DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
TAHUN
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 1 yang berjudul “Pandemi Kapan Berakhir”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
BAB 2 PEMBAHASAN 7
BAB 3 PENUTUP 12
DAFTAR PUSTAKA 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
berantai tunggal. Dari struktur inilah yang menjadikan penyebab virus
Corona COVID-19 bermutasi dengan mudah (Ananta & Rizkon, 2020).
COVID-19 bermutasi juga karena persebaran yang sudah terjadi. Bila
dihitung, pandemi COVID-19 hampir berlangsung selama satu tahun
lamanya. Di negara awal mula kasus infeksi terjadi, yakni China, terhitung
sudah lebih dari satu tahun. Semakin lama durasi wabah dan penyebaran
virus tidak bisa dikendalikanlah yang menjadikannya sebagai penyebab
virus Corona COVID-19 bermutasi. Hal ini membuat potensi mutasinya
disebut menjadi semakin tinggi (Ananta & Rizkon, 2020).
2. Sifat alamiah dari virus
Mutasi merupakan hal yang sangat alami dan virus Corona sebagai
makhluk hidup pasti mengalaminya. Hal ini membuat penyebab virus
Corona COVID-19 bermutasi tidak dapat terelakkan. Virus ini memiliki
hampir 30.000 huruf basa nukleotida (sekumpulan gen). Apabila virus
corona bertahan selama 1 bulan, maka di bulan berikutnya, 1-2 huruf basa
nukleotidanya akan berubah dan menyebabkan mutasi (Ananta & Rizkon,
2020).
3. Perubahan suhu
Penyebab virus Corona COVID-19 bermutasi yang kelima adalah
perubahan suhu. Di mana pun virus berada, dia akan selalu bisa
menyesuaikan diri untuk bereplika. Entah itu dalam suhu panas maupun
dingin (Ananta & Rizkon, 2020).
4. Campur tangan perantara virus
Penyebab virus Corona COVID-19 bermutasi yang terakhir adalah
campur tangan perantara dari virus. Perantara yang dimaksud adalah inang
atau tubuh manusia yang membuatnya mudah menggandakan diri (Ananta
& Rizkon, 2020).
5
B.1.1.7 merupakan varian virus corona yang pertama kali muncul di Inggris pada
Desember 2020. Studi awal mengenai varian baru virus corona tersebut
menunjukkan potensi peningkatan penularan dan rawat inap. Adapun sejumlah
gejala dari varian baru virus corona Alpha ini yakni:
Demam
Batuk
Sulit bernapas
Menurunnya fungsi indera pengecap dan penciuman
Keluhan pada saluran pencernaan
Virus corona varian B.1.351 pertama kali ditemukan di Teluk Nelson Mandela,
Afrika Selatan pada Oktober 2020. Dikutip dari Kompas.com (3/5/2021) varian
virus corona B.1351 bisa mempengaruhi netralisasi beberapa antibody, akan tetapi
belum terdeteksi apakah jenis tersebut mampu meningkatkan risiko keparahan
penyakit.
P.1 merupakan varian virus corona yang ditemukan di Brasil. Varian virus corona
Gama ini juga sama dengan varian B.1.352 ditemukan lolos dari netralisasi saat
diinkubasi dengan antibody yang dihasilkan sebagai respon terhadap gelombang
pertama pandemi.
Virus corona varian B.1.617 merupakan varian baru dari mutasi ganda E484Q dan
L452R. E484Q mirip dengan E484K, yang merupakan mutasi yang terlihat pada
6
varian Afrika Selatan B.13.53 dan pada varian Brasil, P1. Adapun L452R juga
terdeteksi dalam varian virus California, B.1.429. Varian virus corona Delta ini
diangggap lebih menular dan bisa menyebar lebih cepat. Varian virus corona
Delta juga sudah menyebar ke sejumlah wilayah di Indonesi antara lain Jakarta.
Varian virus corona baru ini merupakan varian Callifornia. Melansir dari CNBC,
varian virus corona Epsilon ini diperkirakan menyumbang 52 persen kasus Covid
di California, 41 persen di Nevada, dan 25 persen di Arizona. CDC juga telah
mengklasifikasikan varian virus corona Epsilon ini sebagai varian kekhawatiran
yang berarti ada bukti bahwa varian ini mengarah pada peningkatan penularan dan
penyakit yang lebih parah.
Varian P2 adalah varian virus corona lain selain varian P1 yang terdeteksi lebih
dulu di Brazil. Varian virus corona Zeta ini juga telah terdeteksi lebih dahulu di
Inggris dan dilaporkan menyebar di Rio de Janeiro. Varian virus corona Zeta ini
meskipun mengandung E484K namun diangggap tak cukup untuk menetapkannya
masuk sebagai Varian kekhawatiran. Melansir dari Belfasttelegraph Varian virus
corona Zeta tidak mengandung mutasi penting lain sebagaimana yang dibawa
varian P1.
Virus corona variaan B.1525 adalah varian yang baru-baru ini diidentifikasi di
Inggris. Para ilmuwan mengawasi varian virus corona Eta ini karena memiliki
beberapa mutasi pada gen protein lonjakan. Mutasi tersebut atermasuk adanya
E484 K. Meski demikian sejauh ini tak ada bukti bahwa virus corona Eta lebih
menular atau mengarah ke penyakit yang lebih parah.
7
Varian virus corona asal Filipina ini dideteksi di Filipina pada 13 Maret 2021 dan
ditemukan pada sampel lokal Filipina. Mengutip dari Rappler, meskipun belum
cukup bukti varian virus corona Theta tersebut berdampak pada kesehatan
masyarakat namun tetap ada kemungkinan virus lebih menular dibandingkan versi
asli SARS-CoV-2.
Virus corona varian B.1526 mulai ditemukan pada sampel yang dikumpulkan di
New York pada Bulan November 2021. Belum diketahui apakah varian virus
corona Iota lebih menular dibandingkan virus aslinya. Virus virus corona Iota juga
belum tersebar luas, namun tampaknya menyebar cukup efisien melalui wilayah
metropolitan New York dan sekitarnya.
Varian virus corona Kappa merupakan varian baru yang terdiri dari mutasi ganda.
Di India, yang melaporkan lebih dari 2,7 juta kasus infeksi, sub-garis keturunan
B1617,1 dan B1617,2 ditemukan masing-masing pada 21 persen dan 7 persen dari
semua sampel. B1617.1 dan B1617.2 terbukti resisten terhadap antibodi
Bamlanivimab yang digunakan untuk pengobatan COVID-19, serta
"berkurangnya kerentanan terhadap antibodi netralisasi" untuk B1617.1.
1.2.3. Penjelasan 5M dan 3T
Makna gerakan 5M protokol kesehatan adalah sebagai pelengkap aksi 3M. yaitu
(Kementerian Kesehatan, 2020):
1. Memakai masker,
2. Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir,
3. Menjaga jarak,
4. Menjauhi kerumunan, serta
5. Membatasi mobilisasi dan interaksi.
8
3T adalah upaya untuk semakin menekan penyebaran virus Covid-19, pemerintah
juga memiliki gerakan 3T, yaitu (Kementerian Kesehatan, 2020):
1. Testing,
2. Tracing, dan
3. Treatment.
9
BAB II
PEMBAHASAN
a. PSBB
b. Terjadi penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu
tertentu; dan
b. PPKM
10
d. Tingkat keterisian tempat tidur Rumah Sakit (Bed Occupancy Rate/BOR)
untuk Intensive Care Unit (ICU) dan ruang isolasi di atas 70%.
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu
dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis
penyakitnya.
11
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan
dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2011).
12
berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas Covid-19 di
Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh dunia.
Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi Covid-19, dengan kasus
dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat
pertama dengan kasus Covid-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru
sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan
6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu
11,3% (Susilo et al., 2020).
Berdasarkan laporan WHO, pada tanggal 30 Agustus 2020, terdapat
24.854.140 kasus konfirmasi Covid-19 di seluruh dunia dengan 838.924 kematian
(CFR 3,4%). Wilayah Amerika memiliki kasus terkonfirmasi terbanyak, yaitu
13.138.912 kasus. Selanjutnya wilayah Eropa dengan 4.205.708 kasus, wilayah
Asia Tenggara dengan 4.073.148 kasus, wilayah Mediterania Timur dengan
1.903.547 kasus, wilayah Afrika dengan 1.044.513 kasus, dan wilayah Pasifik
Barat dengan 487.571 kasus (World Health Organization, 2020).
Kasus konfirmasi Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah.
Berdasarkan laporan Kemenkes RI, pada tanggal 30 Agustus 2020 tercatat
172.053 kasus konfirmasi dengan angka kematian 7343 (CFR 4,3%). DKI Jakarta
memiliki kasus terkonfirmasi kumulatif terbanyak, yaitu 39.037 kasus.Daerah
dengan kasus kumulatif tersedikit yaitu Nusa Tenggara Timur dengan 177 kasus
(Kemenkes RI, 2020).
13
Penularan COVID-19 terjadi melalui droplet yang mengandung
virus SARS-CoV-2 yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung, mulut
dan mata, untuk itu pencegahan penularan COVID-19 pada individu
dilakukan dengan langkah 5M dan Pola Hidup Bersih dan Sehat.
b. Pencegahan dan pengendalian penularan pada fasilitas layanan kesehatan
Untuk meminimalkan risiko terjadinya pajanan virus SARS-CoV-2
kepada petugas kesehatan dan non kesehatan, pasien dan pengunjung di
fasilitas pelayanan kesehatan, perlu diperhatikan prinsip pencegahan dan
pengendalian risiko penularan sebagai berikut:
1. Menerapkan kewaspadaan isolasi untuk semua pasien
2.6. Masa Inkubasi, Gejala, Penyebab, Sumber Dan Cara Penularan Serta
Pengobatan COVID-19
14
sekresi seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran
napas yang keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau
menyanyi. Droplet saluran napas memiliki ukuran diameter > 5-10 μm
sedangkan droplet yang berukuran diameter ≤ 5 μm disebut sebagai droplet
nuclei atau aerosol. Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika
seseorang melakukan kontak erat (berada dalam jarak 1 meter) dengan orang
terinfeksi yang mengalami gejala-gejala pernapasan (seperti batuk atau
bersin) atau yang sedang berbicara atau menyanyi dalam keadaan-keadaan
ini, droplet saluran napas yang mengandung virus dapat mencapai mulut,
hidung, mata orang yang rentan dan dapat menimbulkan infeksi. Transmisi
kontak tidak langsung di mana terjadi kontak antara inang yang rentan dengan
benda atau permukaan yang terkontaminasi (transmisi fomit) juga dapat
terjadi(WHO, 2020).
Gejala klinis dan masa inkubasi
Rata-rata masa inkubasi adalah 4 hari dengan rentang waktu 2 sampai
7 hari.Masa inkubasi virus SARS-Cov2 adalah 14 hari. Pada masa 14 hari
tersebut, virus akan mengalami peningkatan akibat perbanyakan virus yang
terjadi, tapi kemudian menurun setelah sistem imun tubuh terbentuk. Periode
bergantung pada usia dan status imunitas pasien. Rerata usia pasien adalah 47
tahun dengan rentang umur 35 sampai 58 tahun serta 0,9% adalah pasien
yang lebih muda dari umur 15 tahun (Levani et al., 2021).
Gejala umum di awal penyakit adalah demam, kelelahan atau myalgia,
batuk kering. Serta beberapa organ yang terlibat seperti pernapasan (batuk,
sesak napas, sakit tenggorokan, hemoptisis atau batuk darah, nyeri dada),
gastrointestinal (diare,mual,muntah), neurologis (kebingungan dan sakit
kepala). Namun tanda dan gejala yang sering dijumpai adalah demam (83-
98%), batuk (76-82%), dan sesak napas atau dyspnea (31-55%). Pasien
dengan gejala yang ringan akan sembuh dalam watu kurang lebih 1 minggu,
sementara pasien dengan gejala yang parah akan mengalami gagal napas
progresif karena virus telah merusak alveolar dan akan menyebabkan
kematian (Levani et al., 2021).
Perubahan mutasi virus
15
Virus penyebab COVID-19 merupakan virus yang memiliki genom
berupa RNA beruntai tunggal, virus tersebut juga dapat bermutasi.Mutasi
merupakan peristiwa yang senantiasa terjadi secara acak. Peristiwa mutasi ini
terjadi pada saat proses perbanyakan virus. Untuk memperbanyak dirinya,
virus juga perlu menduplikasi genomnya, sehingga ada proses ‘pembentukan
pasangan’. Pada saat pembentukan pasangan genom inilah, apabila terjadi
kesalahan pemilihan ‘pasangan’, mutasi akan terjadi. Meskipun merupakan
virus dengan genom RNA, kecepatan mutasi virus penyebab COVID-19 tidak
secepat virus dengan genom RNA lainnya seperti HIV atau virus
Influenza.Hal ini disebabkan karena pada virus penyebab COVID-19, seperti
juga pada virus corona lainnya, terdapat mekanisme perbaikan mutasi yang
tidak terdapat pada HIV atau virus Influenza. Namun meskipun kecepatan
mutasinya lebih rendah, hal ini tetap mengakibatkan adanya keragaman virus
penyebab COVID-19 sehingga dapat dilakukan pengelompokan virus(Satgas
Covid-19, 2021).
Selain itu, walaupun tidak semua mutasi mengakibatkan perubahan
bentuk protein, namun ada juga mutasi yang dapat mengakibatkan perubahan
bentuk dan kerja dari suatu protein, termasuk protein S pada virus penyebab
COVID-19.Beberapa mutasi yang terjadi pada virus penyebab COVID-19,
yang berakibat pada perubahan bentuk protein S yang mempengaruhi
transmisi virus penyebab COVID-19.Virus Corona ini secara alami mudah
mengalami mutasi sebagai bentuk kemampuan untuk bertahan hidup. Dalam
perkembangannya, ditemukan varian baru virus COVID-19 yaitu B.117 asal
Inggris, kemudian B.1351 asal Afrika Selatan, P.1 asal Brasil, varian mutasi
ganda dari India B. 1617, N439k dari Skotlandia, G614G dari Jerman, dan
mutase E484K. Dalam menghadapi kemungkinan penyebaran serta mutasi
yang terdapat pada virus penyebab COVID-19, maka sangatlah penting untuk
tetap disiplin pada protokol Kesehatan (Satgas Covid-19, 2021).
Pengobatan/tatalaksana
Prinsip tatalaksana secara keseluruhan menurut rekomendasi WHO
yaitu: Triase, yaitu identifikasi pasien segera dan pisahkan pasien dengan
severe acute respiratory infection (SARI) dan dilakukan dengan
16
memperhatikan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) yang
sesuai, terapi suportif dan monitor pasien, pengambilan contoh uji untuk
diagnosis laboratorium, tata laksana secepatnya pasien dengan hipoksemia
atau gagal nafas dan acute respiratory distress syndrome (ARDS), syok sepsis
dan kondisi kritis lainnya (Diah Handayani, Dwi Rendra Hadi, dkk, 2020).
Saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien
COVID-19, termasuk antivirus atau vaksin.Tata laksana yang dapat dilakukan
adalah terapi simtomatik dan oksigen.Pada pasien gagal napas dapat
dilakukan ventilasi mekanik. National Health Commission (NHC) China
telah meneliti beberapa obat yang berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2,
antara lain interferon alfa (IFN-α), lopinavir/ritonavir (LPV/r), ribavirin
(RBV), klorokuin fosfat (CLQ/CQ), remdesvir dan umifenovir (arbidol)
(Susilo et al., 2020).
A. Terapi Etiologi/Definitif
walaupun belum ada obat yang terbukti meyakinkan efektif melalui uji
klinis, China telah membuat rekomendasi obat untuk penangan COVID-19
dan pemberian tidak lebih dari 10 hari. Rincian dosis dan administrasi sebagai
berikut :
IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari secara inhalasi
LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2 kapsul/hari per oral
RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan dikombinasikan dengan
IFN-alfa atau LPV/r
Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/ hari per oral
Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap minum, 3 kali/ hari per oral (Susilo et
al., 2020).
B. Manajemen Simtomatik dan Suportif(Susilo et al., 2020).
Oksigen
Antibiotik
Kortikosteroid
Vitamin C
Ibuprofen dan Tiazolidindion
Profilaksis Tromboemboli Vena
17
Plasma Konvalesen
Imunoterapi
18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Covid-19 ini memberikan dampak yang sangat besar untuk semua sector
di Indonesia salah satunya adalah sector pariwisata. Adapun upaya-upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penanganan kasus Covid-19
untuk mengatasi pandemi Covid-19 seperti menerapkan protokol kesehatan
dengan penerapan 3T dan 5M dan penyediaan vaksin Covid-19. Selain itu dokter
memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan penangan dan edukasi
terkait dengan kasus covid-19 kepada masyarakat dan diperlukan juga kerjasama
semua pihak supaya proses penyebaran virus covid-19 ini dapat berkurang.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ananta, H., & Rizkon, A. (2020). Analisis dampak Covid-19 terhadap Sektor
Pariwisata Sikembang Park Kecamatan Blado Kabupaten Batang. Faklutas
Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Sosial, Fakultas Bahasa Dan Seni,
Univrsitas Negeri Semarang, 17.
Handayani, D, Hadi, D, R, Isbaniah, F, Burhan, E, Agustin, H. (2020). Penyakit
Virus Corona 2019.Jurnal Respirologi Indonesia Volume.40, Nomor. 2.
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonsesia Nomor 2046/MENKES/PER/XII/2011. Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya
Penanggulangan, 1–30.
Levani, Prastya, & Mawaddatunnadila. (2021). Coronavirus Disease 2019
(COVID-19): Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan, 17(1), 44–57.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/view/6340
LPEM-FEB-UI. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pariwisata
Indonesia : Tantangan , Outlook dan Respon Kebijakan. Pusat Kajian Iklim
Usaha Dan GVC - LPEM FEB UI, April.
Retno Asti Werdhani, & Margaretta Prasetyani - Gieseller. (2020). Peran Dokter
Keluarga Pada Masa Pandemi COVID-19: Penanganan di Indonesia dan
Jerman. Journal Of The Indonesian Medical Association, 70(6), 95–99.
https://doi.org/10.47830/jinma-vol.70.6-2020-260
Satgas Covid-19. (2021). Pengendalian Covid-19. In Satuan Tugas Penanganan
Covid-19 (Vol. 53, Issue 9).
Suasti, N,M,A. (2019). Upaya Pengendalian Transmisi Penyakit Menular Pada
wisatawan di Indonesia.Universitas Arlangga Surabaya.
Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M.,
20
Herikurniawan, H., Sinto, R., Singh, G., Nainggolan, L., Nelwan, E. J., Chen,
L. K., Widhani, A., Wijaya, E., Wicaksana, B., Maksum, M., Annisa, F.,
Jasirwan, C. O. M., & Yunihastuti, E. (2020). Coronavirus Disease 2019:
Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45.
https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i1.415
WHO. (2020). Transmisi SARS-CoV-2: implikasi terhadap kewaspadaan
pencegahan infeksi. 1–10.
21