Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMASETIKA III


SUSPENSI

Disusun Oleh :
Fina Sarah Handayani 2019130034 (Ketua)
Dyna Mardyanti 2019130030
Zahra Savitri 2019130031
Aulia Dwi Pramesty 2019130032
Sekar Septiani Putri 2019130035
Shavira Laonga 2019130036
Nadya Aurelia 2019130037
Siti Putri Bethawidianata 2019130039

Kelas/Kelompok : A/3
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
I. TUJUAN
1. Untuk mempelajari dan memahami teori suspensi secara umum.
2. Untuk memahami dan membuat sediaan obat berbentuk suspensi dengan
pemilihan suspending agent yang sesuai dan baik.
3. Untuk mempelajari bahan-bahan pembuatan sediaan suspensi yang baik.
4. Untuk mengetahui dan mengamati pengaruh pembasah dan cara
pengembangan bahan pensuspensi yang digunakan.

II. TEORI DASAR


Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis,
yaitu suspensi yang siap digunakan atau yang dikonstitusikan dengan
jumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan.
Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal.
(Farmakope Indonesi V Halaman 51).

Menurut Formularium Nasional Edisi II, suspensi adalah sediaan cair


yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan sempurna
dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk
serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan yang akan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan. Sifat fisik untuk
formulasi suspensi yang baik :
1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mengendap secara
lambat dan rata bila dikocok.
2. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari semisolid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.
3. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.
Suatu suspensi dari mulai diolah sampai menjadi suatu bentuk
produk yang pada akhirnya sampai ke pasien membutuhkan waktu yang
cukup lama. Oleh karena itu, sediaan tersebut harus tetap stabil, baik dalam
penyimpanan maupun dalam penggunaan. Hal ini dimaksudkan agar obat
dalam bentuk, bau, dan rasanya dapat diterima pasien dalam keadaan yang
baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas fisik suspensi adalah
volume sedimentasi, sifat alir, dan ukuran partikel (Ansel, 1989).

Ciri-ciri utama dari suspensi ini, yang tergantung pada sifat fase
terdispers, medium disperse dan bahan pembantu farmasi akan dibicarakan
secara singkat. (Ansel Hal. 356)

Macam-macam suspensi berdasarkan penggunaannya (Farmakope


Indonesia V, Hal 51)

1. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi


dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditujukan untuk penggunaan oral
2. Supensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit
3. Suspense tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus
yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar
4. Suspense optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada
mata

Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan


suatu suspensi farmasi yang baik. Disamping khasiat terapeutik, stabilitas
kimia dan komponen–komponen formulasi, kelanggengan sediaan dan
bentuk estetik dari sediaan perlu diperhatikan. Sifat–sifat yang diinginkan
untuk suspensi farmasi:
1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dapat dengan tepat mengendap
secara lambat dan harus rata lagi bila dikocok.
2. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari suspensoid tetap konstan untuk waktu yang lama pada
penyimpanan.
3. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan
4. Homogen (Ansel, 1989).

Pembuatan sediaan suspensi pembuatan sediaan obat suspensi


dibedakan menjadi empat fase yakni:

1. Pendistribusian dan penghalusan fase terdispersi.


2. Pencampuran dan pendispersian fase terdispersi di dalam bahan
pendispersi.
3. Stabilisasi untuk mencegah atau mengurangi pemisahan fase.
4. Homogenasi, sebagai perantara fase terdispersi dalam bahan
pendispersi.

Keuntungan sediaan suspensi :

1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet/kapsul


terutama anak-anak
2. Homogenitas tinggi
3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul ( karena luas permukaan
kontrak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat)
4. Dapat menutupi rasa tidak enak,pahit obat (dari larut/tifaknya)
5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air
6. Menutupi bau yang tidak enak.
Kerugian sediaan suspensi :

1. Kestabilan rendah (pertumbuhan krista; (jika jenuh), degradasi,dll)


2. Jika membentu “caking” akan sulit tersispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun.
3. Alirannya menyebabkan sukar dituang
4. Ketetapan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem
dispersi(caking,flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi flokulasi-
deflokulasi) terutama jika terjadi flokulasi/perubahan temperatur
6. Sediaan suspensi harus dokocok terlebih dahulu untuk memperoleh
dosis yang diinginkan.

III. DATA PREFORMULASI


A. Zat Aktif
1. Zinc Oxyd (Farmakope Indonesia Ed. VI Hal. 1804)
Rumus Molekul : ZnO
Bobot Molekul : 81,38 g/ml

Pemerian : Serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih


kekuningan , tidak berbau
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol; larut
dalam asam encer.
Khasiat : Antiseptikum
Wadah : Dalam wadah tertutup baik

B. Zat Tambahan
1. HPMC (Handbook of Pharmaceutical Exipients Halaman 317)
Pemerian : Serbuk atau granul, putih atau putih
kekuningan, tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam air.
Khasiat : Gelling agent
Konsentrasi :2–6%
Stabilitas : Stabil meskipun higroskopis
OTT : Derivate penol seperti metilen paraben dan
propil paraben.
Wadah : Dalam wadah tertutup baik.

2. Propilen Glikol (Farmakope Indonesia IV halaman 72, Handbook


of Pharmaceutical Exipients halaman 592)
Rumus Molekul : C3H8O2
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa
khas.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton,
dengan kloroform, larut dalam eter, dan
beberapa minyak essensial, tidak bercampur
dengan minyak lemah
Khasiat : Humekton, pembasah, dan pengikat penetrasi
Konsentrasi : 5% atau 15 %
pH :3–6
Stabilitas : Pada temperature rendah dan stabil dengan
etanol 95%
OTT : Tidak dapat bercampur dengan minyak lemah
dan reagen oksidator
Wadah : Dalam wadah tertutup baik.

3. Natrium Benzoat (FI Ed. VI Hal 1215, HOPE Ed. VI Hal 627)
Rumus Molekul : C7H5NaO2
Bobot Molekul : 144,11 g/mol
Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau
atau praktis tidak berbau; stabil di udara.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol dan lebih mudah larut dalam etanol
90%.
Kegunaan : Pengawet
pH :2-5
OTT : Senyawa kuartener (gelatin, garam besi,
garam karmin)
Konsentrasi : 0.02–0.5%
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

4. Eritrosin/FD C Red (Martindale 36 Hal 1471) (HOPE VI Hal 189)


Pemerian : Serbuk halus berwarna merah
Kelarutan : Larut dalam air
Kegunaan : Colouring agents
Konsentrasi : <1% (HOPE VI Hal 189)
IV. FORMULA
R/ Zinc Oksida 15 %
HPCM 4%
Propilen Glikol 15 %
Natrium Benzot 0,1 %
FD & C Red 0,01 %
Aquadest ad 300mL

V. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


A. Perhitungan
- Zink Oksida : = 45 gram
- HPCM : = 12 gram
 Etanol untuk HPCM : 10 12 gram = 120 ml
- Propilen Glikol : = 45 gram
- Natrium benzoat : = 0,3 gram
- FD & C Red : = 0,03 gram
- Aquadest : 300 ml – (45+12+120+45+0,3+ 0.03)
: 300 ml – 222,33
= 77,67 ml
B. Penimbangan
BAHAN TEORI PRAKTIK
Zink Oksida 45 gram 45 gram
HPCM 12 gram 12,10 gram
Propilen Glikol 45 gram 45,20 gram
Etanol untuk HPCM 120 ml 120 ml
Natrium Benzoat 0,3 gram 0,5 gram
FD & C Red 0,03 ml 3 tetes
Aquadest 77,67 ml ad 300ml
VI. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Beaker Glass 8. Gelas Ukur
2. Cawan Penguap 9. Pipet Tetes
3. Mortir 10. Batang Pengaduk
4. Stamper 11. Botol 60 Ml
5. Timbangan 12. Sudip
6. Viscometer Stomer 13. pH Meter
7. Viskometes Brookfield 14. Erlenmeyer
B. Bahan
1. Zink Oksida 4. Natrium Benzoate
2. HPCM 5. FD & C Red
3. Propilen Glikol 6. Aquadest

VII. CARA KERJA


1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang masing-masing bahan.
3. Dikalibrasi botol 60ml.
4. Dipanaskan mortir dan stamper.
5. Dikembangkan HPCM dengan etanol didalam mortir dan stamper yang
sudah dipanaskan, kemudian digerus ad mucilago (M1).
6. Disiapkan mortar dan stamper baru untuk menggerus zink oksida dan
Propilen Glikol gerus ad homogen (M2).
7. Dimasukkan M2 sedikit demi sedikit kedalam M1 lalu gerus ad
homogen.
8. Dilarutkan Natrium Benzoat dengan aquadest dalam beaker glass aduk
ad larut, lalu ditambahkan kedalam lumbang gerus ad homogen.
9. Ditambahkan FD & C Red sebanyak 3 tetes kedalam lupang aduk ad
homogen.
10. Ditambahkan aquadest untuk mengencerkan suspense, aquadest ad tanda
kalibrasi, tutup botol, kemudian kocok ad homogen.
11. Dimasukkan dalam wadah, dan sisanya dilakukan uji evaluasi suspensi.

VIII. EVALUASI DAN TABULASI DATA


A. Evaluasi
1. Uji Organoleptik
- Cara : Diamati warna dan baunya

2. Uji Sedimentasi
- Cara : Dimasukkan suspensi kedalam tabung sediaan oral
dan diamati.

- Rumus : F

- Syarat : F = 1

3. Bobot Jenis
- Cara : Piknometer dibersihkan, dikeringkan, dikalibrasi,
ditimbang viskometer kering/kosong, piknometer dengan
aquadest 20°C, ditimbang piknometer dobersihkan kemudian
diisi dengan sampel 20°C kemudian ditimbang.
- Rumus :
( ) ( )
BJ = ( ) ( )
4. Viskositas ( Viskositas Brookfield )
- Cara : Suspensi dimasukkan dalam wadah/ gelas viskositan
untuk uji viskositasnya spindle dipasang dan
ditentukan ukurannya, lalu dicelupkan ke gelas
viskositas RPM ditentukan, kemudian alat dinyatakan
dan dicatat skala, hitung da tentukan sifat alirnya.
- Syarat : > 10 skala dicatat.
< 10 RPM dinaikkan.
>10 Spindle diganti lebih besar.
- Rumus : ƞ = r x t
F = r x Kv
5. Uji pH
- Cara : Dikalalibrasi pH meter dengan Buffer pH, Batang pH
dibilas dengan aquadest, dilakukan pengukuran pada
larutan uji.

B. Tabulasi Data
1. Uji Organoleptik
Uji Hasil
Warna Merah Muda
Bau Tidak Berbau
Rasa Pahit

2. Uji Sedimentasi
Pengamatan Rumus Hasil
V0 30
15 menit V1 30
F 1
V0 30
30 menit V1 30
F 1
V0 30
45 menit V1 30
F 1
V0 30
60 menit V1 30
F 1
V0 25
1 hari V1 30
F 0,83

3. Bobot Jenis
Gelas visko Gelas visko Gelas visko
Formula Bobot Jenis
kosong + sediaan + aqua
Suspensi 32,10 86,85 81,38 1,1109
( ) ( )
- Perhitungan BJ = ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )

4. Viskositas
No. Ƞ (cps) F (dyne/cm2)
RPM Skala(r) Faktor (r)
Spindle Ƞ = (r x f) F = (r x Kv)
1 12 16 5 80 10.779,2
1 30 31,5 2 63 21.211,55
1 60 80 1 80 53.896
1 30 38 2 76 51.201,2
1 12 23 5 115 77.475,5

5. Uji pH
Formula pH
Suspensi 4 (Asam)

IX. PEMBAHASAN
1. Pada praktikum pembuatan sediaan suspensi , zat aktif yang digunakan
adalah Zink oksida, dengan zat tambahan HPCM,Natrium benzoate,FD
& C Red dan aquadest
2. Alasan pemilihan Bahan
 Zink oksida pada sediaan digunakan sebagai antiseptikum lokal,
maka sangat cocok dibuat sebagai suspensi topical ,Zink oksida
memiliki kelarutan yang praktis tidak larut dalam air, untuk zat aktif
yang tidak larut air, sangat cocok dibuat dalam sediaan suspensi (FI
III, 636).
 HPCM di gunakan sebagai untuk gelling agent, HPMC memiliki
potensi yang baik dalam sediaan suspensi karena memiliki
aktivitas daya antibakteri yang baik & semakin banyak penggunaan
HPMC, maka viskositas suspensi juga akan meningkat.
 Na benzoat digunakan sebagai pengawet agar tidak tumbuhnya
mikroba di sediaan suspense.
 Propilen glikol digunakan sebagai pelarut dan pembawa khususnya
untuk zat-zat yang yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air.
 Eritrosin digunakan sebagai pewarna agar memberikan warna
tampilan yang menarik pada sediaan suspensi.

X. KESIMPULAN

UJI EVALUASI HASIL KETERANGAN


Organoleptik  Warna : Merah Muda -
 Bau : Tidak Berbau
Volume Sedimentasi F=0 Kurang Baik
pH 4 (Asam) Baik

XI. DAFTAR PUSTAKA


1. Ansel, H.C.(1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,
diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi
keempat. Jakarta: UI Press.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Formularium
Nasional, Edisi Kedua. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2014. Farmakope
Indonesia Ed V. Jakarta: DEPKES
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope
Indonesia Ed VI. Jakarta: DEPKES
5. Lachman L,.H. Liebermen, and J. Kanig, L. (1989). Teori dan
Praktek Farmasi Industri, Terjemahan: Siti Suyatmi, Jilid II Edisi 3,
UI Press: Jakarta.
6. Ristia Rahman, Ika. (2010). Formulasi Suspensi Eritromisin
Menggunakan Suspending Agent Pulvis Gummi Arabici (Pga): Uji
Stabilitas Fisik Dan Daya Antibakteri. Surakarta: Universitas
Muhamadiyah
7. Rowe,Raymond C. Paul J Sheskey, Marian E Quin. 2009. Handbook
Of Pharmaceutical Exipient ed VI. USA: Pharmaceutical Press
XII. KEMASAN

 ETIKET
 BROSUR
XIII. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai