Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Post operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah
& Hidayat, 2008). Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan yaitu
suatu proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara
meningkatkan kesehatannya dan tidak hanya mengkaitkan diri pada peningkatan
pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau
memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun non fisik) dalam rangka memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2010). Essensi promosi kesehatan adalah
upaya untuk membuat daya sehingga mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan
sendiri. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk merubah, menumbuh atau
mengembangkan prilaku positif hal ini merupakan bidang garapan utama pendidikan
kesehatan (Depkes, 2002).
Peran keluarga dan teman-teman maupun pasien sendiri dalam melakukan
pendidikan kesehatan diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan
salah satu komponen faktor presdiposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak
selalu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai
hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetahuan maka terjadinya
perubahan perilaku akan cepat (Notoatmodjo, 2010).
2. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan post operasi


Tahap pasca operatif dimulai dengan memindahkan pasien dari kamar bedah ke
unit pasca operasi dan berakhir dengan pulangnya pasien. Fokus intervensi keperawataan
pada tahap pascaoperatif adalah memulihkan fungsi pasien seoptimal dan secepat
mungkin (Baradero dkk, 2009). Tahap post operatif merupakan tahap lanjutan dari
perawatan pre operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah
(Maryunani Anik, 2014).
Pendidikan kesehatan setelah operasi diutamakan untuk pencegahan infeksi.
Adapun yang paling sering dilakukan oleh perawat adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dapat dilakukan dengan menggunkaan air dan sabun atau antiseptik cair yang ada
di tempat tidur klien. Mencucui tangan diwajibkan kepada klien untuk mencegah infeksi.
Dilakukan sebelum makan, setelah makan dan setelah buang air. Selain itu, klien juga
diingatkan untuk meningkatkan istirhat tidurnya. Istirahat dan tidur mampu membantu
proses penyembuhan karena dengan istirahat yang cukup maka penyerapan nutrisi oleh
tubuh menjadi optimal dan proses penyembuhan luka berjalan maksimal.
Perlu diberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan jelaskan kepada pasien
tentang prosedur setelah operasi/ post-operasi:
a) Kondisi tersadar di ruang pemulihan
b) Tujuan dari pengkajian tanda-tanda vital yang sering dilakukan
c) Pengendalian nyeri dan tindakan-tindakan kenyamanan lainnya
d) Pentingnya untuk merubah posisi, batuk dan nafas dalam (Maryunani Anik, 2014).

Sebagian besar penyuluhan kesehatan pada tahap ini melanjutkan penyuluhan


yang diberikan sebelum pembedahan. Ada kemungkinan informasi yang telah diberikan
perlu dipertegas dengan mengulangnya dan mengklarifikasi bila perlu. Perawat perlu
menerangkan kepada pasien dan keluaganya mengenai obat yang diteruskan dirumah,
perawatan luka bedah, tanda dan gejala komplikasi, pembatasan kegiatan dan tindak
lanjut asuhan.
B. Tindakan / hasil operasi
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan
manajemen  luka. Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak
mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
Kemudian  memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein dan
vitamin C dapat membantu pembentukan kolagen dan mempertahankan integritas dinding
kapiler.
2. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik napas yang dalam
dengan mulut terbuka, lalu tahan napas selama 3 detik dan hembuskan. Atau, dapat pula
dilakukan dengan menarik napas melalui hidung dan menggunakan diafragma, kemudian
napas dikeluarkan secara perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang berisiko tromboflebitis atau
pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus meninggikan kaki pada tempat
duduk guna untuk memperlancar vena.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan cairan sesuai
kebutuhan pasien, monitor input dan output , serta mempertahankan nutrisi yang cukup.
5. Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan output, serta mencegah
terjadinya retensi urine.
6. Mobilisasi dini,  dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang
penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan
lendir. Mempertahankan aktivitas dengan latihan yang memperkuat otot sebelum
ambulatori.
7. Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara  terapeutik.
8. Rehabilitasi, diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
9. Discharge Planning. Merencanakan  kepulangan pasien dan memberikan informasi
kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan
sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.
C. Indikasi dan kontraindikasi post operasi
a) Indikasi post operasi

b) Kontraindikasi post operasi


Pasien tidak mampu melakukan perawatan post operasi.
D. Resiko dan tanda-tanda komplikasi dan kegawatan yang memerlukan tindakan
segera.
Menurut Majid (2011) mengatakan komplikasi post operasi adalah perdarahan
dengan manifestasi klinis yaitu gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit
dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernapasan cepat dan alam, bibir dan
konjungtiva pucat dan pasien melemah. Selain itu, antara lain, sebagai berikut:
1) Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak
terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia,  pneumonia lobaris,
kongesti pulmonal hipostatik, plurisi, dan  superinfeksi (Smeltzer & Bare,
2001). Gagal pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya karena
kombinasi kejadian.  Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang
tidak adekuat, depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk
dan ventilasi alveolus yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri luka
bergabung untuk menimbulkan gagal pernapasan restriktif dengan retensi
CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama jika PO2  dipertahankan  dengan
pemberian oksigen.

2) Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah  jantung (Baradero et al,
2008). Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari
70  mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai
sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan o
leh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti
infark miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat
induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi. 
Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia.
Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak
adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang
tidak adekuat (Baradero et al, 2008).
3) Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan
penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan o
tot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selamaanastesi, agen anastesi inhalas
i (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya 
hipertermi malignan.
4) Hipotermia
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6oC-
37,5oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai
akibat suhu rendah di kamar operasi (25oC-
26,6oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, aktivitas oto
t yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan
yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-
lain). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tid
ak diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 oC-
26,6oC), jangan lebih rendah dari
suhu  tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC,
gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun 
dan selimut yang kering.
E. Personal hygine
Personal hygiene merupakan perawatan diri manusia dalam memelihara
kesehatannya untuk meningkatkan kenyamanan, kesehatan dan keamanan. Karena
mengalami gangguan kesehatan, maka kemungkinan ada satu atau beberapa kebutuhan
dasar pasien akan terganggu. Terutama pada bagian kebutuhan fisik harus dipenuhi lebih
dahulu karena merupakan kebutuhan personal hygiene. Hal yang harus di miliki perawat
baik dari segi kemampuan atau cara dalam pemenuhan kebutuhan dasar pasien, dengan
memantau dan mengikuti perkembangan kemampuan pasien dalam melaksanakan
aktifitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dasar terutama pasien
imobilisasi (Susanti, 2013).

Dalam pemenuhan kesehatan klien ada beberapa jenis pelayanan pada klien yaitu
self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2 jam/hari: kebersihan diri seperti
mandi, ganti pakaian sendiri, makan dan minum dilakukannya sendiri, ambulasi dengan
pengawasan. Intermediet care/perawatan partial, memerlukan waktu 3-4 jam/hari:
kebersihan diri bantu, makan minum dibantu, observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam,
ambulasi di bantu, pengobatan dengan injeksi, klien dengan kateter urine, pemasukan dan
pengeluaran dicatat, klien dengan infus. Intensif care/total care, memerlukan waktu 5-6
jam/hari:semua kebutuhan klien dibantu, perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan,
observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam, makan dan minum melalui selang lambung,
pengobatan intravena, dilakukan suction, gelisah/diorientasi (Rachmawati, 2008).

Pelayanan di rumah sakit dapat diketahui dari aktivitas dan efektivitas pelayanan
yaitu pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya seperti pasien post operasi
cenderung mengalami imobilisasi karena pada hari pertama post operasi tidak dianjurkan
duduk, pasien masih mengalami nyeri, karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan menjadi berkurang termasuk dalam kemampuan pasien untuk
pelaksanaan pemenuhan personal higiene, sehingga kebutuhan pasien perlu banyak
dibantu oleh perawat atau keluarga, sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien
melakukan aktivitas. Setelah post operasi pasien harus di imobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar. Masa penyembuhan atau mobilisasi biasanya
tergantung dari jenis operasi dan tingkat keparahan penyakit tersebut, tetapi pada usia
lanjut atau status kesehatan yang buruk mungkin diperlukan waktu yang lebih lama dan
membutuhkan pemenuhan personal hygiene (Brunner & Suddarth, 2002).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tahap pasca operatif dimulai dengan memindahkan pasien dari kamar bedah ke
unit pasca operasi dan berakhir dengan pulangnya pasien. Fokus intervensi keperawataan
pada tahap pascaoperatif adalah memulihkan fungsi pasien seoptimal dan secepat
mungkin. Peran keluarga dan teman-teman maupun pasien sendiri dalam melakukan
pendidikan kesehatan diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan
salah satu komponen faktor presdiposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak
selalu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai
hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetahuan maka terjadinya
perubahan perilaku akan cepat. Pendidikan kesehatan setelah operasi diutamakan untuk
pencegahan infeksi. Adapun yang paling sering dilakukan oleh perawat adalah mencuci
tangan. Mencuci tangan dapat dilakukan dengan menggunkaan air dan sabun atau
antiseptik cair yang ada di tempat tidur klien. Mencucui tangan diwajibkan kepada klien
untuk mencegah infeksi. Dilakukan sebelum makan, setelah makan dan setelah buang air.
Selain itu, klien juga diingatkan untuk meningkatkan istirhat tidurnya. Istirahat dan tidur
mampu membantu proses penyembuhan karena dengan istirahat yang cukup maka
penyerapan nutrisi oleh tubuh menjadi optimal dan proses penyembuhan luka berjalan
maksimal.
B. Saran
Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud nyatakan
peran tenaga kesehatan yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas – tugas dengan
penuh tanggung jawab, dan selalu mengembangkan ilmunya.

Anda mungkin juga menyukai