Tim Pengabdi
Ketua :
Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA/ 0026036204/ Teknik Material dan Metalurgi FTIRS-ITS
Anggota :
Tubagus Noor Rohmannudin, ST. M.Sc/ 0026058206/ Departemen Teknik Material/ FTIRS-ITS
Dr. Lukman Noerochiem, ST, MSc.Eng./ 0013037710/ Departemen Teknik Material/ FTIRS-ITS
Budi Agung Kurniawan, ST, MSc./ 0010047604/ Departemen Teknik Material/ FTIRS-ITS
Bayu Muhammad Aji, ST/ Departemen Teknik Material/FTIRS-ITS
Zaid Sulaiman, ST/ Departemen Teknik Material/FTIR-ITS
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
RINGKASAN
Korosi merupakan suatu proses degradasi material dan penurunan kualitas suatu
material akibat reaksi dengan lingkungannya. Untuk mengendalikan hal tersebut maka perlu
ditambahkan suatu zat yang bersifat anti-korosif yang dikenal dengan istilah inhibitor. Inhibitor
yang digunakan pada industri minyak dan gas alam biasanya adalah inhibitor yang berjenis
anorganik seperti misalnya silikat, borat, kromat, dikromat, tungstat, dan molibdat. Walaupun
memberikan hasil yang cukup efektif dalam penghambatan korosi, tetapi memiliki kekurangan
diantaranya adalah bersifat tidak ramah lingkungan, toksik, dan mahal. Oleh karena itu, saat ini
dikembangkan inhibitor alternatif yang bersifat ramah lingkungan atau lebih dikenal dengan
istilah eco-friendly inhibitor. Tembakau merupakan jenis tanaman atau bahan organik yang
ramah lingkungan yang memiliki kandungan asam organik, komponen fenol, dan senyawa
alkaloid yang berpotensi sebagai inhibitor korosi logam. Yanuar et al. (2016) dalam
penelitiannya melaporkan bahwa ekstrak daun tembakau dapat menurunkan laju korosi baja
A53 pada lingkungan air laut buatan dengan kadar NaCl 3,5%. Hasil penelitian tersebut
diperoleh efisiensi inhibisi korosi sebesar 30,43%. Namun, pemanfaatan daun tembakau saat
ini masih terbatas sebagai bahan baku rokok. Berdasarkan hal tersebut, Departemen Teknik
Material dan Metalurgi FTIRS-ITS tergerak untuk melaksanakan pengabdian masyarakat
dengan mengadakan sebuah pelatihan mengenai pengolahan produk alternatif dari daun
tembakau untuk inhibitor organik korosi pada baja di lingkungan air laut. Pelatihan tersebut
bersifat sebagai transfer ilmu dan teknologi sehingga lebih tepat dilaksanakan untuk kalangan
SMA/ SMK/ Sederajat. SMAN 1 Lawang merupakan salah satu SMA yang kami rasa
membutuhkan pelatihan tersebut. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kompetensi Guru
dalam bidang pengolahan bahan alam sebagai inhibitor ramah lingkungan. Dengan pelatihan
ini diharapkan Guru dapat berkontribusi dalam pengembangan produk alternatif lainnya yang
ramah lingkungan.
5
BAB II
PENDAHULUAN
6
II.2 Perumusan Konsep dan Strategi Kegiatan
Perumusan konsep pada program ini adalah :
1. Bagaimana teori dan praktek pembuatan produk alternatif daun tembakau sebagai inhibitor
organik dapat diterima oleh Guru SMAN 1 Lawang?
2. Bagaimana peningkatan kompetensi Guru SMAN 1 Lawang dalam teknologi inhibitor
organik?
Strategi kegiatan pada program ini adalah :
1. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi inhibitor organik kepada Guru SMAN 1
Lawang.
7
BAB III
SOLUSI PERMASALAHAN
4. Adanya kontak metalik antar anoda dan katoda sehingga elektron dapat mengalir dari
anoda menuju katoda.
Lingkungan air laut dengan kadar NaCl 3,5% memiliki tingkat konduktivitas yang
relatif tinggi, sehingga tingkat korosivitasnya juga tinggi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Andi Rustandi, larutan NaCl 3,5% memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,058
Siemens/cm atau resistivitas sebesar 1/0,058 = 17,2 ohm-cm.
0.07
Konduktivitas (S/cm)
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 1 2 3 4
9
berat yang terjadi kemudian dikonversikan menjadi suatu laju korosi dengan memperhitungkan
kehilangan berat, luas permukaan yang terendam, waktu perendaman dan masa jenis. Satuan
laju korosi bisa didekati dengan rumus berikut (ASTM G1-02, 1999).
K.W
Laju Korosi = D.A.T (3.12)
Dimana :
Gambar 3.2 (a) Laju korosi sebagai fungsi konsentrasi inhibitor (b) Efisiensi inhibitor
sebagai fungsi konsentrasi inhibitor (Andi 2011).
Inhibitor korosi digunakan dalam konsentrasi tertentu. Inhibitor korosi sebaiknya tidak
hanya menghambat korosi tetapi juga dapat kompatibel dengan lingkungan. Biasanya inhibitor
korosi mempunyai ukuran keberhasilan daya inhibisi terhadap penurunan laju korosi yang
disebut dengan efisiensi inhibitor I dan didefinisikan sebagai (NACE TM-01 20):
(CR)o − (CR)i
I= (CR)o
x 100 (3.13)
Dimana :
10
CRo = laju korosi dengan tanpa inhibitor
CRi = laju korosi dengan penambahan inhibitor
IE %
ϴ= (3.15)
100
Di sisi lain, untuk menghitung dan menentukan jenis adsorpsi yang terjadi pada inhibitor dapat
dihitung dengan menggunakan persamaaan Langmuir adsorption isotherm seperti yang tertera
pada persamaan (2.55) & (2.56) (Adam,2013):
∁ 1
=𝑘+∁ (3.16)
𝜃
1 − ∆Go ads
k = 55,5 exp ( ) (3.17)
RT
Dimana :
ϴ = surface coverage
C = konsentrasi inhibitor (mg/l)
k = konstanta adsorpsi
R = konstanta gas ideal (8.314 J/mol K)
T = temperatur (K)
∆Goads = energi bebas giibs adsorpsi dalam keadaan standart (J/mol)
55,5 = konsentrasi air
A. Cara dingin
Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total, yaitu
memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada
sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara dingin, walaupun ada
11
beberapa senyawa yang memiliki keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu ruangan.
Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi cara dingin (dalam
labu besar berisi biomasa yang diagitasi menggunakan stirrer), dengan cara ini bahan kering
hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang
kepolarannya makin tinggi. Keuntungan cara ini merupakan metode eksraksi yang mudah
karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi terurai.
Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran bahan alam secara berurutan
memungkinkan pemisahan bahan-bahan alam berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya)
dalam pelarut ekstraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin
memungkinkan senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki pelarut ekstraksi
pada suhu kamar (Etre., 2014).
Pada metode ini melibatkan pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung. Adanya
panas secara otomatis akan mempercepat proses ekstraksi dibandingkan dengan cara dingin.
Beberapa jenis metode ekstraksi cara panas, yaitu :
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelaurt pada temperatur titik didihnya, selama waktu
dan jumlah pelarut tertentuyang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Pada umumnya
dilakukan tiga sampai lima kali pengulangan proses pada rafinat pertama. Kelebihan metode
refluks adalah padatan yang memiliki tekstur kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung
dapat diekstrak dengan metode ini. Kelemahan metode ini adalah membutuhkan jumlah pelarut
yang banyak (Alfonsius, 2012).
2. Soxhletasi
Ekstraksi menggunakan Soxhlet dengan pelarut cair merupakan salah satu metode yang
paling baik digunakan dalam memisahkan senyawa bioaktif dari alam. Alat soxhlet adalah
suatu sistem penyarian berulang dengan pelarut yang sama yang menggunakan proses sirkulasi
perubahan uap–cair dari pelarut dengan pemanasan. Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan
ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus
sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Cara ini
memiliki beberapa kelebihan dibanding yang lain, yaitu sampel kontak dengan pelarut yang
murni secara berulang, kemampuan mengekstraksi sampel lebih tanpa tergantung jumlah
pelarut yang banyak. Kelemahan dari metode ini adalah dapat menyebabkan rusaknya solute
atau komponen lainnya yang tidak tahan panas karena pemanasan ekstrak yang dilakukan
secara terus menerus (Atria, 2013).
3.Microwave Assisted Extraction
Microwave Assisted Extraction merupakan teknik untuk mengekstraksi bahan-bahan
terlarut di dalam bahan tanaman dengan bantuan energi microwave. Teknik ini dapat diterapkan
baik pada fasa cair yakni cairan yang digunakan sebagai pelarut maupun fasa gas yakni gas
sebagai media pengekstrak. Proses ekstraksi fasa cair didasarkan pada prinsip perbedaan
kemampuan menyerap energi microwave pada masing-masing senyawa yang terkandung di
dalam bahan tanaman. Parameter yang biasa digunakan untuk mengukur sifat fisik ini disebut
sebagai konstanta dielektrik.
13
III.4 Inhibitor
Penggunaan inhibitor hingga saat ini masih menjadi solusi terbaik untuk melindungi
korosi internal pada logam, dan dijadikan sebagai pertahanan utama industri proses dan
ekstraksi minyak. Inhibitor merupakan metoda perlindungan yang fleksibel, yaitu mampu
memberikan perlindungan dari lingkungan yang kurang agresif sampai pada lingkungan yang
tingkat korosifitasnya sangat tinggi, mudah diaplikasikan dan tingkat keefektifan biayanya
paling tinggi karena lapisan yang terbentuk sangat tipis sehingga dalam jumlah kecil mampu
memberikan perlindungan yang luas.
Secara umum inhibitor korosi merupakan suatu zat kimia yang bila ditambahkan ke
dalam suatu lingkungan dapat menurunkan laju serangan korosi terhadap suatu logam.
menjelaskan sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara modifikasi polarisasi katodik
dan anodik, mengurangi pergerakan ion ke permukaan logam, menambah hambatan listrik pada
permukaan logam dan menangkap atau menjebak zat korosif dalam larutan melalui
pembentukan senyawa tidak agresif. Inhibitor korosi menurut bahan dasarnya, dapat dibagi
menjadi dua, yaitu inhibitor dari senyawa organik dan dari senyawa anorganik. Inhibitor
organik pada umumnya berasal dari ekstrak bahan alami yang mengandung atom N, O, P, S
dan atom-atom yang mempunyai pasangan eletron bebas. Inhibitor anorganik yang saat ini
biasa digunakan adalah sodium nitrit, kromat, fosfat, dan garam seng.
Dewasa ini banyak dikembangkan berbagai jenis inhibitor baik yang organik maupun
anorganik. Berbagai jenis inhibitor baru ini diharapkan akan mampu mengurangi laju korosi
terhadap suatu material khususnya maerial baja karbon rendah. Ada berbagai jenis inhibitor
sintetis yang sekarang banyak digunakan untuk menggantikan inhibitor anorganik
konvensional seperti HBTT (Hydroxy-Benzylidene-amino-Thioxo-Thiazolidin), DHBTPH
(Dihydroxybenzylidenetrifluoromethyl quinolin-Thio-Propano-Hydrazide), BMIC (Alkaloid,
ButylMethylimidazolium chlorides), [BMIM]HSO4 (Butyl-Methylimidazolium hydrogen
sulfate), Calcium Gluconate, PEGME (Polyethylene Glycol Methyl Ether) dan lain-lain (Fajar,
2015).
14
korosi melalui cara adsorpsi untuk membentuk suatu lapisan tipis yang tidak nampak dengan
ketebalan beberapa molekul saja, ada pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk
endapan yang nampak dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi logamnya
dan menghasilkan produk yang membentuk lapisan pasif, dan ada pula yang
menghilangkan konstituen yang agresif. Sementara itu mekanisme inhibitor anodik dalam
mempertahankan lapisan pasif dapat dilihat pada Gambar 3.3 Pada Gambar (a) terlihat korosi
terjadi pada bagian selaput oksida yang terkelupas. Selaput pelindung kemudian akan bertindak
sebagai katoda, sedangkan logam yang tersingkap sebagai anoda. Kemudian anion dalam
inhibitor anodik bereaksi dengan ion logam dalam larutan dan menutup bagian yang bersifat
anodik, sehingga laju korosi menjadi terhenti kembali ditunjukkan pada Gambar (b)
(Ismet,2018). Berikut adalah mekasnisme terjadinya proteksi korosi kerena penggunaan
inhibitor :
1. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan tipis
dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapatdilihat oleh mata
biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap logamnya.
2. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat mengendap
selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta melidunginya terhadap korosi dan
endapan yang terjadi cukup banyak.
3. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat kimia yang
kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut membentuk suatu
lapisan pasif pada permukaan logam.
4. Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya.
Gambar 3.3 Efek konsentrasi terhadap inhibitor anodic pada laju korosi (Fajar, 2015)
15
III.6 Inhibitor Organik Daun Tembakau
Tembakau merupakan jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia sebagai
bahan baku rokok. Daun tembakau memiliki kandungan asam organik, komponen fenol, dan
senyawa alkaloid yang berpotensi sebagai inhibitor korosi logam. Namun, pemanfaatan daun
tembakau saat ini masih terbatas sebagai bahan baku rokok. Produksi daun tembakau indonesia
pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 182 ribu ton sehingga cukup berpotensi untuk
dikembangkan menjadi produk inhibitor korosi yang ramah lingkungan (Paramartha et al.,
2013). Yanuar et al. (2016) dalam penelitiannya melaporkan bahwa ekstrak daun tembakau
dapat menurunkan laju korosi baja A53 pada lingkungan air laut buatan dengan kadar NaCl
3,5%. Hasil penelitian tersebut diperoleh efisiensi inhibisi korosi sebesar 30,43%.
Penambahan 60 ppm ekstrak daun tembakau dapat memberikan efisiensi inhibisi korosi
sebesar 80,94% pada baja API 5L X-52 di dalam air laut buatan dengan kadar NaCl 2%.
Beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan ekstrak daun tembakau sebagai inhibitor
korosi logam belum menjelaskan secara detail mekanisme proses inhibisi korosi. Bahkan,
informasi tentang kandungan bahan aktif yang berperan sebagai inhibitor pada ekstrak daun
tembakau belum diidentifikasi secara jelas. Selain itu, karakteristik inhibisi ekstrak daun
tembakau terhadap laju korosi baja karbon dan aluminium di dalam larutan HCl pada
konsentrasi rendah belum banyak diinvestigasi pada penelitian sebelumnya (Adhi, 2017).
BAB IV
16
STRATEGI, RENCANA KEGIATAN, DAN KEBERLANJUTAN
IV.1. Strategi
Program Pengabdian Masyarakat ini memiliki beberapa strategi agar program ini dapat
memberikan manfaat yang tinggi, antara lain:
1. Tim melakukan studi lapangan ke SMAN 1 Lawang.
2. Tim mengumpulkan informasi mengenai kondisi SMAN 1 Lawang.
3. Tim memberikan penyuluhan tentang manfaat dan penggunaan inhibitor organik kepada
Guru SMAN 1 Lawang.
4. Tim mempromosikan kegiatan pelatihan ke SMAN 1 Lawang.
5. Tim memfasilitasi program pelatihan inhibitor organik yang diadakan di Departemen
Teknik Material dan Metalurgi FTIRS-ITS.
6. Tim melakukan monittoring dan evaluasi program pelatihan.
7. Tim membuat perencanaan program berkelanjutan.
17
IV.3. Keberlanjutan Program
Kegiatan program pengabdian masyarakat dilanjutkan dengan sistem monitoring
terhadap keberlanjutan penguasaan materi dan aplikasi teknologi inhibitor organik di SMAN 1
Lawang. Keberlanjutan program ditunjukkan dengan peningkatan pemahaman dan penguasaan
inhibitor organik oleh Guru SMAN 1 Lawang. Mereka diharapkan dapat melanjutkan
pengembangan teknologi inhibitor organik di lingkungannya. Dengan program ini, diharapkan
dapat meningkatkan pemberdayaan SMAN 1 Lawang dan mendukung kegiatan industri belajar
mengajar yang ada disana. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan daya saing
SMAN 1 Lawang.
18
BAB V
ORGANISASI TIM, JADWAL, DAN ANGGARAN BIAYA
Organisasi tim dan pembagian tugas disusun berdasarkan bidang kompetensi dan
keahlian masing-masing. Tim merupakan personil Departemen Teknik Material dan
Metalurgi FTIRS-ITS. Organisasi tim dapat dilihat pada Tabel 5.1.
19
BAB VI
JADWAL
VII.1. Jadwal Program
Jadwal kegiatan program ini ditunjukkan oleh Tabel 7.1.
Tabel 7.1 Jadwal kegiatan program
Bulan
No Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Studi literature
2 Persiapan internal tim ITS
3 Persiapan alat dan bahan
5 Persiapan studi awal Surabaya dan sekitarnya
6 Pembuatan media publikasi & modul pelatihan
7 Pelaksanaan pelatihan
8 Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelatihan
9 Program keberlanjutan
10 Publikasi
11 Laporan akhir
20
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Adam, M.E., Novy, S. Kasim, Yesthilia, A.T., Suryadi, Ismadji, Lien, H.H., Yi-Hsu Ju.
2013. “Extraction, Identification and Quantitative HPLC Analysis of Flavanoids
from Myrmecodia Pendans (Myrmecodia Pendans)”. Industrial Crops and Products.
Vol. 41, pp. 392-396.
Adhi Nugroho. 2011. “Pengaruh Penambahan Inhibitor Organik Ekstrak Ubi Ungu
terhadap Laju Korosi pada Material Baja Low Carbon di Lingkungan NaCl 3,5%.”
Universitas Indonesia.
Alfonsius Billy Joe Haslim. 2012. “ Studi Inhibisi Korosi Baja API 5L (ASTM A53) Dalam
Air Formasi (Connate Water) dngan Ekstrak Kulit Buah Sawo (Manilkara Zapota)
Menggunakan Metode Polarisasi.” Universitas Indonesia, Depok.
Andi Gunaatmaja. 2011. “Pengaruh Waktu Perendaman Terhadap Laju Korosi pada
Baja Karbon Rendah dengan Penambahan Ekstrak Ubi Ungu Sebagai Inhibitor
Organik di Lingkungan NaCl 3,5%.” Universitas Indonesia, Depok.
Andi Rustandi. 2012. “Studi Penggunaan Campuran Natural Green Corrosion Inhibitor
Piper Betle dan Green Tea Untuk Proteksi Korosi Material Baja API 5L X52 di
Dalam Lingkungan NaCl 3,5% pada Kondisi Turbulen.” Departemen Metalurgi dan
Material Universitas Indonesia : Depok
ASTM G 1-02. 1999. “Standard Practice for Calculation of Corrosion Rates and Related
Information from Electrochemical Measurements”.
ASTM G5-94. 1999. “Standart Reference Test Method for Making Potentiostatic and
Potentiodynamic Anodic Polarization Measurements.”
Firmansyah, Dede. 2011. “Studi inhibisi Korosi Baja Karbon dalam Larutan Asam 1 M
HCl oleh Ekstrak Daun Sirsak (Anona Muricata).” Universitas Indonesia, Depok.
Etre, A Y. 20014. “Inhibition of Acid Corrosion of Carbon Steel using Aqueous Extract
of Olive Leaves”. Journal of Colloid and Interface Science 314 (578-583).
21
Nugroho, Fajar. 2015. “Penggunaan Inhibitor untuk Meningkatkan Ketahanan Korosi
pada Baja Karbon Rendah”. Jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknologi
Adisutjipto, Yogyakarta
22
BAB VIII
23
BAB IX
GAMBARAN IPTEK
Inhibitor organik, biasanya dirancang sebagai pembentuk lapisan/film,
melindungi logam dengan membentuk suatu lapisan/film hidrofobik pada permukan
logam. Keefektifannya bergantung pada susunan kimia, struktur molekul dan afinitasnya
terhadap permukaan logam. Karena pembentukan lapisan/film adalah suatu proses
adsorpsi, suhu dan tekanan merupakan faktor yang penting. Inhibitor organik akan
diadsorpsi berdasarkan muatan ion inhibitor tersebut dan muatan pada permukaan logam.
Inhibitor kationik, seperti amina-amina, atau inhibitor anionik, seperti sulfonat-sulfonat,
akan diadsorpsi lebih dahulu bergantung pada apakah logam bermuatan negatif atau
positif. Kekuatan ikatan adsorpsi adalah faktor yang dominan untuk inhibitor organik
yang larut dalam air.
25
26