Anda di halaman 1dari 20

PEMODELAN MATEMATIKA PADA PENYEBARAN PENYAKIT

HIV/AIDS DENGAN DENGAN VAKSIN MOSAIK DAN TERAPI


ANTIRETROVIRAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Permodelan Matematika
Dosen Pengampu: Dr. Eti Dwi Wiraningsih, M.Si.

Disusun Oleh:
Suparli Suardi 1309819001

Vorry Navyola 1309819005

Dika Dani Septiati 1309819008

Ratna Nurherdiati 1309819019

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penyakit Acquired Immunodificiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh
Human Immunodificiency Virus (HIV) yang merupakan salah satu penyakit
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. HIV menyerang sistem
kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih yang lebih
spesifik disebut limfosit Thelper atau limpfosit pembawa faktor T4(CD4)
sehingga kehilangan kemampuan untuk melawan penyakit (Zamzani, et al,
2018). Virus ini diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili
Lentviridae, genus Lentivirus (Nasronudin, 2007 dalam Rosella, 2013).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Indonesia terkait laporan
perkembangan HIV-AIDS & PIMS di Indonesia Triwulan IV tahun 2019 dari
bulan oktober sampai dengan Desember 2019, jumlah orang yang terinfeksi
HIV sebanyak 14.038 orang dan penderita AIDS sebanyak 1.174 orang dimana
terjadi peningkatan jumlah kasus HIV yang dilaporkan jika dibandingkan
dengan triwulan III tahun 2019 dari 13.644 orang menjadi 14.038 orang.
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020). Berdasarkan laporan
bagaimana peningkatan kasus HIV yang terus menyebar di masyarakat. Hal
yang senada diungkapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (dalam
Zamzani, 2018) yang melaporkan bahwa HIV/AIDS merupakan salah satu
penyakit yang dapat menyebabkan kematian sehingga penyakit ini
memerlukan perhatian serius.
Pemodelan matematika merupakan bidang matematika yang berusaha
untuk merepresentasikan dan menjelaskan sistem fisik atau suatu masalah pada
dunia real ke dalam pernyataan matematika (Leleury et. al, 2020). Representasi
matematika yang dihasilkan dari proses ini dikenal sebagai model matematika.
Pemodelan matematika terhadap penyakit HIV/AIDS sudah cukup banyak
dilakukan oleh para peneliti. Salah satu model matematika penyebaran HIV-
AIDS yaitu model matematika Susceptible (S), Infected (I), dan AIDS Cases
(A) (Hia et al, 2012).
Keragaman global HIV merupakan tantangan kritis yang dihadapi
pengembangan vaksin HIV. Antigen mosaik HIV adalah imunogen yang
dioptimalkan secara bioinformatis yang dirancang untuk meningkatkan
cakupan keragaman HIV. Namun, kemanjuran perlindungan antigen vaksin
HIV global tersebut sebelumnya belum dievaluasi. Di sini, kami
mendemonstrasikan kapasitas antigen mosaik HIV bivalen untuk melindungi
manusia dari penularan infeksi mengikuti tantangan heterolog dengan virus
imunodefisiensi simian-manusia yang sulit dinetralkan, SHIV-SF162P3.
Vaksin adenovirus / poxvirus dan adenovirus / adenovirus berbasis vektor yang
mengekspresikan mosaik HIV Env, Gag, dan Pol memberikan pengurangan
yang signifikan dalam risiko akuisisi per pajanan setelah tantangan SHIV-
SF162P3 intrarektal berulang. Perlindungan terhadap akuisisi infeksi
berkorelasi dengan antibodi non-netralisasi, penawar, dan antibodi fungsional
non-netralisasi yang ditimbulkan vaksin, menunjukkan bahwa aktivitas
terkoordinasi dari beberapa fungsi antibodi dapat berkontribusi untuk
perlindungan terhadap virus yang sulit dinetralkan. Data ini menunjukkan
efektivitas perlindungan antigen mosaik HIV dan memberi kesan strategi
potensial untuk pengembangan vaksin HIV global (Barouch et al., 2013).
Pada kondisi normal, jumlah sel TCD4 di dalam tubuh berkisar antara
800/mm3 sampai dengan 1200/mm3. Namun pada penderita AIDS, jumlah sel
TCD4 hanya mencapau sekitar kurang dari 200/mm 3 (Kathy, 2009). Dengan
demikian, tanpa adanya pengobatan bagi penderita AIDS, infeksi HIV akan
menjadi fatal dalam tempo 5 – 10 tahun. Akan tetapi dengan adanya terapi
pengobatan terapi ARV, individu yang melakukan perawatan akan dapat
bertahan hidup lebih lama. Untuk itulah pengobatan ARV sangat dibutuhkan
untuk penderita AIDS karena dapat memperlambat replikasi virus HIV (Cai, et
al, 2014).
Berdasarkan pemaparan diatas pemodelan ini mengembangkan model
matematika Susceptible (S), Infected (I), dan AIDS Cases (A) atau SIA, dengan
pencegahan HIV dan AIDS melalui penggunaan atau pemberian vaksin
mosaic, serta pemberian terapi pengobatan terapi ARV pada individu yang
terinfeksi HIV.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana model SIA dalam penyebaran penyakit HIV/AIDS?
2. Bagaimana analisis titik kesetimbangan?
3. Bagaimana simulasi model matematika SIA dengan software Maple?

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini membangun model, menganalisis dan
menginterpretasikan simulasi model matematika SIA untuk penyakit
HIV/AIDS.

D. PENULARAN DAN PENYEBARAN


HIV menular melalui darah, cairan semen, cairan vagina, air susu ibu, air
liur/saliva, feses, air mata, keringat, dan urin. Penularan lainnya melalui
hubungan seksual (tanpa kondom) dengan orang yang terinfeksi HIV, jarum
suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai secara bergantian, transfusi
darah yang mengandung virus HIV, serta ibu penderita HIV saat melahirkan
atau melalui air susu ibu (ASI ) (Viktoria, 2015).

E. TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV)


1. Definisi ARV
Antiretroviral (ARV) adalah obat yang menghambat replikasi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Terapi dengan ARV adalah strategi yang
secara klinis paling berhasil hingga saat ini. Terapi Antiretroviral (ARV)
berarti mengobati infeksi HIV dengan obatobatan. Obat tersebut tidak
membunuh virus itu, namun dapat memperlambat pertumbuhan virus,
waktu pertumbuhan virus diperlambat, begitu juga penyakit HIV. Karena
HIV adalah retrovirus, obat-obat ini biasa disebut sebagai terapi
antiretroviral (ARV) (Spiritia, 2008).

2. Penggolongan ARV
Ada tiga golongan ARV, yaitu (Depkes RI, 2006):
a. Penghambat masuknya virus yaitu bekerja dengan cara berikatan
dengan subunit GP41 selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus
ke target sel dihambat. Satu – satunya obat penghambat fusi ini
adalahenfuvirtid.
b. Penghambat Reverse Trancriptase Inhibitor (RTI), terdiri dari 3 bagian,
yaitu:
1) Analog nukleosida (NRTI), NRTI diubah secara intraseluler dalam
3 tahap penambahan atau 3 gugus fosfat dan selanjutnya
berkompetisi dengan natural nukleotida menghambat RT sehingga
perubahan RNA menjadi DNA terhambat. Selain itu, NRTI juga
menghentikan pemanjangan DNA.
2) Analog nukleotida (NtRTI), mekanisme kerjanya pada
penghambatan replikasi HIV sama dengan NRTI tetapi hanya
memerlukan 2 tahapan proses fosforilasi.
3) Non nukleosida (NNRTI), mekanisme kerjanya tidak melalui
tahapan fosforilasi intraseluler tetapi berikatan langsung dengan
reseptor pada RT dan tidak berkompetisi dengan nukleotida
natural. Aktivitas antiviral terhadap HIV–2 tidak kuat.
c. Protease inhibitor (PI), berikatan secara reversible dengan enzim
protease yang mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan
untuk proses akhir pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk
tidak masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain.
3. Manfaat Pengobatan/TerapiARV
Manfaat pengobatan/terapi antiretroviral adalah sebagai berikut
(Depkes RI, 2006) :
a. Menurunkan morbiditas dan mortalitas
b. Pasien yang ARV tetap produktif
c. Memulihkan sistem kekebalan tubuh sehingga kebutuhan profilaksis
infeksi oportunistik berkurang atau tidak perlu lagi.
d. Mengurangi penularan karena viral load menjadi rendah atau tidak
terdeteksi, namun ODHA dengan viral load tidak terdeteksi, namun
harus dipandang tetap menular.

F. VAKSIN MOSAIK
1. Dafinisi Vaksin Mosaik
Vaksin mosaik merupakan strategi potensial untuk meningkatkan
cakupan imunologi humoral dan seluler keanekaragaman HIV-1 global
dibandingkan dengan antigen urutan alami konvensional, dan oleh karena
itu menjanjikan untuk pengembangan vaksin HIV.
2. Manfaat Vaksin Mosaik
Menurut Barouch et al., 2013 Vaksin mosaik mewakili dua strategi
potensial untuk mengatasi tantangan HIV global. Vaksin mosaik bertujuan
untuk meningkatkan luasnya respon imun humoral dan seluler untuk
meningkatkan cakupan imunologi dari rangkaian yang beragam, sedangkan
vaksin yang dilestarikan bertujuan untuk memfokuskan respon imun seluler
pada daerah konservasi urutan terbesar. Dengan demikian, vaksin HIV
mosaik memberikan perlindungan parsial terhadap penularan infeksi setelah
tantangan SHIV-SF162P3 yang berulang, intrarektal, dan heterolog.
3. Penggunaan Vaksin Mosaik
Vaksin mosaik juga dapat menawarkan strategi praktis untuk
mencapai cakupan imunologis yang sebanding dengan menggunakan
antigen vaksin yang lebih sedikit daripada yang dibutuhkan dengan koktail
antigen urutan alami. Evaluasi klinis dari virus mosaik HIV bivalen pada
manusia direncanakan (Barouch et al., 2013)
G. METODE
Metodologi yang digunakan dalam pemodelan ini adalah studi literature
dengan mengumpulkan berbagai informasi terhadap materi-materi yang
berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari jurnal international dan
kumpulan artikel. Adapun langkah-langkah dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mendefinisikan variabel dan parameter yang digunakan.
2. Menentukan asumsi pada model matematika. Penyebaran penyakit
HIV/AIDS dengan vaksin mosaik dan terapi antiretroviral.
3. Menggambar diagram transfer untuk membentuk diagram matematika.
4. Mencari titik ekuilibrium dari model. Titik ekuilibrium yang akan dicari
adalah titik ekuilibrium bebas penyakit dan endemik penyakit, tetapi yang
akan disertakan dalam simulasi model ini adalah titik ekuilibrium bebas
penyakit.
5. Menentukan nilai rasio reproduksi dasar (R0).
6. Menganalisa kestabilan dari titik ekuilibrium yang diperoleh dari model.
7. Membuat simulasi numerik menggunakan software maple.
8. Menampilkan grafik pergerakan setiap kelas populasi terhadap waktu.

H. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Model Matematika
Asumsi-asumsi model matematika penyebaran penyakit HIV/AIDS
dengan terapi pada populasi terbuka yaitu sebagai berikut :
a. Imigrasi diasumsikan terjadi di kelas susceptible dan imigran yang
masuk ke populasi dipastikan individu yang tidak terinfeksi HIV.
b. Emigrasi terjadi di setiap kelas (susceptible, immune, infected, vaccine
susceptible, treatment, dan AIDS)
c. Tidak ada bayi yang lahir dalam kondisi terinfeksi HIV
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, didefinisikan variabel-variabel
model sebagai berikut :
S : Kelas populasi rentan
V : Kelas populasi rentang yang sudah diberi vaksin mosaik
Y : Kelas populasi imun terhadap virus HIV
F : Kelas populasi terinfeksi HIV
T : Kelas populasi terinfeksi HIV yang berada dalam terapi
antiretroviral
T1 : Kelas populasi terinfeksi HIV dalam kategori low hasil terapi
antiretroviral atau gagal
A : Kelas populasi pengidap AIDS

Selanjutnya, asumsi-asumsi yang diberikan di atas diterjemahkan ke


dalam diagram transfer seperti disajikan pada gambar 1 berikut ini:

𝜇𝑇 𝜑𝑇 𝜇𝑇1
𝑇 𝑇1
𝛾𝑇1

𝜀𝑇1
𝜇𝑆 𝜔𝐼
𝑏 𝜌 𝑆𝐹
𝑆
𝜎𝐼
𝛽𝑉 𝐹 𝐴

𝛼𝑆 𝜇𝐼 (𝜇 + 𝛿)𝐴
𝑉
𝜃𝑉
𝑌 𝜇𝑉

𝜇𝑌

Gambar 1. Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS

Parameter-parameter yang terdapat pada diagram transfer di atas


antara lain adalah sebagai berikut :
1. 𝑏 : Laju kelahiran penduduk per tahun
2. 𝜇 : Laju kematian alami
3. 𝛼 : Laju pemberian vaksin mosaik pada individu rentan
4. 𝛽 : Laju kegagalan vaksin mosaik
5. 𝜃 : Laju keberhasilan vaksin mosaik
6. 𝜌 : Laju kontak individu terinfeksi HIV dengan individu rentan
7. 𝜔 : Laju terapi antiretroviral pada individu terinfeksi HIV
8. 𝜑 : Laju hasil terapi antiretroviral lemah atau gagal
9. 𝛾 : Laju pengulangan terapi antiretroviral bagi yang hasil
sebelumnya kurang berhasil atau gagal
10. 𝜀 : Laju transisi dari individu yang memperoleh terapi
antiretroviral menjadi pengidap AIDS
11. 𝜎 : Laju transisi individu terinfeksi HIV menjadi pengidap AIDS
12. 𝛿 : Laju kematian yang disebabkan oleh penyakit AIDS

Selanjutnya berdasarkan pemodelan matematika yang telah dibuat,


didapatkan sistem persamaan diferential sebagai berikut :
𝑑𝑆
1. = 𝑏 + 𝛽𝑉 − 𝜇𝑆 − 𝛼𝑆 − 𝜌𝑆𝐹
𝑑𝑡
𝑑𝑉
2. = 𝛼𝑆 − 𝛽𝑉 − 𝜃𝑉 − 𝜇𝑉
𝑑𝑡
𝑑𝑌
3. = 𝜃𝑉 − 𝜇𝑌
𝑑𝑡
𝑑𝐹
4. = 𝜌𝑆𝐹 − 𝜔𝐹 − 𝜎𝐹 − 𝜇𝐹
𝑑𝑡
𝑑𝐴
5. = 𝜎𝐹 + 𝜀𝑇1 − (𝜇 + 𝛿)𝐴
𝑑𝑡
𝑑𝑇
6. = 𝜔𝐹 + 𝛾𝑇1 − 𝜑𝑇 − 𝜇𝑇
𝑑𝑡
𝑑𝑇1
7. = 𝜑𝑇 − 𝛾𝑇1 − 𝜀𝑇1 − 𝜇𝑇1
𝑑𝑡

2. Titik Ekuilibrium
a. Titik Ekuilibrium Bebas Penyakit
Selanjutnya akan ditentukan titik ekuilibirium.Titik ekuilibirum
yang dimaksud ialah titik ekuilibirum bebas penyakit, yang berarti di
dalam populasi tersebut tidak ada indvidu yang dapat menyebarkan
virus HIV atau tidak ada individu yang terkena penyakit AIDS.
Adapun persamaan titik ekulibirum bebas penyakit sebagai berikut:
𝑑𝑆 ≔ −𝜌𝑆𝐹 − 𝛼𝑆 − 𝜇𝑆 + 𝛽𝑉 + 𝑏
𝑑𝑉 ≔ 𝛼𝑆 − 𝛽𝑉 − 𝜇𝑉 − 𝜃𝑉
𝑑𝑌 ≔ 𝜃𝑉 − 𝜇𝑉
𝑑𝐹 ≔ 𝜌𝑆𝐹 − 𝜇𝐹 − 𝜔𝐹 − 𝜎𝐹
𝑑𝐴 ≔ 𝜎𝐹 + 𝜖𝑇1 − (𝜇 + 𝛿)𝐴
𝑑𝑇 ≔ 𝜔𝐹 − 𝜇𝑇 − 𝜙𝑇 + 𝛾𝑇1
𝑑𝑇1 ≔ 𝜙𝑇 − 𝜖𝑇1 − 𝛾𝑇1 − 𝜇𝑇1
Dengan demikian diperoleh titik keseimbangan bebas penyakit
adalah sebagai berikut:

b. Titik Ekuilibirum Endemik Penyakit


Titik ekuilibrium endemik penyakit yaitu populasi yang
didalamnya terdapat individu yang menyebarkan virus HIV atau
individu yang mengidap AIDS, dengan I* > 0 dan A*>0. Selanjutnya
akan diperoleh berturut-turut titik endemik penyakit dalam bentuk
persamaan yang kompleks.
3. Nilai Jacobian
Secara sederhana, dengan mensubstitusikan persamaan ekuilibrium
bebas penyakit yang telah didapat sebelumnya kedalam aturan
pemrograman maple, akan diperoleh matriks Jacobian sebagai berikut:

Gambar 2. Matriks Jacobian

4. Nilai Eigen
Dari matriks Jacobian titik ekuilibrium diperoleh nilai eigen sebagai
berikut:
𝜆1 = −𝜖 − 𝛾 − 𝜇
𝜆2 = −𝜇 − 𝜙
𝜆3 = −𝛿 − 𝜇
𝜆4 = 𝑆𝜌 − 𝜇 − 𝜔 − 𝜎
𝜆5 = −𝜇
𝜆6 = −𝛽 − 𝜇 − 𝜃
𝜆7 = −𝐹𝜌 − 𝛼 − 𝜇

5. Basic Reproduction Number (𝑹𝟎 )


Angka reproduksi dasar 𝑅0 adalah rata-rata banyaknya individu rentan
yang terinfeksi (kasus sekunder) secara langsung oleh individu lain yang
telah terinfeksi (kasus primer) dalam populasi yang masih rentan (Sifriyani
& Mulawarman, 2020). Jadi 𝑅0 mengandung informasi terjadinya
penularan wabah. Berikut penjelasan tentang 𝑅0 .
1. Jika 𝑅0 < 1, mengindikasikan bahwa suatu penyakit menular pada
suatu ketka tidak akan berhenti mewabah bahkan menghilang dengan
sendirinya. Titik ekuilibrium non-endemik tersebut ini bersifat stabil
global asimtotik, artinya untuk setiap jumlah individu yang terinfeksi
pada awal waktu namun seiring waktu akan menghilang dengan
sendirinya.
2. Jika 𝑅0 > 1, megindikasikan bahwa maka jumlah individu terinfeksi
akan terus bertambah hingga mencapai titik ekuilibriumnya.
3. Jika 𝑅0 = 1, mengindikasikan infeksi akan menjadi endemik dan
tetap ada pada populasi.

Dari akan menghasilkan rasio reproduksi dasar penyebaran penyakit (𝑅0 )


sebagai berikut:

Gambar 3. Basic Reproduction Number

6. Simulasi
Pada bagian ini dilakukan simulasi untuk memperlihatkan titik
ekuilibrium bebas penyakit dan endemik penyakit. Untuk menentukan titik
ekuilibrium bebas penyakit dan endemic penyakit digunakan nilai-nilai
parameter sebagai berikut:

𝑏 : 2,38
𝜇 : 0,0059684879
𝛼 : 0,00374321
𝛽 : 0,3
𝜃 : 0,7
𝜌 : 0,0014084288
𝜔 : 0,717234694
𝜑 : 0,1540904324
𝛾 : 0,103744001
𝜀 : 0,0016
𝜎 : 0,654004963 (nilai diambil sepenuhnya dari jurnal)
𝛿 : 0,106042949
Selanjutnya nilai inisial pada masing-masing kelas populasi
didapat dari data Biro Pusat Statistik dan kementrian Kesehatan Republik
Indonesia terkait jumlah penduduk Indonesia mulai dari populasi rentan,
populasi terinveksi HIV, populasi terinveksi HIV yang sedang menerima
perawatan antiretroviral, dan populasi pengidap penyakit AIDS. Data yang
diambil adalah data tahun 2008 sampai tahun 2019. Nilai inisial pada
masing-masing kelas populasi disajikan dalam tabel berikut:
S : 268074600
V : 2680746
Y : 1876522,2
F : 377564
T : 270802
T1 : 58179
A : 121101
Dengan mensubsitusikan setiap variabel tersebut ke dalam persamaan 𝑅0 ,
akan didapat nilai 𝑅0 = 0.2831693895 sehingga memenuhi untuk kondisi
𝑅0 < 1.

7. Grafik
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan maple
didapat nilai sebagai berikut:

Gambar 4. Hasil kelas populasi terhadap waktu

Gambar 5. Hasil kelas populasi terhadap titik awal

Berikut adalah grafik pergerakan setiap kelas populasi terhadap waktu:

a. Grafik kelas populasi rentan (S) terhadap waktu (t)

Gambar 6. Grafik S terhadap t


b. Grafik kelas populasi rentang yang sudah diberi vaksin mosaik
(V) terhadap waktu (t)

Gambar 7. Grafik V terhadap t

c. Grafik kelas populasi imun terhadap virus HIV (Y) terhadap


waktu (t)

Gambar 8. Grafik Y terhadap t


d. Grafik Kelas populasi terinfeksi HIV (F) terhadap waktu (t)

Gambar 9. Grafik F terhadap t

e. Grafik kelas populasi terinfeksi HIV yang berada dalam terapi


antiretroviral (T) terhadap waktu (t)

Gambar 6. Grafik S terhadap t


f. Grafik kelas populasi terinfeksi HIV dalam kategori low hasil
terapi antiretroviral atau gagal (T1) terhadap waktu (t)

Gambar 6. Grafik S terhadap t

g. Grafik kelas populasi pengidap AIDS (A) terhadap waktu (t)

Gambar 6. Grafik S terhadap t


I. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan model matematika penyebaran penyakit
HIV/AIDS dengan vaksin mosaik dan terapi antiretroviral ini, dapat
disimpulkan bahwa laju penyebaran penyakit HIV/AIDS sangat dipengaruhi
oleh besarnya laju vaksin dan terapi yang diterima oleh individu rentan maupun
individu yang terinfeksi HIV. Nilai rasio reproduksi dasar bisa dijadikan acuan
dalam mengontrol laju penyebaran peyakit HIV/AIDS. Untuk nilai

𝑅0 = 0,2831693895 jika 𝑅0 < 1, maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil


asimtotik lokal, artinya populasi akan bebas dari penyakit HIV/AIDS.

J. REFERENSI
Anwar, Y., Nugroho, S. A., & Tantri, N. D. (2018). Karakteristik
sosiodemografi, klinis, dan pola terapi antiretroviral pasien HIV/AIDS di
RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso periode Januari-Juni 2016. PHARMACY:
Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia), 15(1),
72-89.
Barouch, D. H., Stephenson, K. E., Borducchi, E. N., Smith, K., Stanley, K.,
McNally, A. G., … Michael, N. L. (2013). XProtective efficacy of a
global HIV-1 mosaic vaccine against heterologous SHIV challenges in
rhesus monkeys. Cell, 155(3), 531.
https://doi.org/10.1016/j.cell.2013.09.061
Hariastuti, Nur I., et al. "Potensi Resistensi Virus HIV-1 terhadap Terapi Anti
Retroviral (ART) pada Pasien Voluntary Counseling And Testing (VCT)
di Beberapa Kota di Indonesia." Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, vol. 26, no. 3, 2016, pp. 151-156.
Hia ME, Balatif O, Ferjouchia H, Labriji EH, Rachik M. Modelling the Spread
of HIV/AIDS in Morocco. International Journal of Computer Sciences
Issues Morocco. 2012;9(6).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Laporan Hasil
Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Inveksi Menular Seksual
(PIMS) Triwulan IV Tahun 2019.
Leleury, Z. A., Rumlawang, F. Y., dan Naraha, A. G. (2020). Analisis Stabilitas
dan Simulasi Model Penyebaran Penyakit HIV/AIDS Tipe SIA
(Susceptible, Infected, Abstained). TENSOR Pure and Applied
Mathematics Journal, 1(1), 31-40.
Maimunah, A. D. (2018). Mathematical model for HIV spreads control
program with ART treatment. In J. Phys.: Conf. Ser (Vol. 974, p.
012035).
Marsudi, M. (2017). Strategi kontrol kampanye edukasi dan terapi ARV
optimal pada dinamika penyebaran HIV. In Proceedings of National
Colloquium Research and Community Service (Vol. 1).
Mega, E. R. (2019). 'Mosaic' HIV vaccine to be tested in thousands of people
across the world. Nature, 572(7768), 165+.
Ondondo, B., Murakoshi, H., Clutton, G., Abdul-Jawad, S., Wee, E. G.,
Gatanaga, H., ... & Hanke, T. (2016). Novel conserved-region T-cell
mosaic vaccine with high global HIV-1 coverage is recognized by
protective responses in untreated infection. Molecular Therapy, 24(4),
832-842.
Rossella, M., & Sofro, M. A. U. (2013). Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Harapan Hidup 5 Tahun Pasien Human Immunodeficiency
Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di RSUP Dr.
Kariadi Semarang (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine
Diponegoro University).
Sifriyani, S., & Mulawarman, U. (2020). Pemodelan Susceptible Infected
Recovered ( Sir ) Untuk Estimasi Angka Reproduksi Covid-19 Di
Kalimantan Timur Dan Samarinda. (July), 1–13.
Viktoria, M. (2015). Profil Penderita HIV/AIDS Di Wilayah Kabupaten Belu
Tahun 2012-2014. Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Analis Kesehatan,
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang. Kupang.
Zamzami, A. J., Waluya, S. B., dan Kharis, M. (2018). Permodelan Matematika
dan Analisis Kestabilan Model Penyebaran HIV/AIDS dengan
Treatment. UNNES Journal of Mathematics, 7(2), 142-154.

Anda mungkin juga menyukai