Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ULUMUL QUR`AN

“MANTHUQ DAN MAFHUM”

“Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur`an”

Disusun Oleh:

Andita Indah (20211538)

Azka Ashri Fithratullah (20211540)

Farida Safitri Nasution (20211542)

Dosen Pengampu:

Sofian Effendy, S.Th.I, MA.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA


2021/2022

1
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur ke-hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah
diberikan kepada kita semua. Tak lupa sholawat serta salam kita haturkan kepada manusia
yang memiliki akhlak mulia, sebagai panutan bagi umatnya, yang membawa umat dari
zaman jahiliyah hingga zaman penuh berkah seperti saat ini, yaitu Nabi Muhammad Saw.

Dengan segala keterbatasan ruang dan waktu, atas izin-Nyalah kami dapat menyusun
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ‘Ulumul Qur’an. Di dalamnya terdapat
pemaparan seputar “Manthuq dan Mafhum” yang mencangkup pengertian, macam-macam
serta contoh-contoh. Kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang selalu
menyemangati kami dalam pembuatan makalah ini. Dan kepada Bapak Sofian Effendy, S.
Th.I, MA. selaku dosen ‘Ulumul Qur’an yang telah membimbing dan mengarahkan kami
dalam penyusunan makalah ini. Semoga segala kebaikan yang diberikan terbalas dengan
balasan yang setimpal. Amiin, amiin yaa rabba al-‘alamiin.

Jakarta, 29 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang….…………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….…1
C. Tujuan………………………………….……………………………..1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Manthuq dan Mafhum.....................……………………....2
B. Macam-Macam Manthuq dan Contohnya....…….……………………3
C. Macam-Macam Mafhum dan Contohnya.....…….……………………5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan……………..…………………………………………....8
B. Saran ……………………………………………………..………….8

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………......9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa untuk mengetahui makna


ayat Al-Quran adalah dengan mengetahui dalalah lafaz (dalalah lafziyyah) yang
terkandung di dalamnya. Dalalah atau indikasi makna yang terdapat dalam sebuah ayat
dapat diketahui melalui dua jalur: Pertama, melalui teks ayat itu sendiri, disebut
manthuq. Kedua, melalui konotasi makna atau pengertian yang dipahami dari teks ayat
tersebut, ini dinamakan dengan istilah mafhum. Pada hakikatnya, penunjukan lafal
kepada makna adakalanya berdasarkan bunyi Manthuq (makna tersurat) perkataan yang
diucapkan itu, baik secara tegas maupun berdasarkan kemungkinan makna lain, dengan
ataupun tanpa perkiraan. Dan adakalanya berdasarkan apa yang dipahami dari
perkataan itu (makna tersirat), baik kesimpulan hukumnya sama dengan makna tersurat
ataupun menyelisihinya. Inilah yang disebut denga istilah Manthuq (makna tersurat)
dan Mafhum (makna tersirat).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Manthuq dan Mafum?
2. Bagaimana Macam-Macam Manthuq dan Mafhum?
3. Bagaimana Contoh-Contoh Manthuq dan Mafhum Dalam Ayat Al-Qur’an?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Manthuq dan Mafhum.
2. Untuk Mengetahui Macam-Macam Manthuq dan Mafhum.
3. Untuk Mengetahui Contoh-Contoh Manthuq dan Mafhum Dalam Ayat Al-Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manthuq dan Mafhum


a) Pengertian Manthuq

Secara bahasa, manthuq (‫ )َم ْنُتْو ق‬adalah isim maf’ul dari kata kerja nathaqa (

‫نطًقا‬-‫ينطق‬-‫ )نطق‬yang bermakna: berkata, berucap, bertutur. Misalnya ‫َو َم ا َيْنِط ُق َع ِن‬

‫اْلَهٰو ى‬ “dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut keinginannya (QS.

An-Najm [53]:3).1 Adapun manthuq dalam istilah ushul didefinisikan oleh para ulama

dengan ‫( َم ا َد َّل َع َلْيِه الَّلْفُظ ِفي َم َح ِّل الُّنْطِق‬Makna yang ditunjukkan oleh sebuah kata
pada waktu kata itu diucapkan).2
Maksudnya, manthuq adalah makna yang difahami dari kata itu sendiri ketika
kata tersebut disampaikan, baik melalui ucapan atau melalui tulisan. Apa yang
dipahami pendengar atau pembaca ketika ia mendengar atau membaca kata tersebut,
itulah yang dimaksud dengan dalalah manthuq. 3 Adapun menurut Manna Al-Qathahn
Manthuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh lafal di tempat pembicaraan. Artinya,
petunjuk lafal berasal dari huruf-huruf yang diucapkan.4

b) Pengertian Mafhum

Secara bahasa, kata mafhum ‫ ))َم ْفُهْو ٌم‬adalah isim maf’ul dari kata kerja fahima
(( ‫ َفِهَم‬dan secara bahasa bermakna yang dimengerti, maksud, pengertian, dapat
dipahami. Imam Al-Juwaini (419-478 H) mendefinisikan mafhum secara istilah

dengan ‫”َم ا ُيْس َتَفاُد ِم َن الَّلْف ِظ َو ُه َو َم ْس ُك ْو ٌت َع ْن ُه َال ِذ ْك َر َل ُه َع َلى َقِض َّيِة الَّتْص ِر ْيِه‬
(Pengertian yang diperoleh melalui lafadz (teks ayat) dan lafadz itu sendiri tidak
menyabutkannya secara eksplisit).5 Kemudian Imam al-Zarkasyi (745-794 H)
1
Mahmud Fikri, Qawaid Tafsir Kaidah-Kaidah Menafsirkan Al-Qur’an, (Riau: Azka Pustaka, 2021), H.
177.
2
Khalid bin Utsman Al-Sabt, Qawaid Al-Tafsir Jam’an Wa Dirasatan, (Jizah: Dar Ibn ‘Affan, 1421). J. 1,
h. 360.
3
Mahmud Fikri, Qawaid Tafsir Kaidah-Kaidah Menafsirkan Al-Qur’an, (Riau: Azka Pustaka, 2021), H.
177.
4
Al-Qathan Syeikh Manna, Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta Timur: Ummul Quro, 2016). H. 369.
5
Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini, Al-Burhan Fi Ushul Al-Fiqh, ed. Abdul Azhim Mahmud Al-Dib (al-
Manshurah-Mesir: Dar al-Wafa’, 1418), j.1, h. 165.

2
menjelaskan bahwa mafhum adalah “ ‫”َبَي اُن ُح ْك ِم الَم ْس ُك ْو ِت ِبَد َالَل ِة َلْف ِظ الَم ْنُط ْو ِق‬
(Menjelaskan hukum masalah yang tidak disebutkan melalui perantaraan makna
lafadz yang diucapkan).6 Maksudnya, hukum masalah yang ditetapkan melalui
mafhum sama sekali tidak disebutkan secara eksplisit dalam teks ayat itu sendiri,
tetapi secara implisit ada isyarat yang terkandung dalam redaksinya, sehingga bisa
diketahui melalui pengamatan dan perenungan. Karena melalui pengamatan dan
pemikiran, maka penjelasan ayat melalui mafhum tersebut termasuk kedalam
kelompok Tafsir bi al-Ra’yi atau Tafsir bi al-Ijtihadi. Oleh sebab itu, tentu akan ada
ikhtilaf (perbedaan pendapat) dalam memahaminya. 7 Adapun menurut Manna Al-
Qathan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh lafal bukan di dalam
pengucapan.8

B. Macam-Macam Manthuq dan Contohnya


a) Nash.
Nash ialah lafadh yang bentuknya sendiri telah jelas maknanya. Contohnya :
‫َو َأِتُّمو۟ا ٱْلَح َّج َو ٱْلُعْم َر َة ِهَّلِلۚ َفِإْن ُأْح ِص ْر ُتْم َفَم ا ٱْس َت ْي َسَر ِمَن ٱْلَه ْد ِى ۖ َو اَل َت ْح ِلُقو۟ا‬
‫ُرُءوَس ُك ْم َح َّت ٰى َي ْب ُلَغ ٱْل َه ْد ُى َمِح َّلُهۥۚ َفَم ن َك اَن ِمنُك م َّم ِر يًضا َأْو ِبِهٓۦ َأًذ ى ِّمن‬
‫َّر ْأِس ِهۦ َفِفْد َي ٌة ِّمن ِص َي اٍم َأْو َص َد َق ٍة َأْو ُنُسٍك ۚ َفِإَذ ٓا َأِمنُتْم َف َم ن َت َم َّت َع ِبٱْل ُعْم َر ِة ِإَلى‬
‫ٱْلَح ِّج َفَم ا ٱْس َت ْي َسَر ِمَن ٱْلَه ْد ِى ۚ َف َم ن َّلْم َي ِج ْد َفِص َي اُم َث َٰل َث ِة َأَّياٍم ِفى ٱْلَح ِّج َو َس ْب َع ٍة ِإَذ ا‬
ۚ ‫َر َج ْع ُتْم ۗ ِتْلَك َع َش َر ٌة َك اِم َلٌة ۗ َٰذ ِلَك ِلَم ن َّلْم َي ُك ْن َأْه ُلُهۥ َح اِض ِر ى ٱْلَم ْس ِج ِد ٱْلَح َر اِم‬
‫َو ٱَّتُقو۟ا ٱَهَّلل َو ٱْع َلُم ٓو ۟ا َأَّن ٱَهَّلل َش ِديُد ٱْلِع َقاِب‬
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung
(terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah
didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya
(lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau
bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa
yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia
6
Al-Zarkasyi, Al-Bahr Al-Muhith Fi Ushul Al-Fiqh, j. 5, h. 121.
7
Mahmud Fikri, Qawaid Tafsir Kaidah-Kaidah Menafsirkan Al-Qur’an, H. 192.
8
Al-Qathan Syeikh Manna, Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an, h. 401.

3
menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang
korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh
hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.
Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak
berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).
Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-
Nya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 196)
Penyifatan “sepuluh” dengan “sempurna” telah mematahkan kemungkinan
“Sepuluh” ini diartikan lain secara majaz (kiasan). Inilah yang dimaksud dengan nash.
b) Zahir.
Zahir ialah lafadh yang yang maknanya segera dipahami ketika diucapkan tetapi
masih ada kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh). Contohnya :

‫ٱْلَم ِح يِضۖ ُقْل ُهَو َأًذ ى َفٱْعَتِزُلو۟ا ٱلِّنَس ٓاَء ِفى ٱْلَم ِح يِضۖ َو اَل‬ ‫َو َيْس َٔـُلوَنَك َع ِن‬
‫َيْطُهْر َن ۖ َفِإَذ ا َتَطَّهْر َن َفْأُتوُهَّن ِم ْن َح ْيُث َأَم َر ُك ُم ٱُهَّللۚ ِإَّن ٱَهَّلل ُيِح ُّب‬ ‫َتْقَر ُبوُهَّن َح َّتٰى‬
‫ٱْلُم َتَطِّهِريَن‬ ‫ٱلَّتَّٰو ِبيَن َو ُيِح ُّب‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu
haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka
telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2] : 222)
Berhenti dari haid dinamakan suci (tuhr), berwudhu dan mandi pun disebut
“tuhr”. Namun penunjukan kata “tuhr” kepada makna kedua (mandi) lebih tepat,
jelas (zahir) sehingga itulah makna yang rajih (kuat), sedangkan penunjukan kepada
makna yang pertama (berhenti haid) adalah marjuh (lemah).
c) Muawwal.
Mu’awwal adalah lafazh yang diartikan dengan makna marjuh karena ada sesuatu
dalil yang menghalangi dimaksudkannya makna yang lebih rajih. Mu’awwal berbeda
dengan zahir; zahir diartikan dengan makna yang rajih sebab tidak ada dalil yang
memalingkannya kepada yang marjuh, sedangkan mu’awwal diartikan dengan makna
marjuh karena ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih. Akan tetapi masing-
masing kedua makna ini ditunjukkan oleh lafazh menurut bunyi ucapan yang tersurat.

4
C. Macam-Macam Mafhum dan Contohnya
a) Mafhum muwafaqah (perbandingan sepadan) yaitu makna yang hukumnya sepadan
dengan manthuq.
1. Fahwal Khitab. Fahwal khitab yaitu apabila makna yang dipahami itu lebih
memungkinkan diambil hukumnya daripada mantuq. Contohnya :

‫َو َقَض ٰى َر ُّبَك َأاَّل َتْعُبُد ٓو ۟ا ِإٓاَّل ِإَّياُه َو ِبٱْلَٰو ِلَد ْيِن ِإْح َٰس ًناۚ ِإَّم ا َيْبُلَغَّن ِع نَدَك ٱْلِكَبَر‬
‫َأَح ُدُهَم ٓا َأْو ِكاَل ُهَم ا َفاَل َتُقل َّلُهَم ٓا ُأٍّف َو اَل َتْنَهْر ُهَم ا َو ُقل َّلُهَم ا َقْو اًل َك ِريًم ا‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra [17] : 23)
Ayat ini mengharamkan perkataan “ah” yang tentunya akan menyakiti hati
kedua orang tua, maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum
muwafaqah), perbuatan lain seperti mencaci-maki, memukul lebih diharamkan
lagi, walaupun tidak disebutkan dalam teks ayat.
2. Lahnul Khitab. Lahnul Khitab yaitu bila mafhum dan hukum mantuq sama
nilainya. Contohnya :

ۖ‫ِإَّن ٱَّلِذ يَن َيْأُك ُلوَن َأْم َٰو َل ٱْلَيَٰت َم ٰى ُظْلًم ا ِإَّنَم ا َيْأُك ُلوَن ِفى ُبُطوِنِهْم َناًرا‬
‫َو َسَيْص َلْو َن َسِع يًرا‬
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS.An-Nisaa [4] : 10)
Ayat ini melarang memakan harta anak yatim maka dengan pemahaman
perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah),perbuatan lain seperti : membakar,
menyia-nyiakan, merusak, menterlantarkan harta anak yatim juga diharamkan.
b) Mafhum mukhalafah (perbandingan terbalik) yaitu makna yang hukumnya kebalikan
dari manthuq.
1. Mafhum sifat. Mafhum sifat adalah sifat ma’nawi. Contohnya pada Al-Qur’an :

5
‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ۟ا ِإن َج ٓاَء ُك ْم َفاِس ٌۢق ِبَنَبٍإ َفَتَبَّيُنٓو ۟ا َأن ُتِص يُبو۟ا َقْو ًۢم ا ِبَج َٰه َلٍة‬
‫َفُتْص ِبُحو۟ا َع َلٰى َم ا َفَع ْلُتْم َٰن ِدِم يَن‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujarat [49] : 6)
Ayat ini memerintahkan memeriksa dengan meneliti berita yang dibawa oleh
orang fasik. Maka dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum
mukhalafah) bahwa berita yang dibawa oleh orang yang tidak fasik tidak perlu
diperiksa dan diteliti.
2. Mafhum syarat. Mafhum syarat yaitu memperhatikan syaratnya. Contohnya :

ۚ ‫َأْس ِكُنوُهَّن ِم ْن َح ْيُث َس َك نُتم ِّم ن ُو ْج ِد ُك ْم َو اَل ُتَض ٓاُّر وُهَّن ِلُتَض ِّيُقو۟ا َع َلْيِهَّن‬
‫َو ِإن ُك َّن ُأ۟و َٰل ِت َح ْم ٍل َفَأنِفُقو۟ا َع َلْيِهَّن َح َّتٰى َيَض ْع َن َح ْم َلُهَّن ۚ َفِإْن َأْر َض ْع َن َلُك ْم‬
‫َفَٔـاُتوُهَّن ُأُجوَر ُهَّن ۖ َو ْأَتِم ُرو۟ا َبْيَنُك م ِبَم ْعُروٍف ۖ َو ِإن َتَع اَس ْر ُتْم َفَس ُتْر ِض ُع َل ٓۥُه‬
‫ُأْخ َر ٰى‬
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian
jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada
mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan
baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan
(anak itu) untuknya.” (QS. At-Talaq [65] : 6)
Dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum mukhalafah) maka jika di
talak dalam keadaan tidak hamil tidak perlu diberi nafkah.

3. Mafhum ghayah.
Mafhum ghayah. Contohnya dalam Al-Qur’an :

6
‫َفِإن َطَّلَقَها َفاَل َتِح ُّل َل ۥُه ِم ۢن َبْعُد َح َّتٰى َتنِكَح َز ْو ًجا َغْيَر ُهۥۗ َفِإن َطَّلَقَها َفاَل‬
‫ُج َناَح َع َلْيِهَم ٓا َأن َيَتَر اَج َع ٓا ِإن َظَّنٓا َأن ُيِقيَم ا ُح ُد وَد ٱِهَّللۗ َو ِتْلَك ُح ُد وُد ٱِهَّلل ُيَبِّيُنَها‬
‫ِلَقْو ٍم َيْع َلُم وَن‬
“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin embali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS. Al-Baqarah
[2] : 230)
Dengan pemahaman terbalik bila mantan istri sudah ditalak tiga kali kemudian
menikah lagi dengan lelaki lain dan kemudian bercerai maka menjadi halal
dinikahi lagi.
4. Mafhum hasr (pembatas, hanya). Contohnya :

‫ِإَّياَك َنْعُبُد َو ِإَّياَك َنْسَتِع يُن‬


“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan.” (QS.Al-Fatihah [1] : 5)
Dengan pemahaman terbalik maka tidak boleh menyembah kepada selain
Allah Swt dan tidak boleh memohon pertolongan kepada selain Allah Swt.9

9
“Pengertian Manthuq, Mafhum, Macam-Macam Manthuq Dan Mafhum - Bacaan Madani | Bacaan Islami
Dan Bacaan Masyarakat Madani,” accessed October 2, 2021,
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-manthuq-mafhum-macam-macam.html?m=1.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mantuq adalah sesuatu (makna) yang ditunjukkan oleh lafaz menurut
ucapannya, yakni penunjukan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan.
Mantuq dibagi dua, yakni mantuq nash dan mantuq zahir. Sedangkan mafhum adalah
makna yang ditunjukkan oleh lafaz tidak berdasarkan pada bunyi ucapan. Mafhum
juga dibagi menjadi dua, yakni mafhum muwafaqah dan mafhum mukhalafah.
Mengenai kehujjahan mantuq dan mafhum muwafaqqah diperbolehkan
menggunakannya, karena sudah sesuai dengan teks yang tersurat. Sedangkan untuk
mafhum mukhalafah masih terdapat perbedaan pendapat dalam penggunaannya
dengan alasan masing-masing.

B. Saran
Demi kesempurnaan makalah ini, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai
“Manthuq dan Mafhum” oleh para pembaca. Karena penulis pun juga masih
mempunyai banyak kekurangan dalam penjabaran permasalahannya. Sehingga, sangat
dibutuhkan kritik dan saran yang kontruktif sebagai kontruksi perwujudannya.
Semoga makalah ini pun bukan hanya sekedar bermanfaat, Tapi benar-benar
bermanfaat secara nyata. Baik secara langsung maupun tidak langsung, bagi para
pembaca pada umumnya dan juga bagi para penulis pada khususnya.

8
DAFTAR PUSTAKA
Fikri, Mahmud. Qawaid Tafsir Kaidah-Kaidah Menafsirkan Al-Qur’an. Riau: Azka
Pustaka, 2021
Al-Qathan, Manna. Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an. Jakarta Timur: Ummul Quro, 2016
Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini. Al-Burhan Fi Ushul Al-Fiqh. Mesir: Dar al-Wafa’, 1997
Khalid bin Utsman Al-Sabt. Qawaid Al-Tafsir Jam’an Wa Dirasatan. Jizah: Dar Ibn
‘Affan, 2000
Pengertian Manthuq, Mafhum, Macam-Macam Manthuq Dan Mafhum - Bacaan
Madani, Bacaan Islami Dan Bacaan Masyarakat Madani,”
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-manthuq-mafhum-macam-
macam.html?m=1. Diakses tanggal 2 Oktober 2001

Anda mungkin juga menyukai