Anda di halaman 1dari 20

Makalah UMKM

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Moneter

Disusun Oleh

Yanti M Elik

Nim : 1611060016

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

1
TAHUN PELAJARAN 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Tugas
Koperasi dan UK

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Koperasi dan UKM
Dalam tugas ini tersaji tentang Ruang lingkup Usaha mikro kecil dan menengah
Tugas ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang pengertian Usaha mikro
kecil dan meneng

Saya tahu bahwa tugas yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, setiap kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna
perbaikan makalah ini

Kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun untuk
penyempurnaan makalah ini,selalu kami nantikan.akhirnya semoga tugas ini
bermanfaat bagi kita semua. Amiinnn

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………........
………………..i

DAFTAR ISI………………………………………………..........
……………….ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah…….......................


…………………………………..1

1.2 Rumusan Masalah……………....................


…………………………………..2

1.3 Tujuan Makalah………………………..............................................…………


2

1.4 Manfaat Makalah………………………………………………………......….2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Masalah yang dihadapi oleh UMKM…...........................…………............


….3

2.2 Solusi yang diharus dipakai untuk menyelesaikan masalah UMKM……..…3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………….....…………17

DAFTAR

3
PUSTAKA……………………………………………………………………….18

BAB 1

4PENDAHULUAN

1.1`Latar Belakang

Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan pelaku bisnis


yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan
masyarakat

Di Indonesia, Usaha Mikro Kecil dan Menengah sering disingkat


(UMKM), UMKM saat ini dianggap sebagai cara yang efektif dalam pengentasan
kemiskinan. Dari statistik dan riset yang dilakukan, UMKM mewakili jumlah
kelompok usaha terbesar. UMKM telah diatur secara hukum melalui Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
UMKM merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian
Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam
masa krisis, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis
ekonomi. Selain menjadi sektor usaha yang paling besar kontribusinya terhadap
pembangunan nasional, UMKM juga menciptakan peluang kerja yang cukup
besar bagi tenaga kerja dalam negeri, sehingga sangat membantu upaya
mengurangi pengangguran.

Oleh karena Perlu adanya kesadaran kita untuk mengembangkan UMKM


di Indonesia agar terciptanya kesejahteraan masyarakat.

1.2 Rumusan masalah

1 Masalah yang dihadapi oleh UMKM


2 Solusi yang diharus dipakai untuk menyelesaikan masalah UMKM
1.3 Tujuan Makalah

4
1 Untuk mengetahui Masalah yang dihadapi oleh UMKM.
2 Untuk mengetahui Solusi yang diharus dipakai untuk menyelesaikan
masalah UMKM
1.4 Manfaat Makalah

1 Memberikan pengetahuan Masalah yang dihadapi oleh UMKM.


2 Memberikan pengetahuan tentang Solusi yang diharus dipakai untuk
menyelesaikan masalah UMKM.

Bab II

Pembahasan

2.1Masalah yang dihadapi oleh UMKM

2.2Permasalahan yang Dihadapi UKM

Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan


Menengah (UKM), antara lain meliputi

A. Faktor Internal

1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk


mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh
karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha
perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan
modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal
pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena
persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak
dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM
adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM
memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.

Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan

5
dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup
familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan
oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan
lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses
untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM,
antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas
tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.

2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan


usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil
baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya
sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga
usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu
dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk
mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing
produk yang dihasilkannya.

1. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar


Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga,
mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi
pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat
terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan
usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung
dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang
baik.

2. Mentalitas Pengusaha UKM.

Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan


mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu

6
sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus
berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin
mengambil risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM
seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh,
ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga
seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.

3. Kurangnya Transparansi.

Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut


terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang
disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya
menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi
generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.

B. Faktor Eksternal

1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke


tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal
kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB),
penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta
keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal
tetap brutto (investasi).[19] Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut
selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM
serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah
dilaksanakan pada tahun sebelumnya.

Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun


dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum
sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya
persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan
menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.

7
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk
menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai
banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah,
ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak
terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak
memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan
dari para pengusaha besar.

22. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha, Kurangnya informasi yang


berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat
berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang
diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh
tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya
harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.

3. Pungutan Liar Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan
pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah
pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun
dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap
bulan.

4Implikasi Otonomi Daerah

5Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang


Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun
2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan
mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai
implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-
pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera
dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu,
semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang

8
kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan
usahanya di daerah tersebut.

5. Implikasi Perdagangan Bebas

Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun


2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan
menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau
tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan
produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai
dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas
(ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia
(HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak
fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade).
Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik
secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.

6. Sifat Produk dengan Ketahanan PendekSebagian besar produk industri


kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan
kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain,
produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak
tahan lama.

7. Terbatasnya Akses PasarTerbatasnya akses pasar akan menyebabkan


produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di
pasar nasional maupun internasional.

8. Terbatasnya Akses Informasi, Selain akses pembiayaan, UKM juga


menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya
informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan
pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha
UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah
tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk

9
menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau
jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena
tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada
akhirnya hanya beredar di pasar domestik.

82.1.1 Profil UMKM Di Indonesia


Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM, Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah didefinisikan sebagai perusahaan milik perseorangan WNI
dengan kekayaan bersih maksimum sepuluh milyar rupiah dan penjualan
tahunan maksimum lima puluh milyar rupiah[3]. Dengan definisi tersebut,
UMKM merupakan 99.9% dari total seluruh pelaku ekonomi di Indonesia.
Pelaku terbanyak adalah pengusaha mikro dengan jumlah 52.176.795 unit
atau 98,88% dari total pengusaha di Indonesia di tahun 2009. UMKM juga
menyerap tenaga kerja terbanyak, yaitu 96.211.332 orang atau 97,3% dari
total tenaga kerja di Indonesia dengan penyerapan tenaga kerja terbanyak
oleh unit usaha mikro yang berjumlah 90.012.694 orang atau 91,03% dari
total tenaga kerja di Indonesia. Pertumbuhan UMKM di Indonesia sejak
tahun 2005 hingga 2009 mempunyai kecenderungan linear dengan
pertumbuhan rata-rata 12.2%. Data yang lebih lengkap dapat dilihat di Tabel
1 dan Tabel 2.

Tabel 1: Jumlah Unit Usaha di Indonesia


Tahun20052006200720082009SatuanUnitPersenUnitPersenUnitPersenUnitPersenUnitPersenJumlah Usaha
Mikro45,217,56796.16%48,512,43898.95%49,608,95398.92%5,084,77190.02%52,176,79598.88%Jumlah Usaha
Kecil1,694,0083.60%472,6020.96%498,5650.99%522,1249.24%546,6751.04%Jumlah Usaha
Menengah105,4810.22%36,7630.07%38,2820.08%36,7170.65%41,1330.08%Jumlah Usaha
Besar5,0220.01%4,5770.01%4,4630.01%4,6500.08%4,6770.01%Total Unit

Usaha47,022,078100.00%49026380100.00%50,150,263100.00%5,648,262100.00%52,769,280100.00%Sumber:

Kementrian KUKM

10
Tabel 2: Jumlah Tenaga Kerja Yang Diserap Unit Usaha di Indonesia
Tahun20052006200720082009SatuanOrangPersenOrangPersenOrangPersenOrangPersenOrangPersenJumlah Tenaga
Kerja Usaha
Mikro69,966,50874.47%82,071,14485.98%84,452,00284.51%87,810,36685.62%90,012,69485.83%Jumlah Tenaga
Kerja Usaha Kecil9,204,7689.80%3,139,7113.29%3,278,7933.28%3,519,8433.43%3,521,0733.36%Jumlah Tenaga
Kerja Usaha Menengah4,415,3224.70%2,698,7432.83%2,761,1352.76%2,694,0692.63%2,677,5652.55%Jumlah
Tenaga Kerja Usaha Besar2,719,2092.89%2,441,1812.56%2,535,4112.54%2,756,2052.69%2,674,6712.55%Total
Tenaga Kerja

Indonesia93,958,38791.86%95,456,93594.65%99,930,21793.09%102,552,75094.37%104,870,66394.29%Sumber:

Kementrian KUKM

Jenis usaha UMKM di Indonesia terdiri dari: (1) pertanian dan yang terkait
dengan pertanian (agribisnis), (2) pertambangan rakyat dan penggalian; (3)
industri kecil dan kerajinan rumah tangga; (4) listrik non-PLN, (5) konstruksi; (6)
perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan jasa komunikasi; (7) angkutan dan
komunikasi; (8) lembaga keuangan; dan (9) real estate dan persewaan. Dengan
pertumbuhan terbesar pada sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga;
perdagangan besar, eceran, RM dan jasa akomodasi; angkutan dan komunikasi;
dan real estate dan persewaan (Manikmas 2003).
Secara umum, karakteristik UMKM di Indonesia kebanyakan berbentuk
industri mikro yang beroperasi pada level rumahan dengan teknologi rendah dan
tenaga kerja yang berpendapatan dan berkemampuan rendah (Dirlanudin 2008).
Selain itu, industri UMKM dengan produk yang sama cenderung berkumpul di
satu daerah (clustering) karena banyak kemudahan, seperti kemudahan distribusi
barang dan pemasaran, yang didapat (Hill 2001, Enright 2000). Sumber modal
dari UMKM berasal dari kredit dari bank, anda pribadi, campuran antara
keduanya, atau sumber kredit informal lain. Di tahun 2007, penggunaan kredit
dari bank untuk UMKM berjumlah Rp. 462,12 trilyun atau 52,5% kredit
perbankan dengan komposisi: (a) usaha mikro sebesar Rp. 186,52 trilyun atau

11
40,4%; (b) usaha kecil sebesar Rp. 131,95 trilyun atau 28,6%; (c) usaha
menengah sebesar Rp. 143,69 trilyun atau 31,1 % (Setyobudi 2007). Berdasarkan
jenis penggunaan kredit, prosentase terbesar penggunaan kredit UMKM adalah
untuk kredit konsumsi dimana per Juni 2007 adalah sebesar 66,7%, yang diikuti
oleh kredit modal kerja sebesar 22% dan kredit investasi sebesar 11,3%. Namun,
walaupun kredit yang dikeluarkan cukup besar, UMKM yang menggunakan
kredit dari bank masih minimal. Kebanyakan UMKM masih menggunakan modal
dari sumber anda sendiri atau sumber informal seperti rentenir atau kerabat dan
teman (Tambunan 1992).
Dalam hal pemasaran produk, UMKM cenderung bersifat lokal dengan
penjualan utama terjadi secara langsung kepada konsumen di pasar tradisional
lokal atau penjualan di toko-toko milik sendiri (Dirlanudin 2008). Namun, bahkan
dengan penjualan yang bersifat lokal, sumbangan dari hasil penjualan UMKM
terhitung sangat  besar untuk PDB Indonesia. Di tahun 2008, UMKM
menyumbang 58% dari total PDB atas harga berlaku di Indonesia dan 58% untuk
PDB atas harga konstan. Namun, untuk ekspor, UMKM hanya menyumbang 12%
dari total ekspor non migas Indonesia. Data yang lebih lengkap dapat dilihat di
Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penetrasi
produk UMKM masih kurang menyentuh konsumen di luar daerah keberadaan
UMKM tersebut. Selain itu, pasar untuk produk UMKM juga mulai dipersempit
oleh keberadaan produk luar negeri[4] dan produk usaha besar yang memiliki
harga yang lebih murah sehingga lebih diminati konsumen. Produk-produk
tersebut juga sudah mulai memasuki pasar-pasar tradisional di daerah yang
terpencil akibat dari pembangunan jaringan transportasi yang lebih baik dari
daerah urban ke daerah rural (Tambunan 1992). Persaingan ini, menjadi ancaman
dan peluang tersendiri untuk UMKM di Indonesia.

Tabel 3 Tabel PDB Atas Dasar Harga Berlaku Berdasarkan Jenis Industri di
Indonesia

12
Tahun20052006200720082009Milyar RupiahPersenMilyar RupiahPersenMilyar RupiahPersenMilyar
RupiahPersenMilyar RupiahPersenPDB ADH Berlaku Usaha Mikro--
1,017,43932.08%1,209,62332.29%1,510,05632.17%1,751,64533.08%PDB ADH Berlaku Usaha
Kecil1,049,05637.81%329,21510.38%386,40410.32%472,83010.07%528,2459.98%PDB ADH Berlaku Usaha
Menengah445,57616.06%436,77013.77%511,84113.67%630,34013.43%713,26313.47%PDB ADH Berlaku Usaha
Besar1,279,64946.13%1,387,99343.77%1,637,68143.72%2,080,58344.33%2,301,70943.47%PDB ADH Berlaku
Indonesia2,774,281100.00%3,171,417100.00%3,745,549100.00%4,693,809100.00%5,294,862100.00%

Tabel 4 Tabel PDB Atas Dasar Harga Konstan Berdasarkan Jenis Industri
di Indonesia
Tahun20052006200720082009Milyar RupiahPersenMilyar RupiahPersenMilyar

RupiahPersenMilyar RupiahPersenMilyar Rupiah PersenPDB ADH Konstan Usaha Mikro--

588,50633.24%620,86432.96%655,70432.82%682,462 71.61%PDB ADH Konstan Usaha

Kecil688,16039.31%189,66710.71%204,39510.85%217,13010.87%225,478 23.66%PDB ADH Konstan

Usaha Menengah291,34216.64%257,44314.54%275,41114.62%292,91914.66%306,785 32.19%PDB


ADH Konstan Usaha

Besar771,31444.05%734,89341.51%782,87841.56%832,18541.65%873,567 91.66%PDB ADH


Konstan

Indonesia1,750,815100.00%1,770,508100.00%1,883,549100.00%1,997,938100.00%2,088,292 219.11%

13
Tabel 5 Tabel Total Ekspor Non Migas Berdasarkan Jenis Industri di
Indonesia
Tahun20052006200720082009Milyar RupiahPersenMilyar RupiahPersenMilyar
RupiahPersenMilyar RupiahPersenMilyar RupiahPersenTotal EksporNon Migas Usaha
Mikro--11,6911.70%12,9181.63%16,4651.67%14,3751.51%Total Ekspor NonMigasUsaha
Kecil28,0425.15%27,6374.01%31,6203.98%40,0634.07%36,8403.87%Total Ekspor
NonMigasUsaha
Menengah82,29015.12%84,44012.25%95,82712.06%121,48112.35%111,04011.65%Total
Ekspor NonMigas Usaha
Besar433,86479.73%565,64582.05%654,50882.34%805,53281.90%790,83582.98%Total
Ekspor Non
Migas544,196100.00%689,413100.00%794,872100.00%983,540100.00%953,090100.00%Sumb
er: Kementrian KUKM

22.2 Solusi yang diharus dipakai untuk menyelesaikan masalah UMKM


Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM dan
langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu
diupayakan hal-hal sebagai berikut

1Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif

2Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain


dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta
penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan

3Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang


tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,
baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema

14
penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya
menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank.
Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh
Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang
melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat
berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan
dalam legitimasi operasionalnya.

43. Perlindungan Usaha

5Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang


merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan
perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun
peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan
(winwinsolution).
4. Pengembangan Kemitraan

6Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau


antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar
negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu,
juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih
efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam
bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar
negeri.
5. Pelatihan

7Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek


kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta
keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu
diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk

15
mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus

8Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam


mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya
penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi
dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal
yang dihadapi oleh UKM.

97. Memantapkan Asosiasi

10Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya


antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat
dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi

11Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha


besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-
produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show
antara asosiasi dengan mitra usahanya.

9.Mengembangkan Kerjasama yang Setara Perlu adanya kerjasama atau


koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM)
untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan
perkembangan usaha.

10. Mengembangkan Sarana dan Prasarana Perlu adanya pengalokasian


tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat
menambah potensi berkembang bagi UKM tersebut.

Langkah yang Sudah Ditempuh

Sesungguhnya pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk


pemberdayaan UKM, terutama lewat kredit bersubsidi dan bantuan teknis. Kredit
program untuk pengembangan UKM bahkan dilakukan sejak 1974. Kredit

16
program pertama UKM, Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja
Permanen (KMKP), yang menyediakan kredit investasi dan modal kerja
permanen, dengan masa pelunasan hingga 10 tahun, dan suku bunga bersubsidi.
Setelah deregulasi perbankan pada 1988, kredit UKM dengan bunga
bersubsidi secara berangsur dihentikan, diganti dengan kredit bank komersial.
Selain itu, donor internasional juga menyusun kredit program investasi bagi UKM
dalam mata uang rupiah. Antara 1990 dan 2000, Bank Indonesia mendanai
berbagai kredit program dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), yang
dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT),
Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPRS/SS), dan Kredit
Usaha Kecil dan Mikro yang disalurkan melalui koperasi dan bank perkreditan
rakyat.[22] Selain itu, NPWP sebagai prasyarat pengajuan kredit di Perbankan
juga telah dihapuskan, dimana hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang
lebih besar bagi kita untuk mengakses modal dari sisi perbankan.

Selain peran dari Pemerintah, dunia akademisi, lembaga swadaya


masyarakat, dan lembaga penelitian, juga telah melakukan beberapa kegiatan
yang bertujuan untuk mengembangkan UKM. Salah satu diantaranya adalah
program GTZ-RED yang diadakan atas dukungan GOPA/Swisscontact yang telah
berjalan sejak tahun 2003. Program ini bergerak langsung ke daerah-daerah
dengan menggunakan metode enabling environment dengan fokus pada Business
Climate Survey (BCS) dan Regulatory Impact Assessment (RIA) yang dilakukan
oleh Technical Assisstance (TA). Tim TA ini dimotori oleh Center for Micro and
Small Enterprise Dynamics (CEMSED) Universitas Satya Wacana. Tim ini telah
melakukan survey, pelatihan, workshop terhadap UKM di daerah-daerah,
menciptakan jaringan dengan seluruh pihak terkait UKM termasuk Pemerintah
Daerah, serta membuat daftar Peraturan Daerah yang perlu untuk diperbaiki.

2.1

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

18
Di Indonesia, Usaha Mikro Kecil dan Menengah sering disingkat
(UMKM), UMKM saat ini dianggap sebagai cara yang efektif dalam pengentasan
kemiskinan. UMKM merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam
perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian
nasional dalam masa krisis, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi
pasca krisis ekonomi. Selain menjadi sektor usaha yang paling besar
kontribusinya terhadap pembangunan nasional, UMKM juga menciptakan
peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri, sehingga sangat
membantu upaya mengurangi pengangguran

B. Saran

Diharapkan bagi para pembaca, terutama mahasiswa untuk bisa mengerti


lebih dalam lagi mengenai Usaha kecil dan Menengah karena dengan adanya
pemahaman yang lebih akan mendorong kita untuk mengembangkan dan
memajukan UMKM di Indonesia dengan kemajuan UMKM di Indonesia dapat
mengengurangi kemiskinan serta majunya perekonomian di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

19
 Sri Lestari Rahayu, 2005, Analisis Peranan Perusahaan Modal Ventura Dalam
Mengembangkan UKM Di Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan,Badan
Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional.

 Sri Mulyati Tri Subari, 2004. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Bank
Indonesia dalam Mendukung Pelayanan Keuangan yang Berkelanjutan bagi
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.Deputi Direktur Direktorat Pengawasan Bank
Perkreditan Rakyat.

Sri Winarni, 2006. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Melalui Peningkatan


Aksesibilitas Kredit Perbankan. Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006.

20

Anda mungkin juga menyukai