Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN PSIKIATRI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Juni 2017

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

GANGGUAN “TIC” (F95)

DISUSUN OLEH:
Nur Azizah
111 2016 2088

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. A. Tenri Padad

SUPERVISOR PEMBIMBING:
DR. dr. H. M. Faisal Idrus, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Tik adalah gangguan pergerakan yang paling sering terjadi pada masa
kanak-kanak. Prevalensi terbesar terjadi pada masa sekolah dan remaja.
Kebanyakan gangguan tik adalah sementara tetapi beberapa dari mereka
menjadi kronik yang melibatkan dampak negatif terhadap pendidikan,
keluarga, dan sosial.1
Gangguan tik pertama kali dimasukkan dalam DSM-III (DSM, edisi
ketiga) sebagai diagnosis. Dalam DSM-IV (DSM, edisi keempat), batas umur
kejadian gangguan tik menurun menjadi 18 dari 21, dan diagnosis hanya
terbatas pada kasus yang mempengaruhi kehidupan normal. Walaupun dalam
DSM-IV-TR (DSM, edisi keempat, revisi) batasan diagnosis meluas dan juga
termasuk kasus yang dalam kehidupan normal tidak mempengaruhi. Dalam
DSM-V (DSM, edisi kelima) istilah gangguan tik diubah menjadi gangguan
tik persisten dan gangguan tik transien diubah menjadi gangguan tik
sementara.2
Gangguan tik termasuk sejumlah kondisi yang transien dan kronik
yang cukup berat untuk menyebabkan gangguan. Diagnostik and Statistik
Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) memiliki empat
gangguan tik; gangguan toruette, gangguan tik motorik atau vokal kronis,
gangguan tik transien, dan gangguan tik yang tidak ditentukan. Berbeda
dengan DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), DSM-IV memberikan
definisi gangguan tik dengan disisipkan dalam kriteria masing-masing
gangguan tik kecuali untuk gangguan tik yang tidak ditentukan.3
Tik adalah gerakan motorik atau vokalisasi involunter tiba-tiba,
rekuren, tidak berirama, dan stereotipik. Tik motorik dan vokal dibagi
menjadi tik yang sederhana dan kompleks.3

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Tic adalah suatu gerakan motorik (yang lazimnya mencakup sesuatu


kelompok otot khas tertentu) yang tidak dibawah pengendalian, berlangsung
cepat, dan berulang-ulang, tidak berirama, ataupun suatu hasil vokal yang
timbul mendadak dan tidak ada tujuannya yang nyata3 . Tic adalah gerakan
motorik atau vokalisasi involunter, tiba-tiba, rekuren, tidak berirama dan
stereotipik4. Gangguan Tic merupakan suatu gerakan motorik (yang lazimnya
mencakup suatu kelompok otot khas tertentu) yang tidak di bawah
pengendalian, berlangsung cepat, dan berulang-ulang, tidak berirama, ataupun
suatu hasil vokal yang timbul mendadak dan tidak memiliki tujuan yang
nyata. Tic biasanya dialami sebagai suatu gerakan yang tidak dapat dilawan,
akan tetapi dalam waktu tertentu masih dapat ditekan. Tic yang paling sering
ditemukan adalah yang mengenai4:

a. Wajah dan kepala yang meliputi: mengerutkan dahi, menaikkan alis


mata, mengedipkan kelopak mata, mengendutkan mulut, menunjukkan
gigi, menggigit bibir dan bagian lain, menjulurkan lidah, menarik rahang
bawah, menganggukkan, menyentakkan atau menggoncangkan kepala,
memuntir leher, melihat ke samping dan memutar kepala.
b. Lengan dan tangan yang meliputi: menyentakkan tangan atau lengan,
menarik jari, meremas tangan dan mencengkeram telapak tangan.
c. Tubuh dan anggota gerak bagian bawah yang meliputi: menaikkan bahu,
menggoyangkan kaki, lutut atau ibu jari, gaya berjalan aneh,
menggeliatkan tubuh dan meloncat.
d. Sistem pernafasan dan pencernaan yang meliputi: cegukan, menarik
nafas panjang, menguap, menghirup, meniup melalui lubang hidung,
inspirasi bunyi, pernafasan yang dipaksakan, bersendawa, bunyi
menyedot atau mencium dan membersihkan tenggorokkan.

3
2.2 Epidemiologi
Diperkirakan ada sekitar 4% sampai 12% anak-anak di dunia yang
pernah mengalami tic selama masa perkembangannya. Sekitar 3-4%
diantaranya menderita gangguan tic kronik dan 1% diantaranya sindroma
Tourette. Anak-anak dan remaja 10 kali lebih sering mengalami tic
dibandingkan dengan orang dewasa 5
Tic biasanya mulai terjadi pada usia 5 dan 7 tahun, yang paling sering
adalah tic motorik pada daerah kepala dan leher. Pada usia 8 dan 12 tahun
episode tic akan lebih sering dan semakin parah. Anak laki-laki 3-4 kali lebih
sering menderita gangguan tic dibandingkan anak perempuan5.

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Sampai saat ini belum diketahui penyebab utama terjadinya gangguan
tic, namun diperkirakan dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor neurokimia
dan neuroanatomis serta faktor imunologis dan pasca infeksi.4
1) Faktor genetik
Penelitian pada anak kembar menyatakan bahwa gangguan pada
kembar monozigotik memiliki resiko gangguan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kembar dizigotik. Bukti-bukti pada beberapa
keluarga menyatakan bahwa gangguan tourette ditransmisikan dalam cara
autosomal dominan. Anak laki-laki dari ibu gangguan tourette tampaknya
memiliki resiko tertinggi untuk gangguan. Anak laki-laki memiliki resiko
lebih besar untuk gangguan ini, yaitu 2:1.Terdapat hubungan antara
gangguan tourette dan gangguan defisit atensi atau hiperaktivitas, sampai
seluruh pasien gangguan tourette juga memiliki gangguan defisit atensi
atau hiperaktivitas.
Hubungan juga ditemukan antara gangguan tourette dan gangguan
obsesif kompulsif, sampai 40% dari semua pasien gangguan tourette juga
memiliki gangguan obsesif kompulsif. Lebih dari 25% orang dalam suatu
penelitian mendapatkan stimulus untuk diagnosis gangguan defisit atensi
atau hiperaktivitas sebelum mendapatkan diagnosis gangguan tourette.

4
Selain itu, saudara derajat pertama dari orang dengan gannguan tourette
juga memiliki resiko tinggi untuk mengalami gangguan sejenis.
2) Faktor neurokimiawi dan neuroanatomi
Bukti kuat adanya keterlibatan sistem dopamin di dalam gangguan
tic mencakup pengamatan bahwa agen farmakologis yang
mengantagonisasi dopamin. Hubungan tic dengan sistem dopamin tidak
sederhana, karena pada beberapa kasus obat antipsikotik seperti
haloperidol, tidak efektif di dalam mengurangi tic, dan efek stimulan pada
gangguan tic dilaporkan beragam. Pada beberapa kasus, gangguan
Tourette muncul selama terapi dengan obat antipsikotik.
Sistem dopamin memiliki keterlibatan dalam gangguan tik. Zat
yang dapat memicu dan memperburuk gangguan tic adalah
methylphenidate (ritalin), amphetamine, pemoline (cylert) dan kokain.
Sedangkan zat yang dapat menurunkan gangguan tic yaitu haloperidol
(hadol), pimozide (orap) dan fluphenazine (prolixin). Tic yang disebabkan
kelainan pada sistem noradrenergik dapat diturunkan dengan clonidine
(catapres), yang merupakan agonis adrenergik-α yang menurunkan
pelepasan norepinefrin dalam sistem saraf pusat, yang dapat menurunkan
aktivitas sistem dopaminergik. Kelainan pada ganglia basalis juga
menyebabkan berbagai gangguan pergerakkan, seperti pada penyakit
huntington yang dinyatakan sebagai kemungkinan tempat gangguan
tourette, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan defisit atensi atau
hiperaktivitas.
3) Faktor Imunologis dan Pascainfeksi
Proses autoimun akibat infeksi Streptococcus diidentifikasi sebagai
mekanisme yang berpotensi menimbulkan gangguan Tourette. Proses ini
dapat bekerja secara sinergis dengan kerentanan genetik untuk gangguan
ini. Sindrom pascastreptococcus juga dikaitkan dengan satu faktor
penyebab yang potensial di dalam timbulnya OCD, yang terdapat pada
hampir 40 persen orang dengan gangguan Tourette.4

2.4 Klasifikasi

5
Pembagian gangguan Tic bermacam-macam berdasarkan PPDGJ III dan
DSM-IV. Berikut klasifikasi berdasarkan DSM-IV :
1. Gangguan “Tic” Sementara
 Meliputi satu atau lebih motor atau vokal tics
 Paling sering dijumpai pada usia 4-5 tahun, sebelum 18 tahun
 Tics sering muncul dalam satu hari hampir setiap hari selama paling
tidak empat minggu, tetapi tidak lebih dari dua belas bulan berturut-
turut
2. Gangguan “Tic” Motorik atau Vokal Kronik
 Meliputi satu atau banyak motor atau vokal tetapi keduanya tidak
muncul secara bersamaan
 Berlangsung selama lebih 1 tahun
 Muncul sebelum usia 18 tahun
 Selama periode ini tidak ada periode bebas Tic lebih dari tiga bulan
berturut- turut
3. Gangguan Campuran “Tic” Motorik dan Vokal Multipel (Sindrom de la
Tourette)
 Gangguan dengan banyak motorik dan satu atau beberapa tic vokal,
terkadang tidak muncul bersamaan
 Muncul sebelum usia 18 tahun
 Durasi lebih dari 12 bulan
4. Tic disorder NOS, (Not Otherwise Specified) atau Gangguan tik yang
tidak tergolongkan Gangguan tik ini onsetnya terjadi pada masa kanak-
kanak (terjadi sebelum usia 18 tahun dan bukan merupakan efek dari obat
maupun gangguan medis lainnya).6
Klasifikasi berdasarkan pada PPDGJ III terdiri atas :
a. Gangguan TIC sementara
b. Gangguan TIC motorik atau vokal
c. Gangguan campuran TIC motorik atau vokal multipel (Sindrom de la
Tourette)

6
d. Gangguan “TIC” lainnya
e. Gangguan “TIC” ytt

2.5 Gejala Klinis


Anak kecil dengan gangguan TIC mungkin mengalami kedutan pada
wajah atau kedutan di lengan, kaki, atau area lainnya.Kedutan atau tic dapat
berkaitan dengan:
a. Gerakan yang berulang-ulang yang tidak memiliki ritme
b. Dorongan yang sangat kuat untuk membuat gerakan
c. Gerakan yang jelas, singkat, dan kaku yang meliputi:
1. Berkedip
2. Mengepalkan tinju
3. Gerakan pada jari kaki
4. Pembesaran lubang hidung
5. Meringis
6. Menyentak lengan
7. Gerakan membuka mulut
8. Gerakan mengangkat alis
9. Mengangkat bahu
10. Menjulurkan lidah

TIC ini sering terlihat seperti gerakan saraf. TIC dapat memburuk
dengan adanya stres dan biasanya tidak terjadi selama tidur. Suara-suara juga
dapat terjadi, seperti:

1. Mendengkur
2. Berdesis
3. Merintih
4. Mendengus
5. Suara membersihkan tenggorokkan

7
2.6 Patofisiologi
Seperti pada OCD (obsessive compulsive disorder), banyak terjadi
kerusakan jalur cortiko-striato-thalamo-kortikal (CS-TC) ini bertanggung
jawab terhadap gangguan tik. Jalur CSTC yang berasal dari korteks motorik
dan korteks dorsolateral diperkirakan memiliki efek yang paling banyak.
Hipotesis jalur CSTC ini pada gangguan tik telah didukung oleh studi seperti
studi neuroimaging. Ganglia basalis mencakup jaringan struktur otak ini.
kerusakan jalur CSTC diduga disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara
bagian dari jalur, yang pada gilirannya menyebabkan gejala motorik, pertanda
dorongan, dan gejala emosional.2
Gangguan sistem neurotransmitter terlibat dalam sirkuit ini telah
diketahui memainkan peran penting dalam patogenesis TS (Toruette
Syndrome), termasuk kelainan pada dopamin, asam gamma-aminobutyric
(GABA), glutamat, dan sistem serotonin. supersensitivitas reseptor dopamin
telah diyakini terdapat pada TS. Sebagian hipotesis mendukung temuan,
seperti penurunan tingkat asam homovanillic dalam cairan serebrospinal
pasien dan efek menghilangkan antagonis reseptor dopamin. Peningkatan
ikatan ke situs dopamin transporter presinaptik di striatum postmortem dari
mayat juga telah diamati.2
Berbagai perubahan volume daerah otak juga telah dilaporkan dalam
studi neuroimaging dari TS, meskipun hasilnya tidak konsisten. Berkurangnya
volume materi abu-abu di lobus frontal dan hilangnya asimetri yang normal
dilaporkan. Volume kaudatus telah berkorelasi terbalik dengan tingkat
keparahan tik.

8
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis gangguan tic dapat digunakan pedoman
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM V) ataupun
PPDGJ III.
A. Berdasarkan DSM V, kriteria diagnostik untuk gangguan tic3:
Gangguan Tourette (307.23 / F95.2)
a. Terdapat tic motorik multipel disertai satu atau lebih tic vokal yang
muncul selama sakit, meskipun tidak selalu bersamaan
b. Tic bisa terjadi berkali-kali dalam sehari dan hampir setiap hari, tetapi
telah persisten selama lebih dari 1 tahun sejak onset tic pertama
c. Onset sebelum 18 tahun
d. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau
kondisi medis umum

Gangguan Tic Vocal atau Motorik Persisten/Kronik (307.22/F95.1)


a. tic motorik atau vocal yang terjadi secara tunggal atau berulang yang
muncul selama sakit, tapi tidak terjadi keduanya (hanya salah satunya)
b. Tic bisa terjadi berkali-kali dalam sehari dan hampir setiap hari, tetapi
telah persisten selama lebih dari 1 tahun sejak onset tic pertama
c. Onset sebelum 18 tahun
d. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau
kondisi medis umum
e. Kriteria tidak termasuk dalam gangguan Tourette
Perjelas jika dengan tic hanya motorik atau vokal

Gangguan Tic Provisional (307.21/F95.0)


a. Tic motorik dan/atau vokal yang terjadi tunggal atau multipel
b. Tic telah muncul selama kurang dari 1 tahun sejak onset tic pertama
c. Onset sebelum 18 tahun
d. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau
kondisi medis umum

9
e. Tidak termasuk dalam gangguan Tourette atau gangguan tic motorik
atau vokal persisten/kronik
B. Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik gangguan tic antara lain3:
F.95 Gangguan TIC
 “Tic” adalah suatu gerakan motorik (yang lazimnya mencakup suatu
kelompok otot khas tertentu) yang tidak dibawah pengendalian,
berlangsung cepat, dan berulang-ulang, tidak berirama, ataupun hasil
vokal yang timbul mendadak dan tidak ada tujuannya yang nyata.
“Tic” jenis motorikdan jenis vokal mungkin dapat dibagi dalam
golongan yang sederhana dan yang kompleks, sekalipun penggarisan
batasannya kurang jelas
 Ciri khas terpenting yang membedakan tic dari gangguan motorik
lainnya yaitu gerakan yang mendadak, cepat, sekejab, dan terbatasnya
gerakan, tanpa bukti gangguan neurologis yang mendasari; sifatnya
berulang-ulang, (biasanya) terhenti saat tidur; dan mudahnya gejala itu
ditimbulkan kembali atau ditekan dengan kemauan. Kurang
beriramanya tic itu yang membedakannya dari gerakan yang
stereotipik berulang yang tampak pada beberapa kasus autisme dan
retardasi mental. Aktivitas motorik manneristik yang tampak pada
gangguan ini cenderung mencakup gerakan yang lebih rumit dan lebih
bervariasi daripada gejala tic. Gerakan obsesif kompulsif sering
menyerupai “tic” yang kompleks namun berbeda karena bentuknya
cenderung ditentukan oleh tujuannya (misalnya menyentuh atau
memutar benda secara berulang) daripada oleh kelompok otot yang
terlibat; walaupun demikian acapkali sulit juga untuk membedakannya.
 Tic seringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak jarang
disertai variasi gangguan emosional yang luas, khususnya fenomena
obsesi dan hipokondrik. Namun ada pula beberapa hambatan
perkembangan khas disertai tic. Tidak terdapat garis pemisah yang
jelas antara gangguan tic dengan berbagai gangguan emosional dan

10
gangguan emosional disertai tic. Diagnosisnya mencerminkan
gangguan utamanya.

F95.0 Gangguan Tic Sementara


 Gangguan ini pada umumnya memenuhi kriteria untuk diagnosis
gangguan tic, tetapi tidak melampaui 12 bulan
 Bentuk ini paling sering dijumpai pada anak usia 4-5 tahun;
biasanya berupa kedipan mata, muka menyeringai, atau kedutan
kepala. Pada sebagian kasus hanya berupa episode tunggal, namun
pada beberapa kasus lain hilang timbul selama beberapa bulan.

F95.1 Gangguan Tic Motorik atau Vokal Kronik


 Umumnya memenuhi kriteria untuk suatu gangguan tic motorik
atau vokal (namun bukan keduanya) dan berlangsung selama lebih
dari setahun.
 Tic dapat tunggal atau multipel (tetapi lebih sering multipel)

F95.2 Gangguan Campuran Tic Motorik dan Vokal Multipel (Sindrom


de la Tourette)
 Tic motorik multipel dengan satu atau beberapa tic vokal, yang
tidak harus timbul secara serentak dan dalam riwayatnya hilang
timbul
 Onset hampir selalu pada masa kanak atau remaja. Lazimnya ada
riwayat tic motorik sebelum timbulnya tic vokal; sindrom ini
sering memburuk pada usai remaja dan lazim pula menetap sampai
dewasa

11
 Tic vokal sering bersifat multipel dengan letupan vokalisasi yang
berulang-ulang, seperti suara mendehem, bunyi ngorok, dan ada
kalanya diucapkan kata-kata atau kalimat-kalimat cabul. Ada
kalanya diiringi gerakan isyarat ekopraksia, yang dapat juga
bersifat cabul (copropraxia). Seperti juga pada tic motorik, tic
vokal mungkin ditekan dengan kemauan untuk jangka waktu
singkat, bertambah parah karena stres dan berhenti saat tidur

F95.8 Gangguan Tic Lainnya


F95.9 Gangguan Tic YTT

2.8 Terapi
Terapi pada gangguan secara umum terbagi atas terapi farmakologi
dan psikoterapi
1. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan farmakologi dari gangguan tik adalah pengobatan
simtomatik dengan ketat dan bukan kuratif. Pengobatan harus diberikan
pada anak-anak dengan tik yang signifikan menyebabkan masalah
gangguan psikososial dan fungsional. Tujuan pengobatan untuk
mengurangi tik sampai ke level yang ditoleransi, menyadari bahwa
eradikasi tidak mungkin dilakukan. Sedangkan pengobatan alternatif
nonfarmakologi telah digunakan, termasuk teknik penyesuaian, relaksasi,
biofeedback dan hipnotis. Farmakoterapi paling sering dilakukan. Saat ini
ada dua kelas utama pengobatan untuk menghambat tik yaitu agonis alfa-
adrenergik dan neuroleptik. Agen lainnya seperti benxodiazepin, calcium
channel blocker, agen penghambat katekolamin, dan agonis opiat.5
Pada umumnya mengobati tik yang mengganggu aktivitas sekolah
atau kegiatan sehari-hari lainnya karena malu terhadap sosial,
ketidaknyamanan fisik, atau cedera diri. Dalam resep obat penekan tik,
biasanya dilakukan titrasi dosis untuk mengidentifikasi dosis terendah
yang akan menghasilkan resolusi kecacatan. Dalam mempertimbangkan

12
bukti yang mendukung khasiat obat penekan tik adalah penting untuk
mengenali bahwa respon plasebo substansial telah didokumentasikan.5

Tabel : Obat Supresi Tik.5


Obat Starting Therapeutic Efek Samping
Dosage (mg) Range (mg)
Alpha- Clonidin 0,05 0,1 – 0,3 Hipotensi ortostatik
Adrenergic Guanfacine 0,5 – 1,0 1,0 – 4,0 Sedasi
agonist
First generation Haloperidol 0,25 – 0,5 0,25 – 15,0 EPS, Sedasi,
antipsychotic 0,25 – 0,5 0,25 – 15,0 Meningkatkan nafsu
makan dan berat
badan
Pimozide
Second Aripirazole 2,50 2,5 – 3,0 Sedasi
generation Olanzapine 100 – 150 100 – 600 Akatisia, EPS
antipsychotic Quetapine 100 – 150 100 – 600 Sakit kepala
Risperidone 0,25 0,25 – 6,0 Nafsu makan
5,0 – 10,0 5,0 – 10,0 meningkat
Ziprasidone Hipotensi orthostatic
Benzamides Sulpiride 50 – 100 2 – 10 mg/kg Susah tidur, agitasi,
(2mg/kg) meningkatkan nafsu
50 – 100 2 – 10 mg/kg makan
Tiapride (2mg/kg) Sedasi,
meningkatkan nafsu
makan.

Alpha-2-agonist

Alpha-2-agonis memiliki khasiat moderat untuk tik. Meskipun


clonidine adalah alpha agonis paling umum digunakan di masa lalu,
guanfacine sekarang lebih disukai karena cenderung menyebabkan kurang
sedasi dan biasanya dapat dosis tunggal (tidur) atau dua kali (pagi, waktu
tidur) dibandingkan dengan tiga hingga empat dosis harian yang
dibutuhkan untuk clonidine. Guanfacine juga cenderung untuk
menghasilkan kurang sedasi. Clonidine patch transdermal yang mungkin
berguna bagi anak-anak muda yang tidak bisa menelan pil. Efek samping
potensial yang paling umum dari guanfacine termasuk sedasi, sakit kepala,
pusing, mudah marah, dan mulut kering. Alpha agonis adalah pilihan yang

13
sangat baik untuk pasien dengan tik dan ADHD, karena kedua kondisi
dapat merespon.5

Agen dopamin blocker


Agonis alpha memberikan manfaat cukup, kita umumnya
menambah atau menggantinya dengan dopamin reseptor blocker. Ini
adalah penekan tik yang paling ampuh dan diduga efektif. Antipsikotik
neuroleptik klasik, termasuk haloperidol, pimozide, dan fluphenazine,
telah mendokumentasikan keberhasilan dalam uji klinis terkontrol. Obat
ini terasa tidak nyaman untuk digunakan karena sering terjadi efek
samping, terutama sedasi, depresi dan menumpulkan mental, dan
pengenalan antipsikotik atipikal yang terbaru. Meskipun kita cenderung
menggunakan antipsikotik atipikal (biasanya risperidone atau aripiprazole)
sebagai agen dopamin-blocking awal, sering terjadi toleransi yang buruk
karena sedasi, berat badan meningkat, dan perkembangan sindrom
metabolik (obesitas abdominal, dislipidemia, hipertensi, dan gangguan
metabolisme glukosa).
Tidak semua antipsikotik atipikal memiliki efek penekan tik yang
setara. Risperidone dan olanzapine menunjukkan keberhasilan dalam uji
coba terkontrol secara acak, sedangkan clozapine dan quetiapine
tampaknya kurang efektif untuk tik. Laporan awal dalam penggunaan
campuran dopamin agonis / antagonis aripiprazole telah menunjukkan
manfaat bagi tik, tetapi tidak ada percobaan terkontrol yang telah
dipublikasikan. Perlu dicatat bahwa tardive dyskinesia, efek samping yang
buruk dari obat dopamin-blocking tampaknya menjadi kejadian langka
pada pasien yang diobati, mungkin karena gangguan neurotransmisi
dopamin yang mendasarinya. Kami biasanya meresepkan dopamin
blocker dalam dosis tunggal waktu tidur, tetapi dosis dapat dibagi jika
diperlukan.5

14
Obat Penekan Tik lainnya

Meskipun biasanya pengobatan obat untuk tik berpusat pada agonis


alpha dan antipsikotik, jenis obat lain mungkin bermanfaat bagi pasien
yang memiliki respon memadai atau yang bermasalah dengan tolerabilitas.
Clonazepam telah melaporkan efek penekan tik sederhana dalam
menerbitkan serangkaian kasus. Obat ini mungkin sangat berguna pada
pasien dengan gangguan kecemasan terkait. Hal ini biasanya diberikan dua
atau tiga kali setiap hari, dan efek samping yang paling umum adalah
sedasi dan kegoyangan. Obat Dopamine depleting tetrabenazine memiliki
kemungkinan keberhasilan. Dalam sebuah pengkajian open-label, obat
menunjukkan berkelanjutan moderat untuk pengurangan ditandai tik lebih
rata-rata 2 tahun follow-up. Namun, hanya 22% dari subyek bebas dari
efek samping. Itu yang paling umum efek samping yang sedasi, depresi,
insomnia, dan parkinson. Anak-anak mungkin mentolerir dosis yang lebih
tinggi dari tetrabenazine daripada orang dewasa. Pada kedua kelompok
usia, obat ini biasanya diberikan dalam dua atau tiga dosis harian.
Meskipun tetrabenazine tidak menyebabkan fenomena dyskinesia, agen
dopamin-depleting dapat menyebabkan Sindrom neuroleptik ganas bahkan
setelah bertahun-tahun digunakan.5

Memusatkan perhatian pada gangguan tik justru akan


mengeksaserbasinya, sehingga klinisi sering menganjurkan keluarga untuk
sedapat mungkin tidak memperhatikan gangguan itu, kecuali jika sudah
termasuk golongan kasus tik yang parah. Terapi gangguan tik tergantung
pada hasil pemeriksaan. Psikofarmakologis biasanya tidak dianjurkan
untuk mengobati jenis gangguan tik ini. Teknik perilaku terutama terapi
pembalikan kebiasaan dipandang cukup efektif untuk mengobati gangguan
tik transisten.

15
2. Psikoterapi untuk Tik dan Sindrom Tourette5
Tujuan utama dari psikoterapi untuk penderita sindrom Tourette adalah
agar ia mampu mengembangkan strategi coping yang positif. Beberapa
pendekatan terapi yang memungkinkan untuk diterapkan pada penderita
sindrom Tourette antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Kognitif Behavioral – Habit Reversal
Komponen-komponen utama dari pendekatan ini adalah:
 Latihan kesadaran (awareness training)
 Pemantauan diri (self-monitoring), misalnya menghitung sebelum
terjadinya gejala.
 Latihan relaksasi, misalnya relaksasi otot, pernapasan, imajinasi, dsb.
setiap hari selama 10-15 menit, dan dipraktekkan selama 1-2 menit
setiap muncul kecemasan atau setelah muncul tik.
 Prosedur ‘melawan’ respon. Memikirkan respon tertentu yang
inkompatibel dengan tik, berlawanan dengan gerakan, dapat
dipertahankan selama beberapa menit, memunculkan tekanan otot
yang sama dengan yang terjadi saat gerakan tik muncul, tidak terlalu
mencolok, serta menguatkan otot yang antagonis dengan tik.
 Manajemen kontingensi. Terapis menginstruksikan keluarga klien
untuk memberikan komentar berupa penghargaan jika klien
menunjukkan kemajuan dan terus mengingatkan jika klien lupa untuk
berlatih. Klien diikutsertakan dalam aktivitas-aktivitas menyenangkan
yang sudah mulai jarang dilakukan
 Review ketidaknyamanan, berisi review ketidaknyamanan, rasa malu,
serta kesulitan-kesulitan klien yang diakibatkan oleh munculnya
gejala.
2. Psikoterapi Suportif
Terapi ini lebih mengarah pada pendekatan humanistik (khususnya
Gestalt) di mana terapis diharapkan untuk tidak bersikap direktif, dan
penderita sindrom Tourette memfokuskan diri pada pengalaman-

16
pengalamannya, merefleksikan serta mengekspresikan perasaan-
perasaannya terkait dengan cara hidup dan cara menyelesaikan masalah.
3. Hipnoterapi
Penderita sindrom Tourette dilatihkan bagaimana menghipnosis diri
sendiri dalam rangka mengendalikan kebiasaan, gejala fisik, dan kondisi-
kondisi lainnya. Hipnoterapi juga menggunakan teknik-teknik relaksasi
dan imajinasi, sebagaimana yang sering dilakukan pada meditasi. Dalam
keadaan terhipnosis, terapis memberi sugesti yang mengarah pada
perubahan perilaku, penurunan kecemasan, dan intensitas gejala.
4. Teknik-teknik berbasis Psikoanalisis
Ketidakmampuan dalam mengendalikan tubuh dan pikiran sendiri
seringkali menjadi sumber kecemasan, ketakutan, rasa bersalah, rasa tidak
berdaya, kemarahan, dan depresi. Sebagian penderita menghadapinya
dengan menarik diri, dan sebagian lagi dengan agresivitas. Reaksi sosial
yang negatif pun seringkali tak terhindarkan. Harga diri dan kepercayaan
diri menjadai permasalahan yang umum pada penderita sindrom Tourette,
sebagaimana yang sering dialami oleh pasien dengan penyakit-penyakit
kronis. Terapi psikoanalisis lebih memfokuskan pada permasalahan-
permasalahan seputar penerimaan diri.
5. Terapi keluarga
Sebagai gangguan yang kronis, sindrom Tourette juga berdampak pada
keluarga penderita. Orang tua seringkali harus menghadapi saat-saat sulit
ketika anak menunjukkan gejala.
Permasalahan yang muncul dalam keluarga dapat berupa:
a. Rasa bersalah orang tua atas kelainan genetic
b. Sulitnya bagi anggota keluarga untuk mengetahui gejala-gejala yang
mana yang dapat dan yang tidak dapat dikendalikan
c. Anggapan ‘tidak adil’ dari saudara, baik itu adik maupun kakak dari
penderita
d. Relasi yang memburuk antara suami istri

17
Terapi keluarga hendaknya difokuskan pada peran penderita
sindrom Tourette dalam keluarga, dimana ia sering menerima perlakuan-
perlakuan antara lain: over proteksi dari orang tua, hukuman, tidak
dipahami perasaan dan pikirannya serta dianggap sebagai sumber aib.

Terapi berfungsi sebagai fasilitator bagi keluarga agar dapat belajar


menerima anggota keluarga dengan sindrom Tourette, sehingga ia dapat
merasa aman dan mampu menghadapi lingkungannya dengan lebih
adaptif. Sebagai langkah awal terapi, keluarga perlu diberi informasi dan
dipahamkan tentang berbagai aspek dari gangguan sindrom Tourette.
Tujuan akhir dari terapi adalah keluarga mampu membangun sebuah
lingkungan yang mendukung bagi penderita sindrom Tourette, dan dapat
berlaku fleksibel dalam memfasilitasi sehingga tidak terlalu overprotektif

6. Intervensi akademik dan okupasional


Anak dengan sindrom Tourette biasanya mengalami kesulitan
dalam hal konsentrasi, perhatian, dan belajar sehingga membutuhkan
intervensi pendidikan khusus, misalnya pengajar khusus, kelas khusus,
labboratorium khusus, dsb., yang disesuaikan dengan tingkat keparahan
gejala. Sekolah perlu diinformasikan mengenai sindrom Tourette, karena
seringkali sekolah tidak memahami gangguan tersebut sehingga penderita
dicap sebagai anak nakal, mengganggu, dan bodoh. Umumnya penderita
sindrom Tourette tidak mampu menjalankan fungsi mental dan sosial
sesuai dengan usia kronologisnya, atau mengalami perlambatan dalam
perkembangannya.
Orang dewasa dengan sindrom Tourette seringkali membutuhkan
modifikasi khusus pada lingkungan kerjanya. Perlu untuk membangun
pemahaman pada lingkungan kerja tentang gangguan yang diderita.
Fleksibilitas, kepedulian, serta produktifitas dalam pekerjaan dapat
ditingkatkan dengan intervensi yang tepat bagi penderita yang sangat
simtomatik sekalipun.

18
BAB 3

KESIMPULAN

1. Tik adalah gerakan motorik atau vokalisasi involunter, tiba-tiba, rekuren,


tidak berirama dan stereotipik.
2. Gangguan tik dapat dibedakan menjadi: gangguan Tourette, gangguan tik
kronik, gangguan tik transisten, gangguan tik spesifik lainnya dan gangguan
tik tidak spesifik.
3. Terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan tik antara lain: terapi
perilaku, terapi pembalikan kebiasaan, farmakoterapi, terapi kognitif, terapi
suportif, hipnoterapi, terapi keluarga, dan sebagainya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ortiz, Blair. Cornejo, W. Blazicevich, L. Epidemiology Of Tics. Child and.


Colombia : Adolescent Diseases Research Group PEDIACIENCIAS.
Universidad de Antioquia, Child Neurology Group ; Intech : 2012: 163-188p

2. Park, Tae Won. Park, Juhyun. Tic & Tourette Syndrome and Motor
Disorders. Korea : College of Medicine, Seoul National University ; Hanyang
Med Rev: 2016;36:46-54p

3. Maslim, Rusdi. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-


III. Jakarta: PT.Nuh Jaya.

4. Kaplan, et al. (2015). Synopsis of Psychiatry. Eleventh Edition. New York:


Wolters Kluwer

5. Metzger H, et al. (2012). Tic Disorders: IACAPAP Textbook of Child and


Adolescent Mental Health

6. Kay J, Tasman A. (2006). Essentials of Psychiatry.. England: Wiley

20

Anda mungkin juga menyukai