Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Urea merupakan produk akhir metabolisme yang bersifat racun apabila

menumpuk di dalam tubuh. Semakin tinggi kadar urea dalam urin menandakan

bahwa kondisi ginjal kurang berfungsi dengan baik. Salah satu indikator yang dapat

dilakukan untuk mengetahui kegagalan fungsi ginjal dalam tubuh ialah dengan

analisis konsentrasi urea dalam urin. Metode analisis yang dikembangkan saat ini

ialah paper based sensor atau sensor berbasis kertas. Keunggulan sensor berbasis

kertas ialah lebih praktis, murah dan sederhana serta waktu analisis yang relatif

singkat. Pengembangan metode sensor berbasis kertas dalam penentuan urea telah

dilakukan melalui beberapa tahapan pengerjaan antara lain:

4.1 Pembuatan Sensor

Sensor yang akan digunakan untuk menentukan kadar urea dibuat dari kertas

saring berlapis tunggal (Kertas saring Whatman 42) yang dipotong dengan diameter

0,6 cm menggunakan pelubang kertas sebagai zona reaksi. Kertas saring whatman 42

digunakan sebagai zona reaksi kolorimetri karena memiliki daya serap yang tinggi

sehingga memudahkan proses imobilisasi sampel. Desain sensor kertas dibuat

menggunakan metode fenton yakni kertas di desain berbentuk lingkaran dengan

ukuran 0,6 cm menggunakan pelubang kertas (Fenton, dkk.,2009). Gambar desain

sensor kertas adalah sebagai berikut.

1
Gambar 1. Desain sensor kertas

Kertas saring yang telah didesain diimobilisasi dengan reagen Diasetil

Monoxim (DAM) 160 mmol/L dan Tiosemikarbazide (TSC) 8 mmol/L. Tujuan dari

immobilisasi adalah untuk mengikat reagen tanpa menghilangkan sifat dari reagen

tersebut dalam mendeteksi analit. Reagen yang terikat akan terperangkap pada

matriks sehingga ketika ditambahkan analit akan terjadi reaksi antara reagen dengan

analit. Penggunaan reagen Diasetil Monoxim (DAM) dan Tiosemikarbazide (TSC)

bertujuan untuk mendeteksi kadar urea dalam sampel urin sintetis yang ditunjukkan

dengan perubahan warna dari yang tidak berwarna menjadi merah mudah pada sensor

kertas.

Reagen lain yang digunakan selain DAM dan TSC adalah ion Fe (III) dalam

medium asam dalam hal ini digunakan asam sulfat (H 2SO4 0,1 M). Ion besi (III)

disumbangkan oleh adanya FeCl3 dan media asam disumbangkan oleh asam sulfat

dalam reagen. Penggunaan reagen tambahan ini bertujuan untuk meningkatkan

kestabilan warna pada sensor kertas. Reagen asam dalam hal ini asam sulfat,

2
digunakan untuk mengkondensasi urea dengan diasetil monoksim dan kemudian

direaksikan dengan reagen tiosemikarbazida membentuk warna merah muda pada

sensor kertas (Shanmugam dkk, 2010).

Sensor yang terimobilisasi reagen diasetil monoksim dan tiosemikarbazida

dimodifikasi lagi dengan menutup permukaannya menggunakan kertas laminating.

Pada salah satu sisi dilubangi sebagai tempat injeksi sampel. Tujuan dari proses

laminating ini agar tidak ada pengaruh dari lingkungan terhadap reaksi antara reagen

dan sampel yang digunakan. Selain itu dengan kondisi sensor kertas yang tertutup

akan menjadikan sensor lebih praktis dan ramah lingkungan serta mudah dibawa

kemana saja. Sensor hasil modifikasi dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Sensor kertas terimobilisasi diasetil monoksim dan


tiosemikarbasida yang telah dilaminating

Setelah dimodifikasi maka sensor siap digunakan. Sensor kertas terimobilisasi

reagen diasetil monoksim dan tiosemikarbasida yang telah dilaminating setelah

ditambahkan sampel lain langsung ditempelkan pada kamera Handphone (HP)

kemudian seluruh area sekitar kamera ditutup untuk menghindari pengaruh cahaya

diluar cahaya dari blits HP.

3
Gambar 3. Permukaan kamera yang telah ditutup.

4.2 Karakterisasi sensor dan pengukuran sampel urea.

Larutan urea dengan konsentrasi, 150, 200, 250, 300 dan 350 ppm

diinjeksikan pada sensor kertas lalu difoto menggunakan Smartphone Samsung

Galaxi J7 Pro (kualitas kamera 13 megapiksel) kemudian dianalisis intensitasnya

(I-I0) menggunakan aplikasi microsoft Visual c# 2010 express.

Analisis urea dengan sensor urea berdasarkan prinsip kolorimetri, yaitu

adanya perubahan warna. Prinsip dari metode ini adalah reaksi kondensasi dimana

diasetil monoksim dihidrolisis dibawah kondisi asam untuk menghasilkan diasetil

yang kemudian bereaksi dengan urea membentuk warna kuning. Untuk membentuk

senyawa kompleks berwarna merah muda, urea dan diasetil monoksim direaksikan

dengan reagen pengembang warna, yaitu thiosemikarbazida dan FeCl3 (Beale dan

Croft, 1961).

Pembentukan kompleks urea dengan reagen DAM-TSC dapat diketahui

secara kasat mata yang ditandai dengan perubahan warna kertas dari yang semulanya

tidak berwarna menjadi merah muda. Warna merah muda yang terbentuk berasal dari

4
senyawa kompleks [Fe(TZ)3]2+ yang diduga terjadi ikatan koordinasi dari atom N dan

O ligan triazin dengan ion pusat Fe (II).

Reaksi dimulai oleh pasangan elektron bebas (PEB) gugus amina pada urea

menyerang gugus karbonil dari reagen diasetil monoksim karena PEB dari amina

lebih bersifat nukleofil yang mengakibatkan atom O pada reagen diasetil monoksim

bermuatan parsial negatif. Selanjutnya bereaksi dengan H + dari reagen asam sehingga

melepas H2O dan terjadi reaksi pembentukan senyawa cincin segi 6 yaitu senyawa

3-hydroxy-5,6-dimethyl-1,2,4,-triazine. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Mekanisme reaksi urea dengan reagen DAM-TSC (Fahmi, 2015)

Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi dengan memplotkan nilai intensitas warna

dengan konsentrasi urea. Kurva kalibrasi merupakan grafik yang membentuk garis

lurus (linear) yang menyatakan hubungan antara kadar larutan dengan respon secara

proporsional dari instrumen yang digunakan. Dalam hal ini kurva kalibrasi bertujuan

untuk mengetahui linearitas antara konsentrasi urea dengan intensitas merah yang

5
dihasilkan, Linearitas diketahui dengan memplotkan intensitas merah (Ired) sebagai

fungsi konsentrasi urea. Grafik hubungan antara intensitas merah dengan konsentrasi

urea dapat dilihat pada gambar dibawah.

45 y = 0,088x + 7,186
Intensitas Merah (IRed I-I0)

40 R² = 0,998
35
30
25
20
15
10
5
0
0 100 200 300 400
Konsentrasi Urea (ppm)

Gambar 5. Grafik hubungan antara intenstas merah (Ired) dan konsentrasi


urea (ppm).

Berdasarkan kurva di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi

urea maka semakin tinggi pula intensitas merah yang dihasilkan. Hal ini

menunjukkan terdapat linearitas yang nyata antara konsentrasi urea dan intensitas

merah yang diperoleh. Linearitas tersebut tampak pada koefisien korelasi (R2) yang

dihasilkan sebesar 0,998 dengan persamaan regresi Y= 0,088x + 7,186. Menurut

Association of Analytical Chemist Official Method (2000) nilai R2 yang dapat

diterima yaitu ≥ 0,9970. Berdasarkan nilai (R2) yang diperoleh maka dapat

disimpulkan bahwa linearitas metode Microsoft Visual c# 2010 Express yaitu 0,998

dapat diterima dan digunakan dalam penentuan konsentrasi urea. Berikut ini dapat

dilihat perubahan warna dan intensitas pada masing-masing variasi konsentrasi urea.

6
Tabel 1. Perubahan warna dan intensitas pada pembuatan kurva kalibrasi.

Urea (ppm) 150 200 250 300 350

Warna

Intensitas 20,4976 24,917 29,1258 34,2744 37,9946

Berdasarkan tabel di atas, secara kolorimetri perubahan warna sensor yang

ditandai dengan intensitas warna merah berbanding lurus dengan perubahan

konsentrasi urea. Hubungan yang berbanding lurus dapat dilihat bahwa semakin

tinggi konsentrasi urea maka warna merah muda yang terbentuk tampak semakin

cerah dan intensitas merah yang dihasilkan juga semakin tinggi. Dari hasil uji F

statistik diperoleh Fhitung (245,2472) > Ftabel (4,34) sehingga dapat disimpulkan bahwa

variasi konsentrasi urea pada analisis menggunakan sensor kertas berpengaruh

terhadap intensitas yang dihasilkan dengan taraf kepercayaan 95%.

4.3 Pengaruh Variasi Konsentrasi Pengganggu (Fosfat, Kalium dan Oksalat)


dan Urea 250 ppm terhadap Selektivitas Sensor.

7
Urin manusia mengandung berbagai macam ion ataupun senyawa. Adanya ion

dan senyawa yang terkandung dalam urin akan ikut bereaksi ketika direaksikan

dengan reagen tertentu. Oleh karena itu untuk melakukan uji urea perlu diketahui pula

apakah kehadiran senyawa lain tersebut berpengaruh atau tidak terhadap hasil analisis

sehingga sensor kertas yang akan digunakan memiliki selektivitas yang tinggi.

Pada bagian ini dilakukan pengukuran intensitas pada variasi konsentrasi

pengganggu sebagai berikut: fosfat dengan konsentrasi 350, 400, 450, 500 dan 550

ppm, kalium dengan konsentrasi 1000, 1250, 1500, 1750 dan 2000 ppm, serta oksalat

dengan konsentrasi 300, 600, 900, 1200 dan 1500 ppm. Variasi konsentrasi dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi masing-masing pengganggu

terhadap intensitas yang dihasilkan. Masing-masing pengganggu kemudian

diinjeksikan ke dalam sensor kertas yang mengandung urea dengan konsentrasi 250

ppm sesuai kadar normal di dalam urin kemudian difoto. Gambar yang dihasilkan

dianalisis menggunakan microsoft Visual c# 2010 express untuk mengetahui

intensitasnya. Perbandingan intensitas urea kontrol (250 ppm) dan masing-masing

pengganggu ditunjukan pada grafik berikut.

8
128
126
124

Intensitas Red (I-I0)


122
120
118
116
114
112
110
108
350 400 450 500 550
Konsentrasi Fosfat (ppm)

Gambar 6. Grafik hubungan antara variasi konsentrasi pengganggu Fosfat

dengan intensitas

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa zat pengganggu fosfat

memberikan pengaruh yang besar terhadap pengukuran intensitas urea. Hal ini dapat

diamati pada perubahan intensitas merah yang dihasilkan dari variasi konsentrasi

fosfat tidak konstan. Perubahan warna sensor yang ditandai dengan intensitas warna

merah berbanding lurus dengan perubahan konsentrasi urea dan pengganggu yang

ditambahkan, di mana semakin tinggi konsentrasi urea dan pengganggu maka warna

merah muda yang terbentuk tampak semakin cerah dan intensitas merah yang

dihasilkan juga semakin tinggi.

Penambahan pengganggu asam fosfat tersebut memeberikan perubahan warna

yang sangat signifikan dibandingkan dengan intensitas rata-rata yang dihasilkan pada

pengukuran urea pada kadar normal 250 ppm yaitu 29,158. Hal ini dikatakan pada

9
penelitian Ratnam dan Anipindi (2012) tentang pembentukan senyawa kompleks

pada senyawa Fe (III) dengan triazin, disebutkan bahwa penggunaan fosfat akan

meningkatkan kemampuan oksidasi dari Fe (III) dalam membentuk kompleks dengan

triazin.

Berdasarkan hasil uji F statistik diperoleh Fhitung untuk pengganggu fosfat

sebesar 69.784 dengan Ftabel = 4.34. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa nilai

Fhitung fosfat lebih besar dari Ftabel (Fhitung = 69.784 ˃ Ftabel = 4.34) sehingga dapat

disimpulkan bahwa pengganggu tersebut memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap analisis urea pada taraf kepercayaan 95%.

124
122
120
Intensitas Red (I-I0)

118
116
114
112
110
108
106
104
102
1000 1250 1500 1750 2000
Konsentrasi Kalium (ppm)

Gambar 7. Grafik hubungan antara variasi konsentrasi pengganggu Kalium

dengan intensitas

10
Sama halnya dengan fosfat, penambahan kalium sebagai pengganggu dalam

analisis urea juga memberikan pengaruh yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat

pada intensitas merah yang dihasilkan semakin tinggi ketika konsentrasi pengganggu

yang ditambahkan semakin besar. Hal ini disebabkan karena pada saat reagen DAM -

TSC dan FeCl3 direaksikan dengan kalium yang telah ditambahkan urea maka salah

satu reaksi yang dapat terjadi yaitu ion K+ akan berekasi dengan ion Cl- dari FeCl3

membentuk garam besi klorida (FeCl) sehingga reaksi pembentukannya berjalan

lebih optimal yang membentuk kompleks warna yang lebih optimal pula.

Berdasarkan hasil uji F statistik diperoleh Fhitung untuk pengganggu kalium

sebesar 82.666 dengan Ftabel = 4.34. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa nilai

Fhitung fosfat lebih besar dari Ftabel (Fhitung = 82.666 ˃ Ftabel = 4.34) sehingga

dapat disimpulkan bahwa pengganggu tersebut memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap analisis urea pada taraf kepercayaan 95%.

11
124
123

Intensitas Red (ppm)


122
121
120
119
118
117
116
115
300 600 900 1200 1500
Konsentrasi Oksalat (ppm)

Gambar 8. Grafik hubungan antara variasi konsentrasi pengganggu Oksalat

dengan intensitas.

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa zat pengganggu oksalat juga

memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pengukuran intensitas urea seiring

dengan peningkatan konsentrasi oksalat. Hal ini disebabkan karena oksalat dapat

meningkatkan kadar reagen DAM-TSC ketika direaksikan dengan urea. Selain itu,

ketika oksalat direaksikan dengan reagen DAM-TSC dan FeCl3 maka akan terjadi
-2
reaksi antara ion oksalat (C2O4) dengan ion Fe+3 dari FeCl3 membentuk senyawa

Fe2(C2O4)3. Pembentukan senyawa tersebut akan mengoptimalkan reaksi yang terjadi

sehingga hal ini juga akan berpengaruh pada kompleks warna yang terbentuk.

Semakin tinggi konsentrasi oksalat yang ditambahakan maka akan semakin optimal

reaksi yang terbentuk menyebabkan intensitas warna yang terbentuk juga akan

semakin besar.

12
Berdasarkan hasil uji F statistic, diperoleh Fhitung untuk pengganggu oksalat

sebesar 144.093 dengan Ftabel = 4.34. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa nilai

Fhitung oksalat (Fhitung = 144.093 ˃ Ftabel = 4.34) sehingga dapat disimpulkan bahwa

pengganggu oksalat tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap analisis

urea pada taraf kepercayaan 95%.

4.4 Pengaruh Kombinasi Pengganggu (Fosfat, Kalium dan Oksalat) terhadap

Selektivitas Sensor.

Dari hasil uji statistik (uji F) yang telah dilakukan terhadap variasi konsentrasi

pengganggu, diamati bahwa fosfat, kalium dan oksalat memberikan pengaruh yang

nyata terhadap intensitas merah yang dihasilkan pada sensor kertas. Hal tersebut

dapat dilihat berdasarkan Fhitung yang diperoleh masing-masing pengganggu lebih

besar dari Ftabel. Pada bagian ini akan dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh

variasi konsentrasi dari kombinasi fosfat, kalium dan oksalat terhadap analisis urea.

Langkah yang dilakukan yakni melakukan pengukuran urea 250 ppm dan

ditambahkan pada variasi konsentrasi pengganggu sebagai berikut : fosfat + kalium:

350 ppm – 1000 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di bawah ambang batas dan

konsentrasi kalium di bawah ambang batas), 350 ppm – 1700 ppm (kombinasi

konsentrasi fosfat di bawah ambang batas dan kalium di atas ambang batas), 550 ppm

– 1700 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di atas ambang batas dan kalium di atas

13
ambang batas), 550 ppm – 1000 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di atas ambang

batas dan kalium di bawah ambang batas); kalium + oksalat : 1000 ppm – 300 ppm

(kombinasi konsentrasi kalium di bawah ambang batas dan konsentrasi oksalat di

bawah ambang batas), 1000 ppm –1500 ppm (kombinasi konsentrasi kalium di

bawah ambang batas dan oksalat di atas ambang batas), 1700 ppm – 1500 ppm

(kombinasi konsentrasi kalium di atas ambang batas dan oksalat di atas ambang

batas), 1700 ppm – 300 ppm (kombinasi konsentrasi kalium di atas ambang batas

dan oksalat di bawah ambang batas); fosfat + oksalat : 350 ppm – 300 ppm

(kombinasi konsentrasi fosfat di bawah ambang batas dan konsentrasi oksalat di

bawah ambang batas),350 ppm – 1500 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di bawah

ambang batas dan oksalat di atas ambang batas), 550 ppm – 1500 ppm (kombinasi

konsentrasi fosfat di atas ambang batas dan oksalat di atas ambang batas), 550 ppm –

300 ppm (kombinasi konsentrasi fosfat di atas ambang batas dan oksalat di bawah

ambang batas); fosfat + kalium+ oksalat : 350 ppm – 1000 ppm – 300 ppm (

kombinasi konsentrasi di bawah ambang batas), 550 ppm – 1700 ppm – 1500 ppm

(kombinasi konsentrasi di atas ambang batas). Pengaruh dari kombinasi zat

pengganggu dapat diketahui dari intensitas merah yang dihasilkan serta nilai uji

statistik (Uji F) yang diperoleh. Masing-masing variasi konsentrasi dari pengganggu

kemudian diinjeksikan ke dalam sensor kertas yang mengandung urea dengan

konsentrasi 250 ppm lalu difoto menggunakan , Smartphone Samsung Galaxi J7 Pro

14
(kualitas kamera 13 megapiksel) dan gambar yang dihasilkan dianalisis

menggunakan aplikasi microsoft Visual c# 2010 express.

Perbandingan antara kombinasi pengganggu yang mengandung urea 250 ppm

dan intensitas merah yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

160

140

120
Urea
Intensitas Red (I-I0)

100
Fosfat + Kalium
80
Fosfat + Oksalat
60
Kalium + Oksalat
40

20 Fosfat + Kalium +
Oksalat
0
U BB BA AA AB aa bb
Kombinasi Variasi Konsentrasi Pengganggu dan Urea 250
ppm

Gambar 9. Grafik hubungan antara variasi konsentrasi dari kombinasi pengganggu

dengan intensitas.

Keterangan :

U : Urea 250 ppm


BB : Kombinasi konsentrasi pengganggu dibawah ambang batas

BA : Kombinasi konsentrasi pengganggu dibawah ambang batas dan di atas


ambang batas

15
AA : Kombinasi konsentrasi pengganggu diatas ambang batas

AB : Kombinasi konsentrasi pengganggu di atas ambang batas dan di bawah


ambang batas
bb : Kombinasi konsentrasi ketiga pengganggu (Fosfat-Kalium-Oksalat) di
bawah ambang batas
aa : Kombinasi ketiga pengganggu (Fosfat-Kalium-Oksalat) di atas ambang
batas.

Dari grafik di atas dapat diamati bahwa terjadi perubahan intensitas secara

signifikan ketika dilakukan pengukuran dengan mengkombinasikan variasi

konsentrasi pengganggu. Kombinasi fosfat, kalium dan oksalat turut mempengaruhi

intensitas merah yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan ketika dilakukan kombinasi

antara dua pengganggu atau tiga pengganggu, terjadi reaksi antara pengganggu

tersebut dan juga reaksi antara pengganggu dengan reagen DAM-TSC dan FeCl3

sehingga menghasilkan intensitas merah yang berbeda-beda pula. Pada kombinasi

antara dua pengganggu, kombinasi fosfat-kalium menghasilkan intensitas tertinggi

pada konsentrasi 550-1700 ppm (Kombinasi konsentrasi di atas ambang batas),

sedangkan intensitas terendah pada kombinasi fosfat-oksalat dengan konsentrasi

350-350 ppm (Kombinasi konsentrasi dibawah ambang batas). Pada kombinasi 3

pengganggu, peningkatan intensitas berbanding lurus dengan konsentrasi. Kombinasi

ketiga pengganggu yaitu fosfat-kalium-oksalat dengan konsentrasi di atas ambang

batas memiliki intensitas tertinggi. Secara kolorimetri perubahan warna sensor yang

ditandai dengan intensitas warna (Ired) berbanding lurus dengan perubahan

konsentrasi sampel yang diinjeksi. Semakin tinggi konsentrasi pengganggu yang

ditambahkan maka akan semakin besar intensitas yang dihasilkan. Ketika kombinasi

16
fosfat-kalium-oksalat diinjeksi pada sensor kertas yang mengandung urea,

menghasilkan perubahan warna dari putih menjadi merah muda dengan warna yang

lebih mencolok.

Berdasarkan hasil uji F statistik, diperoleh Fhitung berturut-turut untuk tiap

kombinasi sebagai berikut; fosfat-kalium : 82,9285; kalium-oksalat: 38,2324; fosfat-

oksalat: 15,0213. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa nilai F hitung

(82,9285; 38,2324; 15,0213) > Ftabel (4,34). Dengan demikian dapat dinyatakan

bahwa kombinasi antara dua pengganggu dalam analisis urea menggunakan sensor

kertas memberikan pengaruh dengan taraf kepercayaan 95%.

17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :

1. Variasi konsentrasi pengganggu fosfat, kalium dan oksalat yang mengandung

urea berpengaruh pada perubahan warna sensor dan intensitas yang dihasilkan

dengan taraf kepercayaan 95%. Hal ini dibuktikan dengan nilai F statistik yang

diperoleh yaitu Fhitung untuk tiap-tiap pengganggu lebih besar dari Ftabel.

2. Variasi konsentrasi dari kombinasi pengganggu fosfat, kalium dan oksalat

berpengaruh pada analisis urea dengan taraf kepercayaan 95%.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan validasi metode untuk uji pengganggu lainnya agar dapat

meningkatkan penggunaan sensor kertas pada analisis konsentrasi urea.

2. Perlu dilakukan variasi metode untuk menghilangkan pengganggu yang turut

mempengaruhi proses analisis urea dalam urin.

18
19

Anda mungkin juga menyukai