Anda di halaman 1dari 2

Gejala Screen Addiction (Kecanduan Layar) pada Anak, Dampak pada Otak dan Pencegahannya.

Kata-kata ini menohok: ””Saya telah bekerja dengan ratusan pecandu heroin dan pecandu sabu, dan
yang bisa saya katakan adalah bahwa lebih mudah memperlakukan pecandu heroin daripada
pecandu layer (Screen Addict) sejati — Dr. Nicholas Kardaras. Ahhh lebay kali tuh Doktor, masa
lebih bahaya kecanduan heroin dan sabu. Mari kita simak penjelasan dibawah ini.

Dengan bermain video game, anak-anak dapat duduk dan bermain selama berjam-jam dalam kondisi
Melawan atau menghindar (Fight and Flight) yang memacu adrenalinya. Tentunya Ini bukanlah hal
yang baik. Penelitian telah menunjukkan bahwa generasi game terbaru ini secara signifikan dapat
meningkatkan kadar dopamine yang merupakan neurotransmitter utama yang terkait dengan jalur
kesenangan / penghargaan kita dan merupakan neurotransmitter utama dalam dinamika gejala
kecanduan. Satu studi menunjukkan bahwa video game meningkatkan dopamin ke tingkat yang
sama dengan kepuasan seks, dan hampir sebanyak kokain. Jadi kombinasi adrenalin dan dopamin
ini adalah pukulan satu-dua yang ampuh sehubungan dengan gejala kecanduan.

Anak-anak yang begitu terbiasa dengan realitas layar imersif yang sangat merangsang dan
mengaktifkan dopamin sehingga mereka memilih untuk tetap berada di Matriks digital. Alasan
mengapa efek ini lebih kuat pada anak-anak daripada orang dewasa — meskipun kita semua tahu
banyak orang dewasa yang kecanduan layar Screen Addict— adalah karena anak-anak masih belum
memiliki korteks frontal yang berkembang sepenuhnya, bagian otak yang mengontrol fungsi
eksekutif yang menggerakkan pengambilan keputusan, dan kontrol impuls.

Para ahli syaraf (neurolog) menyebut korteks frontal sebagai "rem" seseorang, dan bagian otak itu
tidak berkembang sampai usia awal 20-an, itulah sebabnya remaja terlibat dalam segala jenis
perilaku berisiko — mulai dari bungee jumping hingga berhubungan seks tanpa pengaman. Mereka
tidak memiliki kontrol impuls dan bagian "pemikiran konsekuensial" dari otak mereka menjadi tidak
berkembang. Menambah masalah, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan narkoba dan
penggunaan layar yang berlebihan sebenarnya menghambat korteks frontal dan mengurangi materi
abu-abu di bagian otak tersebut. Jadi game yang membangkitkan semangat tinggi menciptakan
pukulan ganda. Tidak hanya membuat mereka kecanduan, tetapi kemudian kecanduan berlanjut
dengan berdampak negatif pada bagian otak yang menjadikannya impulsif dan tidak dapat
mengambil keputusan yang baik.

Efek jangka panjang dari gejala-gejala ini bisa separah kerusakan otak. Faktanya, banyak penelitian
yang mengeksplorasi efek gangguan ketergantungan layar telah membuktikan bahwa otak anak-
anak menyusut atau kehilangan jaringan di lobus frontal, striatum, dan insula; area ini membantu
mengatur perencanaan dan organisasi, menekan impuls yang tidak dapat diterima secara sosial, dan
kapasitas kita untuk mengembangkan kasih sayang dan empati.
Perangkat atau gadget itu sendiri tidak buruk bahkan amat membantu. Mereka adalah alat yang
berguna dan penting untuk komunikasi, penelitian, pembelajaran, hiburan. “Orang tua yang
berurusan dengan pelajar abad ke-21, sering disebut 'digital natives'. Mereka harus mengizinkan
anak-anak mereka memanipulasi alat-alat ini. Namun dilain pihak harus ada keseimbangan sebagai
kata kuncinya. ”

5 Tips untuk Orang Tua dengan Anak yang Memiliki Gangguan Ketergantungan Layar (Screen Addict)

Menurut rekomendasi baru American Academy of Pediatrics untuk penggunaan gawai/ gadget anak-
anak dan metode Dr. Lynn:

Untuk anak-anak di bawah 18 bulan, hindari penggunaan gawai berlayar selain obrolan video. Orang
tua dari anak-anak berusia 18 hingga 24 bulan yang ingin memperkenalkan gawai digital harus
memilih program berkualitas tinggi dan menontonnya bersama anak-anak mereka untuk membantu
mereka memahami apa yang mereka tonton.

Untuk anak-anak usia 2 hingga 5 tahun, batasi penggunaan layar hingga 1 jam per hari untuk
program berkualitas tinggi. Orang tua hendaknya melihat gawai bersama anak-anak untuk
membantu mereka memahami apa yang mereka lihat dan menerapkannya pada dunia di sekitar
mereka.

Untuk anak-anak usia 6 tahun ke atas, berikan batasan yang konsisten pada waktu yang dihabiskan
untuk menggunakan gawai, dan jenis gawainya, dan pastikan penggunaan gawai tidak menggantikan
waktu tidur yang cukup, aktivitas fisik, dan perilaku lain yang penting untuk kesehatan.

Tetapkan aturan dasar sejak dini dan tegakkan mereka yang menentukan waktu bebas dalam
menggunakan gawai bersama, seperti makan malam atau mengemudi, serta lokasi bebas gawai di
rumah, seperti kamar tidur.

Tetap dalam percakapan dengan melakukan komunikasi berkelanjutan tentang bernegara dan
berbangsa dengan memperhatikan keamanan online, termasuk memperlakukan orang lain dengan
hormat secara online dan offline

Tampaknya perlu kesadaran sosial dari para orangtua akan hal ini proses rutinisasi - pembiasaan
secara konsisten harus dilakukan agar menjadi habit yang produktif, sehingga pencegahannya dapat
dilakukan sejak dini dan anak anak Indonesia memiliki digital resilience sehingga dapat beradaptasi
dan tetap produktif dalam era digital ini. Sehat Digital anak Indonesia

Jakarta 21 Mei 2021

Heru Wiryanto

Behavioral Data Scientist

Anda mungkin juga menyukai