi dengan puasa apa
pun (puasa Ramadhan maupun yang lain). |adi, i'tikaf tidak sah jika pelakunya
tidak berpuasa, meskipun ia punya uzur. Artinya, orang yang tidak dapat
berpuasa tidak sah beri'tikaf.
Menurut pendapat yang paling shahih dalam madzhab Syafi'i, dalam i'tikaf
disyaratkan tinggal dalam tempo yang bisa disebut 'menetap/berdiam diri,' yaitu
temponya lebih panjang daripada ukuran waktu tuma'ninah dalam rukuk dan
sejenisnya.
Menurut madzhab Hambali, minimal i'tikaf itu sesaat, yakni selama tempo yang
bisa disebut tinggal/menetap, meskipun hanya sekejap.
Tempat I’tikaf
Menurut madzhab Hanafi, tempat I'tikaf bagi laki-laki atau orang yang mumayiz
adalah di masjid jamaah, yaitu masjid yang ada imam dan mudazinnya, baik
didirikan shalat Iima waktu di situ maupun tidak. Adapun masjid jamil sah untuk
berl'tikaf di situ secara mutlak; dan hal ini disepakati seluruh ulama. Ibnu Mas'ud
berkata, "l'tikaf tidak sah kecuali dilaksanakan di masjid jamaah."
Sedangkan tempat I'tikaf bagi wanita adalah masjid rumahnya, yaitu tempat
yang dikhususkan untuk shalat. Setiap wanita dianjurkan membuat masjid
[mushalla) ini di rumahnya
Madzhab Hamball z' Bagi laki-laki yang berkewajiban menunaikan shalat secara
berjamaah, I'tikaf tidak sah kecuali di masjid yang mendirikan shalat jamaah.
Semua ulama sepakat bahwa I'tikaf tidak sah jika dilakukan di selain masjid.
Madzhab Maliki
Tempat I'tikaf adalah semua masjid, tapi tidak sah di masjid rumah yang tertutup
bagi umum. Barangsiapa berniat I'tikaf selama tempo tertentu yang dia
berkewajiban meng' hadiri shalatfumat dalam tempo tersebut, maka dia harus
melaksanakan I'tikafnya di masjid jami'. Sebab, jika dia keluar untuk
menunaikan shalat fumat, maka I'tikafnya batal. Nadzar harus dilaksanakan di
tempat yang ditentukan oleh orang yang bernadzar.
Madzhab Syafi'I juga berpendapat demikian. Kata mereka, I'tikaf hanya sah di
masjid, baik di atapnya maupun tempat lain yang masih bagian dari masiid.
Lebih utama I'tikaf itu dikerjakan di masjid iami'?sz ketimbang masjid lain, demi
menghindari perbedaan pendapat dengan ulama yang mewajibkan
dikerjakannya I'tikaf di masjid jami‟.
Hukum l'tikaf
Seluruh ulama sepakat bahwa I'tikaf yang tidak dinadzarkan adalah sunnah.
Namun, ada baiknya dijelaskan pendapat berbagai madzhab agar kita tahu
derajat kesunnahan ini secara persis.
Madzhab Hanafi
I'tikaf itu ada tiga macam: wajib, sunnah muakad, dan mustahab. I'tikaf yang
wajib adalah yang dinadzarkan. Misalnya, seseorang bernadzar begini, 'Aku
bernadzar untuk berl'tikaf selama sehari."
Madzhab Maliki
I'tikaf adalah ibadah nafilah (sunnah) yang dianjurkan oleh syariat bagi pria
maupun wanita, terutama pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.
I'tikaf bisa menjadi wajib jika dinadzarkan.
Juga, berdasarkan riwayat Umar bahwa dia pernah berkata, "Wahai Rasulullah,
saya pernah bernadzar untuk berl'tikaf selama satu malam di Masjidil Haram."
Rasulullah saw. lalu bersabda kepadanya, "Laksanakanlah nqdzarmu.'
1.Islam. I'tikaf tidak sah dilakukan oleh orang kafir sebab I'tikaf adalah cabang
dari iman.
2. Berakal atau tamyiz. I'tikaf tidak sah dilakukan oleh orang gila dan sejenisnya,
juga tidak sah dilakukan oleh bocah yang belum mumayiz. Sebab, dia bukan
orang yang berkelayakan untuk menjalani ibadah, karena itu I'tikafnya tidak sah
seperti orang kafir. Adapun I'tikafnya bocah yang sudah mumayiz adalah sah.
4. Niat. Syarat ini disepakati seluruh ulama. I'tikaf tidak sah kecuali dengan niat,
berdasarkan hadits yang sudah disebutkan sebelumnya.
5. Puasa. Menurut madzhab Maliki, ini adalah syarat untuk semua I'tikaf.
Menurut madzhab Hanafi, ini adalah syarat untuk I'tikaf yang dinadzarkan saja,
bukan syarat bagi I'tikaf yang sunnah. Sedangkan madzhab Syafi'i dan Hambali
berpendapat bahwa ini bukan syarat. fadi, I'tikaf sah tanpa puasa, kecuali jika ia
dinadzarkan bersama I'tikaf.
6. Suci dari junub, haid, dan nifas. Ini adalah syarat menurut jumhu4, hanya saja
madzhab Maliki memandang bahwa suci dari junub adalah syarat untuk
bolehnya berdiam di masjid, bukan syarat sahnya I'tikaf. fadi, apabila pelaksana
I'tikaf mengalami mimpi basah, dia wajib mandi, baik di dalam masjid-jika ada
air-atau di luar.
7. . Izin suami bagi istrinya. Ini adalah syarat menurut madzhab Hanafi, Syafi'i,
dan Hambali. |adi, tidak sah bagi wanita berI'tikaf tanpa izin suaminya meskipun
I'tikafnya itu dinadzarkan. Sedangkan madzhab Maliki berpendapat, bahwa
I'tikaf seorang wanita tanpa izin suaminya adalah sah meskipun dia berdosa.
Kesimpulan
(QS. Maryam:26) Artinya, puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan
syahwat kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga
dalam tubuh (seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu-yaitu
sejak terbitnya fajar kedua (yakni fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari-
yang dilakukan oleh orang tertentu yang memenuhi syarat-yaitu beragama Islam,
berakal, dan tidak sedang haid dan nifas, disertai niat-yaitu kehendak hati untuk
melakukan ibadah dan mengharap Ridho dari Allah SWT.
Madzhab Hanafi I'tikaf artinya berdiam di dalam masjid yang biasanya didirikan
shalat jamaah di situ-disertai dengan puasa dan niat I'tikaf. Menurut pendapat
yang paling shahih dalam madzhab Syafi'i, dalam i'tikaf disyaratkan tinggal dalam
tempo yang bisa disebut 'menetap/berdiam diri,' yaitu temponya lebih panjang
daripada ukuran waktu tuma'ninah dalam rukuk dan sejenisnya. Tempat I‟tikaf
Menurut madzhab Hanafi, tempat I'tikaf bagi laki-laki atau orang yang mumayiz
adalah di masjid jamaah, yaitu masjid yang ada imam dan mudazinnya, baik
didirikan shalat Iima waktu di situ maupun tidak.
Daftar Pustaka