Anda di halaman 1dari 8

KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KELURAHAN

PUDAKPAYUNG, SEMARANG - INDONESIA

Feasibility Study Of Settlement Sustainability Development In The


Pudakpayung Village, Semarang - Indonesia

Parfi Khadiyanto1 Yurike Winarendri,2


1Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota FT UNDIP Semarang
2Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang

INFORMASI ARTIKEL Abstrak


Kelurahan Pudakpayung terletak di Kota Semarang bagian Selatan,
merupakan daerah yang memiliki lahan bergelombang, akan tetapi
kawasan ini ditetapkan sebagai wilayah pengembangan
permukiman dalam RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031.
Pengertian pengembangan permukiman menurut Buku Panduan
Umum Pengembangan Permukiman RPIJM (Rencana Program
Investasi Jangka Menengah) dari Direktorat Jenderal Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum (2007) yaitu pengembangan
permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan yang pada
hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan
perdesaan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai,
sejahtera, dan berkelanjutan. Guna mengantisipasi kejadian yang
tak diinginkan, maka perlu dikaji lebih dahulu penetapan
Kelurahan Pudakpayung sebagai wilayah pengembangan
permukiman, jangan sampai terjadi pembangunan permukiman
yang salah menempati lahan. Maka dari itu, tujuan penelitian ini
adalah mengkaji kesesuaian lahan di Pudakpayung Semarang,
yang merupakan wilayah yang telah ditetapkan sebagai wilayah
pengembangan permukiman, analisis yang digunakan adalah
analisis SWOT dengan pendekatan analisis deskriptif kuantitatif.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa Kelurahan Pudakpayung
adalah kawasan yang cukup sesuai dan layak untuk dikembangkan
sebagai wilayah pengembangan permukiman, potensi utamanya
adalah bahwa kawasan ini merupakan kawasan fungsi budidaya.
Sedangkan yang paling melemahkan adalah tanah atau lahan yang
Kata kunci:
bergelombang
Pudakpayung;
pengembangan permukiman,
Kata Kunci: Pudakpayung; pengembangan permukiman, SWOT
SWOT
Abstract
Pudakpayung village, located in Southern Semarang City, is an area
that has bumpy land. However, this area is designated as the
residential development area in RTRW (masterplan) of Semarang City
in 2011-2031. The development of settlements according to RPIJM
Settlement Public Work Guidelines (Medium Term Investment
Program Plan) from the Directorate General of Human Settlements of
the Ministry of Public Works (2007) that the development of
settlements is both for urban and rural areas which is basically
improving the liveable conditions of urban and rural areas in order to
become safe, comfortable, peaceful, prosperous, and sustainable. It is
therefore, necessary, to first review the designation of Pudakpayung
village in Semarang City as a residential development area, so that
there will be no construction of wrong settlement occupying the land.
The purpose of this study is to assess the suitability of land settlements

142
in the area that has been established as the area of settlement
development. The SWOT analysis with quantitative descriptive
approach were used in analysing the data. The results show that
Pudakpayung village is an appropriate and feasible area to be
developed as a residential development area, in which its main
potential is the cultivation area. Whereas, the most debilitating area
is the bumpy land.

Keywords: Pudakpayung; development of settlements, SWOT

© 2018

143
PENDAHULUAN itu sendiri sebagai bahan pertimbangan, tetapi
juga memperhatikan kelengkapan dari sarana
Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang dan prasarana penunjang di kawasan tersebut
Perumahan dan Permukiman memuat (Khadiyanto, 2015). Karena pada hakekatnya,
penjabaran yang berbeda antara perumahan dan manusia tidak akan berdiam diri tetapi akan
permukiman. Permukiman adalah bagian dari melakukan segala bentuk aktivitas untuk
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari melangsungkan kehidupannya. Aktivitas
satu satuan perumahan yang mempunyai tersebut dapat berupa aktivitas sosial, ekonomi,
prasarana, sarana, utilitas umum, serta dan lain sebagainya (Raditya, 2011). Jika suatu
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di wilayah atau kawasan permukiman memiliki
kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. kondisi permukiman yang layak huni, aman,
Sedangkan perumahan adalah kumpulan rumah nyaman, damai, sejahtera, dan berkelanjutan
sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maka lokasi permukiman yang seperti itulah
maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan yang layak untuk dikembangkan sebagai
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai lingkungan hunian, dan sebaliknya, apabila
hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni terdapat faktor yang dapat mengganggu atau
(Akhnoer, 2008). mengancam keselamatan penghuninya, maka
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat pemerintah dan pihak terkait lainnya harus
dan ketersedian lahan yang terbatas dengan mengambil sebuah solusi atau keputusan untuk
karakteristiknya yang berbeda-beda merupakan memastikan keberlanjutan permukiman
sebuah masalah utama dalam pengembangan tersebut (Khadiyanto, 2016).
permukiman. Adapun pengertian Semarang merupakan kota yang memiliki
pengembangan permukiman menurut Buku perkembangan kawasan yang cukup pesat dilihat
Panduan Umum Pengembangan Permukiman dari pertumbuhan permukiman, perdagangan,
RPIJM (Rencana Program Investasi Jangka dan jasa maupun industrinya. Kota Semarang
Menengah) dari Direktorat Jenderal Cipta Karya dibagi menjadi dua bagian kawasan yaitu
Departemen Pekerjaan Umum (2007) yaitu Kawasan Semarang Bawah dan Semarang Atas.
pengembangan permukiman baik di perkotaan Kedua kawasan tersebut berbeda fungsi dimana
maupun di perdesaan yang pada hakekatnya Semarang Atas lebih difungsikan sebagai
adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan kawasan penyangga Semarang Bawah,
dan perdesaan yang layak huni (livable), aman, sedangkan Semarang Bawah difungsikan sebagai
nyaman, damai, sejahtera, dan berkelanjutan. pusat kota. Kecamatan Banyumanik merupakan
Penataan ruang merupakan salah satu instrumen salah satu kecamatan yang berada di bagian
didalam perencanaan dan merupakan bagian Kawasan Semarang Atas. Kecamatan
dari sebuah perencanaan. Penataan ruang Banyumanik merupakan kecamatan yang
merupakan pedoman dalam perencanaan, difungsikan sebagai kawasan militer dan
pemanfaatan dan pengendalian ruang, selain itu perkantoran. Di Kecamatan Banyumanik ini
perencanaan tata ruang adalah sebuah proses dijadikan kawasan penyangga untuk Semarang
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang Bawah karena di sini masih banyak terdapat
meliputi penyusunan dan penetapan rencana kawasan hijau sebagai pelindung untuk
tata ruang (Budhy, Tjahjati, 2011). Di Indonesia mengantisipasi agar Semarang Bawah tidak
terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang terjadi banjir. Kecamatan Banyumanik
penataan ruang yaitu pada Undang-Undang merupakan kawasan yang padat dan dengan
nomor 26 tahun 2007. Di dalam undang-undang intensitas pembangunan yang tinggi, hampir
tersebut terdapat aturan mengenai pembuatan disetiap kelurahan di banyumanik ada proyek
dokumen Rencana Tata Ruang. Di dalam rencana pembangunan, baik pembangunan permukiman,
tata ruang terdapat produk yang dinamakan aktifitas ekonomi maupun jasa, tak terkecuali di
dokumen tata ruang, dalam praktek penyusunan Kelurahan Pudakpayung. Kelurahan
ruang di Indonesia, dokumen tata ruang bersifat Pudakpayung merupakan kawasan pemekaran
hirarki mulai dari dokumen yang bersifat makro permukiman di Kecamatan Banyumanik yang
yang diberlakukan pada level nasional hingga memiliki perkembangan aktifitas pembangunan
dokmen yang paling detai hingga berlaku pada cukup signifikan (Febriyaningsih, 2009).
kawasan tertentu (Budiharjo, 2011). Rencana Akan tetapi mengingat lahan yang ada di
tata ruang tersebut merupakan acuan dari segala Pudakpayung tidak datar, yaitu bergelombang,
hal mengenai perencanaan, pemanfaatan dan bahkan ada lereng yang cukup curam, maka
pengendalian pemanfaatan ruang (Yunus, 2005). perlu dikaji terlebih dahulu kesesuaian lahannya
Untuk memilih tempat tinggal, biasanya untuk pengembangan permukiman baru.
masyarakat tidak hanya melihat kondisi rumah

144
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal di
wilayah yang layak huni, maka pengembang
serta pemerintah kota berkewajiban untuk
menyediakan lahan dan permukiman yang layak
untuk dihuni (Khadiyanto, 2005). Oleh karena itu
perlu dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk
pengembangan permukiman berdasarkan
kriteria-kriteria dasar yaitu, lahan harus berada
pada kawasan budidaya, bukan daerah rawan
bencana, relatif datar, tersedia sarana dan
prasarana yang memadai, aksesibilitas mudah,
jaringan air bersih tersedia.
Itulah pentingnya mengkaji ulang penetapan
kelurahan Pudakpayung yang lahannya Gambar 1:
bergelombang, dan ketersediaan jaringan air Kota Semarang
bersih belum ada, apakah benar lingkungan ini (Bappeda, 2011)
layak untuk dikembangkan sebagai kawasan
permukiman.

LOKASI PENELITIAN:

Lokasi penelitian adalah di Kelurahan


Pudakpayung, Kecamatan Banyumanik, Kota
Semarang. Lokasi ini dipilih, sebab
perkembangan pembangunan permukiman yang
terjadi saat ini tumbuh sangat pesat, hal ini
terjadi karena lokasi terletak di tepi akses jalan
utama (jalan provinsi) yaitu jalur jalan arah Solo
– Semarang. Juga dekat dengan pusat
pertumbuhan permukiman yaitu Perumnas
Banyumanik, yang sudah memiliki bangunan
rumah lebih dari 10.000 unit, ada sub-terminal di
banyumanik yaitu transit jalur dari Kota
Yogyakarta, Magelang, Solo, Purwokerto, di Gambar 2:
lokasi ini sudah ada pusat perbenlanjaan modern Kelurahan Pudakpayung, Semarang
dan lengkap, yaitu “Super Indo”, “ADA super (Bappeda, 2011)
market”, “Transmart”, dan rumah sakit
“Hermina”, serta fasilitas lingkungannya lainnya TUJUAN
yang lengkap.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji
kesesuaian lahan pada wilayah yang telah
ditetapkan sebagai wilayah pengembangan
permukiman, analisis yang digunakan adalah
analisis SWOT dengan pendekatan analisis
kuantitatif.

SASARAN

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat


beberapa sasaran yang harus dilakukan yaitu:
1. Identifikasi lokasi permukiman berdasarkan
fungsi lahan, yaitu menemukan kepastian
bahwa lahan pengembangan merupakan
lahan dengan fungsi budidaya.
2. Identifikasi lokasi permukiman terhadapa
kerawanan bencana alam.

145
3. Identifikasi lokasi permukiman berdasarkan kesesuaian lahan, rawan bencana, ketersediaan
kelengkapan sarana dan prasarana sumberdaya air, kelerengan lahan, sebaran
lingkungan. permukiman, sarana dan prasarana, serta jarak
4. Identifikasi lokasi permukiman berdasarkan lokasi terhadap fasilitas pusat pelayanan kota.
jarak atau kedekatan dengan kawasan Kesesuaian lahan dilakukan dengan menghitung
pengembangan perkotaan. nilai dari aspek erosivitas lahan, curah hujan, dan
5. Melakukan perhitungan dengan analisis kemiringan lahan, apabila nilai total berada pada
SWOT, untuk menemukan kelayakan lokasi angka 125 ke bawah, maka kawasan tersebut
sebagai wilayah pengembangan berfungsi sebagai kawasan budidaya. Kerawanan
permukiman. bencana dilihat dari data series yang ada di
lokasi, selama 30 tahun terakhir bencana alam
METODE apa saja yang telah terjadi. Ketersediaan
sumberdaya air didapat dari survey langsung ke
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan lapangan, dengan melihat dan wawancara
positifistik, deskriptif kuantitatif dengan kepada masyarakat. Sebaran permukiman di
menggunakan analisis SWOT. dapat dari peta guna lahan yang ada di
Dimulai dari mendeskripsikan wilayah Kelurahan, untuk di cross-check dengan peta
penelitian, yang kemudian dilanjutkan dengan yang ada di Pemerintah Kota Semarang.
melihat aspek-aspek kekuatan dan kelemahan
secara internal, dan peluang serta ancaman Tabel 1: Penilaian Kelas Lereng
secara eksternal, yang semua itu di analisis No Kelas Kelerengan/Kemiringan Sifat Skor
Lereng
melalui analisis SWOT untuk mengetahui
1 I 0–8% Datar 20
kesesuai lahannya, guna pengembangan 2 II 8 – 15 % Landai 40
permukiman sesuai yang ditetapkan dalam 3 III 15 – 25 % Agak 60
RTRW Kota Semarang sampai dengan 2031. Curam
Secara diagramatis dapat dilihat pada gambar 3 4 IV 25 – 45 % Curam 80
5 V >45 % Sangat 100
di bawah ini: Curam
(Sumber: Khadiyanto, 2005)

Tabel 2: Penilaian Jenis Tanah Menurut


Kepekaan Terhadap Erosi
No Jenis Tanah Deskri Skor
psi
1 Aluvial, tanah Tidak 15
glay, planosol Peka
hidromorf
kelabu, laterit
air tanah
2 Latosol Kurang 30
Peka
3 Rown forensit Agak 45
soil, noncaltic peka
brown,
mediteran
4 Andosol, Peka 60
Laterik,
grumusol,
podsolic,
podsolitik
5 Regosol, Sangat 75
Litosol, Peka
oragonosol,
Sumber: analysis peneliti renzina
Gambar 3: Kerangka Pemikiran (Sumber: Khadiyanto, 2005)

Analisis pengembangan permukiman dalam


penelitian ini merupakan akhir dari semua
identifikasi yang dilakukan sebelumnya yaitu
mulai dari identifikasi permukiman berdasarkan

146
Tabel 3: Intensitas Hujan Harian Rata – Rata sebesar 60. Hal ini masih perlu dilihat kondisi
dan Nilai Skor kelerengan atau kemiringan tanah rata-rata di
No Kela Interval Keteranga Skor Kelurahan Pudakpayung, dari hasil pemetaan
s (mm/hari n yang dilihat melaui google earth, bisa dihitung
) kemiringan lahan berkisar antara 12-20%, untuk
1 I 0 – 13,6 Sangat 10 pengamanan dalam penilaian, diambil nilai
Rendah tertinggi, sehingga Pudakpayung masuk kategori
2 II 13,6 – 20,7 Rendah 20
agak curam, dengan nilai = 60. Jadi total seluruh
3 III 20,7 – 27,7 Sedang 30
nilai lahan guna penetapan fungsa kawasan,
4 IV 27,7 – 34,8 Tinggi 40 mencapai angka 30+30+60 = 120.
5 V >34,8 Sangat 50 Menurut Khadiyanto (2005) dinyatakan bahwa
Tinggi ada penetapan nilai lahan dari ketiga aspek
(Sumber: Khadiyanto, 2005) tersebut sebagai berikut:

Semua identifikasi yang telah dilakukan Tabel 4: Kriteria Penetapan Kawasan


merupakan dasar dalam analisis untuk melihat Lindung dan Budidaya
kesesuaian lahan dalam pengembangan No Fungsi Kawasan Total Nilai
permukiman. Dalam analisis pengembangan Skor
permukiman ini terdapat dua hal yang akan 1. Kawasan Lindung >175
dilakukan yaitu mengidentifikasi kekuatan, 2. Kawasan Penyangga 125 – 174
kelemahan, potensi, dan ancaman/ kendala yang 3. Kawasan Budidaya <125
ada yang disajikan dalam bentuk tabel selisih
nilai total ”Kekuatan-Kelemahan” dan selisih (Sumber: Khadiyanto, 2005)
nilai total “Peluang-Ancaman”.
Selanjutnya yaitu melakukan rekapitulasi nilai Sehingga bisa dinyatakan bahwa Pudakpayung
berdasarkan sifatnya apakah nilai positif atau masih termasuk sebagai kawasan fungsi
negatif untuk dimasukkan dalam kuadran posisi. budidaya, diperkenankan secara fisik alamiah
Peletakan hasil hitungan dalam kuadran atau untuk dikembangkan sebagai permukiman.
diagram SWOT disesuaikan dengan hasil nilai
sumbu x dan sumbu y yang diperoleh dari
perhitungan selisih S-W dan O-T. Sehingga bisa
diketahui nilai potensi tingkat kesesuaian lahan
untuk pengembangan permukimannya.

Gambar 5: Kondisi Kemiringan Lahan Di


Kelurahan Pudakpayung
Gambar 4: Kuadran Analisis Swot Sumber: google earth
Sumber: Rangkuti, Freddy, 2013
Dari temuan lainnya, yang berupa kedekatan
dengan pusat pengembangan wilayah, dalam hal
HASIL DAN PEMBAHASAN
ini jarak Pudakpayung dengan pusat
permukiman di Kecamatan Banyumanik, yaitu
Dengan melakukan penghitungan dari aspek
Perumnas Banyumanik, hanya sekitar 3 (tiga)
curah hujan, yaitu dilihat dari data 30 tahun ke
km, dianggap sebagai dekat.
belakang, curah hujan di Pudakpayung rata-rata
Sumber air untuk kebutuhan domestik belum
sebesar 26 mm/hari, masuk dalam kategori
ada jaringan dari Perusahaan Air Minum daerah
sedang, dengan nilai = 30. Untuk tingkat
Kota Semarang, semua menggunakan air tanah,
erosivitas yang ada di Pudakpayung, masuk
yaitu sebagian besar berupa sumur dangkal dan
kategori kurang peka dengan nilai = 30, sehingga
sebagain kecil menggunakan sumur artesis,
gabungan dari dua kategori tersebut adalah

147
dengan kedalaman sekitar 80-100 m dari
permukaan tanah. Tabel 7: Peluang pengembangan
Fasilitas sarana dan prasarana dasar belum permukiman di Kelurahan Pudakpayung
lengkap, untuk fasilitas pendidikan masih PELUANG bobot ranking nilai
menginduk kepada Kelurahan Srondol Wetan, dekat dengan pusat 0,2 3 0,6
yaitu berjarak sekitar 4 km, dan untuk fasiltas pengembangan
kesehatan masih menginduk pada Kelurahan lingkungan
Padangsari dan Srondol Kulon yang berjarak tidak 0,3 2 0,6
sekitar 5 km. mempengaruhi
Jaringan transportasi umum tidak menjangkau kawasan sekitarnya
wilayah ini, tetapi jarak dari jalan raya utama 0,5 1,2
yang menghubungkan jalur Solo – Semarang Sumber: hasil analisis
hanya berkisar 0,5 km saja.
Dari perhitungan aspek internal yang dimilik, Secara ekternal, untuk nilai ancamanyang ada di
yaitu berupa kekuatan dan kelemahan, maka kelurahan Pudakpayung dalam rangka
didapatkan hasil sebagai terlihat dalam tabel 5 pengembangan sebagai wilayah permukiman,
berikut: bisa dilihat dalam tabel 8 di bawah ini:

Tabel 5: Potensi Kekuatan Internal Tabel 8: Nilai ancaman yang ada di


KEKUATAN bobot ranking nilai kelaurahan Pudakpayung
fungsi lahan budidaya 0,2 4 0,8 ANCAMAN bobot ranking nilai
kerawanan thd 0,15 3 0,45 tidak dilalui 0,3 -2 -0,6
bencana (tak ada) transportasi
ada cukup lahan 0,1 3 0,3 umum
untuk pengembangan tak ada jaringan 0,2 -2 -0,4
akses mudah 0,1 2 0,2 persampahan
0,5 -1
0,55 1,75
Sumber: hasil analisi
Sumber: hasil analisis
Dari potensi ekternalnya yang dimiliki oleh
Sedangkan kelemahan yang terdapat dalam
Kelurahan Pudakpayung dalam rangka untuk
internal lokasi di Kelurahan Pudakpayung adalah
pengembangan permukiman secara total, yaitu
sebagai terlihat dalam tabel 6 berikut:
merupakan penjumlahan nilai potensi peluang
dengan nilai ancaman, didapatkan hasil sebesar
Tabel 6: Potensi Kelemahan yang ada di
= 1,2 – 1 = 0,2
Pudakpayung
Meskipun relatif kecil, yaitu tidak mampu
KELEMAHAN bobot ranking nilai
mencapai angka 0,5, tetapi hal ini masih
lahan 0,15 -3 -0,45 menunjukkan sebuah potensi positif, secara
bergelombang diagramatis dapat dilihat dalam gambar 6
sarpras kurang 0,1 -3 -0,3 sebagai berikut:
utilitas kurang 0,05 -3 -0,15
permukiman 0,05 -2 -0,1
menyebar
air bersih sulit 0,1 -3 -0,3
0,45 -1,3
Sumber: hasil analisis

Dari potensi internalnya yang dimiliki oleh


Kelurahan Pudakpayung dalam rangka untuk
pengembangan permukiman secara total, yaitu
merupakan penjumlahan nilai potensi kekuatan
dengan nilai kelemahan, didapatkan hasil Gambar 6: Posisi hubungan faktor internal
sebesar = 1,75 – 1,3 = 0,45 dan eksternal, untuk pengembangan
Secara ekternal, maka dapat dilihat peluang dan permukiman di Pudakpayung, Banyumanik
ancaman yang terjadi, nilai dari peluang yang Semarang
didapat berdasarkan temuan di lapangan adalah Sumber: hasil analysis peneliti
sebagai terlihat dalam tabel 7 berikut:

148
Posisi ekternal antara peluang dibandingkan Pembangunan Perkotaan di Indonesia”.
dengan ancaman, masih memiliki nilai positif Penerbit: Urban and Regional
yaitu sebesar +0,2 sebagai sumbu X. Sedangkan Development Institute (URDI) dan
posisi internal antara kekuatan dan kelemahan Yayasan Sugijanto Soegijoko bekerjasama
yang dimiliki, masih besar nilai kekuatannya dengan Lembaga Penerbit Fakultas
yaitu +0,45 sebagai sumbu Y. Maka posisi potensi Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
kawasan untuk dikembangkan sebagai wilayah Budiharjo, Eko. (2011). Penataan Ruang dan
pengembangan permukiman termasuk layak, Pembangunan Kota. : PT.Alumni.
yaitu berada pada kuadran 1 (satu) yang artinya Bandung, Cetakan kedua
semua komponen adalah baik untuk Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen
dikembangkan (progresif). Pekerjaan Umum (2007) Laporan Akhir
Kajian Pengembangan Perumahan dan
KESIMPULAN Permukiman Di Kabupaten/Kota.
Kementrian Pekerjaan Umum dan
Kelurahan Pudakpayung adalah kawasan yang Perumahan Rakyat Republik Indonesia,
sesuai dan layak untuk dikembangkan sebagai Jakarta.
wilayah pengembangan permukiman, potensi Febriyaningsih, Laeli. “Profil Kelurahan
utamanya adalah bahwa kawasan ini merupakan Pudakpayung”. Juni 2009. http://laeli-
kawasan fungsi budidaya. Sedangkan yang paling deanova-
melemahkan adalah tanah atau lahan yang febri.blogspot.com/2009/06/profil-
bergelombang kelurahan-Pudakpayung.html
Saat ini, sarana dan prasarana dasar memang Khadiyanto, Parfi (2005); Tata Ruang Berbasis
masih minim, akan tetapi sejalan dengan Pada Kesesuaian Lahan; Badan Penerbit
perkembangan wilayah, pasti akan tumbuh UNDIP, Semarang
banyak investor yang akan membangun sarana Khadiyanto, P (2015); Settlement Adaptation on
dan prasarana dasar yng berkolaborasi dengan a Seawater Tide Overflow Area, at The
pemerintah daerah North Part of Semarang, Indonesia;
Secara keselurah memang nilai potensi onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/jfr
pengembang tidak begitu tinggi, tetapi hasilnya 3.12167 – journal of Flood Risk
tetap positif, yaitu masuk kategori bisa Management, publish 14 May 2015
dikembangkan (progresif) Khadiyanto, Parfi (2016); Correlation Between
Quality of Environment and Quality of Life,
UCAPAN TERIMA KASIH in Trimulyo Village, Genuk Sub District,
Semarang City, Indonesia; IOSR Journal of
Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh rekan Humanities and Social Science (IOSR
di Laboratorium Rancang Kota atas segala JHSS), vol 21 – issue 9, September 2016
bantuannya, juga kepada aparat Pemerintaha Raditya, Denny.(2011).Pengertian Umum
Kelurahan Pudakpayung, khususnya para Mengenai Perencanaan Wilayah dan Kota.
pengurus dan Ketua LPMK Kelurahan http://dennyraditya73.wordpress.com/2
Pudakpayung yang banyak memberikan 011/09/27/pengertian-umum-tentang-
masukan tentang kondisi lapangan, dan juga perencanaan-wilayah-dan-kota/ (diakses
kepada staf kantor kelurahan yang menemani 27 September 2007)
survey lapangan, dan mengenalkan kepada Rangkuti, Freddy. 2013. Analisis SWOT, Cara
beberapa warga untuk bisa diajak wawancara. Perhitungan Bobot, Rating, dan OCAI.
Kepada staf Laboratorium Rancang Kota, yaitu Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Santi Dewantari, Tyas Pramaningtyas terima Yunus, H.S.(2005). Manajeman Kota Perspektif
kasih atas bantuan pengetikannya sehingga Spasial. Yogyakarta : Pustaka pelajar.
laporan ini bisa selesai tepat waktu. Pencetak : Pustaka pelajar offset. Cetakan
1 september 2005.cetakan 2 mei 2008
DAFTAR PUSTAKA pp.2005.63

Akhnoer.(2008).Tata Ruang.
http://akhnoer.wordpress.com/2008/12
/06/tata-ruang/ (diakses 6 Desember
2008)
Budhy, Tjahjati Soegijoko, dkk. (2011) Bungai
Rampai Pembangunan Kota Indonesia
Dalam Abad 21. Buku 1 “Pengalaman

149

Anda mungkin juga menyukai