menumpuk di dalam tubuh. Semakin tinggi kadar urea dalam urin menandakan
bahwa kondisi ginjal kurang berfungsi dengan baik. Salah satu indikator yang dapat
dilakukan untuk mengetahui kegagalan fungsi ginjal dalam tubuh ialah dengan
analisis konsentrasi urea dalam urin. Metode analisis yang dikembangkan saat ini
ialah paper based sensor atau sensor berbasis kertas. Keunggulan sensor berbasis
kertas ialah lebih praktis, murah dan sederhana serta waktu analisis yang relatif
singkat. Pengembangan metode sensor berbasis kertas dalam penentuan urea telah
Sensor yang akan digunakan untuk menentukan kadar urea dibuat dari kertas
saring berlapis tunggal (Kertas saring Whatman 42) yang dipotong dengan diameter
0,6 cm menggunakan pelubang kertas sebagai zona reaksi. Kertas saring whatman 42
digunakan sebagai zona reaksi kolorimetri karena memiliki daya serap yang tinggi
1
Gambar 1. Desain sensor kertas
Monoxim (DAM) 160 mmol/L dan Tiosemikarbazide (TSC) 8 mmol/L. Tujuan dari
immobilisasi adalah untuk mengikat reagen tanpa menghilangkan sifat dari reagen
tersebut dalam mendeteksi analit. Reagen yang terikat akan terperangkap pada
matriks sehingga ketika ditambahkan analit akan terjadi reaksi antara reagen dengan
bertujuan untuk mendeteksi kadar urea dalam sampel urin sintetis yang ditunjukkan
dengan perubahan warna dari yang tidak berwarna menjadi merah mudah pada sensor
kertas.
Reagen lain yang digunakan selain DAM dan TSC adalah ion Fe (III) dalam
medium asam dalam hal ini digunakan asam sulfat (H 2SO4 0,1 M). Ion besi (III)
disumbangkan oleh adanya FeCl3 dan media asam disumbangkan oleh asam sulfat
kestabilan warna pada sensor kertas. Reagen asam dalam hal ini asam sulfat,
2
digunakan untuk mengkondensasi urea dengan diasetil monoksim dan kemudian
Pada salah satu sisi dilubangi sebagai tempat injeksi sampel. Tujuan dari proses
laminating ini agar tidak ada pengaruh dari lingkungan terhadap reaksi antara reagen
dan sampel yang digunakan. Selain itu dengan kondisi sensor kertas yang tertutup
akan menjadikan sensor lebih praktis dan ramah lingkungan serta mudah dibawa
kemana saja. Sensor hasil modifikasi dapat dilihat pada gambar berikut ini.
kemudian seluruh area sekitar kamera ditutup untuk menghindari pengaruh cahaya
3
Gambar 3. Permukaan kamera yang telah ditutup.
Larutan urea dengan konsentrasi, 150, 200, 250, 300 dan 350 ppm
adanya perubahan warna. Prinsip dari metode ini adalah reaksi kondensasi dimana
yang kemudian bereaksi dengan urea membentuk warna kuning. Untuk membentuk
senyawa kompleks berwarna merah muda, urea dan diasetil monoksim direaksikan
dengan reagen pengembang warna, yaitu thiosemikarbazida dan FeCl3 (Beale dan
Croft, 1961).
secara kasat mata yang ditandai dengan perubahan warna kertas dari yang semulanya
tidak berwarna menjadi merah muda. Warna merah muda yang terbentuk berasal dari
4
senyawa kompleks [Fe(TZ)3]2+ yang diduga terjadi ikatan koordinasi dari atom N dan
Reaksi dimulai oleh pasangan elektron bebas (PEB) gugus amina pada urea
menyerang gugus karbonil dari reagen diasetil monoksim karena PEB dari amina
lebih bersifat nukleofil yang mengakibatkan atom O pada reagen diasetil monoksim
bermuatan parsial negatif. Selanjutnya bereaksi dengan H + dari reagen asam sehingga
melepas H2O dan terjadi reaksi pembentukan senyawa cincin segi 6 yaitu senyawa
dengan konsentrasi urea. Kurva kalibrasi merupakan grafik yang membentuk garis
lurus (linear) yang menyatakan hubungan antara kadar larutan dengan respon secara
proporsional dari instrumen yang digunakan. Dalam hal ini kurva kalibrasi bertujuan
untuk mengetahui linearitas antara konsentrasi urea dengan intensitas merah yang
5
dihasilkan, Linearitas diketahui dengan memplotkan intensitas merah (Ired) sebagai
fungsi konsentrasi urea. Grafik hubungan antara intensitas merah dengan konsentrasi
45 y = 0,088x + 7,186
Intensitas Merah (IRed I-I0)
40 R² = 0,998
35
30
25
20
15
10
5
0
0 100 200 300 400
Konsentrasi Urea (ppm)
urea maka semakin tinggi pula intensitas merah yang dihasilkan. Hal ini
menunjukkan terdapat linearitas yang nyata antara konsentrasi urea dan intensitas
merah yang diperoleh. Linearitas tersebut tampak pada koefisien korelasi (R2) yang
diterima yaitu ≥ 0,9970. Berdasarkan nilai (R2) yang diperoleh maka dapat
disimpulkan bahwa linearitas metode Microsoft Visual c# 2010 Express yaitu 0,998
dapat diterima dan digunakan dalam penentuan konsentrasi urea. Berikut ini dapat
dilihat perubahan warna dan intensitas pada masing-masing variasi konsentrasi urea.
6
Tabel 1. Perubahan warna dan intensitas pada pembuatan kurva kalibrasi.
Warna
konsentrasi urea. Hubungan yang berbanding lurus dapat dilihat bahwa semakin
tinggi konsentrasi urea maka warna merah muda yang terbentuk tampak semakin
cerah dan intensitas merah yang dihasilkan juga semakin tinggi. Dari hasil uji F
statistik diperoleh Fhitung (245,2472) > Ftabel (4,34) sehingga dapat disimpulkan bahwa
7
Urin manusia mengandung berbagai macam ion ataupun senyawa. Adanya ion
dan senyawa yang terkandung dalam urin akan ikut bereaksi ketika direaksikan
dengan reagen tertentu. Oleh karena itu untuk melakukan uji urea perlu diketahui pula
apakah kehadiran senyawa lain tersebut berpengaruh atau tidak terhadap hasil analisis
sehingga sensor kertas yang akan digunakan memiliki selektivitas yang tinggi.
pengganggu sebagai berikut: fosfat dengan konsentrasi 350, 400, 450, 500 dan 550
ppm, kalium dengan konsentrasi 1000, 1250, 1500, 1750 dan 2000 ppm, serta oksalat
dengan konsentrasi 300, 600, 900, 1200 dan 1500 ppm. Variasi konsentrasi dilakukan
diinjeksikan ke dalam sensor kertas yang mengandung urea dengan konsentrasi 250
ppm sesuai kadar normal di dalam urin kemudian difoto. Gambar yang dihasilkan
8
128
126
124
dengan intensitas
memberikan pengaruh yang besar terhadap pengukuran intensitas urea. Hal ini dapat
diamati pada perubahan intensitas merah yang dihasilkan dari variasi konsentrasi
fosfat tidak konstan. Perubahan warna sensor yang ditandai dengan intensitas warna
merah berbanding lurus dengan perubahan konsentrasi urea dan pengganggu yang
ditambahkan, di mana semakin tinggi konsentrasi urea dan pengganggu maka warna
merah muda yang terbentuk tampak semakin cerah dan intensitas merah yang
yang sangat signifikan dibandingkan dengan intensitas rata-rata yang dihasilkan pada
pengukuran urea pada kadar normal 250 ppm yaitu 29,158. Hal ini dikatakan pada
9
penelitian Ratnam dan Anipindi (2012) tentang pembentukan senyawa kompleks
pada senyawa Fe (III) dengan triazin, disebutkan bahwa penggunaan fosfat akan
triazin.
sebesar 69.784 dengan Ftabel = 4.34. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa nilai
Fhitung fosfat lebih besar dari Ftabel (Fhitung = 69.784 ˃ Ftabel = 4.34) sehingga dapat
124
122
120
Intensitas Red (I-I0)
118
116
114
112
110
108
106
104
102
1000 1250 1500 1750 2000
Konsentrasi Kalium (ppm)
dengan intensitas
10
Sama halnya dengan fosfat, penambahan kalium sebagai pengganggu dalam
analisis urea juga memberikan pengaruh yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat
pada intensitas merah yang dihasilkan semakin tinggi ketika konsentrasi pengganggu
yang ditambahkan semakin besar. Hal ini disebabkan karena pada saat reagen DAM -
TSC dan FeCl3 direaksikan dengan kalium yang telah ditambahkan urea maka salah
satu reaksi yang dapat terjadi yaitu ion K+ akan berekasi dengan ion Cl- dari FeCl3
lebih optimal yang membentuk kompleks warna yang lebih optimal pula.
sebesar 82.666 dengan Ftabel = 4.34. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa nilai
Fhitung fosfat lebih besar dari Ftabel (Fhitung = 82.666 ˃ Ftabel = 4.34) sehingga
11
124
123
dengan intensitas.
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa zat pengganggu oksalat juga
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pengukuran intensitas urea seiring
dengan peningkatan konsentrasi oksalat. Hal ini disebabkan karena oksalat dapat
meningkatkan kadar reagen DAM-TSC ketika direaksikan dengan urea. Selain itu,
ketika oksalat direaksikan dengan reagen DAM-TSC dan FeCl3 maka akan terjadi
-2
reaksi antara ion oksalat (C2O4) dengan ion Fe+3 dari FeCl3 membentuk senyawa
sehingga hal ini juga akan berpengaruh pada kompleks warna yang terbentuk.
Semakin tinggi konsentrasi oksalat yang ditambahakan maka akan semakin optimal
reaksi yang terbentuk menyebabkan intensitas warna yang terbentuk juga akan
semakin besar.
12
Berdasarkan hasil uji F statistic, diperoleh Fhitung untuk pengganggu oksalat
sebesar 144.093 dengan Ftabel = 4.34. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa nilai
Fhitung oksalat (Fhitung = 144.093 ˃ Ftabel = 4.34) sehingga dapat disimpulkan bahwa
Selektivitas Sensor.
Dari hasil uji statistik (uji F) yang telah dilakukan terhadap variasi konsentrasi
pengganggu, diamati bahwa fosfat, kalium dan oksalat memberikan pengaruh yang
nyata terhadap intensitas merah yang dihasilkan pada sensor kertas. Hal tersebut
besar dari Ftabel. Pada bagian ini akan dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh
variasi konsentrasi dari kombinasi fosfat, kalium dan oksalat terhadap analisis urea.
Langkah yang dilakukan yakni melakukan pengukuran urea 250 ppm dan
350 ppm – 1000 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di bawah ambang batas dan
konsentrasi kalium di bawah ambang batas), 350 ppm – 1700 ppm (kombinasi
konsentrasi fosfat di bawah ambang batas dan kalium di atas ambang batas), 550 ppm
– 1700 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di atas ambang batas dan kalium di atas
13
ambang batas), 550 ppm – 1000 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di atas ambang
batas dan kalium di bawah ambang batas); kalium + oksalat : 1000 ppm – 300 ppm
bawah ambang batas), 1000 ppm –1500 ppm (kombinasi konsentrasi kalium di
bawah ambang batas dan oksalat di atas ambang batas), 1700 ppm – 1500 ppm
(kombinasi konsentrasi kalium di atas ambang batas dan oksalat di atas ambang
batas), 1700 ppm – 300 ppm (kombinasi konsentrasi kalium di atas ambang batas
dan oksalat di bawah ambang batas); fosfat + oksalat : 350 ppm – 300 ppm
bawah ambang batas),350 ppm – 1500 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di bawah
ambang batas dan oksalat di atas ambang batas), 550 ppm – 1500 ppm (kombinasi
konsentrasi fosfat di atas ambang batas dan oksalat di atas ambang batas), 550 ppm –
300 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di atas ambang batas dan oksalat di bawah
ambang batas); fosfat + kalium+ oksalat : 350 ppm – 1000 ppm – 300 ppm (
kombinasi konsentrasi di bawah ambang batas), 550 ppm – 1700 ppm – 1500 ppm
pengganggu dapat diketahui dari intensitas merah yang dihasilkan serta nilai uji
konsentrasi 250 ppm lalu difoto menggunakan , Smartphone Samsung Galaxi J7 Pro
14
(kualitas kamera 13 megapiksel) dan gambar yang dihasilkan dianalisis
160
140
120
Urea
Intensitas Red (I-I0)
100
Fosfat + Kalium
80
Fosfat + Oksalat
60
Kalium + Oksalat
40
20 Fosfat + Kalium +
Oksalat
0
U BB BA AA AB aa bb
Kombinasi Variasi Konsentrasi Pengganggu dan Urea 250
ppm
dengan intensitas.
Keterangan :
15
AA : Kombinasi konsentrasi pengganggu diatas ambang batas
Dari grafik di atas dapat diamati bahwa terjadi perubahan intensitas secara
intensitas merah yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan ketika dilakukan kombinasi
antara dua pengganggu atau tiga pengganggu, terjadi reaksi antara pengganggu
tersebut dan juga reaksi antara pengganggu dengan reagen DAM-TSC dan FeCl3
batas memiliki intensitas tertinggi. Secara kolorimetri perubahan warna sensor yang
ditambahkan maka akan semakin besar intensitas yang dihasilkan. Ketika kombinasi
16
fosfat-kalium-oksalat diinjeksi pada sensor kertas yang mengandung urea,
menghasilkan perubahan warna dari putih menjadi merah muda dengan warna yang
lebih mencolok.
oksalat: 15,0213. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa nilai F hitung
(82,9285; 38,2324; 15,0213) > Ftabel (4,34). Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa kombinasi antara dua pengganggu dalam analisis urea menggunakan sensor
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
urea berpengaruh pada perubahan warna sensor dan intensitas yang dihasilkan
dengan taraf kepercayaan 95%. Hal ini dibuktikan dengan nilai F statistik yang
diperoleh yaitu Fhitung untuk tiap-tiap pengganggu lebih besar dari Ftabel.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan validasi metode untuk uji pengganggu lainnya agar dapat
18
19