OLEH:
ANDREAS F.NGGAJA
(1506070067)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Ureum merupakan hasil utama dari metabolisme protein dalam tubuh.Kadar ureum
dalam serum darah bergantung pada katabolisme (pemecahan)protein di dalam hati yang
disekresikan ke dalam ginjal kemudian diekskresikanmelalui urin (Doxey,1983).
Urea bersifatracun sehingga dapat membahayakan tubuhapabila menumpuk di dalam
tubuh. Meningkatnya urea dalam darah dapat menandakan adanya masalah pada ginjal.
Peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dapat disebabkan oleh prerenal (dekompensasi
jantung, dehidrasi yang berlebihan, peningkatan katabolisme protein dan diet tinggi protein),
penyebabrenal (glomerulonephritis akut, nefritiskronis, penyakit ginjal polikistik, dannekrosis
tubular ) dan penyebab postrenal(semua jenis obstruksi pada saluran kemih,seperti batu
ginjal, kelenjar rostat yangmembesar dan tumor).
Penentuan kadar urea telah banyak dilakukan antara lain dengan menggunakan metode
spektrofotometri.Penentuan dengan metode ini didasarkan pada pembentukan senyawa
kompleks berwarna kuning yang berasal dari reaksi antara urea dengan diasetilmonoksim,
yang selanjutnya diukur nilai absorbansinya. Metodeinicukupteliti,
akantetapimembutuhkanwaktu yangrelatif lama danbahankimia yang sulitdidapat.
Selainmetodespektrofotometri,para ahlikimia juga
telahmencobabeberapametodesederhanauntukpenentuanureayaitudenganmetodepotensiometri
menggunakanelektrodaselektifmolekul (ESM).Metode ESM yang
dikembangkanuntukpenentuankadar urea adalahdenganmenggunakan biosensor urea
berbasisenzim (Khopkar, 1990).Khairi (2005) telahmengembangkan biosensor urea berbasis
membrane kitosansebagaimatriksimmobilisasi urease padaelektroda pH secarapotensiometri..
Panpae et al. (2006) mengembangkan biosensor potensiometri ureadenganmenggunakan
gelatin sebagaimatriks imobilisasi.Nazaruddin (2007) juga telahmengembangkan biosensor
urea denganmenggunakan biopolymer khitinsebagaimatriksamobilisasienzim urease
padaelektrodapH. Biosensor merupakansuatu sensor kimia yang
mempunyaisensitifitasdanselektivitas yang tinggi, namunstabilitasdanwaktuhidupnya (life-
time) terbatas(Ursula, 1998). Penggunaanenzimsebagai biosensor memerlukanbiaya
yangtinggi. Selainituenzimmemilikiumur yang pendeksehingga biasacepattrusak.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Urea
Urea adalah biomolekul yang penting bagi manusia. Urea yang terbentuk merupakan
hasil dari siklus srea dalam tubuh yang berasal dari ammonia atau dari asam amino.
Kemudian diekskresikan melalui urin atau cairan tubuh pada manusia. Cairan tubuh kita
terdiri dari sebagian urea. Ketika berada pada level tidak normal mungkin akan menjadi
beracun bagi kita. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan teratur yang digunakan untuk
tujuan klinis (Fatima dan Mishra, 20011).Setiap asam amino setidaknya terdiri dari satu
gugus amino, oleh karena itu setiap jalur degradasi asam amino mempunyai langkah utama
dimana gugus amino dipindah. Pada katabolisme asam amino singkat menghasilkan ammonia
dan jaringan otak sangat sensitive terhadap ammonia. Kebanyakan asam amino dikatabolis
atau di pecah di liver atau hati. Beberapa produk ammonia pada proses katabolisme asam
amino digunakan untuk sintesis nitrogen bimolekul seperti nukleotida. Kelebihan ammonia
dirubah menjadi urea untuk proses ekskresi (Miles, 2003).
Urea atau karbamida merupakan suatu senyawa organik dengan rumus kimia (NH2)2CO.
Molekul urea memiliki dua gugus amina (-NH2) yang digabungkan oleh gugus fungsi
karbonil. Urea pertama kali ditemukan dalam urin pada tahun 1773 oleh kimiawan perancis
Hilaire Roulle. Pada tahun 1828, seorang kimiawan Jerman Friedrich Wohler memperoleh
urea dengan mereaksikan perak tiosianat dengan ammonium klorida dalam sebuah percobaan
yang gagal untuk memperoleh ammonium tiosianat. Urea memiliki peran penting dalam
metabolisme senyawa yang mengandung nitrogen pada hewan mamalia. Urea berbentuk
padat, tidak berwarna, bersifat netral, sangat larut dalam air dan relatif tidak beracun. Urea
disintesis didalam tubuh berbagai organisme sebagai bagian dari siklus urea, yang dapat
berasal dari oksidasi asam-asam amino ataupun ammonia (Shanmugam dkk, 2010).Urea
merupakan molekul kecil yang mudah mendifusi kedalam cairan ekstrasel, tetapi akhirnya
dipekatkan dalam urin dan diekskresikan. Jika keseimbangan nitrogen dalam keadaan normal,
ekskresi urea kira-kira 25 mg per hari (Widman K, 1995). Urea adalah produk akhir
metabolisme nitrogen yang penting pada manusia, yang disintesis dari ammonia, karbon
dioksida dan nitrogen amida aspartat (Murray dkk, 1999).
Kertas merupakan media yang bagi reaksi kalorimetrik.kertas yang digunakan sebagai media
utama dalam reaksi ini adalah kertas saring Whatman.Kertas saring Whatman bnayak
digunakan dalam berbagai teknik penyaringan.Parameter penting dalam kertas saring ini
adalah memiliki daya serap yang kuat, retensi partikel dan kecepatan menyaring.kecepatan
menyaring yaitu berhubungan dengan seberapa cepat kertas menahan retensi partikel
sedangkan kekuatan serap berhubungan dengan ukuran porositas,dimana hal ini berkaitan
dengan pengaruh imobilisasi sampel.Komposisi utama kertas adalah selulosa.
Penggunaan kertas sebagai media reaksi kalorimetri dikarenakan ketas tersususn atas serat
selulosa dengan sifat kapilaritas yang baik,mudah diperoleh dan digunakan, murah, analisis
cepat serta fleksibel ( Mao and Huang,2012).
Dalam desain dan pembuatan sensor ada 4 metode yang digunakan yaitu :
a.Wax Patterning
Metode ini menggunakan zat lilin yang bersifat hidrofobik untuk membuat pola zona
deteksi sehingga reagen dan alnalit dapat tertahan dalam zona yang dibatasinya (Dungchai
dkk.,2011).Pola lilin digambar dengan tangan menggunakan tinta lilin kemudian zona reaksi
yang terpola dipanaskan supaya lebih meresap kedalam pori-pori kertas.Kelemahan dari
metode ini adalah banyaknya ketidakseragaman antara zona reaksi karena dibuat secara
manual.
b.Inkjet printing
Metode ini merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan,Karena selain
mudah dikontrol dengan computer,hasilnya lebih teliti,akurat dan dengan keterulangan yang
tinggi.Metode ini,dilakukan dengan membuat pola di computer kemudian dicetak dengan
printer tinta dengan sedikit modifikasi menggunakan tinta dari suatu zat hydrophobic yaitu
Alkylene Ketene Dimer (Delaney dkk.,2011),(Abe dkk.,2008).Metode ini dapat
menghasilkan puluhan bahkan ratusan sensor hanya dalam satu kali cetak.
c.Fenton
Metode Fenton menggunakan desain zona hidrofilik yang dibuat dengan menggunting
kertas sesuai dengan bentuk dan ukuran zona yang diinginkan.(Fenton dkk.,2009)
d.Photolithography
Metode ini menggunakan cahaya UV,pola yang dibuat dengan cara membuat masker
terhadap bagian yang akan dipolakan sehingga sebagian terpapar cahaya UV dan sebagiannya
terlindungi (Martinez dkk.,2008).Namun metode ini lebih kompleks dan membutuhkan
masker yang terbuat dari logam yang dapat menambah biaya produksinya.
a.Diagnosa Kesehatan
Penggunaan dalam bidang kesehatan ,kertas sangat menarik dan potensial dijadikan
perangkat lab on a chip sehingga mudah dibawah untuk keperluan deteksi dan diagnosis. Ide
ini dapat meminimalkan uji pada skala laboratorium yang biasanya lebih mahal.Penggunaan
kertas sebagai media mikrofluida memenuhi syarat utama sebagai perangkat diagnostic yaitu
harganya yang murah.Analisis dengan biaya yang rendah ini membuat perangkat lab on a
chipsudah mulai diigunakan tidak hanya oleh negara maju tetapi juga negara berkembang.
Sampai saat ini, beberapa penelitian yang melibatkan sensor berbasis kertas telah dilakukan
dengan menggunakan sampel seperti glukosa ( Yu dkk.,2011),Urin dan air liur (Klasner
dkk.,2010) maupun asam urat (Dungchi dkk.,2009).
Dalam upaya pengontrolan kualitas makanan, kertas masih digunakan sebagai parangkat
analisis yang lebih muda serta cepat dibandingkan instrumentasi laboratorium. Penelitian
berbasis kertas telah dilakukan Hossain dkk.,(2009) untuk mendeteksi pestisida didalam
makanan dan minuman.
c.Pemantauan Lingkungan
Dalam pemantaun lingkungan, deteksi dari logam-logam berat maupun polutan lainnya
sangat diperlukan.Telah dilakukan untuk penentuan kadar nitrat, nitrit (Jayawardane
dkk.,2014) dan amoniak (Jayawardane dkk.,2015) dalam sampel air.
2.3 Detektor
Sebuah detector diperlukan untuk meningkatkan keakuratan serta sensitifitas sebuah
sensor dengan cara merekam signal yang dapat memberikan informasi analitik.Beberapa
detector yang biasa digunakan seperti scanner,kamera digital serta kamera HP.
Martinez dkk.,2008 menggunakan kamera digital untuk mendeteksi glukosa dan protein
dengan bantuan aplkasi Adobe Photoshop untuk mengkonversi gambar menjadi
Grayscalleuntuk analisis glukosa serta warna Cymk untuk pendeteksian protein yang mana
nilai dari rata-rat a piksel memiliki korelasi dengan konsentrasi sampel yang digunakan.
Pada sensor berbasis kertas ini,detector Portable seperti telpon genggam yang telah
banyak mengalami kemajuan fitur seperti Pencitraan Digital sehingga tidak hanya dapat
menjalankan fungsi deteksi tetapi tetapi juga fungsi kuantisasi kadar suatu sampel.Detektor
jenis ini telah diaplikasikan pada pengukuran system elektrolumisen maupun biomarker
malaria (Lileheij.,2013).
Kelebihan dari metode ini yaitu tidak memerlukan peralatan yang canggih,membutuhkan
sedikit sampel,tidak memerlukan biaya yang tinggi serta tidak memerlukan tenaga ahli untuk
menganalisis sampel.
Biru 0 0 255
Hijau 0 255 0
Hitam 0 0 0
Merah 255 0 0
Metode ini telah menjadi dasar dari berbagai metode penentuan kadar urea dalam cairan-
cairan biologis. Penentuan urea dilakukan secara langsung tanpa deproteinisasi (Wybenga
dkk, 1971). Reaksi langsung antara urea dan diasetil atau turunan diasetil yaitu diasetil
monoksim akan menghasilkan warna yang dapat digunakan untuk menentukan urea secara
kuantitatif. Akan tetapi reaksi antara urea dengan diasetil monoksim (DAM) tidak begitu
mudah difahami (Rho, 1972). Salah satu kesulitan dalam menggunakan metode DAM adalah
pada sensitivitas blanko dan stabilitas warna yang terbentuk sehingga memungkinkan untuk
memakai reagen tambahan (Beale and Croft, 1961) .Reaksi antara urea dengan diasetil
monoksim dan tiosemikarbazida dengan adanya ion Fe(III) dalam medium asam pada kondisi
panas akanmenghasilkan senyawa berwarna merah muda. Ion Fe(III) diberikan oleh FeCl3
dan medium asam disumbangkan oleh adanya asam sulfat dan asam ortofosforat dalam
reagen asam. Reagen asam digunakan untuk mengkondensasi urea dengan diasetil monoksim
untuk membentuk kompleks berwarna kuning dan selanjutnya warna tersebut berubah
menjadi merah muda karena adanya reaksi dengan tiosemikarbazida. Pembentukan produk
berwarna merah muda kemudian diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang
540 nm (Shanmugam dkk,2010). Hasil kondensasi antara urea dan diasetil monoksim
membentuk 3-hydroxy-5,6-dimethyl-1,2,4,-triazine:
Reaksi urea dengan reagen DAM-TSC Reaksi terjadi dalam medium asam yang sangat kuat,
sehinggapembentukan hidroxylamine dapat saja terjadi sebagai reaksi samping yang dapat
menurunkan sensitivitas analisis. Berbagai oksidator telah diuji dalam reaksi untuk
efektivitasnya dalam menghilangkan hydroxylamine, sehingga warna yang timbul tidak
terganggu. Tiosemikarbazida dalam kombinasinya dengan FeCl3yang digunakan Marsh, dkk
dalam prosedur telah terbukti menghasilkan reaksi antara urea dengan diasetil monoksim
yang lebih sensitif dengan kebutuhan asam kuat yang lebih sedikit. Coulombe dan Favreu
menyatakan bahwa asam sulfat memberikan hasil warna yang lebih tinggi daripada asam
fosfat akan tetapi dengan pencampuran dua jenis asam tersebut, warna yang dihasilkan lebih
baik daripada penggunaan satu asam saja, dengan jumlah optimum 100 ml sampai 300 ml per
liter dari asam fosfat dan asam sulfat pekat (Rho, 1971).Penggunaan asam sulfat dan asam
fosfat didasarkan pada penelitian Rahmatullah dan Boyde (1980), yang memvariasi reagen
asam dan reagen lain ( Shanmugam,2010).
Adanya ion Fe(III) akan menstabilkan warna yang terbentuk antara reaksi urea dengan
reagen DAM-TSC.Ion Fe(III) lebih efektif digunakan sebagai reagen karena hanya mampu
menurunkan kestabilan warna sebesar 20% setelah 1 jam dengan kebutuhan yang sedikit
yaitu 33 mg dari FeCl3 per 100 mL dibandingkan dengan logam lain seperti Sb3+,Cu2+ atau
ion manga (Mn2+) yang mampu menurunkan stabilitas warna sebesar 10% setelah 1 jam
yaitu 160 mg dari MnCl2 per 100 Ml (Wybenga dkk,1971).
2.2 Immobilisasi
untuk membuat sensor kimia sehingga ketika sensor yang terbentuk dapat
Teknik immobilisasi adalah suatu cara bagaimana mengikat reagen pada suatu
matriks dengan syarat aktifitas dari reagen tersebut masih tetap ada. Teknik
penyangga padat.
2. Cara kimia yaitu meliputi teknik pengikatan baik secara kovalen, non
beberapa tahapkiamia.
suatu adsorben. Senyawa dapat teradsorbsi secara fisika atau kimia dan tertahan
bersama adsorben dengan stabil. Immobilisasi pada KLT yang paling umum
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini terdapat beberapa tahapan penelitian yang dapat dilihat pada gambar I.
Desain Sennsor
Validasi Metode
Analisis Data
3.4.1Desain Sensor
Sensor model ini,kertas saring berlapis tunggal yang telah digunting dengan diameter
0,6 cm sebagai zona reaksi kemudian diimobilasi dengan (DAM-TSC) – Asam sulfat.
Sampel Masuk
Zona Reagen
Kamera
Kk
Gambar II.Desain Sensor Kertas
Zona reaksi dibuat dengan metode Fenton (Fenton dkk.,2009)dengan ukuran 0,6 cm.Metode
ini selanjutnya diaplikasikan pada sensor.Setelah sensor dibuat menurut Gambar
5,selanjutnya diimobilisasi dengan reagen.
Optimsi waktu pengembangan dilakukan dengan tujuan utuk mengetahui lama waktu
yang diperlukan untuk menghasilkan warna yang baik.Interval waktu optimasi warna dibuat
dari 0 sampai 60 menit dimana intensitas warna tertinggi dan konstan akan menjadi waktu
pengembangan warna optimum.Pada prosedur ini dilakukan 2 kali pengulangan.
Sensor yang telah didesain secara baik dan yang telah dioptimasi,selanjutnya diuji
linearitasnya sesuai hukum Lambert Beer.Prosedur ini dicobakan pada larutan standar Ureum
dengan konsentrasi 20 ppm; 40 ppm; 60 ppm; 80 ppm;100 ppm; 120 ppm; dan 140
ppm.Intensitas warna yang tampak kemudian diukur menggunakan aplikasi Microsoft Visual
c# 2010 Express.Kurva standar dibuat dengan memplotkan nilai intensitas warna dengan
konsentrasi Ureum.Dilakukan pengulangan sebnyak 5 kali.
Validasi metode analisi ureum menggunakan sensor berbasis kertas yaitu dengan cara
menentukan nilai presisi, akurasi, perolehan kembali dan limit deteksi.
Uji Presisi
Uji presisi dilakukan dengan membuat pengukuran pada konsentrasi yang telah
divariasikan yaitu 20-140 ppm untuk mengetahui kedekatan antara hasil pengukuran tiap
individual yang dibandngkan dengan nilai rata-rata hasil pengukuran.Pengukuran dilakukan
sebanyak 5 kali pegulangan untuk membandingkan kedekatan nilai presisi tiap pengulangan.
S
% RSD = x 100 %
X́
Dimana :
Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan unuk mengetahui kedekatan nilai konsentrasi yang terukur dengan
nilai yang sebenarnya.Dengan memperoleh kurva standar kalibrasi suatu pengukuran maka
dapat diambil salah satu titik dari sebaran pengukuran standar untuk diukur dan kemudian
dibandingkan dengan nilai sebenarnya pada pengukuran standar.
Dengan :
C s = konsentrasi sebenarnya
Perolehan Kembali
( C s−C u )
% Perolehan Kembali = × 100 %
Ca
Dengan :
Limit Deteksi
Limit deteksi menyatakan batas terendah suatu analit yang mampu terukur oleh suatu
metode.
(3 X Sb)
Q=
Sl
Dengan :
Sb = Sy/x
Q = Batas Deteksi
Sl = Slope
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. 2006. Validasi Metode Analisis Logam Copper (Cu) Dan Plumbum (Pb) Dalam
Jagung Dengan Cara Spektrofotometer Serapan Atom. Seminar Nasional Peternakan Dan
Veteriner. Jakarta: Universitas Pancasila
Beale, R. N. and Croft, D. 1961. A sensitive method for the colorimetric determination of
urea. J. GUn. Pathol. 14, 418.
Budianto, H. 2002. Pengenbangan Sensor Optik Praktis Untuk Pengukuran Ion Hg (II) Dalam
Air Berbasis Pipa Kapiler [Skripsi]. Universitas Negri Jember: Jember.
Croof, P. L. dan Hunter, A. 2012. Determination of Fe(II) and total iron in natural waters
with 3-(2-pyridyl)-5,6-diphenyl-1,2,4-triazine (PDT). Analytical Chimical Acta. Vol. 406:
289 – 302.
Camman, K., Knoll, M., & Spener, F. 1999. A Disposable Biosensor for Urea Determination
in Blood Based on an Ammonium-Sensitive Transduce. Biosensors & Bioelectronics 14: 33-
41.
Fatima, I, & Mishra, S., 2011. Development of Potentiometric Urea Biosensor For Clinical
Purpose, Indo Global Journal of Pharmaceutical Sciences, ISSN 2249 – 1023, India.
Kamera Digital. Skripsi. Universitas Jember Fearon, W. R., The carbamido diacetyl reaction:
A test for citrullin. Biochem. J. 33, 902 (1939).