Anda di halaman 1dari 19

Amina dan Amida

Amina dan amida yang lazim

Amina merupakan turunan dari amonia dengan 1 atau lebih atom hidrogennya digantikan oleh
gugus alkil. Penggantian 1, 2, dan 3 atom hidrogen berturut-turut menghasilkan amina primer
(1o), sekunder (2o), dan tersier (3o). Jadi, penggolongan primer, sekunder, dan tersier pada amina
didasarkan pada jumlah alkil yang terikat pada atom N, bukan pada atom Ca seperti pada alkil
halida atau alkohol. Beberapa contoh diberikan berikut ini:

CH3NH2 CH3NHCH2CH3 (C2H5)3N


Nama IUPAC aminometana metilaminoetana dietilaminoetana

Nama umum metilamina etilmetilamina trietilamina

Nama CA metanamina N-metiletanamina N,N-dietiletanamina

(Chemical Abstracts) (1o) (2o) (3o)

Selain ketiga golongan amina tersebut, terdapat pula diamina yang memiliki 2 gugus amino pada
satu molekul. Contohnya ialah heksametilenadiamina (1,6-diaminoheksana), H2N(CH2)6NH2,
yakni salah satu bahan baku pembuatan Nilon-6,6. Beberapa amina penting lainnya tergolong
amina aromatik dan heterosiklik. Amina aromatik memiliki sedikitnya 1 gugus amino melekat
pada cincin aromatik, sementara amina heterosiklik dicirikan oleh adanya 1 atau lebih atom N
sebagai bagian dari atom-atom penyusun cincin. Contohnya:
Sebagaimana akan Anda amati dalam percobaan hari ini, banyak kesamaan antara amina dan
amonia di samping kemiripan struktur molekulnya. Beberapa sifat fisiknya, terutama bau, dan
banyak reaksi kimianya juga serupa. Metilamina, dimetilamina, dan trietilamina adalah contoh
penyusun cairan bangkai ikan, fakta yang mengesankan baunya. Sifat kimia amonia dan amina
juga serupa, di antaranya ialah kebasaannya, yang juga akan Anda periksa dalam percobaan.

Jika pengasaman amina dilakukan dengan asam karboksilat, akan terbentuk garam amonium
karboksilat atau garam amonium karboksilat tersubstitusi. Pemanasan kedua bentuk garam ini
(kecuali garam amina 3o) menyebabkan dehidrasi (eliminasi molekul air) yang menghasilkan
amida:

Seperti halnya amina, banyaknya gugus alkil pada atom N menentukan apakah amida tergolong
primer (tak ada gugus), sekunder (satu gugus), atau tersier (dua gugus). Dua contoh diberikan di
bawah ini:
Dalam video pertama, kita akan membandingkan bau senyawaan amina dan amida berdasarkan
informasi yang dapat kita akses secara daring. Pertama, bandingkan bau etilamina dan larutan
amonia. Kemudian bandingkan bau etilamina, dietilamina, dan trietilamina. Catat bau amina
aromatik anilina dan amina heterosiklik piridina. Catat pula bau contoh amida yaitu asetamida,
samakah baunya dengan amonia?

Kemudian kita akan menguji kelarutan propilamina (atau t-butilamina) dalam air, dengan
mengocok 6 tetes amina ke dalam 1 mL air. Apakah kelarutan mereka berbeda secara signifikan?
Diskusikanlah bersama asisten Anda.

https://www.youtube.com/watch?v=1RMzUj4DN5k

Dengan mempertimbangkan informasi deskripsi bau serta titik didih yang bisa Anda dapatkan
dari situs PubChem, urutan ketajaman bau pada amina berikut yang benar ialah

Kebasaan amonia, amina, dan amida

Perbandingan kebasaan. Gunakkan beberapa tetes larutan 1 M dari masing-masing senyawa


berikut: amonia, etilamina, anilina, dan asetamida. Tentukan pH setiap larutan dengan indikator
pH universal. Perhatikan video berikut.

https://www.youtube.com/watch?v=bSnMLIKpaJ8

Kebasaan amina

Pasangan elektron pada atom N dapat menerima proton, atau dapat disumbangkan pada suatu
spesies tuna-elektron. Jadi, amina merupakan basa baik menurut Brönsted-Lowry maupun
menurut Lewis. Dalam air, seperti halnya amonia, ketiga jenis amina (primer, sekunder, dan
tersier) berturut-turut membentuk kation mono-, di-, dan trialkilamonium serta anion hidroksida.
Larutannya adalah basa lemah karena kesetimbangan bergeser jauh ke kiri. Persamaan reaksi
amonia dan amina primer dengan air digambarkan di sini (R- menyatakan gugus organik):

NH3 + H2O ⇄ NH4+ + OH-


RNH2 + H2O ⇄ RNH3+ + OH-
Kebasaan amina alifatik relatif sebanding (walaupun dalam beberapa hal lebih besar)
dibandingkan dengan amonia; misalnya:
pKb NH3 > CH3NH2 ≈ (CH3)2NH2 < (CH3)3N
4.70 3.36 3.29 4.23

Di sisi lain, kebasaan amina aromatik umumnya jauh lebih rendah daripada amina alifatik:

Penjelasan mengenai urutan kebasaan di atas terkait dengan efek induksi (gugus –CH3
merupakan pendorong elektron) dan juga efek resonansi (delokalisasi pasangan elektron bebas
pada atom N ke dalam cincin aromatik). Dapatkah Anda menjelaskannya?

Apakah amida bersifat basa?

Kontras dengan amina, amida merupakan basa sangat lemah dengan pKb bernilai 15–16.
Penyebabnya, pasangan elektron bebas pada atom N dapat didelokalisasikan ke atom O dari
gugus karbonil. Akibatnya, elektron itu kurang tersedia untuk menangkap proton atau untuk
didonorkan. Struktur resonansi amida dapat digambarkan sebagai berikut:
Reaksi amina dengan asam: pembentukan garam.

Berhubung amina bersifat basa lemah, tidak mengherankan jika senyawa ini (dan juga amonia)
bereaksi dengan asam kuat menghasilkan garam. Garam yang terbentuk dari amonia, amina 1o,
dan 2o masih memiliki atom hidrogen yang terikat pada atom nitrogen. Mereka disebut garam
amina. Sementara itu, garam dari amina 3o tidak lagi memiliki atom hidrogen tersebut, dan
dinamai garam amonium kuaterner (4o). Amina yang biasanya tidak larut dalam air, menjadi
larut dalam asam karena terbentuk garam yang larut-air:

Basahilah batang gelas pengaduk yang kering dan bersih dengan setetes etilamina, dekatkan
amina pada mulut botol yang berisi HCl pekat. Perhatikan apa yang terjadi.

Masukkan 10 tetes anilina pada 5 mL air dan aduklah. Apakah anilina larut? Sekarang
tambahkan beberapa tetes asam hidroklorida pekat, sambil diaduk, sampai larutan cukup asam
(periksa dengan kertas lakmus). Apakah anilina larut sekarang?
Kocoklah seujung sudip asam benzoat dalam 2 mL air. Apakah asam benzoat larut? Kemudian,
masukkan beberapa tetes etilamina sambil diaduk, sampai larutan menjadi basa (periksa dengan
kertas lakmus). Perhatikan perubahan kelarutan asam benzoat.

Amati hasil-hasilnya dalam video ini.

https://www.youtube.com/watch?v=vXqYMP3IleA

Hidrolisis asam amida

Amida merupakan turunan asam karboksilat. Jika dihidrolisis (direaksikan dengan air) dalam
suasana asam atau basa, ia akan kembali menjadi asam karboksilat. Ikatan amida merupakan
tulang-punggung dalam protein (disebut ikatan peptida). Jadi, pengenalan akan reaksi hidrolisis
ini sangat penting khususnya dalam mempelajari sistem hayati.

Asam karboksilat dan garam amonium terbentuk apabila amida primer dipanaskan dalam larutan
asam kuat HX:

Jika asam karboksilat cukup atsiri, senyawa ini dapat dideteksi dari baunya. Pembebasan amonia
terjadi apabila larutan hidrolisis dijadikan basa:

Sejalan dengan itu, hidrolisis-asam pada amida sekunder menghasilkan asam karboksilat dan
garam amonium tersubstitusi, yang menjadi amina primer ketika larutan dibasakan.
Larutkan sekitar 1 g asetamida dalam 5 mL asam sulfat 10% dalam tabung reaksi dan didihkan
larutan di atas pembakar. Identifikasi bau senyawa yang terbentuk dan gunakan kertas lakmus
biru untuk meyakinkan adanya uap. Catatlah pengamatan Anda.

Sekarang tambahkan tetesan larutan NaOH pekat pada larutan hidrolisis yang telah dingin,
sampai keadaannya basa (periksa dengan kertas lakmus). Gas apa yang Anda cium?

Perhatikan video ini dan cobalah untuk menuliskan semua persamaan reaksi yang terjadi sesuai
pengamatan.
https://www.youtube.com/watch?v=ot4MmAJze3k

Hidrolisis basa amida

Hidrolisis-basa pada amida primer menghasilkan garam karboksilat dan amonia:

Amonia dapat dideteksi dari baunya selama hidrolisis berlangsung, sementara anion karboksilat
dapat diubah menjadi asam karboksilat yang sedikit mengion dengan menambahkan asam encer
pada larutannya:
Jika amida sekunder dihidrolisis dengan basa, maka akan dihasilkan garam karboksilat dan
amina. Berhubung ikatan peptida dalam protein merupakan amida sekunder, ia juga dapat
dihidrolisis.

Urea, [CO(NH2)2] merupakan amida yang khas karena memiliki 2 gugus amino terikat pada
gugus karbonil. Senyawa ini adalah produk metabolisme asam amino dalam sel yang dikeluarkan
sebagai limbah dalam urine.

Larutkan 1 g urea dalam 2 mL NaOH 10% dalam tabung reaksi. Panaskan larutan perlahan-lahan
di atas api selama beberapa menit, dan catat bau gas yang dibebaskan. Sekarang buatlah larutan
menjadi asam (periksa dengan kertas lakmus) dengan menambahkan tetesan larutan H2SO4 10%.
Apakah terbentuk gas? Gas apa ini?

Perhatikan video berikut ini dan tuliskan semua persamaan reaksi yang terjadi dalam percobaan
ini.

https://www.youtube.com/watch?v=wlCpjzFW7do

Protein dan Asam amino

You have earned 0 point(s) out of 0 point(s) thus far.

Koagulasi protein

[Catatan] Video percobaan pertama bab ini, Hidrolisis Gelatin, belum bisa diselesaikan, sehingga
harap dibaca saja dari penuntun.

Isilah 5 buah tabung reaksi yang bersih dan kering, masing-masing dengan 2 mL larutan albumin
5%. Panaskan tabung 1 perlahan-lahan dengan api kecil. Catat suhu pada saat protein mulai
berkoagulasi. Pada keempat tabung lainnya, tambahkan masing-masing 4 mL etanol dan
beberapa tetes HCl pekat, HNO3 pekat, dan NaOH pekat. Amati perubahan yang terjadi pada
setiap tabung dan bandingkan hasilnya satu sama lain. Berikan simpulan Anda.
https://www.youtube.com/watch?v=wQ-ydbnABV4&feature=emb_imp_woyt

Struktur protein

Perangkaian unit-unit monomer asam amino (disebut residu) melalui ikatan peptida,
menghasilkan protein (polipeptida), suatu makromolekul dengan bobot molekul 10 000 sampai
lebih dari 1 juta. Struktur 2-dimensi yang hanya menunjukkan urutan asam amino dan ikatan
tulang-punggung peptida dikenal sebagai struktur primer protein.

Dalam konfigurasi 3-dimensi, ikatan peptida mengalami pelipatan akibat ikatan hidrogen antara
atom O pada gugus karboksil dan atom H dari NH pada ikatan peptida. Ikatan hidrogen
intramolekul (dalam satu rantai polipeptida) menghasilkan struktur heliks-a sedangkan jika
ikatan hidrogennya antarmolekul (antarrantai polipeptida), dihasilkan struktur lembaran terlipat-
b. Kedua struktur inilah yang disebut struktur sekunder protein.

Lebih lanjut, tidak hanya ikatan peptida yang dapat berinteraksi. Interaksi juga dapat terjadi
antargugus R pada residu asam amino penyusun protein. Ada 4 macam interaksi: (1) ikatan
hidrogen, misalnya antargugus hidroksil pada Ser, Thr, atau Tyr; (2) jembatan disulfida, dibentuk
dari 2 residu Cys yang melepaskan 2 atom H dari gugus tiolnya (-SH) membentuk residu sistin
dengan ikatan disulfida (–S–S–); (3) jembatan garam, merupakan interaksi ionik antara gugus –
CO2- pada Asp atau Glu (asam amino asam) dan gugus –NH3+ pada Lys, Arg, atau Hys (asam
amino basa); serta (4) interaksi hidrofobik, yang melibatkan gugus-gugus nonpolar, misalnya
pada residu-residu dengan gugus rantai samping (R) berupa hidrogen atau gugus alkil. Keempat
interaksi ini membentuk struktur tersier protein. Akhirnya, interaksi protein (struktur tersier)
dengan senyawa lain, baik protein maupun nonprotein, menghasilkan struktur kuaterner,
seperti glikoprotein dan proteolipid. Seluruh tingkatan ini ada agar memudahkan kita dalam
mempelajari struktur protein yang kompleks. Pada intinya, melihat struktur protein berturut-turut
dari tingkat struktur kuartener, tersier, sekunder, dan primer sama saja seperti halnya kita
melakukan pembesaran optik (zoom in) ke dalam struktur tersebut dengan suatu kamera yang
sangat hebat. Perhatikan gambar berikut ini.

Kelarutan dan denaturasi protein

Kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor: pH, suhu, kekuatan ionik, dan tetapan
dielektrik pelarutnya. Dalam video di atas, Anda dapat mengamati kelarutan albumin dalam
berbagai pelarut serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan koagulasi albumin.

Berbagai cara fisik dan kimia dapat merusak bentuk 3-dimensi dari protein (sekunder hingga
kuaterner), yang menyebabkan berkurangnya daya larut protein dan sering kali
mengendapkannya; peristiwa ini disebut denaturasi. Penyebab denaturasi meliputi panas,
asam/basa, pelarut organik atau zat terlarut tertentu, pengocokan yang kuat, atau sinar ultraviolet.
Jika kerusakan hanya terjadi pada ikatan lemah, denaturasi bersifat dapat balik (reversibel, r),
tetapi menjadi tak-dapat-balik (ireversibel, i) jika merusak ikatan kovalen. Denaturasi akan
menghilangkan aktivitas hayati protein, tetapi tidak menghilangkan nilai nutrisinya, bahkan
mungkin bertambah. Perhatikan video singkat berikut yang menunjukkan simulasi saat protein
terdenaturasi oleh panas atau suhu.

https://newlms.ipb.ac.id/pluginfile.php/607802/mod_lesson/page_contents/1786/K0043256-
Heat_denaturing_protein.mp4

Denaturasi karena suhu bersifat dapat-balik jika tidak terlalu panas, dan menjadi tak-dapat-balik
pada suhu tinggi. Koagulasi berlangsung efektif pada suhu 30–75 oC, dan paling mudah terjadi
pada titik isolistrik protein tersebut. Protein yang sifatnya larut dalam air menyembunyikan
bagian-bagian hidrofobiknya di dalam lipatan struktur 3D yang khas, sehingga hanya bagian
hidrofiliknya saja yang terpapar pelarut air. Saat panas diberikan pada struktur 3D ini, interaksi-
interaksi antar rantai yang mempertahankan struktur tersebut terputus dan memajan bagian-
bagian hidrofobik yang awalnya tersembunyi pada pelarut air. Sehingga, terjadilah denaturasi
berupa koagulasi atau pengendapan protein. Untuk mudahya, bayangkan telur yang Anda goreng
di atas wajan, pernahkan Anda membayangkan apa yg menyebabkan telur tersebut berubah
menjadi padat dan lezat?

Asam/basa lemah juga menyebabkan denaturasi reversibel. Sementara asam/basa kuat akan
mengganggu kesetimbangan muatan sehingga timbul tolakan elektrostatik yang merusak
jembatan garam, dan terjadi pemutusan ikatan hidrogen. Karena itu, denaturasi yang ditimbulkan
bersifat ireversibel. Perhatikan video-video singkat yang menunjukkan simulasi denaturasi
struktur 3D protein akibat penambahan asam (dilambangkan oleh H+) dan basa (dilambangkan
oleh OH-) berikut ini. Anda dapat melihat bahwa yang terjadi serupa dengan yang disebabkan
oleh panas, yaitu pembukaan lipatan struktur protein (protein unfolding) yang menyebabkan
penurunan kelarutan.
https://newlms.ipb.ac.id/pluginfile.php/607802/mod_lesson/page_contents/1786/K0043258-
Acid_denaturing_protein.mp4

https://newlms.ipb.ac.id/pluginfile.php/607802/mod_lesson/page_contents/1786/K0043257-
Alkali_denaturing_protein.mp4?time=1615085389164

Konsep ini memiliki beberapa aplikasi yang sangat bermanfaat, misalnya, pada laboratorium
klinis, sampel darah atau serum yang harus diperiksa molekul-molekul kecilnya (misalnya,
glukosa, asam urat, obat-obatan) biasanya lebih dulu diberi asam trikloroasetat (TCA), asam
fosfotungstat, atau fosfomolibdat (reagen Folin-Ciocalteau) untuk mengendapkan sebagian besar
protein. Endapan kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi, dan cairan darah yang bebas-protein
dianalisis.

Pelarut organik (alkohol, aseton, dsb.) dapat mengganggu kelarutan sementara zat terlarut
tertentu (urea, detergen, dsb.) dapat mengganggu interaksi hidrofobik yang menstabilkan protein
globular. Baik pelarut organik maupun zat terlarut menyebabkan denaturasi reversibel dan sering
digunakan untuk isolasi protein secara pengendapan.

Pengendapan protein oleh kation

Ke dalam 6 buah tabung reaksi yang bersih dan kering, isikan (1) 5 mL air; (2) 5 mL larutan
albumin 5%; (3) 5 mL air + 4 tetes HCl 10%; (4) 5 mL larutan albumin 10% + 4 tetes HCl 10%;
(5) 5 mL air + 4 tetes NaOH 10%; dan (6) 5 mL albumin 10% + 4 tetes NaOH 10%. Tambahkan
2 mL larutan CuSO4 10% ke dalam setiap tabung. Amati perubahan yang terjadi, dan berikan
simpulan Anda untuk percobaan ini.
https://www.youtube.com/watch?v=8c7iLY3eZ3I

Apa yang terjadi di video tersebut? - Diskusikanlah cuplikan artikel di bawah ini

"... konsentrasi ion tembaga yang tinggi mendorong pembentukan interaksi hidrofobik yang
berlebihan. Sementara itu, gel ion kaya tembaga memiliki kandungan hidrofobisitas permukaan
yang relatif lebih rendah. Dapat diprediksi bahwa peningkatan interaksi hidrofobik dan
penurunan hidrofobisitas permukaan harus berkorelasi dengan penambahan ion tembaga. Kato
dan Takagi (1988) mengemukakan bahwa garam logam membantu membentuk struktur yang
lebih "terlipat beta" untuk mendorong lebih banyak agregasi dan ikatan silang molekul protein.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa jumlah struktur terlipat-beta putih telur sangat
meningkat setelah penggaraman ion logam (Xihai, 2012). Kami menduga bahwa interaksi
hidrofobik memberikan pendorong utama untuk proses pelipatan ulang (refolding) protein
setelah perlakuan basa. Setelah refolding protein, residu hidrofobik terlipat kembali ke bagian
dalam molekul protein. Gugus-gugus hidrofobik yang terpapar pada permukaan molekul protein
berkurang lagi dan kemudian hidrofobisitas permukaan menunjukkan tren menurun. Hal ini
menunjukkan bahwa ion tembaga menginduksi pembukaan protein dan pembentukan agregat
keruh yang tidak larut, yang difasilitasi oleh peningkatan interaksi hidrofobik. "

Dikutip dari:
https://www.researchgate.net/publication/319639172_Effects_of_copper_ions_on_the_characteri
stics_of_egg_white_gel_induced_by_strong_alkali [diakses 7 Maret 2021].

Pengendapan protein oleh anion

Sediakan 3 buah tabung reaksi yang bersih dan kering, dan setiap tabung diisi seperti tabung (2),
(4), dan (6) pada percobaan sebelumnya. Ke dalam setiap tabung tambahkan 2 tetes larutan
kalium ferisianida 10%. Amati perubahan yang terjadi pada setiap tabung. Pada tabung manakah
endapan lebih mudah terbentuk? Jelaskan.
https://www.youtube.com/watch?v=Ozx2VHVRcY8
Apa yang terjadi pada video tersebut bergantung pada hal-hal berikut ini.

1. Kandungan gugus -SH yang terpapar ke permukaan protein


2. Kemampuan gugus -SH untuk teroksidasi
3. Kemampuan kalium ferisianida sebagai oksidator

Silakan diskusikan hal-hal tersebut dengan asisten Anda. Jangan lupa untuk mengubungkan hal
ini dengan konsep denaturasi protein yang sudah Anda pelajari di bagian sebelumnya.

Pengaruh logam berat pada protein dan larutan asam amino

Campurkan beberapa tetes larutan AgNO3 1% dengan 1 mL albumin telur, hasil hidrolisis
gelatin, dan larutan asam glutamat, masing-masing dalam tabung tersendiri. Amati perubahan
yang terjadi.

https://www.youtube.com/watch?v=hd4w-yI_3_8&feature=emb_imp_woyt

Ion logam berat, seperti Hg2+, Ag+, dan Pb2+ juga mendenaturasi, terutama dengan memutus
jembatan garam, karena logam dapat bereaksi dengan gugus R yang bermuatan negatif. Logam
juga dapat mengendapkan protein dengan cara bereaksi redoks dengan gugus –SH. Endapan
protein hasil penambahan HgCl2 dan AgNO3 tidak dapat dilarutkan lagi sedangkan FeCl3
menghasilkan endapan yang dapat dilarutkan kembali. Diskusikanlah hal ini bersama asisten,
untuk menjelaskan apa yang terjadi pada video tersebut.

Reaksi warna biuret untuk protein

Ke dalam 1 mL larutan albumin 5% dalam tabung reaksi tambahkan 1 mL larutan NaOH 10%.
Kemudian tambahkan 1 tetes larutan CuSO4 1%. Amati warna yang terbentuk.

https://www.youtube.com/watch?v=HjCzbWLZZxQ
Reaksi biuret pada dasarnya merupakan pembentukan kompleks tembaga(II) (dari CuSO4)
dengan pasangan elektron bebas atom nitrogen pada ikatan peptida dalam suasana basa (NaOH).

Dengan demikian, reaksi Biuret berguna untuk menunjukkan keberadaan ikatan peptida. Jadi, uji
ini selalu positif untuk protein dan peptida, tetapi tidak untuk asam amino. Hasil yang positif
ditunjukkan dengan pembentukan kompleks ungu-merah jambu. Perhatikan bahwa, penggunaan
konsentrasi tembaga(II) sulfat yang lebih tinggi malah akan menyebabkan koagulasi protein
yang signifikan seperti yang Anda amati di bagian "Pengendapan Protein oleh Kation".
Diskusikanlah konsep ini dengan asisten Anda.

Reaksi xantoprotein untuk protein

Ke dalam sejumlah kecil sampel protein (serbuk kasein atau gelatin) dalam tabung reaksi
tambahkan ± 1 mL HNO3 pekat. Panaskan perlahan-lahan dan amati perubahan warnanya.
Setelah dingin, tambahkan beberapa tetes NaOH encer. Amati kembali perubahan yang terjadi.

Perhatikan video berikut ini.

Reaksi xantoprotein untuk protein


Ke dalam sejumlah kecil sampel protein (serbuk kasein atau gelatin) dalam tabung reaksi
tambahkan ± 1 mL HNO3 pekat. Panaskan perlahan-lahan dan amati perubahan warnanya.
Setelah dingin, tambahkan beberapa tetes NaOH encer. Amati kembali perubahan yang terjadi.

Perhatikan video berikut ini.

https://www.youtube.com/watch?v=ilfPGUVXeD0
Dalam uji xantoprotein, asam nitrat pekat ditambahkan ke dalam larutan protein. Jika di dalam
protein terdapat asam amino dengan cincin aromatik atau heteroaromatik seperti Phe, Tyr, dan
Trp, terjadilah nitrasi, yaitu reaksi substitusi elektrofilik beberapa atom hidrogen pada cincin
aromatik yang reaktif dengan gugus nitro. Timbul warna kuning pucat yang dengan penambahan
basa kuat (NaOH) akan berubah menjadi jingga. Berhubung ketiga asam amino tersebut
(terutama Tyr) umumnya ada dalam protein, uji xantoprotein positif bagi kebanyakan protein.
Reaksi juga terjadi pada ketiga asam amino bebasnya. Berikut ini diberikan reaksi yang terjadi
dalam uji xantoprotein pada tirosina:

Reaksi ninhidrin untuk protein dan asam amino

Ke dalam 2 mL larutan asam amino hasil hidrolisis gelatin tambahkan 2 tetes larutan ninhidrin
0,3%, lalu panaskan perlahan-lahan sampai mendidih kira-kira 1 menit. Dinginkan larutan
tersebut, dan amati perubahan warna yang terjadi.
https://www.youtube.com/watch?v=no-uFLgEo9k

Asam amino dengan gugus amino primer (–NH2) bila direaksikan dengan ninhidrin akan
membentuk kompleks biru-ungu, yang ketajamannya bergantung pada konsentrasi asam amino.
Beberapa protein yang mengandung cukup banyak gugus –NH2 juga memberi hasil positif pada
uji ninhidrin. Uji ini melibatkan beberapa reaksi kompleks, yang dapat diringkas sebagai berikut:

Prolina dan hidroksiprolina yang mempunyai gugus amino sekunder (–NH–) menghasilkan
warna kuning sedangkan asparagina dan glutamina yang mengandung gugus amida bebas
bereaksi membentuk warna cokelat.

Efek penyangga dari asam amino

Ke dalam 5 mL air dalam tabung reaksi tambahkan 1 tetes indikator merah kongo. Ke dalam
tabung reaksi lain yang berisi 5 mL larutan asam amino hasil hidrolisis gelatin, juga tambahkan 1
tetes indikator tersebut. Apakah ada tanda-tanda perbedaan warna dari kedua larutan? Kemudian
tambahkan ke dalam setiap tabung HCl 0.1 N tetes demi tetes sampai terjadi perubahan warna.
Bandingkan jumlah tetesan asam yang diperlukan.

Ulangi percobaan dengan menggunakan fenolftalein sebagai indikator dan larutan 0.1 N NaOH
sebagai pengganti 0.1 N HCl. Bagaimana hasilnya?

https://www.youtube.com/watch?v=Ezk3rJ4C9-g

Asam amino tidak selalu bersifat seperti senyawa-senyawa organik: (1) titik lelehnya di atas 200
o
C; (2) larut dalam air dan pelarut polar lain, tetapi tidak larut dalam pelarut nonpolar seperti
dietil eter atau benzena; serta (3) memiliki momen dipol yang besar. Sifat yang tidak biasa ini
karena asam amino dapat mengalami reaksi asam-basa internal. Proton pada gugus karboksil
diserahterimakan pada gugus amino membentuk suatu zwiterion. Nilai pKa asam amino bukanlah
dari gugus –CO2H, melainkan dari gugus –NH3+; demikian pula pKb-nya bukan dari gugus –
NH2, melainkan dari gugus –CO2. Sifat amfoter (asam sekaligus basa dalam satu molekul) yang
dimiliki oleh asam amino membuat larutan asam amino dapat berfungsi sebagai larutan
penyangga (bufer).

Secara khusus, asam aspartat dan glutamat mempunyai rantai samping yang mengandung gugus
karboksil, maka dikelompokkan sebagai asam amino asam. Titik isolistriknya (pI) bernilai lebih
kecil dari 7. Di sisi lain, lisina, arginina, dan histidina, yang rantai sampingnya mengandung
gugus basa nitrogen, dikelompokkan sebagai asam amino basa (pI>7) sementara 15 asam amino
lainnya termasuk asam amino netral (pI~7). Tentu saja, ketiga kelompok asam amino ini
memiliki daya sangga yang berbeda.

Pengaruh asam nitrit terhadap asam amino

Ke dalam sebuah tabung reaksi yang berisi campuran 3 mL HCl 5% dan 2 mL larutan asam
amino dingin (es), tambahkan 1 mL larutan NaNO2 5%. Sebagai kontrol, tambahkan 1 mL
larutan NaNO2 5% ke dalam 5 mL larutan 5% HCl dingin dalam tabung reaksi lain. Amati hasil
percobaan, dan simpulkan.

https://www.youtube.com/watch?v=j4UX-aUscCI

Gugus amino primer (–NH2) dapat bereaksi dengan oksidator kuat HNO2 yang dibuat secara in
situ dari NaNO2 dan HCl pada suhu 0–5 oC. Dihasilkan ion diazonium yang karena tidak stabil
akan melepaskan gas N2 (deaminasi). Jumlah gas ini kemudian ditentukan secara manometrik,
dan dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah gugus amino-a dalam asam amino, peptida,
atau protein:
Prolina dan hidroksiprolina yang mempunyai gugus amino sekunder (–NH–) juga bereaksi
dengan HNO2, tetapi produknya ialah nitrosamina yang karsinogenik, tanpa melepas gas N2.
Sementara gugus amino-a pada lisina hanya bereaksi secara lamban. Jadi, reaksi dengan asam
nitrit tidak dapat digunakan untuk mengukur ketiga asam amino ini.

Anda mungkin juga menyukai