Syarifah Mudaim
Syarifah Mudaim
Makalah Ini Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Ganjil
Oleh:
Dosen Pengampu:
JAKARTA
i
1441 H/2019 MKATA PENGANTAR
Bismillâhirrahmânirrahîm
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.......................................................................................2
BAB II..........................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
A. Hadis tentang Berbuat Baik Kepada Tetangga................................................3
1. Wasiat (Jibril) Tentang Tetangga.....................................................................4
2. Pemberian Kepada Tetangga Terdekat...........................................................5
3. Janganlah Meremehkan Tetangga Meskipun (Pemberiannya) Hanya Berupa
Kikil Kambing..........................................................................................................6
4. Dosa Orang yang Tetangganya tidak Merasa Aman dari
Gangguan/keburukannya.......................................................................................8
6. Minum dari Mulut Wadah Minuman...........................................................12
7. Haram Hukumnya Menyakiti Tetangga.........................................................14
8. Anjuran Memuliakan Tetangga dan Tamu, serta Senantiasa Diam kecuali
tetntang Kebaikan; Itu Semua adalah Bagian dari Iman.......................................15
9. Dorongan untuk Sedekah Meskipun Sedikit dan Jangan Menahan dari yang
Sedikit Karena Merasa Remeh.............................................................................17
10. Seseorang Tidak Boleh Melarang Tetangganya untuk Menyandarkan Kayu
pada Dinding Rumahnya......................................................................................19
11. Imam Tidak Menshalati Orang yang Bunuh Diri.......................................20
12. Mengada-ada dengan Sesuatu yang Tidak Diberikan...............................22
13. Syuf’ah......................................................................................................22
14. Bersedekah kepada Tetangga yang Miskin...............................................22
15. 4 Sumber Kebahagiaan.............................................................................23
ii
16. Hak Bertetangga.......................................................................................25
17. Musnad Abu Ishaq Sa’d Bin Abi Waqash RA.............................................26
18. Musnad Sa’id Bin Zaid Bin Amr Bin Nufah RA...........................................26
19. Musnad Abdullah Bin Abbas Bin Abdul Muthalib.....................................28
20. Hadits Ummu Salamah Istri NABI SAW RA................................................28
BAB III.......................................................................................................................30
PENUTUP..................................................................................................................30
SIMPULAN............................................................................................................30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, makhluk yang berubah dan
bertumbuh, saling membutuhkan dan saling mempengaruhi.Hubungan
manusia merupakan perbuatan yang harus dilakukan agar jalinan silaturahmi
semakin harmonis. Petunjuk utama bersilaturahmi setelah Al-Qur’an adalah
hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, hadis berfungsi sebagai penjelas dan
penafsir terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum dan sebagai
sumber hukum, hadis juga merupakan sumber kerahmatan, sumber
keteladanan,atau sumber ilmu pengetahuan.
Hadis adalah apa yang berasal dari Nabi, apa yang berasal dari sahabat,
bahkan ada yang beranggapan hadis itu adalah apa yang disampaikan oleh
tabi’in. Definisi dan pemahaman mengenai hadis, disesuaikan sumber
rujukan dan cara pandang yang digunakan. Pada pemahaman ini
menggunakan definisi ulama hadis, sebagaimana fungsi hadis adalah
memberikan penjelasan yang terperinci, ketika penjelasan itu tidak
dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Hadis adalah pelengkap penafsiran Al-Qur’an.
Al-Qur’an dan hadis diibaratkan dua mata koin yang tidak bisa dipisahkan.
1
B. Rumusan Masalah
Hadis-hadis yang menjelaskan tentang memuliakan tetangga
C. Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui hadis-hadis yang menjelaskan ulama
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Wasiat (Jibril) Tentang Tetangga
ٍ َعن يحيى ب ِن س ِع،ك ِ ِ ٍ ْيل بْ ُن أَبِي أ َُوي ِ ِ
:ال
َ َ ق،يد َ ْ َ ْ َ ْ ٌ َح َّدثَني َمال:ال َ َ ق،س ُ َح َّد َثنَا إ ْس َماع
ِ ِ ٍ ِ
َ َع ِن النَّبِ ِّي، َع ْن َعائ َش ةَ َرض َي اللَّهُ َع ْن َه ا،َ َع ْن َع ْم َرة،أَ ْخَب َرني أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن ُم َح َّمد
ص لَّى
ِ ِ ِ َ «ما َز:ال ِ
َ يل بِال
ُ َحتَّى ظََن ْن،ْجا ِر
»ُت أَنَّهُ َسُي َوِّرثُه ُ ال يُوصيني ج ْب ِر َ َ َاهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ق
Telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abu Uwais dia berkata: telah
menceritakan kepadaku Malik dari Yahya bin Said dia berkata telah
mengabarkan kepadaku Abu Bakar bin Muhammad dari Amrah dari
Aisyah radliallahu’anha dari Nabi SAW beliau bersabda:”Jibril masih
terus berwasiat kepadaku tentang tetangga hingga aku mengira bahwa
ia (Jibril) akan menetapkan warisan baginya.”1
Penjelasan Kata:
ت
ُ ظََنْن: aku menyakini dan mencermati.
وص ييِن ِجرْبِي ُل بِاجْلَ ار
ِ ي: Dia memerintahkanku untuk menjaga hak tetangga
ُ
dengan cara berbuat baik kepadanya dan tidak mengganggunya.
Kandungan Hadis:
a. Penjelasan tentang besarnya hak tetangga dan keutamaan berbuat baik
kepadanya.
b. Boleh berharap besar untuk mendapatkan kemurahan hati jika
mendapatkan nikmat.
c. Boleh membicarakan sesuatu yang terbesit dalam hati tentang perkara
kebaikan.2
1
Al-Bukhari: Kitab Al-Adab Bab Al-Washaah bil Jaar (6014)
2
Syeikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, syarah Riyadhus Shalihin jilid 1, h. 124
4
2. Pemberian Kepada Tetangga Terdekat
ُ َس ِم ْع:ال
ت َ َ ق، أَ ْخَب َرنِي أَبُ و ِع ْم َرا َن:ال َ َ ق،ُ َح َّد َثنَا ُش ْعبَة،ال ٍ َح َّد َثنَا َح َّجاج بْن ِم ْن َه
ُ ُ
فَِإلَى أَيِّ ِه َم ا أ ُْه ِدي؟، إِ َّن لِي َج َاريْ ِن،ول اللَّ ِه
َ ْت يَ ا َر ُس
ُ ُقل:َت ْ قَ ال،َ َع ْن َعائِ َش ة،َْح ة
َ طَل
»ك بَابًاِ «إِلَى أَقْربِ ِهما ِم ْن:ال َ َق
َ َ
Hajjah bin Minhal mengabarkan kepada kami, ia berkata: Syu’bah
mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Imran mengabarkan
kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Thalhah dari Aisyah, ia
berkata,”Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai dua
tetangga, kepada tetangga yang mana aku memberi hadiah? Beliau
menjawab , “Kepada tetangga yang pintu lebih dekat denganmu.”3
Kandungan Hadist:
3
Diriwayatkan Al-Bukhariy: kitab Al-Adab. Bab Haqqul Jiwar fii Qurbil Abwab(6020)
4
Syeikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, syarah Riyadhus Shalihin jilid 1, h.129
5
rumah tetangganya, berbeda dengan orang yang jauh pintunya. Disamping
itu, orang yang dekat pintunya lebih cepat memberikan respon atas apa yang
terjadi pada tetangganya, khususnya pada waktu-waktu sepi sepi. Ibnu Abi
Jamrah berkata, “Memberikan hadiah kepada yang dekat adalah yang
disukai, karena pada dasarnya hadiah itu bukan wajib.” Dari hadits ini
disimpulkan bahwa mengamalkan yang lebih utama adalah sikap yang agak
baik. Di sini terdapat pula dalil mendahulukan ilmu atas perbuatan.
Selanjutnya terjadi perbedaan tentang batasan tetangga. Disebutkan dari Ali
Ra, “Barangsiapa mendengar seruan, maka dia tetangga.” Dikatakan pula,
“Barangsiapa shalat shubuh bersamamu dimasjid, maka dia adalah
tetangga.” Kemudian dari Aisyah, “Batasan tetangga adalah empat puluh
rumah dari semua arah.” Serupa dengannya dinukil pula dari Al Auza’i. Imam
Bukhari menyebutkan dalam kitab Al Adab Al Mufrad sama seperti itu dari Al
Hasan. At-Thabarani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Ka’ab bin
Malik, yang dinisbatkan kepada Nabi Saw, أ اَل اِ َّن أ َْربَعِنْي َ َد َارا َج ا ٌر
(Ketahuilahsesungguhnya empat puluh rumah adalah tetangga). Ibnu
Wahab meriwayatkan dari yunus, dari Ibnu Syihab, “Empat puluh rumah dari
kanan dan kiri, belakang dan depan.” Hal ini mengandung kemungkinan
seperti yang pertama, tetapi mungkin pula jumlah itu dibagi ke setiap arah
sehingga masing-masing arah sepuluh rumah.5
5
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h. 160-161
6
seorang tetangga perempuan meremehkan tetangga perempuannya
meskipun (pemberiannya) berupa kaki domba.”6
Penjelasan Kata:
فِْرِس َن: Tulang yang sedikit memili daging. Asalkan digunakan untuk kikil
unta, sama dengan hafir (kikil) kuda. Kemudian digunakan untuk
menyebut kikil domba.
Kandungan Hadits:
6
Diriwayatkan Al-Bukhariy: Kitab Al-Adab. Bab Laa Taqiranna Jaaratun li Jaaratihaa(6017)
7
Syeikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, syarah Riyadhus Shalihin jilid 1, h.144
7
( َولَ ْو فِ ْر ِس َن َش ٍاةMeski hanya berupa kaki kambing. Penjelasannya secara
lengkap sudah dipaparkan pada pembahasan tentang hibah. Begitu pula
pembahasan kalimat, “Wahai perempuan0perempuan muslimah.”
Kesimpulannya, di dalamnya terdapat peringkasan, sebab orang-orang yang
diajak berbicara mengetahui maksudnya, yakni janganlah kamu
meremehkan untuk menghadiahkan sesuatu kepada tetangga, meskipun
apa yang dihadiahkan itu adalah sesuatu yang umumnya tidak bermanfaat.
Mungkin pula masuk kategori larangan terhadap sesuatu sebagai perintas
atas lawannya. Ia merupakan kiasan atas sikap saling mencintai dan
menyanyangi. Seakan-akan dikatakan, “Hendaklah seorang tetangga
berbelas kasih kepada tetangganyadengan memberikan sesuatu meskipun
nilainya rendah.” Sama halnya dalam hal itu orang kaya dan orang miskin.
Perintah ini ditunjukkan secara khusus kepada kaum perempuan karena
mereka merupakan tempat cinta dan benci. Dimana mereka sangat cepat
memberikan reaksi terhadap dua perkara itu. Al-Karmani berkata, “Mungkin
larangan ini ditunjukkan kepada yang memberi dan mungkin juga kepada
yang diberi.” Saya (Ibnu Hajar) katakan, memahaminya untuk yang diberi
tidak sempurna, kecuali bila huruf lam (untuk) pada kalimat lijaaratiha
diartikan min (dari), tetapi tidak ada halangan memahaminya menurut
kedua makna itu. 8
8
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.153-154
8
Dari Sa’id dari Abu Syuraih, sesungguhnya Nabi SAW bersabda “Demi
Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak
berima.” Dikatakan, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,” Orang
yang tetangganya merasa tidak aman dari ganggua/keburukannya.”9
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Syababah dan Asad bin Musa. Humaid bin
Al Aswad, Utsman bin Imran, Abu Bakar bin Ayyasy, dan Syu’aib bin Ishaq
berkata dari Ibnu Abi Dzi’, dari Al Maqburi, dari Abu Hurairah RA.
Katerangan Hadits:
( َع ْن أَيِب ُش َريْ ٍحDari Abu Syuraih). Dia adalah Abu Syuraih Al Khuza’i. demikian
tercantum dalam riwayat Abu Nu’aim dan namanya menurut pendapat yang
masyhur adalah ‘Khuwailid’. Sebagian mengatakan ‘Amr’, dan sebagian lagi
mengatakan ‘hani’, bahkan ada yang mengatakan ‘Ka’ab’.
( َواللَّ ِه الَ يُ ْؤِم ُنDemi Allah tidak beriman). Kalimat ini diulang tiga kali secara
terang-terangan. Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan, “Demi Allah tidak
beriman… tiga kali.” Seakan-akan versi ini diringkas oleh periwayat. Abu Ya’la
menukil dari hadits Anas ( م اَ ُه َو مِب ُ ْؤِم ٍنTidaklah dia sebagai mukmin). At-
Thabarani menukil dari hadits Ka’ab bin Malik, َ( الَيَ ْد ُخ ُل اجْلَنَ ةTidak masuk
surga). Senada dengannya dikutip Imam Ahmad dari Anas dengan sanad
yang shahih.
9
Diriwayatkan Al-Bukhariy: Kitab Al-Adab. Bab Laa Taqiranna Jaaratun li
Jaaratihaa(6016)
9
َ يَ ا َر ُس:( قِي َلDikatakan,”Wahai
ول َوَم ْن rasulullah, dansiapa…?). Huruf ‘wawu’
(dan) pada kalimat ini mungkin sebagai tambahan, atau permulaan kata,
atau kata penghubung dengan sesuatu yang dihapus, misalnya; beritahukan
kepada kami apa maksudnya dan siapakah orang itu? Imam Ahmad
mengutip dari hadits Ibnu Mas’ud bahwa dialah yang bertanya tentang hal
itu.10
10
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.147-148
11
Abu Abdullah Muhammad bi Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadis Shahih al-Bukhari 2,
(Jakarta: Pustaka Almahira, 2011), h.532 (6018)
10
َوَم ْن َك ا َن ُي ْؤِم ُن،ص َدقَةٌ َعلَْي ِه َ ِاء َذل
َ ك َف ُه َو َ فَ َم ا َك ا َن َوَر،الض يَافَةُ ثَالَثَ ةُ أَيَّ ٍام
ِّ َو،ٌَول َْيلَ ة
ِ ِ ِ بِاللَّ ِه و
»ت
ْ ص ُمْ َالي ْوم اآلخ ِر َفلَْي ُق ْل َخ ْي ًرا أ َْو لي َ َ
Abdullah bin Yusuf menyampaikan kepada kami dari al-Laits, dari Sa’id
al-Maqburi bahwa Abu Syuraih al-Adawi berkata,”Kedua telingaku
mendengar dari kedua mataku melihat saat Nabi Saw bersabda,’Siapa
yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendakalh dia memuliakan
tamunya dengan menjamunya.’ ”Dia berkata, ”Bagaimana menjamunya
wahai Rasulullah Saw?” Beliau berkata,”Selama sehari semalam. Batasan
menjamu tamu itub selama tiga hari, jika lebih maka itu adalah sedekah.
Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, hendaklah dia berkata
yang baik atau diam.”12
Keterangan Hadits:
Dalam bab ini, Imam Bukhari menyebutkan hadits Abu Hurairah dan satu
hadits dari Syuraikh.
Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dari Qutaibah bin Sa’id, dan Abu Al-
Ahwash, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah. Abu Al Ahwash
adalah Sallam bin Sulaim. Adapun Abu Hashin adalah Ustman bin Ashim.
Sedangkan Abu Shalih adalah Dzakwan.
12
Abu Abdullah Muhammad bi Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadis Shahih al-
Bukhari 2, (Jakarta: Pustaka Almahira, 2011), h.532 (6019)
11
ِ
ُ( فَالَ يُ ْؤذ َج َارهMaka janganlah dia menyakiti tetangganya ). Dalam hadis ini
Abu syu’raih disebutkan, ك ِرْم ْ ُ( َج َار َفْليHendaklah memuliakan tetangganya).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah melalui Al A’masy, dari Abu
Shalih, ( َفْليُ ْح ِس ْن اِىَل َج ا ِرِهhendaklah berbuat baik kepada tetangganya).
Kalimat memuliakan tetangga dan berbuat baik kepadanya disebutkan
dalam sejumlah hadits yang diriwayatkan Ath-Thabarani dari Bahz bin
Hakim, dari bapaknya, dari kakeknya dan Al Khara’ithi pada pembahasan
tentang akhlak yang mulia dari hadits Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari
kakeknya.13
Keterangan Hadits:
(Bab minum dari mulut wadah minuman). Dalam riwayat tersebut ada yang
menggunakan kata ‘fam’ da nada yang menggunakan kata ‘fi’ sebagaimana
yang telah dijelaskan. Ibnu Al Manayyar berkata,”Imam Bukhari merasa
belum puas dengan judul bab terdahulu, agar tidak timbul dugaan bahwa
larangan itu khusus dalam bentuk melipat mulut wadah,maka dia
menjelaskan bahwa larangan itu mencankup wadah yang mungkin dilipat
13
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.155-156
14
Abu Abdullah Muhammad bi Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadis Shahih al-
Bukhari 2, (Jakarta: Pustaka Almahira, 2011), (5627)
12
dan yang tidak mungkin dilipat, seperti wadah yang terbuat dari batu dan
sebagainya.
15
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.590-592
13
7. Haram Hukumnya Menyakiti Tetangga
ِ ِ ِ ِ ٍِ
َ َجم ًيع ا َع ْن إ ْس َماع، َو َعل ُّي بْ ُن ُح ْج ٍر، َو ُقَت ْيبَ ةُ بْ ُن َس عيد،وب
يل بْ ِن َ َُّح َّد َثنَا يَ ْحيَى بْ ُن أَي
َع ْن أَبِي، َع ْن أَبِي ِه،ُ أَ ْخَب َرنِي ال َْعاَل ء:ال ِ ِ َ َ ق،َج ْع َف ٍر
ُ َح َّد َثنَا إ ْس َماع:وب
َ َ ق،يل َ ُّال ابْ ُن أَي
ُاره
ُ ْجنَّةَ َم ْن اَل يَأ َْم ُن َج َ َاهلل صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق
َ «اَل يَ ْد ُخ ُل ال:ال
ِ ول َّ أ،َُه َرْي َرة
َ َن َر ُس
»َُب َوائَِقه
Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami, Qutaibah bin Sa’id dan Ali
bin Hujr menceritakan kepada kami, semuanya [meriwayatkan] dari
Ismail bin Ja’far, Ibn Ayyub berkata: Ismail menceritakan kepada kami,
dia berkata: Al-A’la mengabarkan kepadaku, dari ayahnya, dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah masuk surga orang
yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukannya.”16
Keterangan Hadits:
ِ
ُ(اَل يَ ْد ُخ ُل اجْلَنَّةَ َم ْن اَل يَأْ َم ُن َج ُارهُ َب َوائ َقهTidak masuk surga orang yang tetangganya
tidak meraa aman dari keburukannya). Kata bawaa’iq merupakan bentuk
jamak dari kata ba’iqah, artinya malapetaka, musibah, dan bencana.
Sedangkan yang dimaksud dengan “tidak masuk surga,” ada dua penjelasan:
Pertama, mungkin saja matan hadis ini berlaku untuk orang-orang yang
menghalalkan praktek menyakiti tetangga. Padahal dia telah mengetahui
bahwa hal itu diharamkan. Tentu saja orang yang seperti ini telah kafir dan
tidak akan pernah masuk surga.
Kedua, Bisa juga yang dimaksud hadits tersebut adalah yang tidak masuk
surga bersama-sama dengan orang-orang yang sukses [pada golongan
pertama], yakni ketika pintu surga dibubakan khusus untuk mereka. Namun
orang yang memiliki sifat dalam hadits tersebut akan masuk surga pafda
gelombang akhir. Boleh jadi orang-orang seperti ini akan dihukum terlebih
16
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadis Shahih Muslim, (Jakarta:
Pustaka Almahira,2013),h. 43 (73)
14
dahulu di dalam neraka atau mungkin mereka telah diampuni oleh Allah
sehingga dimasukkan surga pada gelombang pertama.
Kami sengaja mengartikan hadits ini dengan dua jenis penakwilan seperti ini
karena memang madzab para ulama yang lurus memiliki prinsip bahwa
orang yang meninggal dunia dalam keadaan bertauhid, namun ternyata dia
masih termasuk orang yang mengerjakan perbuatan dosa besar, maka
nasibnya terserah Allah. Kalau Allah menghendaki, maka akan memberinya
ampunan sehingga dia akan masuk surga pada gelombang pertama. Akan
tetapi jika Allah mengehendaki lain, maka Dia akan menyiksanya terlebih
dahulu, lalu memaksukkannya ke dalam surga.17
17
Imam Nawawi, Penjelasan Shahih Muslim, h.118
18
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadis Shahih Muslim, (Jakarta:
Pustaka Almahira,2013),h.43 (74)
15
أَبِي، َع ْن،شِ َع ِن اأْل َ ْع َم،س ِ ِ ِ ِ
َ أَ ْخَب َرنَ ا ع،يم
َ ُيس ى بْ ُن يُ ون َ َو َح َّد َثنَا إ ْس َحا ُق بْ ُن إ ْب َراه
ِ اهلل ص لَّى اهلل َعلَْي ِه وس لَّم بِ ِمثْ ِل ح ِد
يث أَبِي َ َ ََ
ِ ول ُ ال َر ُس
َ َ ق:ال َ َ ق، َع ْن أَبِي ُه َرْي َرَة،صالِ ٍح َ
» « َفلْيُ ْح ِس ْن إِلَى َجا ِرِه:الَ َ غَْي َر أَنَّهُ ق،ص ْي ٍن
َ ُح
Ishaq bin Ibrahim menyampaikan kepada kami dari Abu al-Ahwash, dari
Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw
bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat,
hendaklah dia memuliakan tamunya. Dan barang siapa beriman kepda
Allah dan Hari Kiamat, hendaklah dia mengucapkan perkataan yang
baik atau diam saja.”19
Keterangan Hadits:
16
memeliharanya. Sebab Allah sendiri telah memberikan wasiat kepada umat
Islam di dalam Al-Qur’an untuk berbuat baik kepada mereka.20
»َش ٍاة
Keterangan Hadits:
17
Sementara menurut ulama kawasan Bashrah, pada susunan lafadz seperti itu
menyimpan rangkaian redaksi yang tersembunyi, yang jika ditampakkan
menjadi: Yaa nisaa ‘al anfusil muslimaat,atau yaa nisaa ‘al jamaa’aatil
muslimaat. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa redaksinya adalah
Yaa faadhilaatil muslimaat. Hal ini sebagaimana lafadz haa’ulaa’ rijaalul
qaum ditaqdiir menjadi haa’’ulaa’saadaatuhum atau afaadhiluhum.
Cara baca yang kedua adalah dengan me-rafa’ lafadz nisaa’ dan al
muslimaat, sehingga berbunyi: yaan-nisaa’ul muslimaatu. Menurut Al Baji,
cara baca seperti inilah yang banyak diriwayatkan oleh para perawi negri
kami.
Cara baca yang ketiga adalah me-rafa’ nisaa’ dan meng-kasroh lafadz
almuslimaat yang dianggap dalam posisi manshuub. Hal ini sebagaimana
cara baca yaa Zaidul ‘aaqila. Wallaahu a’lam.
َول َْو فِ ْر ِس َن َش ٍاة،( اَل تَ ْح ِق َر َّن َج َارةٌ لِ َج َارتِ َه اJanganlah sekali-kali seorang tetangga
untuk meremehkan [sedekah] tetangganya sekalipun hanya dengan kuku
seekor kambing) Para ulamaahli bahasa berkata bahwa car abaca lafadz
firsin adalah dengan meng-kasrah huruf faa’ dan Siin. Maka lafadz tersebut
adalah kuku. Mereka juga berkata bahwa asal kata firsin hanya dipergunakan
untuk mengungkapkan kuku unta. Posisi kuku unta kalau pada organ tubuh
manusia ibarat tumit kaki.
Sekalipun menurut para ulama kata firsin hanya dipergunakan untuk kuku
unta, namun pada praktiknya juga dipergunakan untuk mengungkapkan
kuku kambing. Penggunaan istilah semacam ini dikategorikan pada jenis
kalimat isti’aarah.
18
daripada tidak memberikan sesuatu apapun. Allah Swt telah berfirman,”
Barangsiapa melakukan kebaikan sekecil apapun, niscaya Allah akan
melihatnya.” Rasulullah Saw sendiri juga bersabda,” Takutlah kalian pada
neraka sekalipun hanya dengan [bersedekah] secuil buah kurma!”
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari
Ibnu Syihab dari Al A’raj dari Abu Hurairah ra Rasulullah SAW bersabda:
“janganlah seseorang melarang tetangganya untuk menyandarkan
kayunya di dinding rumahnya“. Kemudian Abu Hurairah ra
berkata :”Jangan sampai aku lihat kalian menolak ketentuan hukum ini.
Demi Allah, kalau sampai aku lihat kalian menolak ketentuan hukum ini.
Demi Allah, kalau sampai terjadi, akan aku lempar kayu-kayu itu
menimpa samping kalian.”23
Keterangan Hadits:
22
Imam Nawawi, Penjelasan Shahih Muslim, h.358-360
23
Abu Abdullah Muhammad bi Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadis Shahih al-
Bukhari 1, (Jakarta: Pustaka Almahira, 2011), (2463)
19
Demikian judul bab yang tercamtum dari riwayat Abu Dzarr, yakni kata kayu
disebutkan dalam bentuk tunggal. Sementara dalam riwayat selain yang
disebutkan dalam bentuk jama’, dan ini pula yang tercamtum dalam hadits.
Kedua versi ini sama-sama di nukil dalam kitab Al-Muwatho’, tetqapi
keduanya memiliki makna yang sama, karena yang di maksud adalah
jenisnya. Pandangan inilah yang menjadi pedoman dalam mengompromikan
kedua versi tersebut. Adapun jika tidak demikian, maka keduanya memeiliki
makna yang berbeda, karena sebatang kayu lebih mudah mendapatkan
toleransi tetangga dibandingkan dengan kayu yang banyak.
24
Ibnu Hajar Al-Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h.48
20
ِ
«إِ ًذا اَل:ال
َ َ ق، َن َع ْم:ال َ ْ «أَن:ال
َ َت َرأ َْيتَهُ؟» ق َ َرأ َْيتُهُ َي ْن َح ُر َن ْف َسهُ بِ َم َشاق:ال
َ َ ق،ُص َم َعه َ َق
»ُصلِّ َي َعلَْي ِه
َأ
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata: Ada seorang laki-laki sedang sakit,
(keluarganya) pada meneriakinya, lalu salah satu tetangganya datang
kepada Rasulullah Saw, ia berkata, “Sesungguhnya dia telah mati.”
Beliau bersabda,”Apa yang kamu temukan?” Tetangga itu menjawab,
“Saya telah melihat wahai Rasulullah” kemudian Rasulillah Saw
bersabda, “Sesungguhnya dia belum mati.”
Perawi berkata: Kemudian tetangga orang yang sakit tersebut kembali lagi
dan (mendapati keluarganya) meneriakinya sehingga ia datang lagi menemui
Rasulullah Saw, ia berkata, “ Sesungguhnya dia telah mati,” Rasulullah Saw
bersabda, “Sesungguhnya dia belum mati.” Kemudian ia kembali lagi dan
(mendapati keluarganya) meneriakinya.
25
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penjelasan Shahih Sunan Abu Daud, h.473 (3185)
21
َ َ ق،َم ُي ْع ِط َزْو ِجي
:ال ْ ت ل ََه ا بِ َم ا ل
ُ اح إِ ْن تَ َش َّب ْع َ َت ْعنِي- لِي َج َارًة
ٌ َ َه ْل َعلَ َّي ُجن- ض َّرًة
ِ ِط كَاَل ب
»س َث ْوبَ ْي ُزوٍر ْ «ال ُْمتَ َشبِّ ُع بِ َما ل
َ َم ُي ْع
Dari Asma’ binti Abu Bakar, bahwa seseorang wanita bertanya kepada Nabi
Saw, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku memiliki tetangga –maksudnya
adalah madunya (istri yang lain)-, “ Apakah aku berdosa apabila berhias
(mengenakan sesuatu agar lainnya merasa kecewa) dengan sesuatu yang
tidak diberikan suami kepadaku?” Nabi menjawab, “Orangyang mengada-
gada dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya, layaknya orang yang
mengenakan dua pakaian dosa.”26
13. Syuf’ah
َع ْن َج ابِ ِر بْ ِن، َع ْن َعطَ ٍاء،كِ ِ أَ ْخبرنَا َع ْب ُد الْمل، ح َّد َثنَا ُه َش ْيم،َحم ُد بْن ح ْنب ٍل
َ ََ ٌ َ َ َ ُ َ ْ َح َّد َثنَا أ
ش ْف َع ِة َج ا ِرِه
ُ َِح ُّق ب
َ ار أ
ِ
َ «ال:ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم
ُ ْج
ِ ُ ال رس
َ ول اللَّه ُ َ َ َ ق:ال َ َ ق،َع ْب ِد اللَّ ِه
ِ وإِ ْن َكا َن غَائِبا إِذَا َكا َن طَ ِري ُقهما و،ي ْنتظَر بِها
»اح ًدا َ َُ ً َ َ ُ َُ
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata Rasulullah Saw bersabda, Rasulullah Saw
bersabda, “Tetangga lebih berhak dengan syuf’ah tetangganya walaupun
tetangganya tidak ada.-Jika jalan yang dapat mereka lalui hanya satu-“27
22
bersabda: “Tidak halal sadaqah bagi yang mampu (kecuali) bagi lima
golongan, bagi orang berperang di jalan Allah Swt, bagi amil sadaqah,
bagi gharim (orang yang berhutang demi kepentingan agama), bagi
seseorang yang membelinya dengan hartanya sendiri, atau bagi
seseorang yang mempunyai tetangga miskin. Kemudian diberi sedekah
kepada orang miskin, maka si miskin akan menghadiahkannya kepada si
kaya.”28
Keterangan Hadits:
28
Sulaiman bin Al-Asy’ath bin ‘Amru bin Amir Al-Sijistani, Sunan Abu Daud, (Beirut:Daar al-
Fikr, 1994), Juz.2, h. 39 (1635)
29
Abdurrahman Al-Bahgdadi dan Syamsuddin Ramadhan Al-Nawi, Fikih Bertetangga,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), cet ke 1, h. 63-64
23
ada empat sumber kesedihan seseorang, yaitu tetangga yang jahat, istri
yang membangkang, rumah yang sempit, dan kendaraan yang buruk.”
24
16. Hak Bertetangga
، َع ْن ُم َح َّم ِد بْ ِن َع ْجاَل َن، َح َّد َثنَا ُس لَْي َما ُن بْ ُن َحيَّا َن،َالربِي ُع بْ ُن نَ افِ ٍع أَبُ و َت ْوبَ ة َّ َح َّد َثنَا
ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم يَ ْش ُكو َ اء َر ُج ٌل إِلَى النَّبِ ِّي َ َج:ال َ َ ق، َع ْن أَبِي ُه َرْي َرَة،َع ْن أَبِي ِه
كَ اع
َ َب فَ اط َْر ْح َمت ْ «ا ْذ َه:ال َ َف َق،اص بِ ْر» فَأَتَ اهُ َم َّرَت ْي ِن أ َْو ثَاَل ثًا
ْ َب ف ْ «ا ْذ َه:ال َ َف َق،َُج َاره
فَ َج َع َل،َُّاس يَ ْس أَلُونَهُ َفيُ ْخبِ ُرُه ْم َخَب َره
ُ فَ َج َع َل الن،يق ِ اعهُ فِي الطَّ ِر َ َفِي الطَّ ِر ِيق» فَطََر َح َمت
ْارِج ْع اَل َت َرى:ُال لَه ِ ِِ
ُ اء إِل َْي ه َج
َ ارهُ َف َق َ فَ َج، َو َف َع َل، َو َف َع َل، َف َع َل اللَّهُ به:َُّاس َيل َْعنُونَه ُ الن
ِ
ُمنِّي َش ْيئًا تَ ْك َرُهه
Dari Abu Hurairah Ra ia berkata, “Seorang lelaki datang kepada Nabi
Muhammad Saw mengadukan perihal tetangganya,maka Nabi
Muhammad Saw bersabda, ‘Pergilah dan bersabarlah .’ Maka ia (lelaki
itu) datang untuk kedua kalinya atau untuk ketiga kalinya, maka Nabi
Muhammad Saw bersabda, ‘Pergilah dan letakkan perabot rumahmu di
jalan’. Maka lelaki tersebut meletakkan perabot rumahnya di jalan dan
orang-orang pun bertanya kepadanya? Ia lalu memberikan mereka
tentang apa yang terjadi padanya, maka orang-orangpun melaknatnya
(tetangganya) dan Allah menghendaki semua terjadi terhadapnya
(tetangganya), lalu terjadilah apa yang terjadi. Maka datanglah
tetangganya kepadanya dan berkata, ‘kembalilah ke rumahmu, kamu
tidak akan lagi melihat sesuatu yang tidak kamu sukai dariku,”30
30
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penjelasan Shahih Sunan Abu Daud, h.488 (5153)
25
bersabda, “Bila kalian berselisih tentang jalanan, maka sisakan sebesar
tujuh hasta, kemudian bangunlah. Dan, barangsiapa yang tetanggnya
meminta (izin)untuk menyandarkan (kayu) padadindingnya, maka
hendaklah ia membiarkannya.31
26
Maslamah dan dia bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak
pernah mengatakan perkataan itu (rendamlah suara itu). Muhammad
bin Maslamah berkata, ‘ Kami akan melaksanakan –darimu- apa yang
engkau katakan, tapi kami akan melaksakan apa yang telah
diperintahkan kepada kami.’ Muhammad bin Maslamah membakar
pintu itu, kemudian sa’ad datang menghadangkan untuk membekalinya,
namun Muhammad bin Maslamah menolak. Dia kemudian pergi dan
menghadap Umar Ra. Dia berangkat pagi-pagi untuk menemui Umar,
dan menempuh perjalanannya pulang perginya dalam Sembilan belas
(hari). Umar berkata, ‘ Seandainya tidak berbaik sangka kepadamu,
niscaya kami berpendapat bahwa engkau tidak akan melaksanakan
(tugas) dari kami.’ Muhammad bin Maslamah menjawab, ‘Benar, dia
(Sa’ad) menyampaikan salam untukmu dan meminta maaf, serta
bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak mengatakan perkataan
itu.’ Umar bertanya, ‘Apakah dia membekalkan sesuatu padamu?’
Muhammad bin Maslamah menjawab,’Tidak.’ Umar bertanya, ‘Apa yang
menghalangimu untuk membawa bekal kepadaku?’ Muhammad bin
Maslamah menjawab, ‘ Sesungguhnya aku tidak suka memerintahmu,
sehingga dingin akan menjadi milikmu dan panas akan menjadi milikku,
sementara disekitaku ada penduduk Madinah yang mati kelaparan.
Padahal sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda,
“Janganlah seseorang menjadi kenyang tanpa tetangganya”.32
32
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad hanbal asy-syaibani adz- Dzuhli, Penjelasan Musnad
Imam Ahmad, h.544-545 (390)
27
mengenai jalanan (umum), maka jadikanlah (lebar) jalan itu tujuh
hasta. Dan, barangsiapa yang membangun sebuah bangunan maka
hendaklah dia (membuat) dinding rumah tetangganya tetap tegak.”33
33
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad hanbal asy-syaibani adz- Dzuhli, Penjelasan Musnad
Imam Ahmad, h. 929 (2098)
34
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad hanbal asy-syaibani adz- Dzuhli, Penjelasan Musnad
Imam Ahmad, h.273 (26531)
28
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Segala hal yang berhubungan dengan tetangga, maka dapat kita
simpulkan bahwa: Pertama, kita tahu bahwa memuliakan tetangga adalah
suatu kewajiban kita sebagai seorang mu’min yang percaya kepada Allah
SWT, dan Hari Akhir, dan berkuranglah keimanannya seorang yang tidak
memuliakan tetangganya. Kedua, sungguh menyakiti tetangga merupakan
hal yang tidak mulia sama sekali daam Islam sehingga membuat pelakunya
dilecehkan oleh tetangganya dan menimbulkan pertikaian dan perselisihan
diantaranya. Ketiga, memiliki tetangga yang baik merupakan salah satu
impian kita karena salah satu kebahagiaan seseorang adalah tetangga yang
baik, dalam sabda Rasulullah dikatakan:
29
Nah, itulah beberapa poin yang dapat kita petik dari pentingnya memuliakan
tetangga. Semoga Allah menjadikan kita tetangga yang baik kepada tetangga
kita, memberiikan hak-hak mereka, menghormati dan memberikan
kebebasan atas mereka. Sesungguhnya sebaik-baik tetangga adalah yang
paling baik terhadap tetangganya. Dan hendaknya kita terhindar dari
tetangga yang buruk perangainya.
30