Anda di halaman 1dari 3

Sungai Cisadane

Nama Sungai Cisadane berasal dari bahasa sansekerta ‘sadane’


yang berarti kerajaan dan bahasa Sunda ’ci’ yang berarti air. Jadi, Sungai
Cisadane diartikan sebagai air istana kerajaan.

Cisadane merupakan sungai yang memiliki panjang 126 km dan


melintasi Kota Tangerang.Sungai Cisadane memiliki luas sekitar 154.654
ha dan meilntasi sebanyak 44 kecamatan di 5 kabupaten/kota yaitu
Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kab. Tangerang, Kota Tangerang, dan
Tangerang Selatan Dari bagian hulu hingga sampai Tangerang, Sungai
Cisadane memiliki tebing sungai yang terjal dan dalam. Namun, selepas
Tangerang menuju muara, tebing Sungai Cisadane kian rendah, dan
aliran Sungai Cisadane mulai melebar. Aliran Sungai Cisadane berasal
dari anak-anak sungai yang berhulu di lereng Gunung Pangrango dan
Gunung Salak di Bogor.

Namun versi yang berbeda muncul dari budayawan Tangerang Abah


Mustayah. Menurut pria gaek yang juga dalang wayang golek di
Tangerang ini, "cisadane" berasal dari bahasa Sunda, karena jauh
sebelum masyarakat Tionghoa datang ke Tangerang, di sekitar Sungai
Cisadane adalah orang-orang Sunda.Sejarah Sungai Cisadane sendiri,
menurut Abah Mustayah, tidak bisa dilepaskan dengan cerita babat
tanah Banten, di mana berpindahnya agama Sunda Wiwitan dari tanah
Pajajaran ke tanah Banten, yang menjadi cikal bakal masyarakat Baduy.

“Semua ini ada kaitannya dengan Sungai Cisadane, karena ini (Sungai
Cisadane) kan perlintasan, pada zaman babat tanah Banten.
Berpindahnya agama Sunda Wiwitan dari tanah Pajajaran ke Banten, ini
perlintasannya. Makanya, sebelum orang Tionghoa datang ke
Tangerang, di sekitarnya itu orang-orang Sunda, ”. Abah Mustayah
meriwayatkan, dahulu arus air sungai tersebut sangat deras dan
bersuara gemuruh. Nama "cisadane" sendiri menurut Abah Mustayah,
barasal dari akar bahasa Sunda, yang airtinya air yang riaknya gemuruh.
“Itu (Sungai Cisadane) padahal tidak ada batu-batu, tapi suaranya
gemuruh. Makanya dikasih nama 'cisadane,' akarnya dari bahasa
Sunda. Dari orang-orang Sunda Wiwitan. Sekarang sudah enggak lagi
kan karena ada Sangego (bendungan) yang dibangun pada zaman
Belanda sekitar tahun 1921-an,”.

Abah Mustayah juga mengungkapkan, di Sungai Cisadane tersebut


pernah ada misteri buaya putih. Munculnya misteri buaya putih ini
ketika menjelang banjir besar akibat luapan sungai tersebut, yaitu
sekitar tahun 1962.

“Sebelum banjir itu buaya putih muncul. Itu banjirnya luar biasa,
Gerendeng itu tenggelam sampai empat meter,” ungkapnya.

Selain misteri buaya putih, kata Abah, juga terdapat misteri kura-kura
berukuran besar yang di punggungnya terdapat tulisan huruf Cina. “Jadi
ada buaya putih, ada kura-kura raksasa yang ada tulisan huruf Cina. Itu
di sekitar Pekong, yang biasa buat perayaan Pe Chun,”

Dulu, Sungai Cisadane dimanfaatkan para pedagang Tionghoa untuk


berlayar masuk ke pedalaman ke daerah Tangerang.Menurut catatan
sejarah abad 16, banyak kapal dagang kecil memasuki muara Cisadane
di pesisir Laut Jawa untuk berlabuh ke Tangerang.

Kala itu daerah Mauk, Kedaung, Sewan, Kampung Melayu, dan Teluk
Naga, masih berupa rawa-rawa, sehingga muara Cisadane masih berada
di dekat Tangerang.
Aliran air Cisadane dimanfaatkan sebagai produksi air bersih yang
memasok Tangerang, pusat irigasi, serta pengendali banjir.

Pemanfaatan Sungai Cisadane, menjadi penyedia air bersih, mulai


dilakukan sejak tahun 1930-an oleh Hindia Belanda.

Selainsebagai pemasok kebutuhan air bersih, Sungai Cisadane juga


dimanfaatkan untuk perayaan festival lokal di Tangerang, yaitu Festival
Cisadane yang ada sejak 1995.

Sungai Cisadane juga memiliki potensi untuk menjadi tempat wisata.

Anda mungkin juga menyukai