Anda di halaman 1dari 34

HADIS MEMULIAKAN TETANGGA

Makalah Ini Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Ganjil

Pada Mata Kuliah Hadis Maudhui

Oleh:

Syarifah Mudaim fatimatuz zahroh (17210900)

Dosen Pengampu:

Sofyan Effendy, S.Th.I, MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)

JAKARTA

i
1441 H/2019 MKATA PENGANTAR

Bismillâhirrahmânirrahîm

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan


penulis kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat
pada waktunya. Salawat berangkaikan salam juga senantiasa dijunjungkan
kepada baginda Rasul Muhammad saw. karena dengan Al-Qur’an beliau
telah menghantarkan umat manusia kepada jalan keselamatan dunia dan
akhirat.

Adapun makalah ini, bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata


kuliah Hadis, makalah ini berisikan tentang Memuliakan Tetangga. Tetangga
adalah penghuni yang tinggal di sekeliling rumah, sejak dari rumah pertama
hingga rumah ke empat puluh. Ada juga ulama yang tidak memberi batas
tertentu dan mengembalikannya kepada situasi dan kondisi setiap
masyarakat.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Mengingat akan
kemampuan yang penulis miliki untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun selalu penulis nantikan demi untuk perbaikan pembuat
makalah selanjutnya.

Ciputat, 3 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.......................................................................................2
BAB II..........................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
A. Hadis tentang Berbuat Baik Kepada Tetangga................................................3
1. Wasiat (Jibril) Tentang Tetangga.....................................................................4
2. Pemberian Kepada Tetangga Terdekat...........................................................5
3. Janganlah Meremehkan Tetangga Meskipun (Pemberiannya) Hanya Berupa
Kikil Kambing..........................................................................................................6
4. Dosa Orang yang Tetangganya tidak Merasa Aman dari
Gangguan/keburukannya.......................................................................................8
6. Minum dari Mulut Wadah Minuman...........................................................12
7. Haram Hukumnya Menyakiti Tetangga.........................................................14
8. Anjuran Memuliakan Tetangga dan Tamu, serta Senantiasa Diam kecuali
tetntang Kebaikan; Itu Semua adalah Bagian dari Iman.......................................15
9. Dorongan untuk Sedekah Meskipun Sedikit dan Jangan Menahan dari yang
Sedikit Karena Merasa Remeh.............................................................................17
10. Seseorang Tidak Boleh Melarang Tetangganya untuk Menyandarkan Kayu
pada Dinding Rumahnya......................................................................................19
11. Imam Tidak Menshalati Orang yang Bunuh Diri.......................................20
12. Mengada-ada dengan Sesuatu yang Tidak Diberikan...............................22
13. Syuf’ah......................................................................................................22
14. Bersedekah kepada Tetangga yang Miskin...............................................22
15. 4 Sumber Kebahagiaan.............................................................................23

ii
16. Hak Bertetangga.......................................................................................25
17. Musnad Abu Ishaq Sa’d Bin Abi Waqash RA.............................................26
18. Musnad Sa’id Bin Zaid Bin Amr Bin Nufah RA...........................................26
19. Musnad Abdullah Bin Abbas Bin Abdul Muthalib.....................................28
20. Hadits Ummu Salamah Istri NABI SAW RA................................................28
BAB III.......................................................................................................................30
PENUTUP..................................................................................................................30
SIMPULAN............................................................................................................30

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, makhluk yang berubah dan
bertumbuh, saling membutuhkan dan saling mempengaruhi.Hubungan
manusia merupakan perbuatan yang harus dilakukan agar jalinan silaturahmi
semakin harmonis. Petunjuk utama bersilaturahmi setelah Al-Qur’an adalah
hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, hadis berfungsi sebagai penjelas dan
penafsir terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum dan sebagai
sumber hukum, hadis juga merupakan sumber kerahmatan, sumber
keteladanan,atau sumber ilmu pengetahuan.

Hadis adalah apa yang berasal dari Nabi, apa yang berasal dari sahabat,
bahkan ada yang beranggapan hadis itu adalah apa yang disampaikan oleh
tabi’in. Definisi dan pemahaman mengenai hadis, disesuaikan sumber
rujukan dan cara pandang yang digunakan. Pada pemahaman ini
menggunakan definisi ulama hadis, sebagaimana fungsi hadis adalah
memberikan penjelasan yang terperinci, ketika penjelasan itu tidak
dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Hadis adalah pelengkap penafsiran Al-Qur’an.
Al-Qur’an dan hadis diibaratkan dua mata koin yang tidak bisa dipisahkan.

Hal yang utama dalam memperbaiki hubungan kepada sesame manusia,


dimujlai dengan hubungan kepada tetangga. Secara umum, tetangga ialah
orang atau rumahyang rumahnya sangat dekat atau sebelah menyebelah,
orang setangga ialah orang yang tempat tinggalnya (rumahnya) terletak
berdekatan.

Tetangga merupakan orang-orang yang sangat dekat dan menjadi orang


pertama mengetahui jika kita ditimpa musibah. Olehnya, hubungan
bertetangga harus saling kunjung mengunjungi karena itu merupakan
perbuatan terpuji, dari pertemuanlah yang melahirkan kasih sayang yang
sebenarnya.

1
B. Rumusan Masalah
Hadis-hadis yang menjelaskan tentang memuliakan tetangga

C. Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui hadis-hadis yang menjelaskan ulama

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadis tentang Berbuat Baik Kepada Tetangga


Jika umat Islam mengkaji bentul-bentul agamanya mereka akan
menemukan betapa besar perhatian Islam terhadap hak-hak orang lain
(tetangga). Baik dalam al-Qur’an maupun hadis-hadis Nabi Saw.
Seumpamanya al-Qur’an menerangkan, bahwa tetangga termasuk golongan
manusia yang harus kita utamakan untuk kita pergauli dengan
baik,disamping golongan-golongan yang lain seperti kedua orang tua kita,
kerabat kita, anak-anak yatim ataupun orang-orang miskin, karena
merekalah yang diharapkan paling dahulu memberikan bantuan jika
membutuhkannya, jika tiba-tiba kita mendapat musibah kematian misalnya,
tetanggalah yang paling dahulu datang dan membantu kita, dibandingakan
dengan keluarga (family) yang rumahnya lebih jauh.
Setiap orang yang rumahnya bertetangga dengan kita, memiliki hak-hak
sebagai seorang tetangga sekalipun tidak dihubungkan dengan ikatan
keluarga atau agama. Berbuat baik kepada tetangga merupakan contoh
toleransi yang ditekankan Islam.
Banyak hadis Nabi Saw yang memerintahkan berbuat baik kepada
tetangga secara umum, tanpa memandang factor kekeluargaan atau pun
agama dan menegaskan pentingnya hubungan akrab dalam Islam.
Dengan sikap dan perbuatan yang baik, dengan menolong pada
kesusahannyadengan memberi makanan yang diperkirakan dia suka, dengan
memberi oleh-oleh dari berpergian kalau ada, semuanya itu merupakan
didikan kepada tetangga untuk berbuat sebagaimana yang diperbuat.
Sekurang-kurangnya dengan sikap yang baik dan menghormati, maka
bertetangga pun akan bersikap baik dan menghormati. Dan dibawah ini akan
disebutkan hadis-hadis yang berkenaan dengan hal tersebut, di antar
perbuatan yang baik terhadap tetangga yaitu:

3
1. Wasiat (Jibril) Tentang Tetangga
ٍ ‫ َعن يحيى ب ِن س ِع‬،‫ك‬ ِ ِ ٍ ْ‫يل بْ ُن أَبِي أ َُوي‬ ِ ِ
:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫يد‬ َ ْ َ ْ َ ْ ٌ ‫ َح َّدثَني َمال‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫س‬ ُ ‫َح َّد َثنَا إ ْس َماع‬
ِ ِ ٍ ِ
َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،‫ َع ْن َعائ َش ةَ َرض َي اللَّهُ َع ْن َه ا‬،َ‫ َع ْن َع ْم َرة‬،‫أَ ْخَب َرني أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن ُم َح َّمد‬
‫ص لَّى‬
ِ ِ ِ َ ‫ «ما َز‬:‫ال‬ ِ
َ ‫يل بِال‬
ُ ‫ َحتَّى ظََن ْن‬،‫ْجا ِر‬
»ُ‫ت أَنَّهُ َسُي َوِّرثُه‬ ُ ‫ال يُوصيني ج ْب ِر‬ َ َ َ‫اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ق‬
Telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abu Uwais dia berkata: telah
menceritakan kepadaku Malik dari Yahya bin Said dia berkata telah
mengabarkan kepadaku Abu Bakar bin Muhammad dari Amrah dari
Aisyah radliallahu’anha dari Nabi SAW beliau bersabda:”Jibril masih
terus berwasiat kepadaku tentang tetangga hingga aku mengira bahwa
ia (Jibril) akan menetapkan warisan baginya.”1

Penjelasan Kata:

‫ت‬
ُ ‫ظََنْن‬: aku menyakini dan mencermati.
‫وص ييِن ِجرْبِي ُل بِاجْلَ ار‬
ِ ‫ي‬: Dia memerintahkanku untuk menjaga hak tetangga
ُ
dengan cara berbuat baik kepadanya dan tidak mengganggunya.

ُ‫ َس ُي َوِّرثُه‬: Dia memerintahkan tetangga mewarisi tetangganya dengan cara


memberikan sebagian hartanya bersama kerabat yang lainnya.

Kandungan Hadis:
a. Penjelasan tentang besarnya hak tetangga dan keutamaan berbuat baik
kepadanya.
b. Boleh berharap besar untuk mendapatkan kemurahan hati jika
mendapatkan nikmat.
c. Boleh membicarakan sesuatu yang terbesit dalam hati tentang perkara
kebaikan.2

1
Al-Bukhari: Kitab Al-Adab Bab Al-Washaah bil Jaar (6014)
2
Syeikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, syarah Riyadhus Shalihin jilid 1, h. 124

4
2. Pemberian Kepada Tetangga Terdekat

ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ال‬
‫ت‬ َ َ‫ ق‬،‫ أَ ْخَب َرنِي أَبُ و ِع ْم َرا َن‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،ُ‫ َح َّد َثنَا ُش ْعبَة‬،‫ال‬ ٍ ‫َح َّد َثنَا َح َّجاج بْن ِم ْن َه‬
ُ ُ
‫ فَِإلَى أَيِّ ِه َم ا أ ُْه ِدي؟‬،‫ إِ َّن لِي َج َاريْ ِن‬،‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫ْت يَ ا َر ُس‬
ُ ‫ ُقل‬:‫َت‬ ْ ‫ قَ ال‬،َ‫ َع ْن َعائِ َش ة‬،َ‫ْح ة‬
َ ‫طَل‬
»‫ك بَابًا‬ِ ‫ «إِلَى أَقْربِ ِهما ِم ْن‬:‫ال‬ َ َ‫ق‬
َ َ
Hajjah bin Minhal mengabarkan kepada kami, ia berkata: Syu’bah
mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Imran mengabarkan
kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Thalhah dari Aisyah, ia
berkata,”Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai dua
tetangga, kepada tetangga yang mana aku memberi hadiah? Beliau
menjawab , “Kepada tetangga yang pintu lebih dekat denganmu.”3

Kandungan Hadist:

a. Hendaknya menjaga perasaan tetangga terdekat karena ia mengetahui


pemberian yang diberikan kepada tetangganya. Hal ini berbeda dengan
tetangga yang jauh. Tetangga dekat juga lebih memenuhi panggilan jika
seseorang mempunyai keperluan penting, khususnya pada waktu-waktu
senggang. Oleh karena itu tetangga lebih dekat berhak mendapat
pemberian dan perhatian yang lebih.
b. Yang dianggap tetangga paling dekat adalah yang pintu rumahnya paling
dekat.
c. Mendahulukan ilmu dari amal. Oleh karena itu ‘Aisyah ra bertanya
tentang hokum masalah tersebut sebelum mengamalkannya.4
Dalam Bab ini disebutkan hadits Aisyah, “Aku berkata, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku memiliki dua tetangga, kepada siapa diantara keduanya
yang aku beri hadiah?” Beliau bersabda, ‘Kepada yang paling dekat pintunya
kepadamu’,” Sanad hadits ini sudah dijelaskan pada pembahasan tentang
syuf’ah.
‫( أَْقَرهِبِ َما‬Paling dekat di antara kepadanya). Hikmahnya adalah bahwa orang
yang paling dekat pintunya dapat melihat hadiah atau lainnya yang masuk

3
Diriwayatkan Al-Bukhariy: kitab Al-Adab. Bab Haqqul Jiwar fii Qurbil Abwab(6020)
4
Syeikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, syarah Riyadhus Shalihin jilid 1, h.129

5
rumah tetangganya, berbeda dengan orang yang jauh pintunya. Disamping
itu, orang yang dekat pintunya lebih cepat memberikan respon atas apa yang
terjadi pada tetangganya, khususnya pada waktu-waktu sepi sepi. Ibnu Abi
Jamrah berkata, “Memberikan hadiah kepada yang dekat adalah yang
disukai, karena pada dasarnya hadiah itu bukan wajib.” Dari hadits ini
disimpulkan bahwa mengamalkan yang lebih utama adalah sikap yang agak
baik. Di sini terdapat pula dalil mendahulukan ilmu atas perbuatan.
Selanjutnya terjadi perbedaan tentang batasan tetangga. Disebutkan dari Ali
Ra, “Barangsiapa mendengar seruan, maka dia tetangga.” Dikatakan pula,
“Barangsiapa shalat shubuh bersamamu dimasjid, maka dia adalah
tetangga.” Kemudian dari Aisyah, “Batasan tetangga adalah empat puluh
rumah dari semua arah.” Serupa dengannya dinukil pula dari Al Auza’i. Imam
Bukhari menyebutkan dalam kitab Al Adab Al Mufrad sama seperti itu dari Al
Hasan. At-Thabarani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Ka’ab bin
Malik, yang dinisbatkan kepada Nabi Saw, ‫أ اَل اِ َّن أ َْربَعِنْي َ َد َارا َج ا ٌر‬
(Ketahuilahsesungguhnya empat puluh rumah adalah tetangga). Ibnu
Wahab meriwayatkan dari yunus, dari Ibnu Syihab, “Empat puluh rumah dari
kanan dan kiri, belakang dan depan.” Hal ini mengandung kemungkinan
seperti yang pertama, tetapi mungkin pula jumlah itu dibagi ke setiap arah
sehingga masing-masing arah sepuluh rumah.5

3. Janganlah Meremehkan Tetangga Meskipun (Pemberiannya) Hanya


Berupa Kikil Kambing
ِ ِ‫ َعن أَب‬،‫ي‬ ِ ُ ‫ َح َّد َثنَا اللَّْي‬،‫ف‬ ِ
‫ َع ْن‬،‫يه‬ ْ ُّ ‫الم ْقبُ ِر‬
َ ‫ َح َّد َثنَا َس عي ٌد ُه َو‬،‫ث‬ َ ‫وس‬ُ ُ‫َح َّد َثنَا َع ْب ُد اللَّه بْ ُن ي‬
‫اء‬ ِ
َ ‫ «يَ ا ن َس‬:‫ول‬ ُ ‫] َي ُق‬11:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم [ص‬ َ ‫ َك ا َن النَّبِ ُّي‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫أَبِي ُه َرْي َرَة‬
»‫ الَ تَ ْح ِق َر َّن َج َارةٌ لِ َج َارتِ َها َول َْو فِ ْر ِس َن َش ٍاة‬،‫ات‬
ِ ‫المسلِم‬
َ ُْ
Adam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abi Dzi’b
mengabarkan kepada kami, ia berkata: Sa’id Al-Maqburiy mengabarkan
kepada kami dari ayahnya: Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,
”Wahai para wanita muslimah, wahai para wanita muslimah, janganlah

5
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h. 160-161

6
seorang tetangga perempuan meremehkan tetangga perempuannya
meskipun (pemberiannya) berupa kaki domba.”6

Penjelasan Kata:

‫فِْرِس َن‬: Tulang yang sedikit memili daging. Asalkan digunakan untuk kikil
unta, sama dengan hafir (kikil) kuda. Kemudian digunakan untuk
menyebut kikil domba.

Kandungan Hadits:

a. Anjuran agar memberi hadiah dan shadaqah meskipun hanya sedikit


dan kecil.
b. Larangan bersifat bakhir dan kikir.
c. Disunnahkan saling menjalin hubungan diantara kaum muslimin,
khususnya antar tetangga.7

(Bab janganlah seorang tetangga meremehkan untuk tetangganya).


Demikianlah Imam Bukhari sengaja tidak menyebutkan objek kalimat,
karena sangat masyhur disebutkan dalam hadits. Dalam bab ini, dia
menyebutkan hadits Abu Hurairah tentang hal itu. Hadits ini disebutkan
melalui Sa’id Al Maqburi, dari bapaknya, dari Abu Hurairah. Adapun hadits
sebelumnya dari Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairah tanpa perantara.
Semua jalur ini adalah shahih, karena Sa’id sempat bertemu Abu Hurairah
dan mendengar darinya beberapa hadits, lalu mendengar pula dari
bapaknya hadits-hadits dari Abu Hurairah. Oleh karena itu, terkadang dia
mengutip hadits dari Abu Hurairah tanpa perantara. Imam Bukhari telah
menyebutkan sebagiannya seraya menjelaskan perbedaan pada Sa’id. Hal
ini dipahami bahwa dia mendengarnya dari Abu Hurairah, lalu diperjelas
dari bapaknya. Terkadang dia menceritakan dari bapaknya, dari Abu
Hurairah, dan terkadang pula dari Abu Hurairah tanpa perantara. Sementara
dia tudak dikenal sebagai mudallis. Kalo dia seorang mudallis tentu
semuanya dia kutip lansung dari Abu Hurairah.

6
Diriwayatkan Al-Bukhariy: Kitab Al-Adab. Bab Laa Taqiranna Jaaratun li Jaaratihaa(6017)
7
Syeikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, syarah Riyadhus Shalihin jilid 1, h.144

7
‫( َولَ ْو فِ ْر ِس َن َش ٍاة‬Meski hanya berupa kaki kambing. Penjelasannya secara
lengkap sudah dipaparkan pada pembahasan tentang hibah. Begitu pula
pembahasan kalimat, “Wahai perempuan0perempuan muslimah.”
Kesimpulannya, di dalamnya terdapat peringkasan, sebab orang-orang yang
diajak berbicara mengetahui maksudnya, yakni janganlah kamu
meremehkan untuk menghadiahkan sesuatu kepada tetangga, meskipun
apa yang dihadiahkan itu adalah sesuatu yang umumnya tidak bermanfaat.
Mungkin pula masuk kategori larangan terhadap sesuatu sebagai perintas
atas lawannya. Ia merupakan kiasan atas sikap saling mencintai dan
menyanyangi. Seakan-akan dikatakan, “Hendaklah seorang tetangga
berbelas kasih kepada tetangganyadengan memberikan sesuatu meskipun
nilainya rendah.” Sama halnya dalam hal itu orang kaya dan orang miskin.
Perintah ini ditunjukkan secara khusus kepada kaum perempuan karena
mereka merupakan tempat cinta dan benci. Dimana mereka sangat cepat
memberikan reaksi terhadap dua perkara itu. Al-Karmani berkata, “Mungkin
larangan ini ditunjukkan kepada yang memberi dan mungkin juga kepada
yang diberi.” Saya (Ibnu Hajar) katakan, memahaminya untuk yang diberi
tidak sempurna, kecuali bila huruf lam (untuk) pada kalimat lijaaratiha
diartikan min (dari), tetapi tidak ada halangan memahaminya menurut
kedua makna itu. 8

4. Dosa Orang yang Tetangganya tidak Merasa Aman dari


Gangguan/keburukannya
‫َن النَّبِ َّي‬
َّ ‫ أ‬،‫ َع ْن أَبِي ُش َريْ ٍح‬،‫يد‬ ٍ ‫ َعن س ِع‬،‫ب‬ ِ ِ ِ
َ ْ ٍ ْ‫ َح َّد َثنَا ابْ ُن أَبِي ذئ‬،‫َح َّد َثنَا َعاص ُم بْ ُن َعل ٍّي‬
:‫ َواللَّ ِه الَ ُي ْؤِم ُن» قِي َل‬،‫ َواللَّ ِه الَ ُي ْؤِم ُن‬،‫«واللَّ ِه الَ ُي ْؤِم ُن‬ َ :‫ال‬ َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
َ
ِ َّ َ َ‫ول اللَّ ِه؟ ق‬
‫َس ُد بْ ُن‬ َ ‫ َوأ‬،ُ‫ارهُ َب َوايَِق هُ» تَ َاب َع هُ َش بَابَة‬
ُ ‫ «الذي الَ يَ أ َْم ُن َج‬:‫ال‬ َ ‫َوَم ْن يَ ا َر ُس‬
‫ب بْ ُن‬ ٍ َّ‫ َوأَبُو بَ ْك ِر بْ ُن َعي‬،‫ َوعُثْ َم ا ُن بْ ُن عُ َم َر‬،‫َس َوِد‬
ُ ‫ َو ُش َع ْي‬،‫اش‬ ْ ‫ال ُح َم ْي ُد بْ ُن األ‬ َ َ‫ َوق‬،‫وسى‬
َ ‫ُم‬
َ‫ َع ْن أَبِي ُه َرْي َرة‬،‫ي‬ِّ ‫الم ْقبُ ِر‬
َ ‫ َع ِن‬،‫ب‬ ٍ ْ‫ َع ْن ابْ ِن أَبِي ِذئ‬،‫إِ ْس َحا َق‬

8
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.153-154

8
Dari Sa’id dari Abu Syuraih, sesungguhnya Nabi SAW bersabda “Demi
Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak
berima.” Dikatakan, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,” Orang
yang tetangganya merasa tidak aman dari ganggua/keburukannya.”9

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Syababah dan Asad bin Musa. Humaid bin
Al Aswad, Utsman bin Imran, Abu Bakar bin Ayyasy, dan Syu’aib bin Ishaq
berkata dari Ibnu Abi Dzi’, dari Al Maqburi, dari Abu Hurairah RA.

Katerangan Hadits:

ٍ ِ‫ ( عن س ع‬Dari Sa’id [Al Maqburi]. Disebutkan nasabnya tanpa nama dalam


‫يد‬ َ َْ
riwayat Al-Ismail dari Muhammad bin Yahya bin Sulaiman, dari Ashim bin Ali
(guru Imam Bukhari dalam riwayat ini). Abu Nu’aim meriwayatkan dari Umar
bin Hafs dan dari Ibrahim Al Harbi, keduanya dari Ashim bin Ali menyebutkan
nama tanpa nasab, dikatakan,”Dari Sa’id Al Maqburi.”

‫( َع ْن أَيِب ُش َريْ ٍح‬Dari Abu Syuraih). Dia adalah Abu Syuraih Al Khuza’i. demikian
tercantum dalam riwayat Abu Nu’aim dan namanya menurut pendapat yang
masyhur adalah ‘Khuwailid’. Sebagian mengatakan ‘Amr’, dan sebagian lagi
mengatakan ‘hani’, bahkan ada yang mengatakan ‘Ka’ab’.

‫ ( َواللَّ ِه الَ يُ ْؤِم ُن‬Demi Allah tidak beriman). Kalimat ini diulang tiga kali secara
terang-terangan. Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan, “Demi Allah tidak
beriman… tiga kali.” Seakan-akan versi ini diringkas oleh periwayat. Abu Ya’la
menukil dari hadits Anas ‫( م اَ ُه َو مِب ُ ْؤِم ٍن‬Tidaklah dia sebagai mukmin). At-

Thabarani menukil dari hadits Ka’ab bin Malik, َ‫( الَيَ ْد ُخ ُل اجْلَنَ ة‬Tidak masuk
surga). Senada dengannya dikutip Imam Ahmad dari Anas dengan sanad
yang shahih.

9
Diriwayatkan Al-Bukhariy: Kitab Al-Adab. Bab Laa Taqiranna Jaaratun li
Jaaratihaa(6016)

9
َ ‫ يَ ا َر ُس‬:‫( قِي َل‬Dikatakan,”Wahai
‫ول َوَم ْن‬ rasulullah, dansiapa…?). Huruf ‘wawu’
(dan) pada kalimat ini mungkin sebagai tambahan, atau permulaan kata,
atau kata penghubung dengan sesuatu yang dihapus, misalnya; beritahukan
kepada kami apa maksudnya dan siapakah orang itu? Imam Ahmad
mengutip dari hadits Ibnu Mas’ud bahwa dialah yang bertanya tentang hal
itu.10

5. Barangsiapa Beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka Jangan


Menyakiti Tetangganya

‫ َع ْن‬،‫ص الِ ٍح‬ ِ


َ ‫ َع ْن أَبِي‬،‫ َع ْن أَبِي َحص ي ٍن‬،‫ص‬ ِ ‫َح َو‬ ٍِ
ْ ‫ َح َّد َثنَا أَبُو األ‬،‫َح َّد َثنَا ُقَت ْيبَ ةُ بْ ُن َس عيد‬
‫الي ْوِم‬ ِ ِ
َ ‫«م ْن َك ا َن ُي ْؤم ُن بِاللَّه َو‬
ِ
َ :‫صلَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬َ َ‫ ق‬،‫أَبِي ُه َرْي َرَة‬
ِ ‫ ومن َك ا َن ي ْؤِمن بِاللَّ ِه والي وِم‬،‫اآلخ ِر فَالَ ي ْؤِذ ج اره‬
َ ‫اآلخ ِر َفلْيُ ْك ِرْم‬
‫ َوَم ْن َك ا َن‬،ُ‫ض ْي َفه‬ ِ
َْ َ ُ ُ ْ َ َ َُ َ ُ
ِ ِ ِ ‫ي ْؤِمن بِاللَّ ِه و‬
»‫ت‬ ْ ‫ص ُم‬ ْ َ‫الي ْوم اآلخ ِر َفلَْي ُق ْل َخ ْي ًرا أ َْو لي‬
َ َ ُ ُ
Qutaibah bin Sa’id menyampaikan kepada kami dari Abu al-Ahwash,
dari Abu Shalih, Abu Hurairah RA, dia berkata “Rasulullah SAW
bersabda, “ Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka
janganlah menyakiti tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah memuliakan tamunya, dan barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah mengatakan yang baik
atau diam.” 11

‫ َع ْن أَبِي‬،‫ي‬ ِ ِ ُ ‫ َح َّد َثنَا اللَّْي‬،‫ف‬ ِ


ُّ ‫الم ْقبُ ِر‬
َ ‫ َح َّدثَني َس عي ٌد‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ث‬ َ ‫وس‬ ُ ُ‫َح َّد َثنَا َع ْب ُد اللَّه بْ ُن ي‬
ِ ْ ‫ َس ِم َع‬:‫ال‬
ُ‫ص لَّى اهلل‬ َ ‫ين تَ َكلَّ َم النَّبِ ُّي‬
َ ‫ ح‬،‫اي‬ َ َ‫ت َع ْين‬ ْ ‫ص َر‬ َ َ‫ت أُذُن‬
َ ْ‫ َوأَب‬،‫اي‬ َ َ‫ ق‬،‫ي‬ ِّ ‫الع َد ِو‬
َ ‫ُش َريْ ٍح‬
ِ ‫ «من َكا َن ي ْؤِمن بِاللَّ ِه والي وِم‬:‫ال‬
‫ َوَم ْن َك ا َن ُي ْؤِم ُن‬،ُ‫اآلخ ِر َفلْيُ ْك ِرْم َج َاره‬ ِ
َْ َ ُ ُ ْ َ َ ‫َعلَْيه َو َسلَّ َم َف َق‬
‫«ي ْوٌم‬ َ َ‫ول اللَّ ِه؟ ق‬ َ ‫ َوَما َجائَِزتُهُ يَا َر ُس‬:‫ال‬َ َ‫ض ْي َفهُ َجائَِزتَهُ» ق‬ ِ ‫بِاللَّ ِه واليوِم‬
َ ‫اآلخ ِر َفلْيُ ْك ِرْم‬
َ :‫ال‬ َْ َ

10
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.147-148
11
Abu Abdullah Muhammad bi Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadis Shahih al-Bukhari 2,
(Jakarta: Pustaka Almahira, 2011), h.532 (6018)

10
‫ َوَم ْن َك ا َن ُي ْؤِم ُن‬،‫ص َدقَةٌ َعلَْي ِه‬ َ ِ‫اء َذل‬
َ ‫ك َف ُه َو‬ َ ‫ فَ َم ا َك ا َن َوَر‬،‫الض يَافَةُ ثَالَثَ ةُ أَيَّ ٍام‬
ِّ ‫ َو‬،ٌ‫َول َْيلَ ة‬
ِ ِ ِ ‫بِاللَّ ِه و‬
»‫ت‬
ْ ‫ص ُم‬ْ َ‫الي ْوم اآلخ ِر َفلَْي ُق ْل َخ ْي ًرا أ َْو لي‬ َ َ
Abdullah bin Yusuf menyampaikan kepada kami dari al-Laits, dari Sa’id
al-Maqburi bahwa Abu Syuraih al-Adawi berkata,”Kedua telingaku
mendengar dari kedua mataku melihat saat Nabi Saw bersabda,’Siapa
yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendakalh dia memuliakan
tamunya dengan menjamunya.’ ”Dia berkata, ”Bagaimana menjamunya
wahai Rasulullah Saw?” Beliau berkata,”Selama sehari semalam. Batasan
menjamu tamu itub selama tiga hari, jika lebih maka itu adalah sedekah.
Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, hendaklah dia berkata
yang baik atau diam.”12

Keterangan Hadits:

Dalam bab ini, Imam Bukhari menyebutkan hadits Abu Hurairah dan satu
hadits dari Syuraikh.

Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dari Qutaibah bin Sa’id, dan Abu Al-
Ahwash, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah. Abu Al Ahwash
adalah Sallam bin Sulaim. Adapun Abu Hashin adalah Ustman bin Ashim.
Sedangkan Abu Shalih adalah Dzakwan.

ِ ‫( ومن َك ا َن ي ْؤِمن بِاللَّ ِه والي وِم‬Barang


‫اآلخ ِر‬ ََْ ُ ُ ْ ََ siapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir). Maksud” Barang siapa beriman”, adalah iman yang sempurna.
Dikhususkan Iman kepada Allah dan hari akhir sebagai isyarat permulaan
dan akhiran. Maksudnya, barangsiapa beriman kepada Allah yang
menciptakannya dan beriman bahwa dia akan membalasnya dengan amal-
amalny, maka hendaklah melakukan hal-hal yang disebutkan.

12
Abu Abdullah Muhammad bi Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadis Shahih al-
Bukhari 2, (Jakarta: Pustaka Almahira, 2011), h.532 (6019)

11
ِ
ُ‫( فَالَ يُ ْؤذ َج َاره‬Maka janganlah dia menyakiti tetangganya ). Dalam hadis ini
Abu syu’raih disebutkan, ‫ك ِرْم‬ ْ ُ‫( َج َار َفْلي‬Hendaklah memuliakan tetangganya).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah melalui Al A’masy, dari Abu
Shalih, ‫( َفْليُ ْح ِس ْن اِىَل َج ا ِرِه‬hendaklah berbuat baik kepada tetangganya).
Kalimat memuliakan tetangga dan berbuat baik kepadanya disebutkan
dalam sejumlah hadits yang diriwayatkan Ath-Thabarani dari Bahz bin
Hakim, dari bapaknya, dari kakeknya dan Al Khara’ithi pada pembahasan
tentang akhlak yang mulia dari hadits Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari
kakeknya.13

6. Minum dari Mulut Wadah Minuman


‫ أَالَ أُ ْخبِ ُرُك ْم‬:ُ‫ال لَنَ ا ِع ْك ِرَم ة‬
َ َ‫ ق‬،‫وب‬ ِ ِ ِ
ُ ُّ‫ َح َّد َثنَا أَي‬،‫ َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن‬،‫َح َّد َثنَا َعل ُّي بْ ُن َع ْب د اللَّه‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َع ِن‬ ِ ُ ‫َش ياء قِص ا ٍر ح َّد َثنَا بِه ا أَب و ُهري رةَ؟ « َنهى رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ َْ ُ َ َ َ َ َ ْ ‫بِأ‬
»‫ َوأَ ْن يَ ْمنَ َع َج َارهُ أَ ْن َيغْ ِرَز َخ َشبَهُ فِي َدا ِرِه‬،‫الس َق ِاء‬ ِ ‫ب ِمن فَ ِم‬
ِّ ‫الق ْربَِة أَ ِو‬ ْ ِ ‫الش ْر‬ ُّ

Ayyub menceritakan kepada kami, dia berkata: Ikrimah berkata kepada


kami,”Maukah kamu aku beritahu perkara-perkara ringkas yang
diceritakan Abu Hurairah kepada kami? Rasulullah SAW melarang kami
minum dari mulut qirbah atau siqaa’ (wadah minuman), dan melarang
tetangganya menyandarkan kayunya dirumahnya.”14

Keterangan Hadits:

(Bab minum dari mulut wadah minuman). Dalam riwayat tersebut ada yang
menggunakan kata ‘fam’ da nada yang menggunakan kata ‘fi’ sebagaimana
yang telah dijelaskan. Ibnu Al Manayyar berkata,”Imam Bukhari merasa
belum puas dengan judul bab terdahulu, agar tidak timbul dugaan bahwa
larangan itu khusus dalam bentuk melipat mulut wadah,maka dia
menjelaskan bahwa larangan itu mencankup wadah yang mungkin dilipat
13
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.155-156
14
Abu Abdullah Muhammad bi Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadis Shahih al-
Bukhari 2, (Jakarta: Pustaka Almahira, 2011), (5627)

12
dan yang tidak mungkin dilipat, seperti wadah yang terbuat dari batu dan
sebagainya.

ُ‫وب قَ َال لَنَ ا ِع ْك ِرَم ة‬


ُ ُّ‫( َح َّدثَنَا أَي‬Ayyub menceritakan kepada kami, dia berkata , “ Ikrimah
berkata kepada kami”). Dalam riwayat Al Humaidi dari Sufyan disebutkan,”
Ayyub As-Sikhtiyani mengabarkan kepada kami dari ikrimah.” Hadis ini
diriwayatkan Abu Nu’aim dari jalurnya.

‫صا ٍر َح َّد َثنَا هِبَا أَبُو ُهَرْيَرَة؟‬ ِ


َ ‫ُخرِب ُُك ْم بِأَ ْشيَاءَ ق‬
ْ ‫أَالَ أ‬
(Maukah kamu aku beritahu perkara-perkara ringkas yang diceritakan
kepada kami oleh Abu Hurairah). Dalam kalimat ini terdapat bagian yang
dihapus, mungkin selengkapnya adalah,” Kami berkata, Baiklah” atau “ Kami
berkata, ‘Ceritakan kepada kami” atau yang sepertinya, lalu dia berkata,”
Abu Hurairah menceritakan kepada kami…” Dalam riwayat Ibnu Abi Amr
yang dia kutipdisebutkan,”Dari mulut qirbah (wadah minuman dari kulit).”

ُ‫( َوأَ ْن مَيْنَ َع َج َاره‬Dan melarang tetangganya..). Penjelasan sudah disebutkan


terdahulu di bagia awal pembahasan tentang perbuatan aniaya. Al Karmani
berkata,” Dikatakan, ‘maukah kamu beritahu aku beritahu perkara-perkara’,
tetapi tidak disebutkan kecuali dua perkara, barangkali dikabarkan beberapa
perkara, namun periwayat meringkasnya, atau mungkin jumlah jamak yang
paling sedikit adalah dua. Saya (Ibnu Hajar) katakan, peringkasan ini mungkin
disengaja dan mungkin jumlah jama’ yang paling sedikit adalah dua. Saya
(Ibnu Hajar) katakana, peringkasan ini mungkin disengaja dan mungkin
karena lupa. Hadits yang dimaksud diriwayatkan Imam ahmad dari Hammad
bin Zaid, dari Ayyub, lalu disebutkan dua perkara di atas dan ditambahkan
tentang larangan minum sambil berdiri. Kemudian dalam Musnad Al
Humaidi disebutkan keterangan yang menunjukkan bahwa perkara tersebut
tiga. Sesungguhnya dia menyebutkan larangan minum dari mulut wadah,
dan berkata, “Inilah yang terakhir.”15

15
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.590-592

13
7. Haram Hukumnya Menyakiti Tetangga
ِ ِ ِ ِ ٍِ
َ ‫ َجم ًيع ا َع ْن إ ْس َماع‬،‫ َو َعل ُّي بْ ُن ُح ْج ٍر‬،‫ َو ُقَت ْيبَ ةُ بْ ُن َس عيد‬،‫وب‬
‫يل بْ ِن‬ َ ُّ‫َح َّد َثنَا يَ ْحيَى بْ ُن أَي‬
‫ َع ْن أَبِي‬،‫ َع ْن أَبِي ِه‬،ُ‫ أَ ْخَب َرنِي ال َْعاَل ء‬:‫ال‬ ِ ِ َ َ‫ ق‬،‫َج ْع َف ٍر‬
ُ ‫ َح َّد َثنَا إ ْس َماع‬:‫وب‬
َ َ‫ ق‬،‫يل‬ َ ُّ‫ال ابْ ُن أَي‬
ُ‫اره‬
ُ ‫ْجنَّةَ َم ْن اَل يَأ َْم ُن َج‬ َ َ‫اهلل صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
َ ‫ «اَل يَ ْد ُخ ُل ال‬:‫ال‬
ِ ‫ول‬ َّ ‫ أ‬،َ‫ُه َرْي َرة‬
َ ‫َن َر ُس‬
»ُ‫َب َوائَِقه‬

Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami, Qutaibah bin Sa’id dan Ali
bin Hujr menceritakan kepada kami, semuanya [meriwayatkan] dari
Ismail bin Ja’far, Ibn Ayyub berkata: Ismail menceritakan kepada kami,
dia berkata: Al-A’la mengabarkan kepadaku, dari ayahnya, dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah masuk surga orang
yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukannya.”16

Keterangan Hadits:

ِ
ُ‫(اَل يَ ْد ُخ ُل اجْلَنَّةَ َم ْن اَل يَأْ َم ُن َج ُارهُ َب َوائ َقه‬Tidak masuk surga orang yang tetangganya
tidak meraa aman dari keburukannya). Kata bawaa’iq merupakan bentuk
jamak dari kata ba’iqah, artinya malapetaka, musibah, dan bencana.
Sedangkan yang dimaksud dengan “tidak masuk surga,” ada dua penjelasan:

Pertama, mungkin saja matan hadis ini berlaku untuk orang-orang yang
menghalalkan praktek menyakiti tetangga. Padahal dia telah mengetahui
bahwa hal itu diharamkan. Tentu saja orang yang seperti ini telah kafir dan
tidak akan pernah masuk surga.

Kedua, Bisa juga yang dimaksud hadits tersebut adalah yang tidak masuk
surga bersama-sama dengan orang-orang yang sukses [pada golongan
pertama], yakni ketika pintu surga dibubakan khusus untuk mereka. Namun
orang yang memiliki sifat dalam hadits tersebut akan masuk surga pafda
gelombang akhir. Boleh jadi orang-orang seperti ini akan dihukum terlebih

16
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadis Shahih Muslim, (Jakarta:
Pustaka Almahira,2013),h. 43 (73)

14
dahulu di dalam neraka atau mungkin mereka telah diampuni oleh Allah
sehingga dimasukkan surga pada gelombang pertama.

Kami sengaja mengartikan hadits ini dengan dua jenis penakwilan seperti ini
karena memang madzab para ulama yang lurus memiliki prinsip bahwa
orang yang meninggal dunia dalam keadaan bertauhid, namun ternyata dia
masih termasuk orang yang mengerjakan perbuatan dosa besar, maka
nasibnya terserah Allah. Kalau Allah menghendaki, maka akan memberinya
ampunan sehingga dia akan masuk surga pada gelombang pertama. Akan
tetapi jika Allah mengehendaki lain, maka Dia akan menyiksanya terlebih
dahulu, lalu memaksukkannya ke dalam surga.17

8. Anjuran Memuliakan Tetangga dan Tamu, serta Senantiasa Diam


kecuali tetntang Kebaikan; Itu Semua adalah Bagian dari Iman
‫ َع ْن‬،‫هاب‬ ٍ ‫ َع ِن ابْ ِن ِش‬،‫ أَ ْخَبرنِي يُونُس‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ب‬ ٍ ‫ أَْنبَأَنَا ابْ ُن َو ْه‬،‫َح َّدثَنِي َح ْرَملَةُ بْ ُن يَ ْحيَى‬
ُ َ
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ‫ َعن رس‬،َ‫ َعن أَبِي ُهرْي رة‬،‫أَبِي س لَمةَ بْ ِن َع ْب ِد ال َّر ْحم ِن‬
َ ‫ول اهلل‬ َُ ْ َ َ ْ َ َ َ
‫ َوَم ْن َك ا َن ُي ْؤِم ُن‬،‫ت‬ ِ ِ ِ ِ ِ‫ «من كا َن ي ْؤِمن ب‬:‫ال‬
ْ ‫اهلل َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َفلَْي ُق ْل َخ ْي ًرا أ َْو ل‬
ْ ‫يص ُم‬ ُ ُ ْ َ َ َ‫ق‬
ِ ِ ِ‫ ومن َكا َن ي ْؤِمن ب‬،ُ‫اهلل والْيوِم اآْل ِخ ِر َفلْي ْك ِرْم جاره‬
َ ‫اهلل َوالَْي ْوم اآْل ِخ ِر َفلْيُ ْك ِرْم‬
»ُ‫ض ْي َفه‬ ُ ُ ْ ََ َ َ ُ
ِ
ْ َ َ ِ‫ب‬
Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab
memberitahukan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada
kami, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu
Hurairah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,” Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata yang baik atau [lebih
memilih untuk]diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaknya memuliakan tetangganya. Barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaknya memulaikan tamunya.18

17
Imam Nawawi, Penjelasan Shahih Muslim, h.118
18
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadis Shahih Muslim, (Jakarta:
Pustaka Almahira,2013),h.43 (74)

15
‫ أَبِي‬،‫ َع ْن‬،‫ش‬ِ ‫ َع ِن اأْل َ ْع َم‬،‫س‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ أَ ْخَب َرنَ ا ع‬،‫يم‬
َ ُ‫يس ى بْ ُن يُ ون‬ َ ‫َو َح َّد َثنَا إ ْس َحا ُق بْ ُن إ ْب َراه‬
ِ ‫اهلل ص لَّى اهلل َعلَْي ِه وس لَّم بِ ِمثْ ِل ح ِد‬
‫يث أَبِي‬ َ َ ََ
ِ ‫ول‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ َع ْن أَبِي ُه َرْي َرَة‬،‫صالِ ٍح‬ َ
»‫ « َفلْيُ ْح ِس ْن إِلَى َجا ِرِه‬:‫ال‬َ َ‫ غَْي َر أَنَّهُ ق‬،‫ص ْي ٍن‬
َ ‫ُح‬
Ishaq bin Ibrahim menyampaikan kepada kami dari Abu al-Ahwash, dari
Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw
bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat,
hendaklah dia memuliakan tamunya. Dan barang siapa beriman kepda
Allah dan Hari Kiamat, hendaklah dia mengucapkan perkataan yang
baik atau diam saja.”19

Keterangan Hadits:

‫اهلل َوالَْي ْوِم اآْل ِخ ِر َف ْليُ ْك ِرْم‬


ِ ِ‫ ومن َك ا َن ي ْؤِمن ب‬،‫اهلل والْي وِم اآْل ِخ ِر َف ْلي ْك ِرم ج اره‬
ُ ُ ْ َ َ َُ َ ْ ُ
ِ ِ ِ
ْ َ َ ‫َوَم ْن َك ا َن يُ ْؤم ُن ب‬
ُ‫ضْي َفه‬
َ (Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata
yang baik atau [lebih memilih untuk]diam. Barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tetangganya. Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memulaikan tamunya).
ِ
Dalam riwayat lain disebutkan dalam redaksi, ُ‫(فَاَل يُ ْؤذي َج َاره‬hendaklah dia
tidak menyakiti tetangganya).

Menurut ahli bahasa, dalam bahasa Arab biasa disebutkan shamata-


yashmutu- shamtan-shumutan-shamaatan, artinya diam. Al Jauhari
berkata,”Dalam bahasa Arab biasa disebutkan kata ashmata yang juga
memiliki makna shamata. At-Tashmiit artinya as-suknut(diam). Namun, kata
at-tashmiit juga berarti at-taskiit (mendiamkan atau menenangkan).

Al-Qadhi Iyadh berkata,”Makna hadits tersebut bahwa yang memiliki hukum


wajib dalam syariat Islam adalah memuliakan tetangga dan tamu serta
memperlakukan mereka dengan baik. Semua perbuatan ini sebenernya
sama dengan mengenali hak-hak tetangga dan anjuran untuk
19
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadis Shahih Muslim, (Jakarta:
Pustaka Almahira,2013), (76)

16
memeliharanya. Sebab Allah sendiri telah memberikan wasiat kepada umat
Islam di dalam Al-Qur’an untuk berbuat baik kepada mereka.20

9. Dorongan untuk Sedekah Meskipun Sedikit dan Jangan Menahan dari


yang Sedikit Karena Merasa Remeh
ٍ ‫ ح وح َّد َثنَا ُقَتيب ةُ بن س ِع‬،‫ث بن س ع ٍد‬
‫ َح َّد َثنَا‬،‫يد‬ َ ُ ْ َْ َ ْ َ ُ ْ ُ ‫ أَ ْخَب َرنَ ا اللَّْي‬،‫َح َّد َثنَا يَ ْحيَى بْ ُن يَ ْحيَى‬
ِ َ ‫َن رس‬ ِ ٍِ ِِ
ُ‫ص لَّى اهلل‬ َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،‫ َع ْن أَبِي ُه َرْي َرَة‬،‫ َع ْن أَبِي ه‬،‫ َع ْن َس عيد بْ ِن أَبِي َس عيد‬،‫ث‬ ُ ‫اللَّْي‬
‫ َول َْو فِ ْر ِس َن‬،‫ اَل تَ ْح ِق َر َّن َج َارةٌ لِ َج َارتِ َه ا‬،‫ات‬
ِ ‫ «ي ا نِس اء الْمس لِم‬:‫ول‬
َ ْ ُ َ َ َ ُ ‫َعلَْي ه َو َس لَّ َم َك ا َن َي ُق‬
ِ

»‫َش ٍاة‬

Yahya bin Yahya menceritakan kepada kami, Al-Laits bin Sa’ad


mengabarkan kepada kami. [Rangkaian sanad dari jalur lain yang
menyebutkan] Dan Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Al-
Laits menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Abu Sa’id, dari ayahnya
dari Abu Hurairah ra, “Wahai kaum wanita muslimah, janganlah sekali-
kali seorang tetangga meremehkan [sedekah]tetangganya sekalipun
hanya berupa kuku seorang seekor kambing.21

Keterangan Hadits:

ِ ‫( ي ا نِس اء الْمس لِم‬Wahai


‫ات‬ َ ُْ َ َ َ kaum wanita muslimah) AlQadhi Iyadh telah
menyebutkan tiga macam I’rab untuk lafadz tersebut. Yang dianggap paling
shahih dan paling masyhur adalah dengan me-nashab lafadz an-nisaa’ dan
men-jarr lafadz al muslimaat karena menjadi idhaafah. Menurut Al Baji, cara
baca seperti itulah yang telah dia riwayatkan dari beberapa orang syaikh dari
kawasan Timur. Susunan semacam itu termasuk susunan meng-idhaafah-kan
sesuatu pada lafadz yang semakna dengannya atau meng-idhaafah-kan
maushuuf pada shifah-nya, atau bisa juga meng-idhaafah-kan yang ‘aam
pada yang khaash. Contoh susunan lafadz yang lain untuk jenis idhaafah ini
adalah masjidul jaami’, jaanibul gharbii, atau daarul aakhirah. Pendapat ini
juga yang telah dikemukakan oleh ulama kawasan Kufah.
20
Imam Nawawi, Penjelasan Shahih Muslim, h.121-122
21
Imam Nawawi, Penjelasan Shahih Muslim, h.358 (1030)-90)

17
Sementara menurut ulama kawasan Bashrah, pada susunan lafadz seperti itu
menyimpan rangkaian redaksi yang tersembunyi, yang jika ditampakkan
menjadi: Yaa nisaa ‘al anfusil muslimaat,atau yaa nisaa ‘al jamaa’aatil
muslimaat. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa redaksinya adalah
Yaa faadhilaatil muslimaat. Hal ini sebagaimana lafadz haa’ulaa’ rijaalul
qaum ditaqdiir menjadi haa’’ulaa’saadaatuhum atau afaadhiluhum.

Cara baca yang kedua adalah dengan me-rafa’ lafadz nisaa’ dan al
muslimaat, sehingga berbunyi: yaan-nisaa’ul muslimaatu. Menurut Al Baji,
cara baca seperti inilah yang banyak diriwayatkan oleh para perawi negri
kami.

Cara baca yang ketiga adalah me-rafa’ nisaa’ dan meng-kasroh lafadz
almuslimaat yang dianggap dalam posisi manshuub. Hal ini sebagaimana
cara baca yaa Zaidul ‘aaqila. Wallaahu a’lam.

‫ َول َْو فِ ْر ِس َن َش ٍاة‬،‫( اَل تَ ْح ِق َر َّن َج َارةٌ لِ َج َارتِ َه ا‬Janganlah sekali-kali seorang tetangga
untuk meremehkan [sedekah] tetangganya sekalipun hanya dengan kuku
seekor kambing) Para ulamaahli bahasa berkata bahwa car abaca lafadz
firsin adalah dengan meng-kasrah huruf faa’ dan Siin. Maka lafadz tersebut
adalah kuku. Mereka juga berkata bahwa asal kata firsin hanya dipergunakan
untuk mengungkapkan kuku unta. Posisi kuku unta kalau pada organ tubuh
manusia ibarat tumit kaki.

Sekalipun menurut para ulama kata firsin hanya dipergunakan untuk kuku
unta, namun pada praktiknya juga dipergunakan untuk mengungkapkan
kuku kambing. Penggunaan istilah semacam ini dikategorikan pada jenis
kalimat isti’aarah.

Larangan untuk meremehkan dan memandang rendah sebuah sedekah


sebagaimana tergambar dalam kalimat hadits di atas berlaku untuk sebuah
barang pemberian atau hadiah. Dengan demikian, makna hadits di atas
adalah janganlah kamu menghalangi tetanggamu untuk memberikan
sedekah atau hadiah karena jumlahnya sedikit atau tidak terlalu bernilai.
Namun hendaklah dia menerima pemberian tetangganya sekalipun hanya
berupa kuku kambing. Karena pemberian seseorang masih jauh lebih baik

18
daripada tidak memberikan sesuatu apapun. Allah Swt telah berfirman,”
Barangsiapa melakukan kebaikan sekecil apapun, niscaya Allah akan
melihatnya.” Rasulullah Saw sendiri juga bersabda,” Takutlah kalian pada
neraka sekalipun hanya dengan [bersedekah] secuil buah kurma!”

Al Qadhi Iyadh berkata,”Cara takwil sebagaimana yang telah disebutkan


merupakan cara takwil yang cukup jelas. Takwil tersebut telah dikemukakan
oleh Imam Malik dimana dia telah mengategorikan hadits tersebut sebagai
riwayat hadits yang memberikan dorongan untuk bersedekah.” Namun
mungkin juga makna hadits tersebut adalah larangan untuk mencela barang
pemberian, bukan mencela orang yang memberikannya.22

10. Seseorang Tidak Boleh Melarang Tetangganya untuk Menyandarkan


Kayu pada Dinding Rumahnya
َ‫ َع ْن أَبِي ُه َرْي َرة‬،‫ َع ِن األَ ْع َر ِج‬،‫اب‬ ٍ ‫ َع ِن ابْ ِن ِش َه‬،‫ك‬ ٍ ِ‫ َعن مال‬،َ‫ح َّد َثنَا َع ْب ُد اللَّ ِه بْن مسلَمة‬
َْ َ َُْ َ
‫ار َج َارهُ أَ ْن‬
ٌ ‫ «الَ يَ ْمنَ ْع َج‬:‫ال‬ َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬ ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫ أ‬:ُ‫َرض َي اللَّهُ َع ْن ه‬
ِ

‫ َواللَّ ِه‬،‫ين‬ ِ ِ ُ ‫ ثُ َّم َي ُق‬،»‫َيغْ ِرَز َخ َش بَهُ فِي ِج َدا ِرِه‬


َ ‫«م ا لي أ ََرا ُك ْم َع ْن َه ا ُم ْع ِرض‬ َ :َ‫ول أَبُ و ُه َرْي َرة‬
‫أَل َْرِميَ َّن بِ َها َب ْي َن أَ ْكتَافِ ُك ْم‬

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari
Ibnu Syihab dari Al A’raj dari Abu Hurairah ra Rasulullah SAW bersabda:
“janganlah seseorang melarang tetangganya untuk menyandarkan
kayunya di dinding rumahnya“. Kemudian Abu Hurairah ra
berkata :”Jangan sampai aku lihat kalian menolak ketentuan hukum ini.
Demi Allah, kalau sampai aku lihat kalian menolak ketentuan hukum ini.
Demi Allah, kalau sampai terjadi, akan aku lempar kayu-kayu itu
menimpa samping kalian.”23

Keterangan Hadits:

22
Imam Nawawi, Penjelasan Shahih Muslim, h.358-360
23
Abu Abdullah Muhammad bi Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadis Shahih al-
Bukhari 1, (Jakarta: Pustaka Almahira, 2011), (2463)

19
Demikian judul bab yang tercamtum dari riwayat Abu Dzarr, yakni kata kayu
disebutkan dalam bentuk tunggal. Sementara dalam riwayat selain yang
disebutkan dalam bentuk jama’, dan ini pula yang tercamtum dalam hadits.
Kedua versi ini sama-sama di nukil dalam kitab Al-Muwatho’, tetqapi
keduanya memiliki makna yang sama, karena yang di maksud adalah
jenisnya. Pandangan inilah yang menjadi pedoman dalam mengompromikan
kedua versi tersebut. Adapun jika tidak demikian, maka keduanya memeiliki
makna yang berbeda, karena sebatang kayu lebih mudah mendapatkan
toleransi tetangga dibandingkan dengan kayu yang banyak.

Ath-Thahawi meriwayatkan dari sejumlah syaikh bahwa mereka


meriwayatkan dalam bentuk tunggal. Namun, Abdul Ghani bin Sa’id
mengingkarinya. Menurutnya, yang hanya menyebutkan dalam bentuk
tunggal adalah Ath-Thahawi. Namun, apa yang saya sebutkan tentang
perbedaan para periwayat dalam kitab Shahih menolak pernyataan Abdul
Ghani bin Sa’id, kecuali yang dia maksud adalah orang-orang tertentu-
seperti mereka yang menyampaikan riwayat ini kepada Ath-Thahawi-maka
itu sedikit berdasar.24

11. Imam Tidak Menshalati Orang yang Bunuh Diri


‫ض‬َ ‫ َم ِر‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،َ‫ َح َّدثَنِي َج ابُِر بْ ُن َس ُم َرة‬،‫اك‬ٌ ‫ َح َّد َثنَا ِس َم‬،‫ َح َّد َثنَا ُزَه ْي ٌر‬،‫َح َّد َثنَا ابْ ُن ُن َف ْي ٍل‬
َ ‫ َف َق‬،‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬
‫ إِنَّهُ قَ ْد‬:ُ‫ال لَه‬ ِ ِ ‫صيح َعلَي ِه فَجاء جارهُ إِلَى رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ ُ َ َ َ ْ َ َ‫َر ُج ٌل ف‬
ِ

:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬


َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ ق‬،ُ‫ أَنَا َرأ َْيتُ ه‬:‫ال‬ َ َ‫يك؟» ق‬ َ ‫«وَم ا يُ ْد ِر‬
َ :‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ات‬َ ‫َم‬
،‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ‫صيح َعلَي ِه فَجاء إِلَى رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ ْ َ َ‫ َف َر َج َع ف‬:‫ال‬
ِ َ َ‫ت» ق‬ ْ ‫َم يَ ُم‬ْ ‫«إِنَّهُ ل‬
ِ ِ
‫يح‬
َ ‫ت» َف َر َج َع فَص‬ ْ ‫ «إِنَّهُ ل‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
ْ ‫َم يَ ُم‬ َ ‫ال النَّبِ ُّي‬ َ ‫ َف َق‬،‫ات‬َ ‫ إِنَّهُ قَ ْد َم‬:‫ال‬ َ ‫َف َق‬
َ ‫ َف َق‬،ُ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم فَ أَ ْخبِ ْره‬ ِ ِ ‫ انْطَلِ ْق إِلَى رس‬:ُ‫َت امرأَتُ ه‬ ِ ِ
‫ال‬ َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ ْ ‫َعلَْي ه َف َق ال‬
،ُ‫ص َم َع ه‬ ٍ ‫الر ُج ُل َف َرآهُ قَ ْد نَ َح َر َن ْف َس هُ بِ ِم ْش َق‬ َّ ‫ ثُ َّم انْطَلَ َق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،ُ‫ اللَّ ُه َّم ال َْع ْن ه‬:‫الر ُج ُل‬َّ
»‫يك؟‬ َ ‫«وَم ا يُ ْد ِر‬َ :‫ال‬ َ ‫ َف َق‬،‫ات‬ َ ‫ فَأَ ْخَب َرهُ أَنَّهُ قَ ْد َم‬،‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫فَانْطَلَ َق إِلَى النَّبِ ِّي‬

24
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.48

20
ِ
‫ «إِ ًذا اَل‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫ َن َع ْم‬:‫ال‬ َ ْ‫ «أَن‬:‫ال‬
َ َ‫ت َرأ َْيتَهُ؟» ق‬ َ ‫ َرأ َْيتُهُ َي ْن َح ُر َن ْف َسهُ بِ َم َشاق‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،ُ‫ص َم َعه‬ َ َ‫ق‬
»‫ُصلِّ َي َعلَْي ِه‬
َ‫أ‬
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata: Ada seorang laki-laki sedang sakit,
(keluarganya) pada meneriakinya, lalu salah satu tetangganya datang
kepada Rasulullah Saw, ia berkata, “Sesungguhnya dia telah mati.”
Beliau bersabda,”Apa yang kamu temukan?” Tetangga itu menjawab,
“Saya telah melihat wahai Rasulullah” kemudian Rasulillah Saw
bersabda, “Sesungguhnya dia belum mati.”

Perawi berkata: Kemudian tetangga orang yang sakit tersebut kembali lagi
dan (mendapati keluarganya) meneriakinya sehingga ia datang lagi menemui
Rasulullah Saw, ia berkata, “ Sesungguhnya dia telah mati,” Rasulullah Saw
bersabda, “Sesungguhnya dia belum mati.” Kemudian ia kembali lagi dan
(mendapati keluarganya) meneriakinya.

Istri laki-laki yang sedang sakit itu berkata, “Berangkatlah menghadap


Rasulullah Saw, beritahu beliau!” seorang laki-laki lain berkata, “Ya Allah ini
keterlaluan.” Perawi berkata: Kemudian seorang laki-laki bergegas (hendak)
menemui Rasulullah Saw, dia melihat laki-laki yang sedang sakit itu
menggorok dirinya dengan pisau panjang. Setelah bertemu Rasulullah Saw,
dia ceritakan kisah laki-laki yang sedang skait tersebut telah meninggal, lalu
Rasulullah Saw bersabda, “ Apa yang kamu temukan?” Dia menjawab, “ Saya
meliahat ia telah menyembelih dirinya sendiri dengan pisau panjang. “ Nabi
Saw bersabda, “ Kamu melihatnya sendiri?” Dia menjawab, “Iya”. Nabi Saw
bersabda, “Kalau begitu, aku tidak menshalatinya.”25

12. Mengada-ada dengan Sesuatu yang Tidak Diberikan


ِ ‫اطمةَ بِْن‬ ِ ِ ٍ
‫ت‬ َ َ‫ َع ْن ف‬،َ‫ َع ْن ه َش ِام بْ ِن عُ ْرَوة‬،‫اد بْ ُن َزيْد‬ ٍ ‫َح َّد َثنَا ُسلَْي َما ُن بْ ُن َح ْر‬
ُ ‫ َح َّد َثنَا َح َّم‬،‫ب‬
‫ إِ َّن‬،‫ول اللَّ ِه‬ َّ ‫ أ‬،‫ت أَبِي بَ ْك ٍر‬ِ ‫َس ماء بِْن‬ ِ
َ ‫ يَا َر ُس‬:]300:‫َت [ص‬ ْ ‫ قَ ال‬،ً‫َن ْام َرأَة‬ َ َ ْ ‫ َع ْن أ‬،‫ال ُْم ْن ذ ِر‬

25
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penjelasan Shahih Sunan Abu Daud, h.473 (3185)

21
َ َ‫ ق‬،‫َم ُي ْع ِط َزْو ِجي‬
:‫ال‬ ْ ‫ت ل ََه ا بِ َم ا ل‬
ُ ‫اح إِ ْن تَ َش َّب ْع‬ َ ‫ َت ْعنِي‬- ‫لِي َج َارًة‬
ٌ َ‫ َه ْل َعلَ َّي ُجن‬- ‫ض َّرًة‬
ِ ِ‫ط كَاَل ب‬
»‫س َث ْوبَ ْي ُزوٍر‬ ْ ‫«ال ُْمتَ َشبِّ ُع بِ َما ل‬
َ ‫َم ُي ْع‬

Dari Asma’ binti Abu Bakar, bahwa seseorang wanita bertanya kepada Nabi
Saw, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku memiliki tetangga –maksudnya
adalah madunya (istri yang lain)-, “ Apakah aku berdosa apabila berhias
(mengenakan sesuatu agar lainnya merasa kecewa) dengan sesuatu yang
tidak diberikan suami kepadaku?” Nabi menjawab, “Orangyang mengada-
gada dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya, layaknya orang yang
mengenakan dua pakaian dosa.”26

13. Syuf’ah
‫ َع ْن َج ابِ ِر بْ ِن‬،‫ َع ْن َعطَ ٍاء‬،‫ك‬ِ ِ‫ أَ ْخبرنَا َع ْب ُد الْمل‬،‫ ح َّد َثنَا ُه َش ْيم‬،‫َحم ُد بْن ح ْنب ٍل‬
َ ََ ٌ َ َ َ ُ َ ْ ‫َح َّد َثنَا أ‬
‫ش ْف َع ِة َج ا ِرِه‬
ُ ِ‫َح ُّق ب‬
َ ‫ار أ‬
ِ
َ ‫ «ال‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
ُ ‫ْج‬
ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫َع ْب ِد اللَّ ِه‬
ِ ‫ وإِ ْن َكا َن غَائِبا إِذَا َكا َن طَ ِري ُقهما و‬،‫ي ْنتظَر بِها‬
»‫اح ًدا‬ َ َُ ً َ َ ُ َُ
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata Rasulullah Saw bersabda, Rasulullah Saw
bersabda, “Tetangga lebih berhak dengan syuf’ah tetangganya walaupun
tetangganya tidak ada.-Jika jalan yang dapat mereka lalui hanya satu-“27

14. Bersedekah kepada Tetangga yang Miskin


‫ول‬
َ ‫َن َر ُس‬َّ ‫ أ‬،‫ َع ْن َعطَ ِاء بْ ِن يَ َس ا ٍر‬،‫َس لَ َم‬ ِ
ْ ‫ َع ْن َزيْد بْ ِن أ‬،‫ك‬ ٍ ِ‫ َعن مال‬،َ‫ح َّد َثنَا َع ْب ُد اللَّ ِه بْن مسلَمة‬
َْ َ َُْ َ
ِ ِ‫ لِغَ ا ٍز فِي َس ب‬:‫الص َدقَةُ لِغَنِ ٍّي إِاَّل لِ َخ ْم َس ٍة‬
،‫يل اللَّ ِه‬ َّ ‫ " اَل تَ ِح ُّل‬:‫ال‬َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ
َ ‫اللَّه‬
ِ ِ ‫ أَو لِرج ٍل َك ا َن لَ هُ ج‬،‫اش َتر َاها بِمالِ ِه‬ ِ ٍ ِ ِ ِ
‫ين‬
ٌ ‫ار م ْس ك‬ ٌ َ َُ ْ َ َ ْ ‫ أ َْو ل َر ُج ٍل‬،‫ أ َْو لغَ ا ِرم‬،‫أ َْو ل َعام ٍل َعلَْي َه ا‬
،" ‫ين لِ ْلغَنِ ِّي‬ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ فَأ َْه َد َاها الْم ْسك‬،‫ص ِّد َق َعلَى الْم ْسكي ِن‬ ُ ُ‫َفت‬
“Mengabarkan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari
Yazid bin Aslam dari ‘Atho’ bin Yasar, sesungguhnya Rasulullah Saw
26
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penjelasan Shahih Sunan Abu Daud, h.387 (4997)
27
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penjelasan Shahih Sunan Abu Daud, h.605
(3518)

22
bersabda: “Tidak halal sadaqah bagi yang mampu (kecuali) bagi lima
golongan, bagi orang berperang di jalan Allah Swt, bagi amil sadaqah,
bagi gharim (orang yang berhutang demi kepentingan agama), bagi
seseorang yang membelinya dengan hartanya sendiri, atau bagi
seseorang yang mempunyai tetangga miskin. Kemudian diberi sedekah
kepada orang miskin, maka si miskin akan menghadiahkannya kepada si
kaya.”28

Keterangan Hadits:

Menerangkan tentang pentingnya pera tetangga sampai- sampai Rasulullah


Saw menganjurkan setiap orang untuk bersedekah kepada orang kurang
mampu, terlebih lagi jika orang yang kurang mampu itu adalah tetangganya
sendiri. Karena setiap orang khususnya seorang muslim ha

ruslah peduli dan memperhatikan tetangganya, mengulurkan tangan untuk


membantu mengatasi kesulitan hidup yang di hadapi tetangga, dan saling
memahami hak-hak tetangganya.29

15. 4 Sumber Kebahagiaan


‫ َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن‬:‫ال‬َ َ‫ ق‬،‫يف‬ ٍ ‫ أَ ْخَبرنَا ُم َح َّم ُد بْن إِ ْس َحا َق بْ ِن إِ ْبر ِاهيم َمولَى ثَِق‬- 4032
ْ َ َ ُ َ
ِ ‫ َعن َعب ِد اللَّ ِه ب ِن س ِع‬،‫ض ل بن موس ى‬
‫يد بْ ِن‬ َ َ‫ ق‬،َ‫َع ْب ِد ال َْع ِزي ِز بْ ِن أَبِي ِرْزَم ة‬
َ ْ ْ ْ َ ُ ُ ْ ُ ْ ‫ َح َّد َثنَا الْ َف‬:‫ال‬
ِ ‫ َعن ج د‬،‫يه‬ ِ ِ‫ َعن أَب‬،‫اص‬ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
:‫ال‬ َ َ‫ِّه ق‬ َ ْ ْ ٍ َّ‫يل بْ ِن ُم َح َّمد بْ ِن َس ْعد بْ ِن أَبِي َوق‬ َ ‫ َع ْن إ ْس َماع‬،‫أَبي ه ْن د‬
،ُ‫الص الِ َحة‬ َّ ُ‫ ال َْم ْرأَة‬:‫اد ِة‬ َ ‫الس َع‬َّ ‫ «أ َْربَ ٌع ِم َن‬:‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ق‬
‫ َوأ َْربَ ٌع ِم َن‬،ُ‫] ال َْهنِيء‬341:‫ب [ص‬ ِ َّ ‫ والْج ار‬،‫اس ع‬
ُ ‫ َوال َْم ْرَك‬،‫الص ال ُح‬
ِ
ُ َ َ ُ ‫َوال َْم ْس َك ُن ال َْو‬
»ُ‫السوء‬ُّ ‫ب‬ ُّ ُ‫ َوال َْم ْرأَة‬،ُ‫السوء‬ ِ َّ
ُ ‫ َوال َْم ْرَك‬،‫ِّيق‬
ُ ‫ َوال َْم ْس َك ُن الض‬،ُ‫السوء‬ ُّ ‫ار‬ ُ ‫ْج‬
َ ‫ ال‬:‫الش َق َاوة‬
“Ada empat sumber kebahagiaan seseorang, yaitu istri salehah, rumah
yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang yang nyaman. Juga

28
Sulaiman bin Al-Asy’ath bin ‘Amru bin Amir Al-Sijistani, Sunan Abu Daud, (Beirut:Daar al-
Fikr, 1994), Juz.2, h. 39 (1635)
29
Abdurrahman Al-Bahgdadi dan Syamsuddin Ramadhan Al-Nawi, Fikih Bertetangga,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), cet ke 1, h. 63-64

23
ada empat sumber kesedihan seseorang, yaitu tetangga yang jahat, istri
yang membangkang, rumah yang sempit, dan kendaraan yang buruk.”

Makna yang dapat kita ambil dari hadis di atas:


1. Sebagai pendamping hidup, istri memiliki kedudukan sangat vital. Maka
tidak berlebihan kiranya bila istri merupakan salah satu sumber
kebahagiaan atau kesedihan seseorang.
2. Rumah merupakan tempat berteduh dan istrirahat seseorang dari
kepenatan hidup. Untuk itu, nyaman tidaknya sebuah rumah dapat
mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Dalam hal ini, sempit tidaknya
sebuah rumah tidak harus dilihat dari segi fisik belaka. Bisa jadi, dengan
ukuran rumah yang sama, ada orang yang merasa sempit dan sumpek,
ada yang merasa nyaman. Faktor hati, perasaan, dan penghuni rumah
sangat mempengaruhi hal ini. Bahkan tak menutup kemungkinan, rumah
yang begitu luas secara fisik tapi serasa sangat sesak dan tak nyaman.
3. Tetangga merupakan unsur penting dalam kehidupan bermasyarakat
karena merekalah orang-orang yang selalu berinteraksi dengan kita
setiap hari. Tentu sangat nyaman bila memiliki tetangga yang berada
dalam satu frekuensi keimanan.
Al- Imam Abul Hasan As-Sindiy Ra berkata, “ Tetangga yang sholih adalah
tetangga yang mendorongnya kepada dzikir (mengingat Allah) dan
taqwa serta menyadarkannya dari kelalaian dan hawa nafsu.”
4. Kendaraan adalah alat transportasi yang kita pakai untuk kemana-mana.
Ia sangat berpengaruh terhadap mobilitas kita setiap hari.
Al-Imam Abu hasan As-Sindiy Ra berkata, “…yang nyaman”, yaitu yang
cocok (digunakan) dijalan Allah, tidak membuatnya terlambat dari rekan-
rekannya.

Saudaraku, itulah empat sumber kebahagiaan seseorang. Sangat beruntung


bila kita bisa mendapatkan keempatnya . Tapi bila tidak maka prioritaskanlah
untuk mendapat istri yang salehah terlebih dahulu. Sebab dengan istri
salehah jalan menuju kebahagiaan dan meraih sumber kebahagiaan yang
lain terbuka lebar.

24
16. Hak Bertetangga
،‫ َع ْن ُم َح َّم ِد بْ ِن َع ْجاَل َن‬،‫ َح َّد َثنَا ُس لَْي َما ُن بْ ُن َحيَّا َن‬،َ‫الربِي ُع بْ ُن نَ افِ ٍع أَبُ و َت ْوبَ ة‬ َّ ‫َح َّد َثنَا‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم يَ ْش ُكو‬ َ ‫اء َر ُج ٌل إِلَى النَّبِ ِّي‬ َ ‫ َج‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ َع ْن أَبِي ُه َرْي َرَة‬،‫َع ْن أَبِي ِه‬
‫ك‬َ ‫اع‬
َ َ‫ب فَ اط َْر ْح َمت‬ ْ ‫ «ا ْذ َه‬:‫ال‬ َ ‫ َف َق‬،‫اص بِ ْر» فَأَتَ اهُ َم َّرَت ْي ِن أ َْو ثَاَل ثًا‬
ْ َ‫ب ف‬ ْ ‫ «ا ْذ َه‬:‫ال‬ َ ‫ َف َق‬،ُ‫َج َاره‬
‫ فَ َج َع َل‬،ُ‫َّاس يَ ْس أَلُونَهُ َفيُ ْخبِ ُرُه ْم َخَب َره‬
ُ ‫ فَ َج َع َل الن‬،‫يق‬ ِ ‫اعهُ فِي الطَّ ِر‬ َ َ‫فِي الطَّ ِر ِيق» فَطََر َح َمت‬
‫ ْارِج ْع اَل َت َرى‬:ُ‫ال لَه‬ ِ ِِ
ُ ‫اء إِل َْي ه َج‬
َ ‫ارهُ َف َق‬ َ ‫ فَ َج‬،‫ َو َف َع َل‬،‫ َو َف َع َل‬،‫ َف َع َل اللَّهُ به‬:ُ‫َّاس َيل َْعنُونَه‬ ُ ‫الن‬
ِ
ُ‫منِّي َش ْيئًا تَ ْك َرُهه‬
Dari Abu Hurairah Ra ia berkata, “Seorang lelaki datang kepada Nabi
Muhammad Saw mengadukan perihal tetangganya,maka Nabi
Muhammad Saw bersabda, ‘Pergilah dan bersabarlah .’ Maka ia (lelaki
itu) datang untuk kedua kalinya atau untuk ketiga kalinya, maka Nabi
Muhammad Saw bersabda, ‘Pergilah dan letakkan perabot rumahmu di
jalan’. Maka lelaki tersebut meletakkan perabot rumahnya di jalan dan
orang-orang pun bertanya kepadanya? Ia lalu memberikan mereka
tentang apa yang terjadi padanya, maka orang-orangpun melaknatnya
(tetangganya) dan Allah menghendaki semua terjadi terhadapnya
(tetangganya), lalu terjadilah apa yang terjadi. Maka datanglah
tetangganya kepadanya dan berkata, ‘kembalilah ke rumahmu, kamu
tidak akan lagi melihat sesuatu yang tidak kamu sukai dariku,”30

17. Musnad Abu Ishaq Sa’d Bin Abi Waqash RA


ٍ َّ‫ َع ِن ابْ ِن َعب‬،َ‫ َع ْن ِع ْك ِرَم ة‬،‫اك‬
‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،‫اس‬ ٍ ‫ َعن ِس م‬،‫يك‬
َ ْ ٌ ‫ َح َّد َثنَا َش ِر‬،‫َس َو ُد‬ ْ ‫َح َّد َثنَا أ‬
،‫ ثُ َّم ْابنُ وا‬،‫ فَ َدعُوا َس ْب َع أَ ْذ ُر ٍع‬،‫ «إِذَا ا ْخَتلَ ْفتُ ْم فِي الطَّ ِري ِق‬:‫ال‬ َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬ َ
»ُ‫ َفلْيَ َد ْعه‬،‫ارهُ أَ ْن يَ ْد َع َم َعلَى َحائِ ِط ِه‬
ُ ‫َوَم ْن َسأَلَهُ َج‬
Aswad menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami,
dari Simak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. beliau

30
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penjelasan Shahih Sunan Abu Daud, h.488 (5153)

25
bersabda, “Bila kalian berselisih tentang jalanan, maka sisakan sebesar
tujuh hasta, kemudian bangunlah. Dan, barangsiapa yang tetanggnya
meminta (izin)untuk menyandarkan (kayu) padadindingnya, maka
hendaklah ia membiarkannya.31

18. Musnad Sa’id Bin Zaid Bin Amr Bin Nufah RA


‫َن‬َّ ‫ َبلَ َغ عُ َم َر أ‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،َ‫اعة‬َ َ‫ َع ْن َعبَايَةَ بْ ِن ِرف‬،‫ َع ْن أَبِ ِيه‬،‫ َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن‬،‫الر ْح َم ِن‬ َّ ‫َح َّد َثنَا َع ْب ُد‬
‫ َفلَ َّما‬،َ‫ث إِل َْي ِه ُم َح َّم َد بْ َن َم ْس لَ َمة‬ َ ‫ َفَب َع‬،‫ت‬ ُ ْ‫الص َوي‬
ُّ ‫ ا ْن َقطَ َع‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ص َر‬ ْ ‫َس ْع ًدا ل ََّما َبنَى الْ َق‬
‫ إِ َّن َر ُجاًل َف َع َل َك َذا‬:‫ َوقِي َل لِ َس ْع ٍد‬،‫اع َحطَبً ا بِ ِد ْرَه ٍم‬ َ َ‫قَ ِد َم أَ ْخ َر َج َزنْ َدهُ َوأ َْوَرى نَ َارهُ َو ْابت‬
‫ ُن َؤدِّي‬:‫ال‬ َ ‫ َف َق‬،ُ‫ف بِاللَّ ِه َم ا قَالَه‬ َ َ‫ فَ َخ َر َج إِل َْي ِه فَ َحل‬،َ‫اك ُم َح َّم ُد بْ ُن َم ْسلَ َمة‬ َ َ‫ ذ‬:‫ال‬ َ ‫ َف َق‬،‫َوَك َذا‬
ُ‫ض َعلَْي ِه أَ ْن ُي َزِّو َده‬ ِ ِ ِ َ ‫َع ْن‬
ُ ‫اب ثُ َّم أَقْبَ َل َي ْع ِر‬
َ َ‫َح َر َق الْب‬ ْ ‫ فَ أ‬،‫ َوَن ْف َع ُل َما أُم ْرنَا بِه‬،ُ‫ك الَّذي َت ُقولُه‬
َ ‫ َف َق‬،َ‫وع هُ تِ ْس َع َع ْش َرة‬ ِ ِ
:‫ال‬ َ ‫ار ذَ َهابَهُ َوُر ُج‬ َ ‫ فَ َخ َر َج َف َق د َم َعلَى عُ َم َر َف َه َّج َر إِل َْي ه فَ َس‬،‫فَ أَبَى‬
‫الم َوَي ْعتَ ِذ ُر‬
َ ‫الس‬ َّ ُ‫ َبلَى أ َْر َس َل َي ْق َرأ‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫َم ُت َؤ ِّد َعنَّا‬ْ‫ك ل‬ َ َّ‫ ل ََرأ َْينَ ا أَن‬،‫ك‬َ ِ‫ل َْوال ُح ْس ُن الظَّ ِّن ب‬
‫ك أَ ْن ُت َزِّو َدنِي‬ َ ‫ فَ َم ا َمَن َع‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬، ‫ اَل‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ َف َه ْل َزَّو َد َك َش ْيئًا‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،ُ‫ف بِاللَّ ِه َما قَالَه‬ ُ ِ‫َويَ ْحل‬
‫ َو َح ْولِي أ َْه ُل‬،‫ار‬ ُّ ‫ْح‬ ِ
َ ‫َك الْبَا ِر ُد َويَ ُكو َن لي ال‬ َ ‫َك َفيَ ُكو َن ل‬ َ ‫آم َر ل‬ُ ‫ت أَ ْن‬ ُ ‫ إِنِّي َك ِرْه‬:‫ال‬ َ َ‫ت؟ ق‬ َ ْ‫أَن‬
ُ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬ ِ َ ‫ت رس‬ ِ ِ ِ
‫ «اَل‬:‫ول‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ ُ ‫ َوقَ ْد َس م ْع‬،ُ‫ْجوع‬ ُ ‫ال َْمدينَة قَ ْد َقَتلَ ُه ُم ال‬
‫الس ِقي َف ِة‬ ُ ‫] َح ِد‬449:‫اب [ص‬ ِ َّ‫آخر ُم ْسنَ ِد عُ َمر بْ ِن الْ َخط‬ ِ ِ
َّ ‫يث‬ َ ُ »‫الر ُج ُل ُدو َن َجا ِره‬ َّ ‫يَ ْشبَ ُع‬
Abdurrahman menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada
kami dari Ayahnya, dari Abayah bin Rifa’ah, dia berkata, “Umar Ra
mendapat berita bahwa ketika membangun istana, Sa’ad berkata,
‘Rendamlah suara itu!’ Umar kemudian mengirim Muhammad bin
Maslamah kepada Sa’ad. Ketika Muhammad bin Maslamah sampai, dia
mengeluarkan tangannya, menyalakan api dan membeli kayu bakar
dengan dirham. Lalu dikatakan pada Sa’ad bahwa ada seorang lelaki
yang melakukan ini dan ini. Sa’ad kemudian berkata ‘Itu adalah
Muhammad bin Maslamah. Sa’ad kemudian menemui Muhammad bin
31
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad hanbal asy-syaibani adz- Dzuhli, Penjelasan Musnad
Imam Ahmad, h. 439 (2757)

26
Maslamah dan dia bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak
pernah mengatakan perkataan itu (rendamlah suara itu). Muhammad
bin Maslamah berkata, ‘ Kami akan melaksanakan –darimu- apa yang
engkau katakan, tapi kami akan melaksakan apa yang telah
diperintahkan kepada kami.’ Muhammad bin Maslamah membakar
pintu itu, kemudian sa’ad datang menghadangkan untuk membekalinya,
namun Muhammad bin Maslamah menolak. Dia kemudian pergi dan
menghadap Umar Ra. Dia berangkat pagi-pagi untuk menemui Umar,
dan menempuh perjalanannya pulang perginya dalam Sembilan belas
(hari). Umar berkata, ‘ Seandainya tidak berbaik sangka kepadamu,
niscaya kami berpendapat bahwa engkau tidak akan melaksanakan
(tugas) dari kami.’ Muhammad bin Maslamah menjawab, ‘Benar, dia
(Sa’ad) menyampaikan salam untukmu dan meminta maaf, serta
bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak mengatakan perkataan
itu.’ Umar bertanya, ‘Apakah dia membekalkan sesuatu padamu?’
Muhammad bin Maslamah menjawab,’Tidak.’ Umar bertanya, ‘Apa yang
menghalangimu untuk membawa bekal kepadaku?’ Muhammad bin
Maslamah menjawab, ‘ Sesungguhnya aku tidak suka memerintahmu,
sehingga dingin akan menjadi milikmu dan panas akan menjadi milikku,
sementara disekitaku ada penduduk Madinah yang mati kelaparan.
Padahal sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda,
“Janganlah seseorang menjadi kenyang tanpa tetangganya”.32

19. Musnad Abdullah Bin Abbas Bin Abdul Muthalib


‫ول‬
ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫اس‬ ٍ َّ‫ َع ِن ابْ ِن َعب‬،َ‫ َع ْن ِع ْك ِرَم ة‬،‫اك‬ ٍ ‫ َعن ِس م‬،‫ َعن س ْفيا َن‬،‫ح َّد َثنَا وكِيع‬
َ ْ َُ ْ ٌ َ َ
‫ َوَم ْن َبنَى‬،‫اج َعلُوهُ َس ْب َع أَ ْذ ُر ٍع‬
ْ َ‫ ف‬،‫يق‬ ِ ‫ «إِ َذا ا ْخَتلَ ْفتُ ْم فِي الطَّ ِر‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ
َ ‫اللَّه‬
»‫ط َجا ِرِه‬ َ ِ‫ َفلْيَ ْد َع ْمهُ َحائ‬،‫اء‬ ِ
ً َ‫بن‬
Waki’ menceritakan kepada kami dari Sufyan dari Simak dari Ikrimah
dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Jika kalian berselisih

32
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad hanbal asy-syaibani adz- Dzuhli, Penjelasan Musnad
Imam Ahmad, h.544-545 (390)

27
mengenai jalanan (umum), maka jadikanlah (lebar) jalan itu tujuh
hasta. Dan, barangsiapa yang membangun sebuah bangunan maka
hendaklah dia (membuat) dinding rumah tetangganya tetap tegak.”33

20. Hadits Ummu Salamah Istri NABI SAW RA


،‫ت َج َارةً ل َُه ْم‬ ْ َ‫ َوَك ان‬،‫ص ٍن‬ ِ ٍ ‫ َو َح َّد َث ْتنِي أ ُُّم َق ْي‬،َ‫ أَبُو عَُب ْي َدة‬:‫ال‬
َ ‫س ْابنَ ةُ م ْح‬ َ َ‫ ق‬،‫ ُم َح َّم ٌد‬:‫ال‬ َ َ‫ق‬
َ‫ين َع ِش يَّة‬ ِ ٍ ‫اش ةُ بن ِمحص ٍن فِي َن َف ٍر ِمن بنِي أ‬ ِ ِ ِ
َ ‫َس د ُمَت َق ِّمص‬
َ َْ َ ْ ُ ْ َ ‫ َخ َر َج م ْن ع ْن دي عُ َّك‬:‫َت‬ ْ ‫قَ ال‬
:‫َت‬ ْ ‫ قَ ال‬.‫ يَ ْح ِملُوَن َه ا‬،‫) َعلَى أَيْ ِدي ِه ْم‬1( ‫ص ُه ْم‬ ِ ‫ ثُ َّم رجع وا إِل‬،‫ي وِم النَّح ِر‬
ُ ‫ قُ ُم‬،‫اء‬ ً ‫َي ع َش‬ َّ ُ َ َ ْ َْ
‫ص ُك ْم َعلَى أَيْ ِدي ُك ْم‬ ُ ‫ ثُ َّم َر َج ْعتُ ْم َوقُ ُم‬،‫ين‬
ِ
َ ‫ َم ا لَ ُك ْم َخ َر ْجتُ ْم ُمَت َق ِّمص‬،ُ‫اش ة‬ َ ‫َي عُ َّك‬ ْ ‫ أ‬:‫ْت‬ ُ ‫َف ُقل‬
‫ِّص لَنَ ا فِي ِه إِذَا‬
َ ‫) قَ ْد ُرخ‬3( ‫) َك ا َن َه َذا َي ْوًم ا‬2( ‫س‬ َ ‫تَ ْح ِملُوَن َه ا؟ َف َق‬
ٍ ‫ َخْي ًرا يَ ا ُّأم َق ْي‬:‫ال‬
‫وف‬َ ُ‫ِّس ِاء َحتَّى نَط‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ْج ْم َرةَ َحلَلْنَ ا م ْن ُك ِّل َم ا ُح ِرْمنَ ا م ْن هُ إاَّل َم ا َك ا َن م َن الن‬ َ ‫نَ ْح ُن َرَم ْينَ ا ال‬
ِ ِ ِ ِ ْ ُ‫ت فَ ِإذَا أ َْمس ْينَا ولَم نَط‬ ِ ‫بِ الْب ْي‬
‫ْج ْم َرةَ َحتَّى‬َ ‫ف بِ ه ص ْرنَا ُح ُرًم ا َك َه ْيئَتنَ ا َق ْب َل أَ ْن َن ْرم َي ال‬ ْ َ َ َ
ِ َ ُ‫نَط‬
)5( ‫صنَا َك َما َت َريْ َن‬ َ ‫ فَ َج َعلْنَا قُ ُم‬،‫ف‬ ْ ُ‫َم نَط‬ ْ ‫) َول‬4( ‫وف بِه فَأ َْم َس ْينَا‬
Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan
kepada kami (ha’), dan Hajjaj berkata: Syu’bah menceritakan kepadaku
dari Humaid bin Nafi’, dia berkata: Aku mendengar Zainab binti Abi
Salamah menceritakan dari ibunya, bahwa ada seorang perempuan yang
ditinggal mati suaminya, dan orang-orang takut terhadap matanya, “lalu
mereka menemui Nabi Saw dan meminta izin kepada beliau agar mata
perempuan tersebut dicelaki. Maka Rasulullah bersabda, “Dahulu
adasalah seorang perempuan yang tetap berada di rumahnya selama
satu tahun penuh dengan memakai pakaiannya yang jelek atau
pakaiannya yang paling jelek, kemudian bila ada anjing yang lewat, dia
akan melemparkan kotoran hewan padanya, lalu keluar. Bukankah ini
hanya empat bulan sepuluh hari?!.”34

33
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad hanbal asy-syaibani adz- Dzuhli, Penjelasan Musnad
Imam Ahmad, h. 929 (2098)
34
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad hanbal asy-syaibani adz- Dzuhli, Penjelasan Musnad
Imam Ahmad, h.273 (26531)

28
BAB III

PENUTUP
SIMPULAN
Segala hal yang berhubungan dengan tetangga, maka dapat kita
simpulkan bahwa: Pertama, kita tahu bahwa memuliakan tetangga adalah
suatu kewajiban kita sebagai seorang mu’min yang percaya kepada Allah
SWT, dan Hari Akhir, dan berkuranglah keimanannya seorang yang tidak
memuliakan tetangganya. Kedua, sungguh menyakiti tetangga merupakan
hal yang tidak mulia sama sekali daam Islam sehingga membuat pelakunya
dilecehkan oleh tetangganya dan menimbulkan pertikaian dan perselisihan
diantaranya. Ketiga, memiliki tetangga yang baik merupakan salah satu
impian kita karena salah satu kebahagiaan seseorang adalah tetangga yang
baik, dalam sabda Rasulullah dikatakan:

‫ الْ َم ْس َك ُن‬,‫ َواجْلَ ُار الْ َوا ِس ُع‬,‫الصا لِ ُح‬ ِِ ِ ِِ


َّ ‫ب‬ُ ‫املُ ْسلم الْ َم ْرء َس َع َادة م ْن اهْلَىِن ءُ َوالْ َم ْرَك‬
“Sebagian dari kebahagiaan orang muslimadalah rumah yang luas, tetangga
yang baik, dan kendaraan yang nyaman.”35
35
Shahih lighairihi dalam kitab Ash-Shahihah 282

29
Nah, itulah beberapa poin yang dapat kita petik dari pentingnya memuliakan
tetangga. Semoga Allah menjadikan kita tetangga yang baik kepada tetangga
kita, memberiikan hak-hak mereka, menghormati dan memberikan
kebebasan atas mereka. Sesungguhnya sebaik-baik tetangga adalah yang
paling baik terhadap tetangganya. Dan hendaknya kita terhindar dari
tetangga yang buruk perangainya.

30

Anda mungkin juga menyukai