Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR RANCANGAN KERJA KIMIA ANORGANIK

Sintesis Nanopartikel Karbon (C-Dot) Berfluoresens


LEMBAR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK
Sintesis Nanopartikel Karbon (C-Dot) Berfluoresens

Nama : Aditya Widianto Kelompok : B


NIM : G44190059 Asisten : Alvian Dea Yuliyani
Tanggal : 8 Maret 2021 PJP : Dr. Noviyan Darmawan, M.Sc

Data Hasil Pengamatan


Tabel 1 Sintesis tawas dari alumunium kaleng bekas
Kadar urea Bobot (g) Rendemen
(%) Asam sitrat Urea Total C-dots (%)
0 4,1611 0 4,1611 0,5088 12,2275
5 3,6348 0,4102 4,045 1,4999 37,0803
15 3,4287 0,6139 4,0426 1,9928 49,2950
35 2,6184 1,4283 4,0467 2,3035 56,9229
100 0 4,0298 4,0298 2,0965 52,0249
Contoh perhitungan kadar urea 35%:
1. Total bobot prekursor = bobot asam sitrat + bobot urea
= 2,6184 gram + 1,4283 gram = 4,0467 gram
Bobot C−dots
2. Rendemen = x 100%
Bobot prekursor
2,3035 gram
= x 100% = 56,9229 %
4,0467 gram

Tabel 2 Hasil spektrum FTIR


Kadar Bilangan
No Gugus fungsi
urea (%) gelombang (/cm)
1 Alkohol (-OH) 3588
2 Alkana ( -C-C- ) 2938
3 Senyawa aromatik 1845
4 Halida asam terkonjugasi (-COX) 1777
5 Sulfat (SO42-) 1414
0
6 Fenol (-OH) / Sulfonil bromida 1386
7 Amina (-RNH2) 1229
8 Alkohol primer (-OH) 1072
9 Alkena (-C=C-) 920
10 Alkena (-C=C-) 737
1 Alkohol (-OH)/ Asam karboksilat (-COOH) 3223
2 Alkohol (-OH)/ Asam karboksilat (-COOH) 3082
5
3 Alkana (-C-C-) 2944
4 Fenil ester (-O-) 1768
5 Aldehida (-COH) 1710
6 Alkohol tersier atau fenol (-OH) 1407
7 Sulfonamida sulfonate 1355
8 Amina sekunder aromatik (-NH-) 1283
9 Sulfonat (−S(=O)₂−O-) 1184
10 Alkohol primer (-OH) 1083
11 Akena (-C=C-) 925
12 Alkena (-C=C-) 897
13 Alkena (-C=C-) 785
14 Senyawa bromida (-Br) 667
15 Senyawa bromida (-Br) 638
1 Asam karboksilat (-COOH) 3209
2 Asam karboksilat (-COOH)/ Aldehid (-COH) 1701
3 Asam karboksilat (-COOH) /Sulfonil bromida 1405
4 15 Nitro (−NO2) 1353
5 Ester (-O-)/ Sulfonat (−S(=O)₂−O-) 1182
6 Alkena (-C=C-) 776
7 Senyawa bromida (-Br) 638
1 Alkohol(-OH)/Asam karboksilat (-COOH) 3198
2 Aldehid (-COH) 1702
3 Alkohol(-OH) 1352
4 Alkohol sekunder (-OH) 1186
35
5 Alkena (-C=C-) 775
6 Senyawa bromida (-Br) 666
7 Senyawa bromida (-Br) 639
8 Senyawa bromida (-Br) 591
1 Alkohol (-OH) 3448
2 Alkohol (-OH) 3347
3 Asam karboksilat (-COOH)/ Aldehid (-COH) 2801
4 Asam karboksilat (-COOH)/ Aldehid (-COH) 2640
5 Tiol (-SH) 2475
6 Karbon dioksida (CO2) 2321
100
7 Thiocyanate (-SCN)/Alkena (-C=C-) 2181
8 Keton (R=O) 1683
9 Amina (-C=N-)/ Alkena terkonjugasi (-C=C-) 1626
10 Alkana (-C-C-) 1466
11 amina sekunder (-NH-)/ eter (-O-) 1154
12 Alkohol primer (-OH)/sulfoksida (-SO) 1063
13 Alkena (-C=C-) 1003
14 Alkena (-C=C-) 788
15 Alkena (-C=C-) 718
16 Senyawa bromida (-Br) 573
17 Senyawa bromida (-Br) 559

Gambar pengamatan:

Gambar 1 C-dots hasil sintesis Gambar 4.1 spektrum Spektrum IR


kadar urea 0 %

Gambar 2 Pendaran C-dots pada lampu Gambar 4.2 spektrum Spektrum IR


UV 255 nm kadar urea 5 %

Gambar 3 Pendaran C-dots pada lampu Gambar 4.3 spektrum Spektrum IR


UV 366 nm kadar urea 15 %
Gambar 4.4 spektrum Spektrum IR Gambar 4.5 spektrum Spektrum IR
kadar urea 35 % kadar urea 100 %

Gambar 5.1 C-dots deteksi ion logam Gambar 5.2 C-dots deteksi ion logam
Fe2+ (Anam et al. 2016). Fe3 (Anam et al. 2016).

Pembahasan
Carbon nanodots (C-Dots) adalah bahan karbon baru yang berukuran
nanopartikel yang berdimensi nol dengan ukuran 2-10 nm serta memiliki karakteristik
menyerupai logam berat berbasis quantum dots dengan sifat berpendar dan dapat
disintesis dari berbagai sumber karbon (Rahmayanti et al. 2015). C-dot memiliki
beberapa kelebihan yang dimilikinya, yaitu larut baik dalam air, bahan baku murah,
tidak menggunakan logam berat, sifat fotoluminesens yang kuat, proses sintesis efisien,
fotostabilitas yang baik, serta toksisitas yang rendah (Yang et al. 2013). C-dots dapat
diaplikasikan dibidang kimia analitis, terutama lingkungan, sensor biologi dan
pencitraan. Selain itu C-dots juga dapat diaplikasikan sebagai agen pembawa obat dan
gen, agen pengembangan bakteri, fotokatalisator, optoelekronik (Wamg et al. 2017).
Beragam metode telah dikembangkan untuk mensintesis C-Dots. Metode
dalam sintesis C-Dots secara umum diklasifikasikan kedalam dua cara, yaitu : metode
top-down dan bottom-up (Baker et al. 2010). Pada praktikum ini menggunakan metode
bottom-up. Metode bottom-up dibagi lagi menjadi beberapa metode diantaranya
metode pemanasan sederhana, supported synthesis dan microwave. Metode microwave
menyediakan energi yang homogen, intensif, efisien, mencapai reaksi dalam waktu
sangat singkat, serta dapat mencapai suhu tinggi. Prinsip dari metode microwave yaitu
menggetarkan molekul sehingga menghasilkan C-Dots yang lebih unggul karena
proses penggetaran yang menyebabkan rantai-rantai karbon mengalami penyusunan
ulang sehingga hasilnya tidak banyak mengurangi kadar air dalam larutan dan tidak
akan dihasilkan C-Dots berupa gel (Rahmayanti et al. 2015).
Sintesis C–dot dari asam sitrat dan urea berlangsung melalui 4 tahap reaksi,
yaitu dehidrasi, polimerisasi, karbonisasi, dan pasivasi. Reaktan akan terionisasi di
dalam larutan, selama proses pemanasan akan mengalami dehidrasi dilanjutkan dengan
polimerisasi. Reaksi polimerisasi memicu terjadinya suatu proses nukleasi tunggal
spontan, dilanjutkan dengan pertumbuhan akibat adanya difusi zat terlarut pada
permukaan partikel. Keberhasilan sintesis C-dot ini dapat diketahui dari spektrum UV-
Vis dan fluoresens. Spektrum UV-Vis akan menunjukkan serapan baru yang dihasilkan
oleh C-dot pada panjang gelombang tertentu apabila dibandingkan dengan bahan awal.
Sementara spektrum fluoresens akan menghasilkan intensitas fluoresens yang kuat
pada panjang gelombang emisi maksimum saat dieksitasi di panjang gelombang
tertentu.
Kehadiran emisi fluoresens dari sampel yang dikarbonisasi dapat menunjukkan
adanya C-dot. Mekanisme terjadinya fluoresens pada C-dot yang dilakukan oleh Sun
et al. (2006) menyatakan peristiwa fotoluminesen yang terjadi pada C-dot yang
mengalami pasivasi pada permukaannya disebabkan oleh adanya perangkap energi
permukaan yang menghasilkan kestabilan emisi. Hal ini terjadi akibat adanya kurungan
kuantum dari perangkap energi emisi pada permukaan partikel, dimana perbandingan
antara permukaan-volume partikel mempengaruhi partikel yang mengalami pasivasi
pada permukaannya agar menghasilkan fotoluminesens yang kuat.
Asam sitrat yang merupakan asam organik berperan sebagai sumber karbon,
dan gugus karboksil serta berperan sebagai fasilitator terjadinya reaksi dehidrasi dan
karbonisasi. Semakin banyak gugus karboksil, reaksi dehidrasi dan karbonisasi akan
berlangsung dengan baik. Urea digunakan sebagai agen pasivasi permukaan C–dot,
yang berperan dalam meningkatkan sifat fotoluminesens C–dot. Fungsi urea dapat
digantikan oleh senyawa lain yang memiliki atom nitrogen dalam strukturnya, seperti
dietilamina. Perlkauan pemanasan di dalam oven mikrogelombang bertujuan untuk
melakukan reaksi karbonisasi yang ditandai perubahan warna larutan dari kuning
menjadi kecoklatan hingga terbentuk padatan berwarna hitam kecoklatan. Penambahan
urea akan mampu meningkatkan intensitas pendaran C-dot dari asam askorbat.
Semakin meningkatnya kadar urea maka pendaran C-dot di bawah lampu ultraviolet
akan semakin meningkat juga akibat penambahan rendemen yang dihasilkan. Hasil
rendemen menunjukkan dalam setiap penambahan urea dengan kadar 0, 5, 15, 35,
100% akan mendapatkan hasil rendemen berturut-turut sebesar 12.2275, 37.0803,
49.2950, 56.9229, 52,0249. Hasil rendemen yang menurun pada penambahan kada
100% akibat kandungan pada sampel sepenuhnya diisi oleh bobot urea.
Keberhasilan sintesis C-dot ini dapat diketahui dari spektrum UV-Vis dan
fluoresens. Spektrometer UV-Vis digunakan dalam pengujian dan karakterisasi C-Dots
hasil sintesis yang dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisis yang meliputi warna dan
spektrum absorbansinya. Spektrum UV-Vis akan menunjukkan serapan baru yang
dihasilkan oleh C-dot pada panjang gelombang tertentu apabila dibandingkan dengan
bahan awal. Larutan encer C-dot yang dihasilkan dari asam sitrat dan urea
menampilkan warna coklat muda di bawah sinar tampak dan memancarkan cahaya biru
kehijuan yang intens di bawah sinar UV 366 nm, dengan emisi fluoresens maksimum.
Pengujian UV 366 nm juga digunakan untuk mengukur pengurangan intensitas
pendaran apabila larutan C-dots ditambahkan dengan larutan ion logam. Pengukuran
FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada permukaan C-dot
yang berasal dari asam sitrat. Fourier Transform InfraRed (FTIR) juga dapat
digunakan untuk memperoleh nilai lebar celah pita energi serta mengetahui struktur
unitnya (Rahmayanti et al. 2015).
. Dalam praktikum ini, praktikan mengambil pengaruh penambahan larutan
logam Fe dalam larutan C-dots. Uji kemampuan sensor ion logam berat C-dot ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh intensitas pendaran C-dot. Kemampuan
nanopartikel karbon dapat bertindak sebagai sensor untuk mendeteksi ion logam berat
karena sifat toksisitasnya yang rendah dan meminimalisir pencemaran lingkungan.
Berdasarkan literatur yang didapat penambahan ion Fe baik dalam muatan +2 atau +3
tidak terjadi pengaruh yang signifikan terhadap pendaran dibawah UV-366nm. Hal ini
karena penambahan ion logam Fe ini tidak terlalu selektif terhadap larutan C-dots
(Anam et al. 2016).

Kesimpulan
C-dot dapat disintesis dari asam sitrat dan urea dengan menggunakan metode
oven microwave. Asam sitrat berperan sebagai sumber karbon, dan gugus karboksil
serta berperan sebagai fasilitator terjadinya reaksi dehidrasi dan karbonisasi. Urea
digunakan sebagai agen pasivasi permukaan C–dot, yang berperan dalam
meningkatkan sifat fotoluminesens. Penggunaan spektrum UV-Vis, UV- 366, dan
FTIR merupakan instrumen yang digunakan dan memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Uji kemampuan sensor larutan C-dot terhadap larutan ion logam Fe tidak menunjukkan
selektif.

Daftar Pustaka
Anam I, Yuejun T, Xudong W, Deyan G, Yali G, Kanwal I, Zhiping W, Weisheng L,
Wenwu Q. 2016. Carbon dots prepared by solid state method via citric acid and
1,10-phenanthroline for selective and sensing detection of Fe2+ and Fe3+. Sensors
and Actuators B: Chemical. 237: 408-415. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.snb.2016.06.126
Baker SN, Baker GA. 2010. Luminescent carbon nanodots: Emergent
nanolights. Angenwandte International Edition Chemie. 49(38): 6726-6744. doi:
https://doi.org/10.1002/anie.200906623.
Rahmayanti HD, Aji MP, Sulhadi. 2015. Sintesis carbon nanodots sulfur (c-dots sulfur)
dengan metode microwave. Unnes Physics Journal. 4(1): 1-8.
Sun YP, Zhou B, Lin Y, Wang W, Fernando KAS, Pathak P, Meziani MJ, Harruff BA,
Wang X, Wang H et al. 2006. Quantum-sized carbon dots for bright and colorful
photoluminescence. Journal of the American Chemical Society. 128(24):7756-
7757. doi:10.1021/ja062677d.
Yang Z, Li Z, Xu M, Ma Y, Zhang J, Su Y, Gao F, Wei H, Zhang L. 2013. Controllable
synthesis of fluorescent carbon dots and their detection application as
nanoprobes. Nano-Micro Lett. 5(4):247- 259.doi:10.5101/nml.v5i4.p247-259.
Wang J, Qilong L, Zhou JE, Wang Y, Yu L, Peng H, Zhu J. 2017. Synthesis,
characterization and cells and tissues imaging of carbon. Optical Materials
ELSEVIER. 72: 15-19. doi: 10.1016/j.optmat.2017.05.047.
LEMBAR RANCANGAN KERJA KIMIA ANORGANIK
Sintesis Senyawa Klaster Tetrainti Cu(I)-Piridinaiodida
LEMBAR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK
Sintesis Senyawa Klaster Tetrainti Cu(I)-Piridinaiodida

Nama : Aditya Widianto Kelompok : B


NIM : G44190059 Asisten : Alvian Dea Yuliyani
Tanggal : 8 Maret 2021 PJP : Dr. Noviyan Darmawan, M.Sc

Tabel 1 Sintesis CuI


Sampel Bobot (g) % Hasil

CuI 0,2456 51,7052


Reaksi sintesis CuI:
2KI + 2CuSO4 + SO2 + 2H2O → K2SO4 + 2CuI + 2H2SO4
M 6mmol 2,5mmol 1,59mmol
R 2,5mmol 2,5 mmol 1,25mmol 2,5mmol 1,25mmol 2,5mmol 2,5mmol
S 3,5mmol - 0,34mmol 2,5mmol 1,25mmol 2,5mmol 2,5mmol

Contoh perhitungan:
1. Mol CuSO4 = M CuSO4 x V CuSO4 = 0,5 M x 5 mL = 2,5mmol
2. Mol KI = M KI x V KI = 1M x 6 mL = 6mmol
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑁𝑁𝑁𝑁2𝑆𝑆𝑆𝑆3 0,2 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔
3. Mol SO2 = Mol Na2SO3 = = = 1,59 mmol
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑁𝑁𝑁𝑁2𝑆𝑆𝑆𝑆3 126 𝑔𝑔/𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
4. Massa teoritis CuI = mol CuI X Mr CuI
= 2,5 mmol x 190 gram/mol = 0,4750 gram
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
5. Persen (%) hasil = x 100%
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
0,2456 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔
= x 100% = 51,7052%
0,4750 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔

Tabel 2 Sintesis Cu4I4py4


Sampel Bobot (g) % Hasil
Cu4I4py4 0,9593 82,6270
Reaksi sintesis Cu4I4Py4:

M: 4,4mmol 4,3mmol
R: 4,3mmol 4,3mmol 1,075mmol
S: 0,1 mmol 0mmol 1,075mmol

Contoh perhitungan:
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 0,8393 𝑔𝑔
1. Mol CuI = = = 0,0044 mol = 4,4 mmol
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐼𝐼 190,45 𝑔𝑔/𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 0,34 𝑔𝑔
2. Mol Py = = = 0,0043mmol = 4,3 mmol
𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 79.101 𝑔𝑔/𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
3. Massa Cu4I4py4 = mol Cu4I4py4 x Mr Cu4I4py4
= 0,001075mol x 1080 gram/mol = 1,161 gram
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 0,9593 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔
4. % hasil = x 100% = x 100% = 82,6270%
Massa Cu4I4py4 1,1610 gram

Tabel 3 Hasil Spektrum IR Cu4I4py4


Bilangan gelombang
No Gugus fungsi
(/cm)
1 Alkohol (-OH) 3745
2 Alkohol (-OH) 3445
3 Alkohol (-OH) 3455
4 Alkohol (-OH) 3468
5 Tiol (-SH) 2538
6 Senyawa aromatik (-C-H-) 1843
7 Alkana (-C-C-) 1481
8 Alkana (-C-C)/ Asam Karboksilat (-COOH) 1443
9 Vinil Eter (-O-C=C) 1215
10 Sulfoksida (-SO) 1065
11 Sulfoksida (-SO) 1038
12 Alkena (-C=C-) 981
13 Alkena (-C=C-) 750
14 Alkena (-C=C-) 697
15 Senyawa halo (-R-I) 663
16 Senyawa halo (-R-I) 442
Gambar pengamatan:

Gambar 1 Hasil sintesis Cu4I4py4 Gambar 3 Karakterisasi dengan lampu


UV 366 nm

Gambar 2 Karakterisasi dengan lampu Gambar 4 spektrum FTIR Cu4I4py4


UV 254 nm

Pembahasan:
Luminesensi adalah fenomena fisika berupa pancaran cahaya dari suatu bahan
yang tidak panas. Luminesensi merupakan suatu peristiwa berupa pancaran cahaya
akibat adanya emisi dari suatu zat. Emisi cahaya yang dihasilkan suatu senyawa bukan
berasal dari panas, namun sebuah bentuk radiasi benda dingin. Luminesens dapat
dihasilkan dari reaksi kimia, gerakan subatomik, energi listrik, dan tekanan pada kristal
(piezoelektrik) (Parmeggiani dan Sacchetti 2012). Senyawa klaster merupakan
gabungan dua atom logam atau lebih yang membentuk ikatan logam-logam. Kompleks
kluster logam adalah kompleks polinuklir yang terbangun dari tiga atau lebih atom
logam transisi dengan ikatan antar logam terkoordinasi dengan ligan membentuk
polihedral, misalnya segitiga, tetrahedral reguler, oktahedral reguler atau ikosahedral.
Adanya interaksi ikatan, senyawa tersebut juga dapat diklasifikasikan dalam senyawa
kluster (Henrik et al. 1987). Klaster tetrainti tembaga(I) iodide [Cu4I4py4]
menghasilkan paparan luminesens dan mudah disintesis yang menarik, baik dalam
bentuk padatan ataupun di dalam beberapa jenis pelarut. Klaster tetrainti tembaga(I)
iodida memiliki perbandingan Cu(I), iodin, dan piridina dalam senyawa sebesar 1:1:1
secara stoikiometrik. Kluster Cu4I4py4 berbentuk padatan, berwarna pada cahaya
tampak dan berfluoresens dengan warna kuning jika dipaparkan lampu UV pada
temperatur ruang dan berfluoresens dengan warna violet ketika didinginkan dengan
nitrogen cair (Ravaro et al. 2016).
Sintesis klaster tetrainti tembaga(I) iodida diawali oleh pembentukkan
tembaga(I) iodida sebagai prekursor. Senyawa ini dibentuk dari reaksi antara
tembaga(II) sulfat yang berfungsi sebagai penyumbang atom Cu dengan kalium iodida
dalam suasana asam yang berfungsi sebagai penyumbang atom I. Penambahan latutan
natrium sulfit bertujuan untuk mereduksi tembaga(II) menjadi tembaga(I) yang
berwarna kecoklatan. Proses purifikasi Tembaga(I) iodida hasil sintesis dilakukan
dengan melarutkan tembaga(I) iodida didalam larutan KI pada suhu 65OC.
Penambahan arang aktif selama proses purifikasi digunakan untuk menjerap warna dari
tembaga(I) iodida. Hasil pengamatan sintesis menunjukan dari CuSO4 0,5 M 5 ml, KI
1M 6 mL serta penambahan Na2SO3 0,2 gram dapat menghasilkan rendemen atau
persen hasil sintesis CuI yang terbentuk sebesar 51,7052%. Faktor kesalahan yang
menyebabkan hasil rendemen kurang optimal akibat mungkin pemasukan jumlah
kuantitas senyawa saat direaksikan tidak sesuai atau pengaruh sifat fisis dari setiap
prekursor yang direaksikan. Pemanasan yang kurang optimal, penambahan larutan KBr
dalam larutan C-dot yang kurang baik serta pengocokan larutan yang kurang homogen
juga dapat menjadi sebab hasil rendemen yang terbentuk kurang baik.
Penambahan asetonitril sebagai pelarut dan akuades berfungsi untuk membantu
proses pengendapan dalam reaksi pembentukan klaster [Cu4I4py4]. Tembaga(I) iodida
bertindak sebagai inti prekursor pembentukkan klaster [Cu4I4py4], sedangkan piridina
bertindak sebagai ligan yang berikatan dengan Cu+. Dalam reaksi untuk mencegah
proses oksidasi Cu+ menjadi Cu2+ digunakan pereaksi tambahan berupa asam askorbat
dan kalium iodida. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebanyak 0,8393 gram CuI
yang digunakan untuk mensintesis klaster [Cu4I4py4] dengan 0,34 gram pyridina
menghasilkan rendemen sebesar 82,6270%. Hasil rendemen yang didapatkan kurang
optimal bisa dimungkinkan penambahan asetonitril yang kurang baik dalam proses
pengendapan bobot [Cu4I4py4] yang dihasilkan. Pengaruh pemanasan pada oven yang
tidak optimal, proses pengadukan yang tidak maksimal sehingga larutan tidak
homogen, penambahan asam askorbat yang kurang optimum sehingga Cu+ sebagaian
teroksidasi dapat juga menjadi penyebab hasil rendemen yang kurang baik.
Klaster [Cu4I4py4] pada cahaya tampak dan lampu UV dengan panjang
gelombang 366 nm dapat dilihat pada Gambar 3. Dalam cahaya tampak atau kondisi
ruangan penuh cahaya, klaster [Cu4I4py4] coklat keruh atau tidak berpendar, sedangkan
ketika dipaparkan lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm menghasilkan
pendaran berwarna kuning. Pendaran yang dihasilkan menunjukkan keberhasilan
sintesis senyawa klaster [Cu4I4py4]. Kyle et al. (1991) menyatkan spektrum Fourier
transform infrared (FTIR) klaster [Cu4I4py4] didominasi oleh transisi vibrasi dari
piridina. Gambar 4 menunjukan hasil Spektrum FTIR dari klaster [Cu4I4py4]. Terdapat
beberapa puncak dari hasil pembacaan gelombang yang dihasilkan yang menyatakan
karakteristik fisik gugus fungsi dalam senyawa [Cu4I4py4].
Kesimpulan
Klaster [Cu4I4py4] dapat disintesis menggunakan tembaga(I) iodida dan
piridina melalui serangkaian perlakuan. Klaster [Cu4I4py4] berwarna coklat keruh pada
cahaya tampak, sedangkan ketika dipaparkan lampu UV berwarna kuning. Klaster ini
mudah untuk disintesis dan menghasilkan paparan luminesens yang menarik, baik
dalam bentuk padatan ataupun di dalam beberapa janis pelarut. Spektrum FTIR dari
klaster [Cu4I4py4] menunjukan serapan yang didominasi oleh transisi vibrasi dari
piridina. Terdapat beberapa puncak dari hasil pembacaan gelombang yang dihasilkan
yang menyatakan karakteristik fisik gugus fungsi dalam senyawa [Cu4I4py4].

Daftar Pustaka
Henrik T, Bjerne SC, Nan-Yu T, Erik P, Wilhelm N, Achim M, Hartmut B, Bruno L.
1987. Inorganic cluster compounds as models for the structure of active sites in
promoted hydrodesulphurization catalysts. Journal of the Chemical Society,
Faraday Transactions 1: Physical Chemistry in Condensed Phases. 83: 2157-
2167. doi: https://doi.org/10.1039/F19878302157.
Kyle KR, Ryu CK, DiBenedetto JA, Ford PC. 1991. Photophysical studies in solution
of the tetranuclear copper(I) clusters Cu4I4L4 (L=pyridine or substituted
pyridine). J Am Chem Soc. 113(8): 2954-2965. doi: 10.1021/ja00008a026.
Parmeggiani F, Sacchetti A. 2012. Preparation and luminescence thermochromism of
tetranuclear copper(I)-pyridine-iodide clusters. J Chem Edu. 89(7): 946-949. doi:
10.1021/ed200736b.
Ravaro LP, Tiago RA, Rodrigo QA, Andrea SS. 2016. The polynuclear complex
Cu4I4py4 loaded in mesoporous silica: photophysics, theoretical investigation,
and highly sensitive oxygen sensing application. Dalton Transactions. 45:
17652–17661. doi: 10.1039/c6dt03121h.

Anda mungkin juga menyukai