NIM : P05140319015 Mata Kuliah : Psikologi Dalam Praktik Kebidanan
MASALAH PSIKOLOGI PADA KEHAMILAH, PERSALINAN, DAN NIFAS
“PSIKOSIS POST PARTUM”
A. Definisi Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat- alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. (Ambarwati, 2010 : 1) Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasentas sampai dengan kembalinya keadaaan alat kandungan seperti sebelum hamil atau kira- kira 6 minggu (42 hari). B. Masalah Psikologi Masa Nifas Secara psikologi, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali sebagai bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakan seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini. (Ambarwati, 2010 : 87). Gangguan psikologi masa nifas meliputi : 1. Postpartum Psikosis Gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organik atau fungsional/ emosional dan menunjukan gangguan kemampuan berpikir , bereaksi secara emosional meningkat , berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan. Psikosis merupakan gangguan kepribadian yang menyebabkan ketidakmampuan menilai realita dengan fantasi dirinya. (Rukiyah, 2010 :383) Postpsrtum psikosis merupakan keadaan dimana wanita mengalami tekanan jiwa yang sangat hebat yang bias menetap sampai setahun. Gangguan kejiwaan ini juga bias selalu kambuh setiap pasca melahirkan. (W. Benedicta, 2010 : 104) Postpartum psikosis merupakan gangguan mental berat pasca melahirkan yang memiliki gejala-gejala yang mirip dengan postpstum depression ditambah penderita sering berkhayal, berhalusinasi dan bingung hingga muncul pikiran ingin melukai bayinya dan dirinya sendiri, tanpa menyadari bahwa pikiran-pikiran itu tidak masuk akal. Jadi resiko untuk bunuh diri atau membunuh bayinya lebih besar dari pada postpartum depression. (H. Budhyastuti, 2011 : 322 Psikosis postpartum ialah suatu sindrom yang ditandai oleh depresi berat dan waham. Umumnya terjadi pada minggu pertama dalam 6 minggu setelah melahirkan. Perempuan yang menderita bipolar disorder atau masalah psikotik lainnya yang disebut Skizoafektif disorder mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena postpartum psikosis. Gejalanya antara lain mengalami delusi, halusinasi, gangguan saat tidur dan obsesi mengenai bayinya. Penderita dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari depresi ke gusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu yang singkat.
C. Faktor Penyebab Psikosis Postpartum
Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan empat faktor penyebeb depresi dan psikosis postpartum sebagai berikut: 1. Faktor konstitusional. Gangguan postpartum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat. 2. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti. 3. Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan dua dalam satu pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak. 4. Faktor sosial. Paykel dan Regina dkk (2001), mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu-ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan. D. Gejala Psikosis Postpartum Pada psikosis postpartum gejala dapat terjadi dalam jangka waktu setahun setelah melahirkan anak. namun awalnya sering terjadi pada minggu kedua atau minggu ketiga setelah persalinan. Gejala yang khas pada psikosis postpartum yaitu: 1. Agitasi. 2. Gelisah. 3. Emosi yang labil. 4. Kegembiraan yang berlebihan. 5. Insomnia. 6. Menangis. 7. Bingung. 8. Dan lama-kelamaan akan timbul episode psikotik yang gawat dengan gambaran mania dan delirium. E. Penatalaksanaan Psikosis Postpartum Psikosis postpartum merupakan suatu kondisi emergensi dan memerlukan perhatian dan penanganan segera. Pasien mungkin akan membutuhkan terapi obat untuk jangka waktu tertentu, seperti haloperidol atau flufenazin, keduanya diberikan dalam dosis 2-5 mg per os 3 kali perhari. Bila agitasi maka pasien membutuhkan anti psikotika berpotensi tinggi dan diberikan IM. Mood stabilizer seperti lithium, valproid acid, carbamazepine digunakan sebagai terapi akut yang dikombinasi dengan obat anti psikotik dan benzodiapezine. Indikasi pemakaian ECT sama seperti psikosis tanpa persalinan tetapi dianjurkan ditunda sampai satu bulan postpartum untuk menghindari terjadinya emboli. F. Dampak Psikosis Postpartum Depresi dan psikosis postpartum mengakibatkan dampak yang luar biasa bagi penderitanya. Setidaknya, depresi berdampak pada biaya, emosi, fisik, dan social. 1. Dampak biaya; kinerja menurun, istirahat, cuti, tidak produktif, biaya pengobatan, bahkan hilangnya potensi penghasilan karena penderita merasa ingin bunuh diri. 2. Dampak emosi; hidup dipenuhi dengan perasaan yang tidak nyaman, tidak berdaya, penyesalan mendalam, sedih, putus asa, cemas. 3. Dampak fisik; tubuh sakit, psikosomatis, jika ada sakit lebih cenderung mengalami komplikasi, kecepatan pemulihan kondisi kesehatan lebih lama dan lambat. 4. Dampak sosial; sering timbul konflik dalam keluarga, ketidakmampuan menjalankan fungsi dan peran sebagai orangtua yang baik, perceraian, putusnya persahabatan, perilaku yang merugikan diri sendiri, dan atau orang lain. Seperti mabuk, penggunaan obat-obatan terlarang.