Penkes Post Op
Penkes Post Op
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Post operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah
& Hidayat, 2008). Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan yaitu
suatu proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara
meningkatkan kesehatannya dan tidak hanya mengkaitkan diri pada peningkatan
pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau
memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun non fisik) dalam rangka memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2010). Essensi promosi kesehatan adalah
upaya untuk membuat daya sehingga mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan
sendiri. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk merubah, menumbuh atau
mengembangkan prilaku positif hal ini merupakan bidang garapan utama pendidikan
kesehatan (Depkes, 2002).
Peran keluarga dan teman-teman maupun pasien sendiri dalam melakukan
pendidikan kesehatan diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan
salah satu komponen faktor presdiposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak
selalu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai
hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetahuan maka terjadinya
perubahan perilaku akan cepat (Notoatmodjo, 2010).
2. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2) Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah jantung (Baradero et al,
2008). Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari
70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai
sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan o
leh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti
infark miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat
induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi.
Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia.
Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak
adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang
tidak adekuat (Baradero et al, 2008).
3) Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan
penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan o
tot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selamaanastesi, agen anastesi inhalas
i (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya
hipertermi malignan.
4) Hipotermia
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6oC-
37,5oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai
akibat suhu rendah di kamar operasi (25oC-
26,6oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, aktivitas oto
t yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan
yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-
lain). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tid
ak diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 oC-
26,6oC), jangan lebih rendah dari
suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC,
gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun
dan selimut yang kering.
E. Personal hygine
Personal hygiene merupakan perawatan diri manusia dalam memelihara
kesehatannya untuk meningkatkan kenyamanan, kesehatan dan keamanan. Karena
mengalami gangguan kesehatan, maka kemungkinan ada satu atau beberapa kebutuhan
dasar pasien akan terganggu. Terutama pada bagian kebutuhan fisik harus dipenuhi lebih
dahulu karena merupakan kebutuhan personal hygiene. Hal yang harus di miliki perawat
baik dari segi kemampuan atau cara dalam pemenuhan kebutuhan dasar pasien, dengan
memantau dan mengikuti perkembangan kemampuan pasien dalam melaksanakan
aktifitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dasar terutama pasien
imobilisasi (Susanti, 2013).
Dalam pemenuhan kesehatan klien ada beberapa jenis pelayanan pada klien yaitu
self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2 jam/hari: kebersihan diri seperti
mandi, ganti pakaian sendiri, makan dan minum dilakukannya sendiri, ambulasi dengan
pengawasan. Intermediet care/perawatan partial, memerlukan waktu 3-4 jam/hari:
kebersihan diri bantu, makan minum dibantu, observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam,
ambulasi di bantu, pengobatan dengan injeksi, klien dengan kateter urine, pemasukan dan
pengeluaran dicatat, klien dengan infus. Intensif care/total care, memerlukan waktu 5-6
jam/hari:semua kebutuhan klien dibantu, perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan,
observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam, makan dan minum melalui selang lambung,
pengobatan intravena, dilakukan suction, gelisah/diorientasi (Rachmawati, 2008).
Pelayanan di rumah sakit dapat diketahui dari aktivitas dan efektivitas pelayanan
yaitu pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya seperti pasien post operasi
cenderung mengalami imobilisasi karena pada hari pertama post operasi tidak dianjurkan
duduk, pasien masih mengalami nyeri, karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan menjadi berkurang termasuk dalam kemampuan pasien untuk
pelaksanaan pemenuhan personal higiene, sehingga kebutuhan pasien perlu banyak
dibantu oleh perawat atau keluarga, sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien
melakukan aktivitas. Setelah post operasi pasien harus di imobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar. Masa penyembuhan atau mobilisasi biasanya
tergantung dari jenis operasi dan tingkat keparahan penyakit tersebut, tetapi pada usia
lanjut atau status kesehatan yang buruk mungkin diperlukan waktu yang lebih lama dan
membutuhkan pemenuhan personal hygiene (Brunner & Suddarth, 2002).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tahap pasca operatif dimulai dengan memindahkan pasien dari kamar bedah ke
unit pasca operasi dan berakhir dengan pulangnya pasien. Fokus intervensi keperawataan
pada tahap pascaoperatif adalah memulihkan fungsi pasien seoptimal dan secepat
mungkin. Peran keluarga dan teman-teman maupun pasien sendiri dalam melakukan
pendidikan kesehatan diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan
salah satu komponen faktor presdiposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak
selalu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai
hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetahuan maka terjadinya
perubahan perilaku akan cepat. Pendidikan kesehatan setelah operasi diutamakan untuk
pencegahan infeksi. Adapun yang paling sering dilakukan oleh perawat adalah mencuci
tangan. Mencuci tangan dapat dilakukan dengan menggunkaan air dan sabun atau
antiseptik cair yang ada di tempat tidur klien. Mencucui tangan diwajibkan kepada klien
untuk mencegah infeksi. Dilakukan sebelum makan, setelah makan dan setelah buang air.
Selain itu, klien juga diingatkan untuk meningkatkan istirhat tidurnya. Istirahat dan tidur
mampu membantu proses penyembuhan karena dengan istirahat yang cukup maka
penyerapan nutrisi oleh tubuh menjadi optimal dan proses penyembuhan luka berjalan
maksimal.
B. Saran
Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud nyatakan
peran tenaga kesehatan yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas – tugas dengan
penuh tanggung jawab, dan selalu mengembangkan ilmunya.