R Gangguan TIC F95 Nur Azizah
R Gangguan TIC F95 Nur Azizah
DISUSUN OLEH:
Nur Azizah
111 2016 2088
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. A. Tenri Padad
SUPERVISOR PEMBIMBING:
DR. dr. H. M. Faisal Idrus, Sp.KJ
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tik adalah gangguan pergerakan yang paling sering terjadi pada masa
kanak-kanak. Prevalensi terbesar terjadi pada masa sekolah dan remaja.
Kebanyakan gangguan tik adalah sementara tetapi beberapa dari mereka
menjadi kronik yang melibatkan dampak negatif terhadap pendidikan,
keluarga, dan sosial.1
Gangguan tik pertama kali dimasukkan dalam DSM-III (DSM, edisi
ketiga) sebagai diagnosis. Dalam DSM-IV (DSM, edisi keempat), batas umur
kejadian gangguan tik menurun menjadi 18 dari 21, dan diagnosis hanya
terbatas pada kasus yang mempengaruhi kehidupan normal. Walaupun dalam
DSM-IV-TR (DSM, edisi keempat, revisi) batasan diagnosis meluas dan juga
termasuk kasus yang dalam kehidupan normal tidak mempengaruhi. Dalam
DSM-V (DSM, edisi kelima) istilah gangguan tik diubah menjadi gangguan
tik persisten dan gangguan tik transien diubah menjadi gangguan tik
sementara.2
Gangguan tik termasuk sejumlah kondisi yang transien dan kronik
yang cukup berat untuk menyebabkan gangguan. Diagnostik and Statistik
Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) memiliki empat
gangguan tik; gangguan toruette, gangguan tik motorik atau vokal kronis,
gangguan tik transien, dan gangguan tik yang tidak ditentukan. Berbeda
dengan DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), DSM-IV memberikan
definisi gangguan tik dengan disisipkan dalam kriteria masing-masing
gangguan tik kecuali untuk gangguan tik yang tidak ditentukan.3
Tik adalah gerakan motorik atau vokalisasi involunter tiba-tiba,
rekuren, tidak berirama, dan stereotipik. Tik motorik dan vokal dibagi
menjadi tik yang sederhana dan kompleks.3
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
3
2.2 Epidemiologi
Diperkirakan ada sekitar 4% sampai 12% anak-anak di dunia yang
pernah mengalami tic selama masa perkembangannya. Sekitar 3-4%
diantaranya menderita gangguan tic kronik dan 1% diantaranya sindroma
Tourette. Anak-anak dan remaja 10 kali lebih sering mengalami tic
dibandingkan dengan orang dewasa 5
Tic biasanya mulai terjadi pada usia 5 dan 7 tahun, yang paling sering
adalah tic motorik pada daerah kepala dan leher. Pada usia 8 dan 12 tahun
episode tic akan lebih sering dan semakin parah. Anak laki-laki 3-4 kali lebih
sering menderita gangguan tic dibandingkan anak perempuan5.
4
Selain itu, saudara derajat pertama dari orang dengan gannguan tourette
juga memiliki resiko tinggi untuk mengalami gangguan sejenis.
2) Faktor neurokimiawi dan neuroanatomi
Bukti kuat adanya keterlibatan sistem dopamin di dalam gangguan
tic mencakup pengamatan bahwa agen farmakologis yang
mengantagonisasi dopamin. Hubungan tic dengan sistem dopamin tidak
sederhana, karena pada beberapa kasus obat antipsikotik seperti
haloperidol, tidak efektif di dalam mengurangi tic, dan efek stimulan pada
gangguan tic dilaporkan beragam. Pada beberapa kasus, gangguan
Tourette muncul selama terapi dengan obat antipsikotik.
Sistem dopamin memiliki keterlibatan dalam gangguan tik. Zat
yang dapat memicu dan memperburuk gangguan tic adalah
methylphenidate (ritalin), amphetamine, pemoline (cylert) dan kokain.
Sedangkan zat yang dapat menurunkan gangguan tic yaitu haloperidol
(hadol), pimozide (orap) dan fluphenazine (prolixin). Tic yang disebabkan
kelainan pada sistem noradrenergik dapat diturunkan dengan clonidine
(catapres), yang merupakan agonis adrenergik-α yang menurunkan
pelepasan norepinefrin dalam sistem saraf pusat, yang dapat menurunkan
aktivitas sistem dopaminergik. Kelainan pada ganglia basalis juga
menyebabkan berbagai gangguan pergerakkan, seperti pada penyakit
huntington yang dinyatakan sebagai kemungkinan tempat gangguan
tourette, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan defisit atensi atau
hiperaktivitas.
3) Faktor Imunologis dan Pascainfeksi
Proses autoimun akibat infeksi Streptococcus diidentifikasi sebagai
mekanisme yang berpotensi menimbulkan gangguan Tourette. Proses ini
dapat bekerja secara sinergis dengan kerentanan genetik untuk gangguan
ini. Sindrom pascastreptococcus juga dikaitkan dengan satu faktor
penyebab yang potensial di dalam timbulnya OCD, yang terdapat pada
hampir 40 persen orang dengan gangguan Tourette.4
2.4 Klasifikasi
5
Pembagian gangguan Tic bermacam-macam berdasarkan PPDGJ III dan
DSM-IV. Berikut klasifikasi berdasarkan DSM-IV :
1. Gangguan “Tic” Sementara
Meliputi satu atau lebih motor atau vokal tics
Paling sering dijumpai pada usia 4-5 tahun, sebelum 18 tahun
Tics sering muncul dalam satu hari hampir setiap hari selama paling
tidak empat minggu, tetapi tidak lebih dari dua belas bulan berturut-
turut
2. Gangguan “Tic” Motorik atau Vokal Kronik
Meliputi satu atau banyak motor atau vokal tetapi keduanya tidak
muncul secara bersamaan
Berlangsung selama lebih 1 tahun
Muncul sebelum usia 18 tahun
Selama periode ini tidak ada periode bebas Tic lebih dari tiga bulan
berturut- turut
3. Gangguan Campuran “Tic” Motorik dan Vokal Multipel (Sindrom de la
Tourette)
Gangguan dengan banyak motorik dan satu atau beberapa tic vokal,
terkadang tidak muncul bersamaan
Muncul sebelum usia 18 tahun
Durasi lebih dari 12 bulan
4. Tic disorder NOS, (Not Otherwise Specified) atau Gangguan tik yang
tidak tergolongkan Gangguan tik ini onsetnya terjadi pada masa kanak-
kanak (terjadi sebelum usia 18 tahun dan bukan merupakan efek dari obat
maupun gangguan medis lainnya).6
Klasifikasi berdasarkan pada PPDGJ III terdiri atas :
a. Gangguan TIC sementara
b. Gangguan TIC motorik atau vokal
c. Gangguan campuran TIC motorik atau vokal multipel (Sindrom de la
Tourette)
6
d. Gangguan “TIC” lainnya
e. Gangguan “TIC” ytt
TIC ini sering terlihat seperti gerakan saraf. TIC dapat memburuk
dengan adanya stres dan biasanya tidak terjadi selama tidur. Suara-suara juga
dapat terjadi, seperti:
1. Mendengkur
2. Berdesis
3. Merintih
4. Mendengus
5. Suara membersihkan tenggorokkan
7
2.6 Patofisiologi
Seperti pada OCD (obsessive compulsive disorder), banyak terjadi
kerusakan jalur cortiko-striato-thalamo-kortikal (CS-TC) ini bertanggung
jawab terhadap gangguan tik. Jalur CSTC yang berasal dari korteks motorik
dan korteks dorsolateral diperkirakan memiliki efek yang paling banyak.
Hipotesis jalur CSTC ini pada gangguan tik telah didukung oleh studi seperti
studi neuroimaging. Ganglia basalis mencakup jaringan struktur otak ini.
kerusakan jalur CSTC diduga disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara
bagian dari jalur, yang pada gilirannya menyebabkan gejala motorik, pertanda
dorongan, dan gejala emosional.2
Gangguan sistem neurotransmitter terlibat dalam sirkuit ini telah
diketahui memainkan peran penting dalam patogenesis TS (Toruette
Syndrome), termasuk kelainan pada dopamin, asam gamma-aminobutyric
(GABA), glutamat, dan sistem serotonin. supersensitivitas reseptor dopamin
telah diyakini terdapat pada TS. Sebagian hipotesis mendukung temuan,
seperti penurunan tingkat asam homovanillic dalam cairan serebrospinal
pasien dan efek menghilangkan antagonis reseptor dopamin. Peningkatan
ikatan ke situs dopamin transporter presinaptik di striatum postmortem dari
mayat juga telah diamati.2
Berbagai perubahan volume daerah otak juga telah dilaporkan dalam
studi neuroimaging dari TS, meskipun hasilnya tidak konsisten. Berkurangnya
volume materi abu-abu di lobus frontal dan hilangnya asimetri yang normal
dilaporkan. Volume kaudatus telah berkorelasi terbalik dengan tingkat
keparahan tik.
8
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis gangguan tic dapat digunakan pedoman
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM V) ataupun
PPDGJ III.
A. Berdasarkan DSM V, kriteria diagnostik untuk gangguan tic3:
Gangguan Tourette (307.23 / F95.2)
a. Terdapat tic motorik multipel disertai satu atau lebih tic vokal yang
muncul selama sakit, meskipun tidak selalu bersamaan
b. Tic bisa terjadi berkali-kali dalam sehari dan hampir setiap hari, tetapi
telah persisten selama lebih dari 1 tahun sejak onset tic pertama
c. Onset sebelum 18 tahun
d. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau
kondisi medis umum
9
e. Tidak termasuk dalam gangguan Tourette atau gangguan tic motorik
atau vokal persisten/kronik
B. Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik gangguan tic antara lain3:
F.95 Gangguan TIC
“Tic” adalah suatu gerakan motorik (yang lazimnya mencakup suatu
kelompok otot khas tertentu) yang tidak dibawah pengendalian,
berlangsung cepat, dan berulang-ulang, tidak berirama, ataupun hasil
vokal yang timbul mendadak dan tidak ada tujuannya yang nyata.
“Tic” jenis motorikdan jenis vokal mungkin dapat dibagi dalam
golongan yang sederhana dan yang kompleks, sekalipun penggarisan
batasannya kurang jelas
Ciri khas terpenting yang membedakan tic dari gangguan motorik
lainnya yaitu gerakan yang mendadak, cepat, sekejab, dan terbatasnya
gerakan, tanpa bukti gangguan neurologis yang mendasari; sifatnya
berulang-ulang, (biasanya) terhenti saat tidur; dan mudahnya gejala itu
ditimbulkan kembali atau ditekan dengan kemauan. Kurang
beriramanya tic itu yang membedakannya dari gerakan yang
stereotipik berulang yang tampak pada beberapa kasus autisme dan
retardasi mental. Aktivitas motorik manneristik yang tampak pada
gangguan ini cenderung mencakup gerakan yang lebih rumit dan lebih
bervariasi daripada gejala tic. Gerakan obsesif kompulsif sering
menyerupai “tic” yang kompleks namun berbeda karena bentuknya
cenderung ditentukan oleh tujuannya (misalnya menyentuh atau
memutar benda secara berulang) daripada oleh kelompok otot yang
terlibat; walaupun demikian acapkali sulit juga untuk membedakannya.
Tic seringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak jarang
disertai variasi gangguan emosional yang luas, khususnya fenomena
obsesi dan hipokondrik. Namun ada pula beberapa hambatan
perkembangan khas disertai tic. Tidak terdapat garis pemisah yang
jelas antara gangguan tic dengan berbagai gangguan emosional dan
10
gangguan emosional disertai tic. Diagnosisnya mencerminkan
gangguan utamanya.
11
Tic vokal sering bersifat multipel dengan letupan vokalisasi yang
berulang-ulang, seperti suara mendehem, bunyi ngorok, dan ada
kalanya diucapkan kata-kata atau kalimat-kalimat cabul. Ada
kalanya diiringi gerakan isyarat ekopraksia, yang dapat juga
bersifat cabul (copropraxia). Seperti juga pada tic motorik, tic
vokal mungkin ditekan dengan kemauan untuk jangka waktu
singkat, bertambah parah karena stres dan berhenti saat tidur
2.8 Terapi
Terapi pada gangguan secara umum terbagi atas terapi farmakologi
dan psikoterapi
1. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan farmakologi dari gangguan tik adalah pengobatan
simtomatik dengan ketat dan bukan kuratif. Pengobatan harus diberikan
pada anak-anak dengan tik yang signifikan menyebabkan masalah
gangguan psikososial dan fungsional. Tujuan pengobatan untuk
mengurangi tik sampai ke level yang ditoleransi, menyadari bahwa
eradikasi tidak mungkin dilakukan. Sedangkan pengobatan alternatif
nonfarmakologi telah digunakan, termasuk teknik penyesuaian, relaksasi,
biofeedback dan hipnotis. Farmakoterapi paling sering dilakukan. Saat ini
ada dua kelas utama pengobatan untuk menghambat tik yaitu agonis alfa-
adrenergik dan neuroleptik. Agen lainnya seperti benxodiazepin, calcium
channel blocker, agen penghambat katekolamin, dan agonis opiat.5
Pada umumnya mengobati tik yang mengganggu aktivitas sekolah
atau kegiatan sehari-hari lainnya karena malu terhadap sosial,
ketidaknyamanan fisik, atau cedera diri. Dalam resep obat penekan tik,
biasanya dilakukan titrasi dosis untuk mengidentifikasi dosis terendah
yang akan menghasilkan resolusi kecacatan. Dalam mempertimbangkan
12
bukti yang mendukung khasiat obat penekan tik adalah penting untuk
mengenali bahwa respon plasebo substansial telah didokumentasikan.5
Alpha-2-agonist
13
sangat baik untuk pasien dengan tik dan ADHD, karena kedua kondisi
dapat merespon.5
14
Obat Penekan Tik lainnya
15
2. Psikoterapi untuk Tik dan Sindrom Tourette5
Tujuan utama dari psikoterapi untuk penderita sindrom Tourette adalah
agar ia mampu mengembangkan strategi coping yang positif. Beberapa
pendekatan terapi yang memungkinkan untuk diterapkan pada penderita
sindrom Tourette antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Kognitif Behavioral – Habit Reversal
Komponen-komponen utama dari pendekatan ini adalah:
Latihan kesadaran (awareness training)
Pemantauan diri (self-monitoring), misalnya menghitung sebelum
terjadinya gejala.
Latihan relaksasi, misalnya relaksasi otot, pernapasan, imajinasi, dsb.
setiap hari selama 10-15 menit, dan dipraktekkan selama 1-2 menit
setiap muncul kecemasan atau setelah muncul tik.
Prosedur ‘melawan’ respon. Memikirkan respon tertentu yang
inkompatibel dengan tik, berlawanan dengan gerakan, dapat
dipertahankan selama beberapa menit, memunculkan tekanan otot
yang sama dengan yang terjadi saat gerakan tik muncul, tidak terlalu
mencolok, serta menguatkan otot yang antagonis dengan tik.
Manajemen kontingensi. Terapis menginstruksikan keluarga klien
untuk memberikan komentar berupa penghargaan jika klien
menunjukkan kemajuan dan terus mengingatkan jika klien lupa untuk
berlatih. Klien diikutsertakan dalam aktivitas-aktivitas menyenangkan
yang sudah mulai jarang dilakukan
Review ketidaknyamanan, berisi review ketidaknyamanan, rasa malu,
serta kesulitan-kesulitan klien yang diakibatkan oleh munculnya
gejala.
2. Psikoterapi Suportif
Terapi ini lebih mengarah pada pendekatan humanistik (khususnya
Gestalt) di mana terapis diharapkan untuk tidak bersikap direktif, dan
penderita sindrom Tourette memfokuskan diri pada pengalaman-
16
pengalamannya, merefleksikan serta mengekspresikan perasaan-
perasaannya terkait dengan cara hidup dan cara menyelesaikan masalah.
3. Hipnoterapi
Penderita sindrom Tourette dilatihkan bagaimana menghipnosis diri
sendiri dalam rangka mengendalikan kebiasaan, gejala fisik, dan kondisi-
kondisi lainnya. Hipnoterapi juga menggunakan teknik-teknik relaksasi
dan imajinasi, sebagaimana yang sering dilakukan pada meditasi. Dalam
keadaan terhipnosis, terapis memberi sugesti yang mengarah pada
perubahan perilaku, penurunan kecemasan, dan intensitas gejala.
4. Teknik-teknik berbasis Psikoanalisis
Ketidakmampuan dalam mengendalikan tubuh dan pikiran sendiri
seringkali menjadi sumber kecemasan, ketakutan, rasa bersalah, rasa tidak
berdaya, kemarahan, dan depresi. Sebagian penderita menghadapinya
dengan menarik diri, dan sebagian lagi dengan agresivitas. Reaksi sosial
yang negatif pun seringkali tak terhindarkan. Harga diri dan kepercayaan
diri menjadai permasalahan yang umum pada penderita sindrom Tourette,
sebagaimana yang sering dialami oleh pasien dengan penyakit-penyakit
kronis. Terapi psikoanalisis lebih memfokuskan pada permasalahan-
permasalahan seputar penerimaan diri.
5. Terapi keluarga
Sebagai gangguan yang kronis, sindrom Tourette juga berdampak pada
keluarga penderita. Orang tua seringkali harus menghadapi saat-saat sulit
ketika anak menunjukkan gejala.
Permasalahan yang muncul dalam keluarga dapat berupa:
a. Rasa bersalah orang tua atas kelainan genetic
b. Sulitnya bagi anggota keluarga untuk mengetahui gejala-gejala yang
mana yang dapat dan yang tidak dapat dikendalikan
c. Anggapan ‘tidak adil’ dari saudara, baik itu adik maupun kakak dari
penderita
d. Relasi yang memburuk antara suami istri
17
Terapi keluarga hendaknya difokuskan pada peran penderita
sindrom Tourette dalam keluarga, dimana ia sering menerima perlakuan-
perlakuan antara lain: over proteksi dari orang tua, hukuman, tidak
dipahami perasaan dan pikirannya serta dianggap sebagai sumber aib.
18
BAB 3
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
2. Park, Tae Won. Park, Juhyun. Tic & Tourette Syndrome and Motor
Disorders. Korea : College of Medicine, Seoul National University ; Hanyang
Med Rev: 2016;36:46-54p
20