Oleh :
Kelompok 4
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul "Aspek Legal Keperawatan
Kegawatdaruratan"mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan di Politeknik Kesehatan
Denpasar tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi berbagai pihak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
yang telah membantu.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan;
3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memlihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat;
4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis;
b. Tenaga keperawatan;
c. Tenaga kefarmasian;
d. Tenaga kesehatan masyarakat;
e. Tenaga gizi;
f. Tenaga keterampilan fisik;
g. Tenaga keteknisian medis.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten
apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemolog kesehatan,
entomology kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluhan kesehatan,
administrator kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisi dan dietisien.
(7) Tenaga keterampilan fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis
wicara.
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiographer, radioterapis, teknisi
gigi, teknis elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik
prostetik, teknisitranfusi dan perekam medis.
BAB III
PERSYARATAN
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang
kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 4
(1) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga
kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
(2) Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
bagi tenaga kesehatan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tenaga medis
dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri
hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan
melakukan adaptasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh Menteri.
BAB IV
PERENCANAAN, PENGADAAN DAN PENEMPATAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 6
(1) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat.
(2) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan nasional tenaga kesehatan.
(3) Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan
faktor:
a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
b. Sarana kesehatan;
c. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan.
(4) Perencanaan nasional tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Pengadaan
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan
di bidang kesehatan.
Pasal 8
(1) Pendidkan di bidang kesehatan dilaksanakan di lembaga pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat.
(2) Peyelenggaraan pendidikan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ijin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
(1) Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
keterampilan ataupenguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai
dengan jenis tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempayan yang sama untuk
mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab
atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan
dan/atau bekerja pada sarana kesehatan yang bersangkutan untuk
meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan dibidang
kesehatan.
Pasal 11
(1) Pelatihan di bidang kesehatan dilaksanakan dib alai pelatihan tenaga
kesehatan atau tempat pelatihan lainnya.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerinah
dan/atau masyarakat.
Pasal 12
(1) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah
dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakab oleh masyarakat
dilaksanakan atas dasar ijin Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 13
(1) Pelatihan di bidang kesehatan wajib memenuhi persyaratan tersedianya:
a. Calon peserta pelatihan;
b. Tenaga kepelatihan;
c. Kurikulum;
d. Sumber dana yang tetap untuk menjamin kelangsungan
penyelenggaraan pelatihan;
e. Sarana dan prasarana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pelatihan di bidang
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh menteri.
Pasal 14
(1) Menteri dapat menghentikan pelatihan apabila pelaksanaan pelatihan di
bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat ternyata:
a. Tidak sesuai dengan arah pelatihan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 ayat (1);
b. Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalm Pasal
13 ayat (1);
(2)Penghentian pelatihan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dapat mengakibatkan dicabutnya ijin pelatihan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian pelatihan dan
pencabutan ijin pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Penempatan
Pasal 15
(1)Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh
masyarakat, pemerintah dapat mewajibkan tenaga kesehatan untuk
ditempatkan pada sarana kesehatan tertentu untuk jangka waktu
tertentu.
(2)Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 91)
dilakukan dengan cara masa bakti.
(3)Pelaksanaan penempatan tenaga kesehatan sebagimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab
menteri.
Pasal 17
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan
dengan memperhatikan:
a. Kondisi wilayah dimana tenaga kesehatan yang berssangkutan
ditempatkan;
b. Lamanya penempatan;
c. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
d. Prioritas sarana kesehatan.
Pasal 18
(1)Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan
pada:
a. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
b. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
ditunjuka oleh Pemerintah;
c. Lingkungan perguruan tinggi sebagai staf pengajar;
d. Lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2)Pelaksanaan ketentuan huruf c dan huruf d sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri setelah mendengar
pertimbangan dari pimpinan instansi terkait.
Pasal 19
(1)Tenaga kesehatan yang telah melaksanakan masa bakti diberikan surat
keterangan dari menteri.
(2)Surat keterangan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk memperoleh ijin
menyelenggarakan upaya kesehatan pada sarana kesehatan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian surat keterangan
sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 20
Status tenaga kesehatan dalam penempatan tenaga kesehatan dapat
berupa:
a. pegawai negeri; atau
b. pegawai tidak tetap.
BAB V
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagian Kesatu
Standar Profesi
Pasal 21
(1)Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.
(2)Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 22
(1)Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas
profesinya berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien;
b. Menjaga kerahasiaan identitas;
c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan
yang akan dilakukan;
d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. Membuat dan memelihara rekam medis;
(2)Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 23
(1)Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang
terjadi karena kesalahan atau kelalaian.
(2)Ganti rugi sebagimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Perlindungan Hukum
Pasal 24
(1)Perlindungan hokum diberikan kepada tenaga kesehatan yang
melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
(2)Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
BAB VI
PENGHARGAAN
Pasal 25
(1)Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas
dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada Negara atau
meninggal dunia dalam melaksakan tugas diberikan penghargaan.
(2)Penghargaan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan
oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(3)Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang
atau bentuk lain.
BAB VII
IKATAN PROFESI
Pasal 26
(1)Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah
untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
(2)Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB VIII
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Pasal 27
(1)Tenaga kesehatan warga Negara asing hanya dapat melakukan upaya
kesehatan atas dasar ijin dari Menteri.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang tenaga kerja
asing.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 28
(1)Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu
pengabdian profesi tenaga kesehatan
(2)Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melaluui
pembinaan karier, disiplin dan teknis profesi tenaga kesehatan.
Pasal 29
(1)Pembinaan karier tenaga kesehatan meliputi kenaikan pangkat, jabatan
dan pemberian penghargaan.
(2)Pembinaan karier tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 30
(1)Pembinaan disipllin tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab
penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan yang bersangkutan.
(2)Pembinaan disiplin tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 31
(1)Menteri melakukan pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan.
(2)Pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. Bimbingan;
b. Pelatihan di bidang kesehatan;
c. Penetapan standar profesi tenaga kesehatan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 32
Menteri melakukan pengawasan terhadap tenaga kesehatan dalam
melaksanakan tugas profesinya.
Pasal 33
(1)Dalam rangka pengawasan. Menteri dapat mengambil tindakan disiplin
terhadap tenaga kesahatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan.
(2)Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. Teguran;
b. Pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
(3)Pengambilan tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) silaksanakan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
Barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan pelatihan di bidang
kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2),
dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 84 Undang-undangan Nomor 23
tahun 1992 tantang kesehatan.
Pasal 35
Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, barang siapa dengan sengaja:
a. Melakukan upaya kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1);
b. Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukan adaptasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
c. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga
kesehatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat
(1);
d. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(1); dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tenaga kesehatan
yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau
belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 37
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahinya, memerintahkan perundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Republik
Indonesia.
5. Corporate Liability
Sistem pertanggungjawaban korporasi adalah: Pengurus korporasi sebagai
pembuat dan penguruslah yang bertanggung jawab, korporasi sebagai
pembuat dan pengurus bertanggung jawab, korporasi sebagai pembuat
dan juga sebagai yang bertanggung jawab, dan pengurus dan korporasi
sebagai pelaku tindak pidana dan keduanya pula yang bertanggung jawab.
3. Kebenaran (Veracity)
Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika
yang tidak bertentangan (tepat, lengkap). Prinsip kejujuran menurut Veatch
dan Fry (1987) didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan
tidak bohong. Suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau
untuk tidak membohongi orang lain. Kebenaran merupakan hal yang
fundamental dalam membangun hubungan saling percaya dengan pasien.
Perawat sering tidak memberitahukan kejadian sebenarnya pada pasien yang
memang sakit parah. Namun dari hasil penelitian pada pasien dalam keadaan
terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberitahu tentang kondisinya
secara jujur (Veatch, 1978).Contoh : Tindakan pemasangan infus harus
dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku dimana klien dirawat.
4. Keadilan (Justice)
Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991).
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu.
Artinya individu mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang
relative sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan
menurut beauchamp dan childress adalah mereka uang sederajat harus
diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara
tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka.Ketika seseorang
mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini harus
mendapatkan sumber-sumber yang besar pula, sebagai contoh: Tindakan
keperawatan yang dilakukan seorang perawat baik dibangsal maupun di
ruang VIP harus sama dan sesuai SAK
5. Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)
Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau
membahayakan orang lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada klien dirawat
dengan penurunan kesadaran, maka harus dipasang side driil.
6. Kemurahan Hati (Benefiecence)
Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan
merugikan/membahayakan dari tindakan yang dilakukan. Melakukan hal-hal
yang baik untuk orang lain. Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik
dan tidak merugikan orang lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan
dalam praktek keperawatan. Berbagai tindakan yang dilakukan sering
memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak adanya kepastian
yang jelas apakah perawat bertanggung jawab atas semua cara yang
menguntungkan pasien.Contoh: Setiap perawat harus dapat merawat dan
memperlakukan klien dengan baik dan benar.
7. Kesetiaan (fidelity)
Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan
tanggung jawab, memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan
sebagai tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung
jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab
menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan
perhatian/kepedulian. Peduli kepada pasien merupakan salah satu dari
prinsip ketataatan. Peduli pada pasien merupakan komponen paling penting
dari praktek keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi terminal (Fry,
1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan dalam memberi asuhan
keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap baik, memberikan
kenyamanan dan menunjukan kemampuan professionalContoh: Bila perawat
sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan, maka tidak boleh
mengingkari janji tersebut.
8. Kerahasiaan (Confidentiality)
Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip bahwwa perawat
menghargai semua informsi tentang pasien dan perawat menyadari bahwa
pasien mempunyai hak istimewa dan semua yang berhubungan dengan
informasi pasien tidak untuk disebarluaskan secara tidak tepat (Aiken, 2003).
Contoh : Perawat tidak boleh menceritakan rahasia klien pada orang lain,
kecuali seijin klien atau seijin keluarga demi kepentingan hukum.
9. Hak (Right)
Berprilaku sesuai dengan perjanjian hukum, peraturan-peraturan dan
moralitas, berhubungan dengan hukum legal (Webster’s, 1998). Contoh :
Klien berhak untuk mengetahui informasi tentang penyakit dan segala
sesuatu yang perlu diketahuinya.
2. DalammenjalankantugassebagaipemberiAsuhanKeperawatandibidangupayak
esehatanperorangan, Perawatberwenang:
a. Melakukan pengkajian Keperawatan secaraholistik;
b. Menetapkan diagnosisKeperawatan;
c. Merencanakan tindakanKeperawatan;
d. Melaksanakan tindakanKeperawatan;
e. Mengevaluasi hasil tindakanKeperawatan;
f. Melakukanrujukan;
g. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai
dengankompetensi;
h. MemberikankonsultasiKeperawatandanberkolaborasidengandokter;
i. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;dan
j. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai
dengan resep tenaga medisatau obat bebas dan obat bebasterbatas.
3. DalammenjalankantugassebagaipemberiAsuhanKeperawatandibidangupay
akesehatanmasyarakat, Perawatberwenang:
a. Melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di
tingkat keluarga dankelompok masyarakat;
b. Menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatanmasyarakat;
c. Membantu penemuan kasuspenyakit;
d. Merencanakan tindakan Keperawatan kesehatanmasyarakat;
e. Melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatanmasyarakat;
f. Melakukan rujukankasus;
g. Mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatanmasyarakat;
h. Melakukan pemberdayaanmasyarakat;
i. Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatanmasyarakat;
j. Menjalinkemitraandalamperawatankesehatanmasyarakat;
k. Melakukan penyuluhan kesehatan dankonseling;
l. Mengelola kasus;dan
m. Melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer danalternatif.
4. DalammenjalankantugassebagaipenyuluhdankonselorbagiKlien,Peraw
atberwenang:
a. Melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat
individu dan keluarga serta ditingkat kelompokmasyarakat;
b. Melakukan pemberdayaanmasyarakat;
c. Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatanmasyarakat;
d. Menjalinkemitraandalamperawatankesehatanmasyarakat;dan
e. Melakukan penyuluhan kesehatan dankonseling.
5. DalammenjalankantugasnyasebagaipengelolaPelayananKeperawatan,Perawat
berwenang:
a. Melakukan pengkajian dan menetapkanpermasalahan;
b. Merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan
Keperawatan;dan
c. Mengelolakasus.
6. Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan,
Perawatberwenang:
a. Melakukan penelitian sesuai dengan standar danetika;
b. Menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas izin
pimpinan;dan
c. Menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan
etika profesi danketentuan peraturanperundang-undangan.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa
Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan profesi yang memberikan
pelayanan keseahatan guna untuk meningkatkan keseahatan bagi
masyarakat. Keperawatan ternyata sudah ada sejak manusia itu ada dan
hingga saat ini profesi keperawatan berkembang dengan pesat. Sejarah
perkembangan keperawatan di Indonesia tidak hanya berlangsung di tatanan
praktik, dalam hal ini layanan keperawatan, tetapi juga di dunia pendidikan
keperawatan. Perawat dalam menjalankan tugasnya, ia dilindungi dan diatur
oleh beberapa aspek legal dalam kesehatan seperti yang tercantum dalam
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah RI NO. 32
Tahun 1996.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Standar
Pelayanan Rumah Sakit adalah semua standar pelayanan yang berlaku di
Rumah Sakit antara lain standar prosedur operasional, standar pelayanan
medis, dan standar asuhan keperawatan.
Dalam menjalankan tugasnya, perawat memiliki beberapa
tanggungjawab. Tanggung jawab perawat secara umum:
a. Menghargai martabat setiap pasien dan keluarganya
b. Menghargai hak pasien untuk menolak prosedur pengobatan dan
melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang tepat.
c. Menghargai hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi
d. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan
pasien dan memberikan informasi
e. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting
kepada orang yang tepat.
Sementara tanggung gugat (akuntabilitas) adalah
mempertanggungjawabkan perilaku dan hasil-hasilnya termasuk dalam
lingkup peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan
pendidik secara tertulis tentang perilaku tersebut dan hasil-hasilnya. Baik
terhadap dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama karyawan dan masyarakat.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam
melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional
Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik
sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan.
3.2 Saran
Dalam melakukan asuhan keperawatan, hendaknya kita sebagai perawat
selalu memegang teguh kode etik dan bertanggung jawab di setiap tindakan
yang dilakukan kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA