Anda di halaman 1dari 60

DOC: 2.2.3.

2-TR-2013

Komponen 2

PELATIHAN PERSEMAIAN
MODUL 1: Pengertian, Tujuan dan Manfaat Persemaian
MODUL 2: Perencanaan Pembangunan Persemaian
MODUL 3: Teknik Produksi Bibit Secara Generatif
MODUL 4: Teknik Produksi Bibit Secara Vegetatif dan
Bibit Cabutan

ICWRMIP - CWMBC
INTEGRATEDCITARUMWATERRESOURCES MANAGEMENT INVESTMENTPROGRAM (ICWRMIP)
CITARUM WATERSHED MANAGEMENT AND BIODIVERSITY CONSERVATION (CWMBC)
Jl. Kawaluyaan Indah VI No. 17, Kel. Jatisari, Kec. Buah Batu, Bandung 40285; Tlp/Fax. (022) 733206;
E-mail:cwmbc2013@gmail.com;Website:www.cwmbc.org

Pilot Proyek Restorasi/Rehabilitasi


Lahan (PPR/RL) Tahun 2013
Kata Pengantar
Modul Pelatihan Pembuatan Persemaian ini disusun dalam rangka
melaksanakan kegiatan tahapan Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Komponen #2-CWMBC: Pilot Proyek Restorasi / Rehabilitasi Lahan
(PPR/RL) di wilayah BBKSDA Jawa Barat dan BBTN Gunung Gede
Pangrango.
Pendekatan kegiatan PPR/RL di kawasan konservasi sebagaimana telah
dituangkan dalam KAK Komponen #2-CWMBC di wilayah BBKSDA Jawa
Barat dan BBTN Gunung Gede Pangrango meliputi tahapan:
Tahap 1 : Identifikasi Prioritas Lokasi PPR/RL
Tahap 2: Membangun Kerjasama Para Pihak Terkait dan Peningkatan
Kapasitas Masyarakat
Tahap 3: Pelaksanaan Kegiatan PPR/RL di Lapangan
Tahap 4: Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
Modul Pelatihan Pembuatan Persemaian ini terdiri dari 4 Modul, yaitu
Modul 1: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat Persemaian; Modul 2:
Perencanaan Pembangunan Persemaian; Modul 3: Teknik Produksi Bibit
Secara Generatif, Modul 4: Teknik Produksi Bibit Secara Vegatatif dan
Bibit Cabutan. Dalam pelatihan pembuatan persemaian akan di dukung
oleh Nara Sumber yang berkompeten untuk praktek pembuatan
persemaian secara nyata di lapangan.
Kepada Tim Tenaga Ahli Komponen#2 khususnya Dr. Yayat Hidayat,
MSi yang telah menyelesaikan penyusunan Modul Pelatihan
Pembangunan Persemaian ini diucapkan terimakasih.
Semoga Modul Pelatihan Persemaian ini bermanfaat bagi masyarakat
dan pihak-pihak yang memerlukannya.

Bandung, Juli 2013


Mengetahui, Komponen #2-CWMBC,
Team Leader-CWMBC Team Coordinator

Ambar Dwiyono Soeparno W, Ir., MSc.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ1


Ringkasan Isi Modul _______________

TOPIK Pengertian, Tujuan, Macam dan Manfaat


Persemaian

TUJUAN Peserta mengerti dan memahami tentang Pengertian,


istilah teknis terkait dengan persemaian, Tujuan dan
Manfaat pembuatan persemaian.
MATERI Pengertian dan definisi persemaian Rumusan tujuan
pembuatan persemaian, Manfaat dan fungsi
persemaian
METODE Pemberian pelajaran teori di kelas Diskusi dan curah
Pendapat, Peragaandengan slide/film dokumenter
Praktek lapangan/demonstrasi

MEDIA Alat tulis (ballpoint, pensil, kertas, penghapus,


spidol), alat infokus, layar, contoh perhitungan
rancangan pembuatan persemaian

WAKTU 60 Menit

TEMPAT Balai Desa, GOR Desa, dll.

KEGIATAN Pembelajaran/penyampaian teori dalam kelas


Peragaandan praktek lapangan, Diskusi/curah
pendapat dan Pendalaman materi

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ2


Pengertian Persemaian
Persemaian merupakan tempat atau areal untuk kegiatan memproses
benih atau bagian tanaman lain menjadi bibit siap ditanam ke
lapangan, dalam jumlah yang memadai, ukuran yang relatif seragam,
kualitas yang memadai dan dalam waktu yang tepat. Selain untuk
memproduksi bibit, persemaian juga bisa difungsikan untuk
aklimatisasi (penyesuaian kondisi lingkungan) dengan kondisi
lapangan dimana bibit tersebut akan ditanam. Persemaian juga dapat
berfungsi untuk menyimpan koleksi jenis tumbuhan serta untuk
mengkonservasi material genetik jenis unggulan.

Dilihat dari kondisi fisik dan umur pemakaian persemaian, pada


umumnya jenis persemaian diklasifikasikan ke dalam dua tipe
yaitu persemaian permanen dan persemaian sementara.
Persemaian sementara hanya digunakan untuk sementara
waktu, sekitar 5 tahunan, sedangkan persemaian permanen
digunakan dalam waktu yang lebih lama dan dikelola lebih
intensif. Masing-masing tipe persemaian tersebut memiliki
keuntungan dan kerugian, sebagaimana tercantum pada
Tabel 1.
Tabel 1. Keuntungan dan kerugian persemaian sementara dan permanen

Jenis Keuntungan Kerugian


Persemaian
1.Persemaian • Kondisi ekologi selalu • Total biaya pengawasan
sementara mendekati keadaan lokasi persemaian relatif tinggi karena
tanam lokasinya tersebar dengan
• Jarak ke lokasi tanam dekat produksi sedikit
sehingga biaya pengangkutan • Keterampilan petugas sulit
bibit murah ditingkatkan karena sering
• Kesuburan tidak masalah berganti
karena sering berpindah lokasi • Sering gagal karena tenaga kerja
• Tenaga kerja yang dibutuhkan kurang terlatih
reltif lebih sedikit sehingga • Pengawasan sulit karena lokasi
mudah dalam pengorganisasian tersebar.
2. Persemaian • Kesuburan dipelihara dengan • Ekologi tidak mendekati kondisi
Permanen pemupukan sebenarnya
• Dikerjakan secara mekanis • Ongkos pengangkutan bibit ke
• Pengawasan lebih efisien (staf lokasi tanam lebih mahal
tetap & terpilih) • Investasi tinggi karena sarana dan
• Perencanaan pekerjaan lebih prasarana yang dibangun lebih
teratur lengkap.
• Kualitas bibit lebih baik &
pertumbuhan lebih seragam
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ3
Gambar 1. Persemaian sementara (kiri) dan persemaian permanen (kanan)
(foto: Hidayat, 2010)

Tujuan Pembuatan Persemaian


Tujuan pembuatan persemaian adalah untuk:
1. Memproduksi bibit tanaman yang berasal dari bahan generatif
(benih) dengan cara menyemaikan di media semai kemudian
menyapih dan menumbuhkannnya hingga menjadi bibit yang siap
ditanam.
2. Memproduksi bibit tanaman yang berasal dari bahan vegetatif
dengan cara stek, okulasi, sambungan kemudian dipelihara di
persemaian.
3. Mengaklimatisasi, menyegarkan dan memelihara bibit yang berasal
dari bibit cabutandan atau bibit yang didatangkan dari luar daerah
supaya tumbuh dengan baik
4. Menguji daya kecambah suatu benih yag diuji secara langsung di
persemaian
5. Menyediakan sarana tempat penelitian bidang perbenihan dan
pembibitan tanaman hutan.
6. Menyediakan sarana untuk pendidikan dan latihan teknik
memproduksi bibit tanaman yang berkualitas
7. Tempat tranksaksi (jual beli) bibit tanaman hutan antara produsen
bibit dengan konsumen bibit
8. Sebagai sarana wisata pendidikan lingkungan bagi mahasiswa dan
pelajar
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ4
Manfaat & Fungsi Persemaian
Manfaat/fungsi utama dari persemaian adalah untuk meyediakan bibit
suatu tanaman, dalam jumlah yang tepat serta kualitas yang baik. Fungsi
lain dari suatu persemaian adalah sebagai berikut:
1. Sarana unit produksi bibit tanaman yang berkualitas
Bibit adalah tanaman mini yang telah memiliki daun dan batang
lengkap dan telah berkayu yang diproduksi atau dipelihara di
persemaian. Bibit yang baik diperoleh dari benih yang berkualitas.
Namun demikian, benih berkualitas tidak akan menghasilkan bibit
berkualitas jika penaganan dan atau perlakuan persemaiannya tidak
dilakukan secara benar. Tempat yang paling mendukung untuk
memproduksi bibit berkualitas adalah di persemaian. Di persemaian,
pertumbuhan bibit dalam jumlah yang banyak dapat dilakukan
dengan pengawasan yang relatif lebih mudah. Dengan perlakukan
dan perwatan yang standar maka akan diperoleh kualitas bibit yang
reltif seragam dalam jumlah yang sangat banyak.

2. Sarana pendidikan dan latihan keterampilan pembibitan


Persemaian dapat berfungsi sebagai sarana tempat dilangsungkan
kegiatan pendidikan dan latihan (diklat) bagi calon tenaga
profesional di bidang pembibitan. Kemudahan memproduksi bibit
tergantung kepada jenisnya, ada yang mudah disemaikan dan ada
pula yang sulit. Benih-benih ortodok akan lebih mudah disemaikan,
sedangkan benih rekalsitran tidak mudah untuk disemaikan. Benih
ortodox adalah benih tanaman yang dapat disimpan dalam waktu
yang lama namun tidak mngurngi daya kecambahnya. Benih
rekalsitran adalah benih yang tidak dapat disimpan dalam waktu
yang lama, karena akan turun daya kecambahnya secara drastis.
Benih-benih berukuran besar akan lebih mudah disemaikan daripada
yang berukuran kecil. Benih yang memiliki dormansi tinggi lebih sulit
disemaikan daripada benih yang dormansinya rendah. Dormansi
benih adalah periode waktu yang dibutuhkan oleh benih untuk dapat
berkecambah ketika berada pada kondisi yang optimum untuk
berkecambah.

Di samping harus menguasai karakteristik benih, tenaga profesional


pembibitan harus juga menguasai teknik-teknik penanganan benih,

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ5


penaburan benih, penyiapan media semai, pencampuran media,
penyapihan semai, pemeliharaan bibit dan teknik pengangkutan
bibit. Keterampilan (skill) ini dapat dilatih di persemaian.

Gambar 2. Persemaian sebagai tempat koleksi materi genetik unggul

3. Sarana penelitian dan praktik pembibitan


Persemaian juga dibutuhkan sebagai sarana temat dilakukan
penelitian dan praktik bagi mahasiswa, dosen dan atau pelajar yang
sedang mempelajari aspek pembibitan. Beberapa program studi di
perguruan tinggi seperti program studi ilmu pertanian, kehutanan
dan perkebunan memerlukan persemaian sebagai sarana penelitian
dan praktikum.
Aspek yang sering diteliti dan dipraktekkan adalah hal-hal yang
berkaitan dengan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan semai
atau bibit. Misalnya, pengaruh pemberian dosis pupuk terhadap
pertumbuhan semai, pengaruh cekaman kekeringan terhadap
pertumbuhan bibit, pengaruh pemberian mikoriza terhadap
pertumbuhan bibit, penanggulangan serangan patogen akar serta
penyakit tanaman lainnya, dan lain sebagainya. Hasil penelitian
tersbut sangat berguna untuk memproduksi bibit yang berkualitas.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ6


4. Sarana wisata pendidikan
Persemaian dapat difungsikan sebagai sarana untuk wisata
pendidikan lingkungan bagi pelajar dan pencinta lingkungan. Di
persemaian pelajar dapat mengetahui karakteristik bibit dari
berbagai jenis tanaman serta dapat mengetahui bagaimana proses
pembuatan bibit tanaman. Pelajar juga dapat mencoba
mempraktekan cara membuat bibit tanaman dengan benar. Kegiatan
wisata ini akan sangat menyenagkan bagi para pelajar dan sedini
mungkin menanamkan cinta lingkungan kepada para pelajar,
dimulai dari aspek pembibitan.

5. Sarana konservasi eksitu


Persemaian dapat difungsikan sebagai sarana tempat untuk
mengoleksi jenis-jenis tanaman langka dan atau tanaman unggul
hasil pemuliaan tanaman. Jenis-jenis tersebut perlu pengawasan
yang lebih intensif di persemaian. Untuk jenis-jenis varietas unggul
hasil pemuliaan, dapat dibuatkan kebun pangkas di persemaian.
Kebun pangkas tersebut dapat dijadikan sebagai sumber material
genetik untuk propagasi tanaman secara vegetatif atau sumber
klonal.

Referensi
Barkah, B.S. 2009. Panduan Pengembangan dan Pengelolaan Persemaian Desa
Program Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat di Areal
MRPP Kanupaten Musi Banyuasin. http//:www.gtz.de
Hidayat, Y., Haeruman, M., Amien, S. dan Siregar, I.Z. 2010. Surian (Toona
sinensis Roem): Tinjauan Ekologi, Variasi Genetik, Silvikultur dan
Pemuliaan. Unpad Press.
Kurniaty, R. Budi Budiman dan Made Suartana. 2006. Teknik Pembibitan
Tanaman Hutan Secara Generatif. Laporan Hasil Penelitian (LHP).
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor.
Mantyla, J. 1993. Manual Persemaian. Proyek Pembangunan Pusat
Persemaian. Kerjasama antar Departemen Kehutanan dengan Enso
Forest Development Ltd.
Schmidth,L. 2000. Guide to Handling of Tropical and sub Tropical Forest Seed.
Danida Forest Seed Center. Denmark.
Yasman, Irsyal dan Hernawan. 2002. Manual Persemaian Dipterocapaceae.
Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan
Jakarta.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ7


INTEGRATEDCITARUMWATERRESOURCES MANAGEMENT INVESTMENTPROGRAM (ICWRMIP)
CITARUM WATERSHED MANAGEMENT AND BIODIVERSITY CONSERVATION (CWMBC)
Jl. Kawaluyaan Indah VI No. 17, Kel. Jatisari, Kec. Buah Batu, Bandung 40285; Tlp/Fax. (022) 733206;
E-mail:cwmbc2013@gmail.com;Website:www.cwmbc.org

Pilot Proyek Restorasi/Rehabilitasi


Lahan (PPR/RL) Tahun 2013
Kata Pengantar
Modul Pelatihan Pembuatan Persemaian ini disusun dalam rangka
melaksanakan kegiatan tahapan Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Komponen #2-CWMBC: Pilot Proyek Restorasi / Rehabilitasi Lahan
(PPR/RL) di wilayah BBKSDA Jawa Barat dan BBTN Gunung Gede
Pangrango.
Pendekatan kegiatan PPR/RL di kawasan konservasi sebagaimana telah
dituangkan dalam KAK Komponen #2-CWMBC di wilayah BBKSDA Jawa
Barat dan BBTN Gunung Gede Pangrango meliputi tahapan:
Tahap 1 : Identifikasi Prioritas Lokasi PPR/RL
Tahap 2: Membangun Kerjasama Para Pihak Terkait dan Peningkatan
Kapasitas Masyarakat
Tahap 3: Pelaksanaan Kegiatan PPR/RL di Lapangan
Tahap 4: Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
Modul Pelatihan Pembuatan Persemaian ini terdiri dari 4 Modul, yaitu
Modul 1: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat Persemaian; Modul 2:
Perencanaan Pembangunan Persemaian; Modul 3: Teknik Produksi Bibit
Secara Generatif, Modul 4: Teknik Produksi Bibit Secara Vegatatif dan
Bibit Cabutan. Dalam pelatihan pembuatan persemaian akan di dukung
oleh Nara Sumber yang berkompeten untuk praktek pembuatan
persemaian secara nyata di lapangan.
Kepada Tim Tenaga Ahli Komponen#2 khususnya Dr. Yayat Hidayat,
MSi yang telah menyelesaikan penyusunan Modul Pelatihan
Pembangunan Persemaian ini diucapkan terimakasih.
Semoga Modul Pelatihan Persemaian ini bermanfaat bagi masyarakat
dan pihak-pihak yang memerlukannya.

Bandung, Juli 2013


Mengetahui, Komponen #2-CWMBC,
Team Leader-CWMBC Team Coordinator

Ambar Dwiyono Soeparno W, Ir., MSc.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ1


Ringkasan Isi Modul _______________

TOPIK Perencanaan Pembangunan Persemaian

TUJUAN Peserta mengerti dan memahami perencanaan


pembangunan persemaian meliputi: penentuan
lokasi persemaian, menentuakan luas persemaian,
menyusun tata waktu, menyusun kebuthan bahan
dan alat serta membuat desain persemaian
MATERI Penentuan calon lokasi persemaian; penentuan luas
persemaian; penyusunan rencana tata waktu
persemaian; penyusunan kebutuhan sarana dan
prasarana persemaian; penyusunan rencana biaya
persemaian serta pembuatan desain persemaian
METODE Pemberian pelajaran teori di kelas Diskusi dan curah
Pendapat, Peragaandengan slide/film dokumenter
Praktek lapangan/demonstrasi

MEDIA Alat tulis (ballpoint, pensil, kertas, penghapus,


spidol), alat infokus, layar, contoh perhitungan
rancangan pembuatan persemaian

WAKTU 120 Menit

TEMPAT Balai Desa, GOR Desa, dll.

KEGIATAN Pembelajaran/penyampaian teori dalam kelas


Peragaandan praktek lapangan, Diskusi/curah
pendapat dan Pendalaman materi

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ2


Penentuan Calon Lokasi
Perencanaan pembangunan persemaian merupakan hal penting yang
harus dikerjakan agar pelaksanaan pembangunannya berjalan lancar,
khusunya untuk pembangunan persemaian modern permanen. Output
rencana pembangunan persemaian dapat berupa buku Rancangan
Teknik Persemaian. Rancangan tersebut setidaknya memuat informasi
mengenai lokasi dan luas persemaian, kondisi umum lingkungan
persemaian, rencana kebutuhan sarana prasarana (alat dan bahan),
kebutuhan biaya, kebutuhan tenaga kerja, tata waktu pelaksanaan serta
gambar/desain persemaian.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi


persemaian adalah sebagai berikut:
1. Status kepemilikan lahan calon lokasi persemaian jelas dan tidak
dalam kasus sengketa (clear and celan).
Calon lokasi persemaian harus jelas status kepemilikannya, agar
proses produksi bibit tidak terganggu. Jika lahan tersebut bukan milik
sendiri maka harus jelas status kontraknya. Kontrak peminjaman
lahan untuk persemaian dalam jangka waktu lama sebaiknya
dilakukan di depan notaris.
2. Status keamanan di calon lokasi persemaian harus terjaga (aman)
Persemaian harus terbebas dari gangguan yang dapat membahayakan
jiwa. Jangan membuat persemaian di bawah tegangan listrik yang
tinggi (di bawah jalur sutet) atau daerah deka dengan lokasi latihan
menembak. Lokasi persemaian juga sebaiknya aman dari gangguan
pencurian.
3. Semaksimal mungkin dekat dengan lokasi penanaman (terutama
untuk persemaian sementara)
Lokasi persemaian yang dekat dengan lokasi penanaman akan
menghemat biaya dan waktu proses pengangkutan bibit. Selain itu
lokasi persemaian yang dekat dengan lokasi penanaman
memungkinkan kondisi ekologis di persemaian dan penanaman tidak
jauh berbeda, sehingga bibit sudah bisa beradaptasi dengan cepat.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ3


4. Calon lokasi persemaian harus dekat jalan angkutan atau akses
pengangkutan mudah
Tersedianya jalan angkutan yang memadai, akan membuat fungsi
persemaian semakin optimal
5. Sedapat mungkin harus dekat dengan sumber air atau mudah
memperoleh air
Persemaian membutuhkan air dalam jumlah yang sangat banyak
untuk keperluan penyiraman bibit serta. Air ini dapat diambil dari air
sungai yang dekat dengan persemaian atau dari sumber lainnya.
Kebutuhan air juga dapat dipenuhi dari sumur artesis yang dibuat di
persemaian.
6. Calon lokasi persemaian memiliki cahaya/sinar matahari cukup
(bebas naungan berat).
Persemaian yang terlalu lembab dapat memacu serangan hama ,
penyakit dan patogen akar. Kelembaban tersebut dapat dikurangi
dengan membuka naungan sehingga sinar matahari yang masuk ke
persemaian banyak. Area tempat pembesaran bibit (open area) harus
bebas naungan.
7. Mudah dijangkau
Aksesibilitas ke lokasi persemaian harus mudah dijangkau baik
dengan berjalan kaki atau dengan memakai kendaraan.
8. Topografi calon lokasi persemaian sebisa mungkin ringan (datar-
landai). Sebaiknya areal persemaian dibangun pada lahan dengan
tingkat kemiringan kurang dari 10%. Kondisi yang landai akan
memudahkan dalam proses produksi bibit.
9. Dekat dengan pemukiman, agar mudah mencari tenaga kerja
Persemaian dengan kapasitas produksi bibit yang besar per tahunnya
memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak, oleh karena itu
ketersedian tenaga kerja perlu diperhatikan. Persemaian yang dekat
dengan pemukiman akan memudahkan dalam mencari tenaga kerja.
10. Ketersediaan media pertumbuhan (tanah lapisan atas /top soil dan
pasir) memadai.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ4


Kebutuhan media tumbuh bibit, berupa tanah lapisan atas (top soil),
harus tersedia sepanjang tahun. Semakin banyak jumlah bibit yang
diproduksi, semakin banyak pula top soil yang diperlukan. Top soil
diambil dari lapisan permukaan atas hingga ke dalaman kurang dari
60 cm. Top soil umumnya memiliki kandungan hara yang lebih baik.
11. Bukan merupakan wilayah rawan bencana alam
Lokasi persemaian sebaiknya terhindar dari potensi gangguan banjir,
tanah longsor, angin puting beliung dan kebakaran. Oleh karena itu,
hindari pembangunan persemaian pada daerah rawan bencana alam.
12. Lokasi calon persemaian harus bebas dari gangguan penggembalaan
liar.
Lokasi persemaian harus bebas dari gangguan penggembalaan ternak.
Seringkali persemaian perlu dipagar sekelilingnya untuk menghalau
gangguan ternak, baik itu ternak kambing, kerbau, sapi atau ternak
ayam.
13. Luas areal calon lokasi persemaian harus memadai
Pembangunan persemaian harus memperhatikan daya tampung bibit
yang akan diproduksi.

Gambar 1. Perataan tanah di lokasi persemaian

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ5


Penentuan Luas Persemaian
Persemaian harus dapat menampung sejumlah bibit secara memadai.
Luas persemaian yang akan dibangun tergantung kepada:
1. Jumlah bibit yang akan diproduksi
Jumlah bibit dapat dihitung dari luas areal tanam dan jarak
penanaman. Semakin banyak bibit yang diperlukan semakin luas
persemaian yang harus dibangun.
2. Tipe bibit yang diproduksi
Tipe/model bibit yang diproduksi di persemaian dapat berupa bibit
dengan akar telanjang (bare root) atau bibit dengan media tumbuh
dalam wadah (container) seperti polybag, polytube, potrey dan lain-
lain. Bibit yang diproduksi dengan wadah media tumbuh
membutuhkan areal persemain yang lebih luas daripada bibit yang
diproduksi secara bare root.
3. Lama pemeliharaan bibit di persemaian
Umur bibit dipelihara di persemaian hingga siap ditanam di areal
tanam berbeda-beda tergantung kepada jenisnya. Bibit melinjo,
pinus, alpukat membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan untuk siap
ditanam di areal tanam, sedangkan sengon, manglid, surian hanya
butuh waktu lebih kurang 3 bulan di persemaian. Bibit yang lama
dipelihara dipersemaian akan membutuhkan persemaian yang lebih
luas dibanding dengan bibit yang sebentar dipelihara di persemaian.
4. Sarana prasarana yang akan dibangun.
Semakin banyak sarana dan prasarana yang dibangun, semakin luas
areal persemaian yang akan dibangun.

Tipe persemaian sementara lebih ditentukan oleh jumlah bibit yang akan
diproduksi, sedangkan untuk persemaian permanen penentuan
luasannya berdasarkan rasio areal efektif (60%) dan areal penunjang
(40%). Angka rasio tersebut tidak bersifat mutlak tetapi dapat
disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Areal efektif persemaian
adalah alokasi ruang untuk tempat penyimpanan bibit sedangkan area
penunjang adalah alokasi ruang untuk sarana dan prasarana persemaian
seperti jalan inspkesi, jalan angkut, kantor, ruang jemur, ruang
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 6
pencampur media, ruang pompa air, ruang muat bongkar bibit, ruang
gudang penyimpanan alat, dan pos jaga. Dengan rasio 60% : 40% maka
luas total 1 ha areal persemaian permanen maksimal dapat menampung
bibit sebanyak 600.000 batang. Angka tersebut diperoleh dari hasil
perhitungan: [60/100] X [10.000 m2 /1 ha] X [500 batng/5m2 ].

Standar ukuran bedengan persemaian yang sering digunakan pada


persemaian permanen adalah ukuran bedeng sapih sebesar 5 m x 1 m,
tinggi permukaan bedengan 15 cm, jarak antar bedeng 50-75 cm, lebar
jalur inspeksi 100 cm, ukuran polybag 10 cm x 20 cm, tinggi naungan
200 – 250 cm. Dalam bedeng semai ukuran 5 m2 dapat menampung bibit
sebanyak 500 polybag (ukuran polybag lebar 10 cm).

Gambar 2. Bedengan persemaian berukuran 5 m x 1 m (foto: Hidayat)

Rencana Tata Waktu Persemaian


Rencana tata waktu perlu disusun untuk efektivitas pelaksanaan
pembangunan persemaian dan produksi bibit. Rencana tata waktu
memuat jenis pekerjaan/kegiatan, periode waktu, dan pihak yang
bertanggung jawab. Rencana tata waktu pembangunan persemaian
dibedakan dengan tata waktu produksi bibit di persemaian. Pada
pembangunan persemaian modern permanen, tata waktu pembangunan
fisik persemaian terlepas dari tata waktu produksi bibit di persemaian,
sedangkan pada pembangunan persemaian sementara seringkali tata

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ7


waktu tersebut disatukan. Rencana tata waktu produksi bibit di
persemaian disajikan dalam bentuk “Barchart” (lihat Tabel 1).

Rencana tata waktu produksi persemaian tergantung kepada jenis bibit


yang akan diproduksi. Jika jenis bibit sudah dipastikan, maka perlu
diperhatikan musim buah dari jenis tersebut. Informasi kapan jenis
tersebut berbuah sangat perlu dalam rangka pengumpulan benihnya,
terutama untuk jenis yang rekalsitran.

Agar mudah menyusun tata waktu dengan baik dapat ditarik mundur
dari batas waktu (deadline) bibit siap tanam atau waktu
distribusi/pengangkutan bibit. Karena kegiatan penanaman umumnya
dilakukan pada musim hujan, adakalnya watu pembuatan persemaian
jatuh pada saat musim kemarau. Oleh karena itu persemaian harus
memliki sumber air yang cukup untuk penyiraman bibit.

Tabel 1. Tata Waktu Produksi Bibit Surian di Persemaian

Bulan
Uraian Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Penyiapan media semai dan media
sapih
2. Penyiapan benih
3. Proses pengecambahan benih
4. Pencampuran media dengan
kmpos
5. Pengisian polybag
6. Penyapihan
7. Pemeliharaan bibit
8. Pengangkutan bibit ke lokasi
tanaman

Rencana Sarana dan Prasarana


Pada permulaan pembangunan persemaian tentu banyak alat dan bahan
yang diperlukan baik untuk sarana produksi bibit atau sarana penunjang.
Sarana untuk produksi bibit antara lain: kontainer (polybag, potray,
polytub, dll), selang air, bedengan, penampung air, pompa air, cangkul,
media kecambah, sarlon net, trolly dan lain-lain. Daftar kebutuhan alat

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ8


dan bahan harus dibuat meliputi jenis alat dan bahan, volume yang
dibutuhkan dan spesifikasinya.

Kebutuhan prasarana persemaian permanen meliputi bangunan


persemaian (kantor, gudang, jalan, pos jaga, sarlon, rumah kaca, spek,
bedeng persemaian dan instalasi air pengairan) perlu disusun dengan
benar, sesuai dengan spesifikasi (bestek) yang diinginkan. Sedangkan
sarana (alat) yang pengadaanya dilakukan cecara rutin atau periodik
antara lain: kontainer bibit (polybag, polytube, potrey), top soil, pupuk,
benih, pestisida, herbisida, bak kecambah dan lain-lain). Untuk ipe
persemaian sementara kebutuhan prasarana persemaian tidak begitu
penting.

Kebutuhan bahan dan alat yang terkait langsug dengan proses


produksi bibit adalah: benih, pasir, tanah atau jenis medium tumbuh
lainnya (gambut, sekam dan sebagainya), kantong plastik (kontiner)
pupuk fungisida dan pestisida.

1. Benih
Kebutuhan benih ditentukan dari aspek:
• Jumlah semai yang harus dihasilkan (Jbt)
• Persen perkecambahan (G)
• Persen jadi semai sampai siap tanam (S)
• Jumlah butir benih tiap kg (N)
Untuk menghitung banyaknya benih yang dibutuhkan di persemaian
(Jbn) dapat dipergunakan rumus sebagai berikut :

Jbn = Jbt/{GxSxN}

dimana
Jbt = Jumlah semai yang harus dihasilkan
G = Persen perkecambahan dari benih yang bersangkutan
S = Persen jadi semai sampai siap tanam
N = Jumlah butir benih murni tiap kg
Jbn = Jumlah benih yang dibutuhkan (dalam kg).
Contoh :
Persemaian surian (Toona sinensis Roem) dengan jumlah
bibit yang harus dihasilkan sebanyak 1.000.000 batang;
dengan persen perkecambahan 50 %; persen jadi semai
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ9
sampai siap ditanam 80%; jumlah butir benih tiap kg =
100.000. Maka jumlah yang benih yang dibutuhkan adalah:
Jbn = 1.000.000 / [0,5 X 0,8 X 100.000] kg = 25 kg

2. Pasir dan tanah

Pasir sering digunakan untuk medium perkecambahan diusahakan


sesteril mungkin antara lain dengan cara dijemur pada tempat kena
sinar matahari penuh selama 2-3 hari atau disiram air panas atau
digoreng untuk menghindari kemungkinan adanya jamur. Tanah top
soil sering digunakan sebagai media tumbuh bagi sapihan. Tanah
yang baik untuk media tumbuha sapihan adalah tanah yang subur.
Jika tanah tersebut kurang subur maka perlu dicampur dengan
kompos, dan jika kurang gembur dicampur dengan sekam padi.
Perbandingan tanah: kompos; sekam padi dapat 50% tanah: 30%
kompos: 20% sekam padi. Dalam usaha untuk memacu
pertumbuhan semai hasil sapihan, akhir-akhir ini banyak dilakukan
pemberian mikoriza.

3. Polybag/Container

Polybag/container ini digunakan untuk medium sapihan setelah diisi


hampir penuh dengan tanah. Tanah untuk medium sapih dipilih tanah
yang baik halus, merata dan dicampur dengan pupuk. Banyaknya
polybag yang dipergunakan tergantung kepada beberapa banyak
semai yang akan dihasilkan dan berapa besar prosentase kerusakannya.

Kebutuhan wadah/polybag dalam persemaian dapat dihitung, dengan


rumas sebagai berikut :

D = n + ( n x ps )
Jumlah kantong plasik
kg
dimana :
D = Jumlah kantong plastik yang harus disediakan(kg)
n = Jumlah semai yang harus disediakan
ps= Persen kerusakan atau salah hitung kantong plastik.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 10


Alat lainnya yang diperlukan antara lain: selang air, troly, cangkul,
ayakan, alas terpal, karung, handsprayer, embrat, sarlon, dan lain-lain.

Rencana Biaya Persemaian


Tipe dan kualitas persemaian pada akhirnya akan tergantung kepada
analisis biaya persemaian. Oleh karena itu, rencana biaya pembuatan
persemaian perlu dibuat. Untuk keperluan bisnis tidak sekadar rencana
biaya pembuatan persemaian saja yang dibuat tetapi juga rencana
pendapatan dan belanja (cash flow) usaha pembibitannya. Pada
umumnya biaya pembuatan persemaian terdiri dari biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Yang termasuk biaya tetap
antara lain adalah gaji karyawan, dan pajak bumi dan bangunan. Contoh
biaya variabel antara lain biaya pengadaan benih, kontainer , media
tanah, kompos, pupuk, dan lain-lain. Biaya penyusutan alat juga harus
diperhitungkan dalam pembuatan cashflow.

Desain Persemaian
Persemaian yang ideal harus memperhatikan sirkualsi keluar masuk
barang (bibit dan media tumbuh) ke persemaian. Oleh karena itu, perlu
dibuat/digambarkan tata letak sarana dan prasarana persemaian di atas
peta. Tata letak tersebut memuat informasi lokasi sarpras persemaian
meliputi ruang gudang alat, bedengan persemaian, rumah pompa air, pos
jaga, ruang jemur, tempat bongkar muat bibit dan sebagainya. Tata leak
persemaian modern permanen (Gambar 3) lebih rumit dari pada
persemaian sementara (Gambar 2).

Contoh tata letak persemaian sederhana di ilustrasikan oleh Yasman et


al. (2002). (lihat gambar 2). Fasilitas yang terdapat pada persemaian
nonpermanen tersebut tidak begitu banyak, teridiri dari: 1. Areal
ternaungi (shading area) tempat pertumbuhan kecambah; 2. Areal
terbuka (open area) untuk membesarkan bibit; 3. Area kerja tempat
penaburan dan pengisian pot/polybag; 4. Ruang tempat penyimpanan
alat dan bahan; 5. Pipa saluran air; 6. Jalan utama untuk pengangkutan

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 11


bibit; 7. Pintu utama; 8. Gubuk kerja; 9. Ruang pompa air; 10. Sprinkel
air untuk penyiraman bibit; dan 11. Aliran Air sungai sebagai sumber air
(Yaman, et al., 2002).

Gambar 2. Desain (lay out) Persemaian Sementara (Yasman, et al., 2002)

Gambar 3. Contoh desain persemaian permanen

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 12


Referensi
Barkah, B.S. 2009. Panduan Pengembangan dan Pengelolaan Persemaian Desa
Program Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat di Areal
MRPP Kanupaten Musi Banyuasin. http//:www.gtz.de
Hidayat, Y., Haeruman, M., Amien, S. dan Siregar, I.Z. 2010. Surian (Toona
sinensis Roem): Tinjauan Ekologi, Variasi Genetik, Silvikultur dan
Pemuliaan. Unpad Press.
Kurniaty, R. Budi Budiman dan Made Suartana. 2006. Teknik Pembibitan
Tanaman Hutan Secara Generatif. Laporan Hasil Penelitian (LHP).
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor.
Mantyla, J. 1993. Manual Persemaian. Proyek Pembangunan Pusat
Persemaian. Kerjasama antar Departemen Kehutanan dengan Enso
Forest Development Ltd.
Schmidth,L. 2000. Guide to Handling of Tropical and sub Tropical Forest Seed.
Danida Forest Seed Center. Denmark.
Yasman, Irsyal dan Hernawan. 2002. Manual Persemaian Dipterocapaceae.
Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan
Jakarta.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 13


INTEGRATEDCITARUMWATERRESOURCES MANAGEMENT INVESTMENTPROGRAM (ICWRMIP)
CITARUM WATERSHED MANAGEMENT AND BIODIVERSITY CONSERVATION (CWMBC)
Jl. Kawaluyaan Indah VI No. 17, Kel. Jatisari, Kec. Buah Batu, Bandung 40285; Tlp/Fax. (022) 733206;
E-mail:cwmbc2013@gmail.com;Website:www.cwmbc.org

Pilot Proyek Restorasi/Rehabilitasi


Lahan (PPR/RL) Tahun 2013
Kata Pengantar
Modul Pelatihan Pembuatan Persemaian ini disusun dalam rangka
melaksanakan kegiatan tahapan Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Komponen #2-CWMBC: Pilot Proyek Restorasi / Rehabilitasi Lahan
(PPR/RL) di wilayah BBKSDA Jawa Barat dan BBTN Gunung Gede
Pangrango.
Pendekatan kegiatan PPR/RL di kawasan konservasi sebagaimana telah
dituangkan dalam KAK Komponen #2-CWMBC di wilayah BBKSDA Jawa
Barat dan BBTN Gunung Gede Pangrango meliputi tahapan:
Tahap 1 : Identifikasi Prioritas Lokasi PPR/RL
Tahap 2: Membangun Kerjasama Para Pihak Terkait dan Peningkatan
Kapasitas Masyarakat
Tahap 3: Pelaksanaan Kegiatan PPR/RL di Lapangan
Tahap 4: Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
Modul Pelatihan Pembuatan Persemaian ini terdiri dari 4 Modul, yaitu
Modul 1: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat Persemaian; Modul 2:
Perencanaan Pembangunan Persemaian; Modul 3: Teknik Produksi Bibit
Secara Generatif, Modul 4: Teknik Produksi Bibit Secara Vegatatif dan
Bibit Cabutan. Dalam pelatihan pembuatan persemaian akan di dukung
oleh Nara Sumber yang berkompeten untuk praktek pembuatan
persemaian secara nyata di lapangan.
Kepada Tim Tenaga Ahli Komponen#2 khususnya Dr. Yayat Hidayat,
MSi yang telah menyelesaikan penyusunan Modul Pelatihan
Pembangunan Persemaian ini diucapkan terimakasih.
Semoga Modul Pelatihan Persemaian ini bermanfaat bagi masyarakat
dan pihak-pihak yang memerlukannya.

Bandung, Juli 2013


Mengetahui, Komponen #2-CWMBC,
Team Leader-CWMBC Team Coordinator

Ambar Dwiyono Soeparno W, Ir., MSc.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ1


Ringkasan Isi Modul _______________

TOPIK Teknik Produksi Bibit Secara Generatif

TUJUAN Memberikan keterampilan kepada peserta pelatihan


mengenai teknik memproduksi bibit di persemaian
secara generatif serta pengemasan dan
pengadministrasian bibit dengan benar

MATERI Teknik Penyiapan media, penyiapan benih,


penaburan benih, penyapihan kecambah,
pemeliharaan bibit, pengemasan dan penangkutan,
administrasi pembibitan

METODE Pemberian pelajaran teori di kelas Diskusi dan curah


Pendapat, Peragaandengan slide/film dokumenter
Praktek lapangan/demonstrasi

MEDIA Alat tulis (ballpoint, pensil, kertas, penghapus,


spidol), alat infokus, layar, contoh perhitungan
rancangan pembuatan persemaian

WAKTU 180 Menit

TEMPAT Balai Desa, GOR Desa, dll.

KEGIATAN Pembelajaran/penyampaian teori dalam kelas


Peragaandan praktek lapangan, Diskusi/curah
pendapat dan Pendalaman materi

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ2


Pendahuluan
Pengadaan bibit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara
generatif dan vegetatif. Pengadaan bibit secara generatif yaitu
perbanyakan bibit tanaman dilakukan melalui perkecambahan benih,
kemudian disapih pada media sapih dan dipelihara hingga bibit siap
ditanam di areal penanaman. Pengadaan bibit secra generatif dapat
juga dilakukan dengan menggunakan anakan alam (bibit cabutan).
Pengadaan bibit secara vegetatif yaitu pengadaan bibit dilakukan
melalui perbanyakan bagian tanaman induknya, seperti stek,
cangkok, okulasi dan kultur jaringan.

Produksi bibit secara generatif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
menabur (menyemai) benih pada media tabur dan
memelihara bibit dari cabutan di bawah tegakan. Pengadaan
secara generatif diperuntukan bagi tanaman hutan yang menghasilkan
benih yang dapat disimpan lama (ortodok). Sedangkan teknik
cabutan digunakan untuk memperbanyak tanaman yang menghasilkan
benih yang tidak bisa disimpan lama (rekalsitran).

Kegiatan proses produksi bibit secara generatif pada garis besarnya tediri
dari pengadaan/penyiapan media sema atau sapih, pengadaan benih,
penaburan benih, penyapihan kecambah dan pemeliharaan atau
aklimatisasi bibit di persemaian (Gambar 1).

Pengadaan Media Tumbuh


Media tumbuh yang harus disediakan terdiri dari media tabur dan media
sapih. Media tabur pada umumnya menggunakan pasir kali, sedangkan
media sapih umumnya menggunakan media tanah lapisan atas (top soil)
dan campuran kompos dan pupuk dengan komposisi yang sesuai. Pada
prinsipnya media tersebut harus dalam keadaan steril. Oleh karena itu,
sebelum dipakai harus disterilisasi dulu antara lain melalui penjemuran
media tanah di bawah terik matahari. Media sapih yang baik adalah
tanah yang gembur dan partikelnya halus. Oleh karena itu, tanah top soil
perlu diayak dan digemburkan dengan cara menyaring (mengayak)
dengan menggunakan saringan kawat.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ3


Gambar 1. Kegiatan proses produksi bibit di persemaian

Pengadaan benih
Kebutuhan benih dihitung berdasarkan jumlah bibit yang akan
diproduksi. Kebutuhan bibit suatu jenis dihitung dari luas areal yang
akan ditanami dan jarak tanamnya, ditambah dengan cadangan bibit
untuk penyulaman. Besarnya persentase penyulaman (%Pn) umumnya
sebesar 20 persen dari kebutuhan bibit nyata. Kebutuhan bibit dan benih
dapat dihitung dengan mudah sebagaimana telah dijelaskan pada
Modul-1.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ4


Benih yang bermutu adalah benih utuh (bernas) dan sehat yang diunduh
dari pohon induk pada sumber benih. Kementerian kehutanan telah
menetapkan kelas sumber benih yaitu ;
(1) tegakan benih teridentifikasi;
(2) tegakan benih terseleksi;
(3) areal pengumpulan benih;
(4) tegakan provenans;
(5) kebun benih semai;
(6) kebun benih klonal dan
(7) kebun pangkas.

Semakin tinggi kelas sumber benih semakin baik mutu genetiknya.


Contoh benih yang diunduh dari tegakan benih teridentifikasi lebih
buruk kualitas genetiknya dibanding benih yang diunduh dari area
pengumpulan benih.

Sebaiknya benih yang akan disemaikan berasal dari sumber benih


berkualitas yang telah disertifikasi. Sampel benih perlu diuji untuk
mengetahui mutu fisik dan mutu fifiologis benih. Hasil pengujian
biasanya dicantumkan dalam label benih, yaitu:
• informasi persen kecambah (germination),
• kemurnian benih (purnity),
• persen jadi bibit (survive) dan
• jumlah benih per kg (N).

Bagi benih yang telah bersertifikat informasi tersebut dapat dilihat pada
label benihnya, jika benih yang digunakan bukan benih bersertifikat
maka harus dilakukan uji sampel bibit seperti telah dijelaskan
sebelumnya. Informasi persen kecambah (daya kecambah) sangat
penting.

Penaburan Benih
1. Penyiapan Media Tabur/Semai
Media tabur yang baik adalah porus, steril (bebas dari hama dan
penyakit). Media pasir adalah baik untuk penyemaian (penaburan)
benih. Sebelumnya, media tersebut harus disterilasi dengan cara

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ5


mencuci dan mengeringkannya dengan cara dijemur atau dipanaskan
di atas api (disanggrai). Sterilisasi bisa juga dengan menambahkan
fungisida misalnya Ditane-M45 dengan dosis 100 g/m3 atau
fungisida lainnya yang mudah diperoleh. Media yang telah steril
dimasukkan ke dalam bak kecambah. Dasar bak kecambah diberi
lubang kecil-kecil untuk drainase air. Bak kecambah sebaiknya
diletakkan di ruang penaburan yang cukup cahaya matahari dan
terlindung air hujan, aman dari gangguan, tidak terlalu lembab, serta
mudah dalam pengawasan. Lingkungan yang terlalu lembab dapat
menimbulkan penyakit busuk batang (dumping off) pada semai.

2. Perlakuan Pendahuluan
Perlakuan pendahuluan (seed pretreatment) bertujuan untuk
memecah dormansi benih. Cara yang paling mudah adalah merendam
benih dalam air hangat kuku (± 60OC) kemudian dibiarkan selama
semalaman. Esok harinya benih tersebut ditiriskan selama 2-3 jam
sampai kering di atas kertas tisu. Setelah kering benih siap untuk
ditabur.

Perlakuan lain bisa juga dengan cara priming dengan metode


osmoconditioning hidrasi-dehidrasi dalam air selama 72 jam
kemudian dikering-anginkan selama 120 jam atau melalui metode
matriconditioning dengan menggunakan abu gosok dengan waktu
yang sama seperti telah dilakukan Zanzibar (2010).

2.1. Penaburan Benih

Penaburan benih siap semai dapat dilakukan secara langsung ke


polybag atau penaburan ke bak kecambah. Kelebihan penaburan
langsung ke polybag adalah tidak perlu ada kegiatan penyapihan
dengan demikian mengurangi biaya tenaga kerja dan akar semai tidak
akan terganggu. Kelemahannya adalah kualitas bibit tidak seragam
karena tidak dilakukan seleksi sebelumnya serta pengawasan dan
pengendalian hama dan penyakit yang menyerang semai lebih sulit.
Ketidakseragaman semai dapat diantisipasi dengan menabur 2-3
benih setiap polybag kemudian dipilih satu semai yang paling baik,
sisanya dipindahkan (dicabut). Kelebihan penaburan tidak langsung
(melalui bak kecambah) adalah mudah dalam pengawasan dan
pengendalian hama dan penyakit yang menyerang semai karena
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 6
lokasinya terkonsentrasi pada tempat yang lebih sempit. Semai yang
akan disapih akan lebih seragam baik kualitas maupun ukurannya.
Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan tambahan biaya buat
upah kerja penyapihan, serta kalau tidak hati-hati dalam proses
penyapihan (over spin) kadang-kadang akar semai terganggu seperti
patah atau terlipat. Oleh karena itu, proses penyapihan harus hati-
hati dengan menggunakan alat yang sesuai, media sapih harus yang
mudah diangkat.

Penaburan benih ke bak kecambah dilakukan dengan jarak teratur


agar benih dapat berkecambah dengan baik dan memudahkan dalam
proses penyapihan (Gambar 2). Jarak yang disarankan untuk
penaburan benih adalah 2 cm - 3 cm. Benih yang ditabur bisa
bersayap atau sayapnya telah dipotong terlebih dahulu. Benih
tersebut diletakkan di atas pasir atau dibenamkan sedikit lalu ditutupi
pasir setipis mungkin. Dari hasil penelitian, benih ini mulai banyak
berkecambah pada hari ke-7, oleh karena itu, hari ke-7 ini dijadikan
sebagai hari awal perhitungan kecambah (first day count/FDC) dan
mulai berhenti pada hari ke-18, sehingga dijadikan sebagai hari akhir
penghitungan kecambah (Long day count/LDC). Bak kecambah
dalam ruang tertutup misalnya rumah kaca, tidak perlu diberikan
sungkup, tetapi dibiarkan terbuka.

Foto: Hidayat, 2010

Gambar 2. Pertumbuhan semai surian umur 2 minggu setelah


penaburan di bak kecambah dengan media pasir.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ7


2.2. Pemeliharaan Semai
Pemeliharan semai atau kecambah antara lain adalah menjaga agar
media semai tetap basah melalui kegiatan penyiraman. Benih-benih
yang terlihat terkena serangan jamur segera dibuat agar tidak
menular ke benih lainnya. Penyiraman dilakukan dengan
menggunakan handsprayer agar tidak mengganggu posisi benih.
Pemeliharaan dilakukan hingga semai siap disapih. Kriteria semai
siap sapih adalah semai yang telah berbatang tegak, sehat dan
memiliki daun 2-3 buah. Ada baiknya data daya kecambah dari
proses penaburan ini dicatat untuk mengetahui kualitas fisik –
fisiologis benih yang digunakan, metodenya seperti telah dijelaskan
sebelumnya pada subbab pengujian benih. Dari data hasil
pengamatan kecambah tersebut bisa dibandingkan dengan informasi
data pengujian benih sebelumnya yang terdapat pada label benih.

3. Penyapihan Kecambah
3.1. Penyiapan Media Sapih
Media sapih yang baik harus memenuhi kriteria: (1) ringan, memiliki
kepadatan (bulk density) rendah; (2) drainase dan aerasi baik
sehingga memudahkan pertukaran udara dan air; (3) kemampuan
menahan air cukup baik; (4) pengembangan dan penyusutan tanah
sangat rendah sehingga tidak merusak akar saat kekeringan; (5)
tersedia dalam jumlah memadai dan mudah diperoleh dalam harga
yang terjangkau; (6) steril, bebas hama dan penyakit; (7) mengandung
nutrisi (unsur) yang cukup bagi kebutuhan pertumbuhan semai/bibit.

Untuk memperkaya kecukupan unsur hara pada media sapih


sebaiknya media tanah top soil dicampur dengan kompos, atau pupuk
kandang, sedangkan untuk membuat drainase yang baik pada tanah
lempung bisa menggunakan campuran sekam padi. Rasio
pencampuran tanah : sekam padi : kompos dapat dilakukan dengan
perbandingan 60 persen: 10 persen : 30 persen (v/v). Campuran
media yang baik akan memberikan ruang yang cukup untuk
pertumbuhan akar secara optimal dan media tetap akan kompak saat
pemindahan/pengangkutan bibit.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ8


Tanah dan sekam padi yang digunakan sebelumnya harus disterilisasi
seperti pada waktu sterilisasi media tabur. Tanah yang digunakan
sebagai media sapih harus halus. Oleh karena itu, perlu diayak
terlebih dahulu dengan saringan kawat ukuran 1 mm x 1 mm.

3.2. Pengisian Kontainer

Media kontainer yang sering digunakan dalam pembibitan adalah


polybag berwarna hitam ukuran diameter 10 cm tinggi 15 cm atau
ukuran diameter 7 cm dan tinggi 10 cm. Media lain misalnya polytube
atau potreys. Media polybag digunakan untuk sekali pakai, pada
bagian bawah polybag dilubangi dengan paku 10 cm untuk drainase
air. Kantong polybag tersebut diisi secara penuh dengan media sapih
yang telah dipersiapkan sebelumnya, dipadatkan secukupnya agar
media tersebut kompak. Lubang untuk sapihan semai dibuat di
tengah-tengah dengan menggunakan alat yang sesuai, kedalaman 2
cm - 3 cm tergantung panjang akar sapihan. Polybag disusun secara
rapi di bedeng sapih di areal ternaungi dengan intensitas naungan 60
persen - 70 persen .

3.3. Penyapihan Semai

Penyapihan semai dilakukan setelah semai memiliki 2-3 daun,


berbatang tegak dengan tinggi sekitar 5 cm, dan sehat (Gambar 3).
Pencungkilan (pencabutan) semai dilakukan dengan alat yang sesuai,
secara hati-hati agar akar semai tidak rusak ketika diangkat. Semai
kemudian ditanam dalam media polybag lalu tanah di sekitar lubang
tanam dipadatkan seperlunya agar semai bisa berdiri dengan tegak
dan kokoh. Polybag yang telah ditanami sapihan kemudian disusun
rapi dalam bedengan ternaungi (Gambar 4).

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ9


Foto: Hidayat, 2010

Gambar 3. Kondisi semai surian siap di sapih.

Foto: Hidayat, 2010

Foto: Gambar 4. Pemindahan sapihan ke dalam polybag.

4. Pemeliharaan Bibit

4.1. Pengurangan Intensitas Naungan


Pengurangan intensitas naungan mulai dilakukan saat bibit berumur
satu bulan setelah sapih menjadi 40 persen - 50 persen, kemudian
bulan kedua menjadi 10 persen - 20 persen, bulan ketiga dibiarkan
terbuka (tanpa naungan) (Gambar 5). Tujuan pengurangan intensitas
naungan ini adalah untuk mempersiapkan bibit agar lebih tahan
terhadap cahaya matahari penuh. Umur semai siap tanam untuk jenis
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 10
berbeda-beda tergantung jenis. Bibit siap tanam adalah bibit sehat
berbatang tunggal yang telah memiliki kayu pada bagian batangnya
sehingga dapat berdiri dengan kokoh. Bibit yang belum kokoh dapat
memiliki resiko patah tertiup angin ketika di tanam di areal
penanaman atau tumbuh bengkok. Bibit siap tanam harus memiliki
dua-iga pasang daun yang sehat. Untuk jenis surian atau sengon
tinggi bibit siap tanam adalah berkisar antara 4-6 bulan, dengan
tinggi mencapai 30 cm - 50 cm, diameter 0,5 -1 cm (Gambar 6).

Foto: Hidayat, 2010

Gambar 5. Pembukaan naungan untuk meningkatkan


intensitas cahaya matahari di persemaian.

Foto: Hidayat, 2010

Gambar 6. Bibit Surian siap ditanam di areal penanaman.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 11


4.2. Penyiangan

Penyiangan dilakukan bila terdapat gulma yang mengganggu


pertumbuhan bibit, misalnya rumput. Penyiangan bertujuan untuk
mengurangi tingkat persaingan dalam absorpsi unsur hara. Perlu
kehati-hatian dalam mencabut rumput atau tanaman pengganggu
lainnya yang tumbuh bersama bibit dalam satu polybag, jangan
sampai akar bibit terganggu atau ikut tercabut.

4.3. Pemupukan

Pemupukan diberikan untuk memacu pertumbuhan bibit agar cepat


tinggi dan besar. Pemupukan pada semai/bibit dilakukan pertama
kali setelah bibit berumur minimal 10 hari dengan dosis yang rendah.
Pupuk yang pertama kali diberikan adalah pupuk dasar NPK 15:15:15
dengan dosis 7,5 g/l air untuk pemakaian 1 m2. Pemupukan dilakukan
dua minggu sekali, dengan cara penyemprotan menggunakan sprayer
(Gambar 7).

Foto: Hidayat, 2010

Gambar 7. Pemupukan bibit dengan menggunakan sprayer.

4.4. Pencegahan Hama dan Penyakit

Pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit pada semai


dilakukan secara intensif setiap harinya. Adanya serangan hama dan
penyakit sangat merugikan bagi pertumbuhan bibit. Beberapa contoh
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 12
serangan hama dan penyakit pada persemaian dapat dilihat pada
Gambar 8. Persemaian diupayakan jangan terlalu lembab atau
tergenang air banjir karena hal tersebut dapat menimbulkan serangan
jamur pada semai. Drainase di sekitar persemaian harus baik jangan
sampai tersumbat. Meninggikan tempat penyimpanan bibit dalam
rak sekitar 50 cm dari permukaan tanah lebih aman dari serangan
jamur dan patogen akar, namun hal tersebut membutuhkan biaya
tambahan untuk pembuatan rak.

Pada kasus tingkat serangan hama yang rendah dapat dilakukan


dengan upaya eradikasi, yaitu dengan cara membuang semai yang
terkena penyakit tersebut jauh-jauh atau membakarnya, sedangkan
apabila intensitas serangan hama terlalu banyak maka harus
diperhatikan nilai ambang batas ekonominya.

Jika serangan hama atau penyakit tidak terkendalikan dan selalu


berulang dua tahun berturut-turut maka persemaian perlu
disterilisasi atau dipindahkan tempatnya. Sterilisasi persemaian bisa
dilakukan dengan fungisida ke seluruh areal persemaian, atau
mengosongkan persemaian selama beberapa waktu (4-6 bulan) untuk
memutus siklus hidup hama atau penyakit yang inangnya adalah bibit
yang ada di persemaian. Penggantian jenis tanaman yang diproduksi
di persemaian merupakan salah satu upaya untuk memutus inang
dari penyakit yang telah mewabah di sana.

Foto: Hidayat, 2010

Gambar 8. Contoh serangan hama pada bibit surian.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 13


4.5. Pemangkasan Akar

Biasanya akar sering tumbuh keluar dari polybag dan tembus ke


dalam tanah di bawahnya. Pemangkasan akar bertujuan untuk
mengaktifkan pertumbuhan akar cabang, merangsang struktur akar
agar lebih berkembang dan kompak dalam media, serta mencegah
kerusakan akar ketika pengangkutan. Pemangkasan akar di
persemaian minimal dilakukan dua kali yaitu pada umur 1-2 bulan
setelah sapih dan 10 hari sebelum pengangkutan ke areal tanam.

Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah tembusnya akar semai ke


dalam tanah bisa dilakukan dengan cara penggeseran polybag setiap
sebulan sekali berbarengan dengan penjarangan jarak polybag.
Penjarangan jarak polybag dimaksudkan agar bibit memperoleh
ruang tumbuh dan cahaya yang optimal, sehingga akan merangsang
pertumbuhan tajuk dan memperkokoh batang. Tembusnya akar ke
dalam tanah bisa dihindari apabila polybag diletakkan di atas lantai
(tidak kontak langsung dengan tanah).

5. Pengemasan dan Pengangkutan


Pengemasan bibit sebaiknya menggunakan kotak kayu (peti kas) atau
plastik yang cukup ringan untuk diangkut. Ukuran panjang, lebar dan
tinggi peti kas disarankan 60 cm x 40 cm x 50 cm. Ukuran tinggi peti
kas dapat disesuaikan dengan tinggi bibit agar bibit aman diangkut
ketika peti kas tersebut ditumpuk. Jika pengangkutan bibit dengan
cara memikul maka bibit dapat dikemas dengan cara mengikat 50
batang bibit kemudian dimasukkan ke dalam satu polybag besar.
Pengangkutan bibit bisa dilakukan melalui truk atau dengan cara
dipikul jika jarak cukup dekat dan tidak memungkinkan
menggunakan kendaraan. Pengangkutan bibit sebaiknya dilakukan
pada sore hingga pagi hari agar bibit tetap segar sampai di tempat
tujuan.

6. Dokumentasi Persemaian
Dokumentasi bibit adalah sistem pencatatan, penyimpanan dan
perolehan kembali data mengenai bibit. Bagi produsen dokumentasi
bibit ini sangat penting karena memuat informasi asal-usul dan
identitas genetik. Tujuan dokumentasi bibit adalah sarana
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 14
perencanaan pengadaan atau produksi bibit, peningkatan proses
produksi bibit, menghindari kehilangan data yang disebabkan
keterbatasan ingatan manusia, memberikan informasi identitas bibit
bagi konsumen, memenuhi persyaratan dalam peredaran atau
perdagangan bibit serta alat kendali dalam distribusi bibit. Secara
umum dokumentasi persemaian terdiri dari dokumen pengadaan
benih dan dokumen pengadaan bibit.

6.1. Dokumen Pengadaan Benih

Dalam hal pengadaan benih untuk produksi bibit, pengada bibit


dapat memperoleh benih dari sumber benih miliknya atau membeli
dari orang lain. Jika pengada bibit memperoleh benih dari sumber
benih miliknya yang telah bersertifikat maka dokumen yang harus
diperhatikan adalah dokumen sumber benih (sertifikat sumber benih)
, dokumen penanganan benih, dokumen pengujian benih (sertifikat
mutu benih), dan dokumen persediaan benih. Apabila pengada
(penangkar bibit) memperoleh benih dengan cara membeli, maka
dokumen yang harus dipersiapkan adalah keterangan bukti transaksi
berupa surat pemesanan, kuitansi pembelian dan bukti penerimaan,
dokumen salinan hasil pengujian/sertifikat mutu benih dan dokumen
salinan sertifikat sumber benih.

6.2. Dokumen pengadaan bibit

Dokumen pengadaan bibit merupakan catatan data dan informasi


pelaksanaan kegiatan memproduksi bibit di persemaian mulai dari
kegiatan penaburan, penyapihan, pemeliharaan dan distribusi bibit.
Dokumen tersebut sangat diperlukan dalam upaya pengawasan
peredaran bibit tanaman hutan.

Dokumen pengadaan benih dan produksi bibit dibutuhkan sebagai


persayaratan administrasi untuk mengajukan sertifikasi mutu bibit ke
BPTH. Tim BPTH akan melakukan verifikasi doumen tersebut saat
melakukan peninjauan lokasi persemaian. Jika bibit yang disertifikasi
berasal dari benih yang berasal dari sumber benih yang bersertifikat
(asal-usul benihnya jelas) maka akan diperoleh Sertifikat Mutu Bibit.
Jika tidak jelas asal-usul benihnya hanya akan memperoleh Surat
Keterangan Mutu Bibit

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 15


Referensi
Barkah, B.S. 2009. Panduan Pengembangan dan Pengelolaan Persemaian Desa
Program Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat di Areal
MRPP Kanupaten Musi Banyuasin. http//:www.gtz.de
Hidayat, Y., Haeruman, M., Amien, S. dan Siregar, I.Z. 2010. Surian (Toona
sinensis Roem): Tinjauan Ekologi, Variasi Genetik, Silvikultur dan
Pemuliaan. Unpad Press.
Kurniaty, R. Budi Budiman dan Made Suartana. 2006. Teknik Pembibitan
Tanaman Hutan Secara Generatif. Laporan Hasil Penelitian (LHP).
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor.
Mantyla, J. 1993. Manual Persemaian. Proyek Pembangunan Pusat
Persemaian. Kerjasama antar Departemen Kehutanan dengan Enso
Forest Development Ltd.
Schmidth,L. 2000. Guide to Handling of Tropical and sub Tropical Forest Seed.
Danida Forest Seed Center. Denmark.
Yasman, Irsyal dan Hernawan. 2002. Manual Persemaian Dipterocapaceae.
Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan
Jakarta.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 16


INTEGRATEDCITARUMWATERRESOURCES MANAGEMENT INVESTMENTPROGRAM (ICWRMIP)
CITARUM WATERSHED MANAGEMENT AND BIODIVERSITY CONSERVATION (CWMBC)
Jl. Kawaluyaan Indah VI No. 17, Kel. Jatisari, Kec. Buah Batu, Bandung 40285; Tlp/Fax. (022) 733206;
E-mail:cwmbc2013@gmail.com;Website:www.cwmbc.org

Pilot Proyek Restorasi/Rehabilitasi


Lahan (PPR/RL) Tahun 2013
Kata Pengantar
Modul Pelatihan Pembuatan Persemaian ini disusun dalam rangka
melaksanakan kegiatan tahapan Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Komponen #2-CWMBC: Pilot Proyek Restorasi / Rehabilitasi Lahan
(PPR/RL) di wilayah BBKSDA Jawa Barat dan BBTN Gunung Gede
Pangrango.
Pendekatan kegiatan PPR/RL di kawasan konservasi sebagaimana telah
dituangkan dalam KAK Komponen #2-CWMBC di wilayah BBKSDA Jawa
Barat dan BBTN Gunung Gede Pangrango meliputi tahapan:
Tahap 1 : Identifikasi Prioritas Lokasi PPR/RL
Tahap 2: Membangun Kerjasama Para Pihak Terkait dan Peningkatan
Kapasitas Masyarakat
Tahap 3: Pelaksanaan Kegiatan PPR/RL di Lapangan
Tahap 4: Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
Modul Pelatihan Pembuatan Persemaian ini terdiri dari 4 Modul, yaitu
Modul 1: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat Persemaian; Modul 2:
Perencanaan Pembangunan Persemaian; Modul 3: Teknik Produksi Bibit
Secara Generatif, Modul 4: Teknik Produksi Bibit Secara Vegatatif dan
Bibit Cabutan. Dalam pelatihan pembuatan persemaian akan di dukung
oleh Nara Sumber yang berkompeten untuk praktek pembuatan
persemaian secara nyata di lapangan.
Kepada Tim Tenaga Ahli Komponen#2 khususnya Dr. Yayat Hidayat,
MSi yang telah menyelesaikan penyusunan Modul Pelatihan
Pembangunan Persemaian ini diucapkan terimakasih.
Semoga Modul Pelatihan Persemaian ini bermanfaat bagi masyarakat
dan pihak-pihak yang memerlukannya.

Bandung, Juli 2013


Mengetahui, Komponen #2-CWMBC,
Team Leader-CWMBC Team Coordinator

Ambar Dwiyono Soeparno W, Ir., MSc.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ1


Ringkasan Isi Modul _______________

TOPIK Teknik Produksi Bibit Secara Vegetatif &


Bibit Cabutan

TUJUAN Memberikan keterampilan kepada peserta mengenai


teknik pembuatan bibit secara vegetatif dan teknik
produksi bibit dari bibit asal cabutan

MATERI Teknik Produksi Bibit Secara Vegetatif (stek, okulasi,


penyambungan, dan cangkok), Teknik Produksi Bibit
Asal Cabutan
METODE Pemberian pelajaran teori di kelas Diskusi dan curah
Pendapat, Peragaandengan slide/film dokumenter
Praktek lapangan/demonstrasi

MEDIA Alat tulis (ballpoint, pensil, kertas, penghapus,


spidol), alat infokus, layar, contoh perhitungan
rancangan pembuatan persemaian

WAKTU 180 Menit

TEMPAT Balai Desa, GOR Desa, dll.

KEGIATAN Pembelajaran/penyampaian teori dalam kelas


Peragaandan praktek lapangan, Diskusi/curah
pendapat dan Pendalaman materi

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ2


Produksi Bibit Secara Vegetatif
Produksi bibit secara generatif akan menghadapi kendala ketika benih
yang akan disemaikan sulit diperoleh, karena jenis tersebut sulit
berbuah dan atau musim buah tidak menentu. Beberapa jenis
tanaman hutan, tidak berbuah setiap tahun, oleh karena itu produksi
bibitnya harus dilakukan secara vegetatif. Teknik perbanyakan
vegetatif dapat dilakukan melalui stek, okulasi,
penyambungan, cangkok dan kultur jaringan. Teknik pengadaan bibit
secara vegetatif penting digunakan untuk memperbanyak tanaman
dari klon-klon unggul hasil pemuliaan maupun seleksi alam.

1. Produksi Bibit Dengan Cara Stek


Stek merupakan teknik pembiakan vegatatif dengan cara perlakuan
pemotongan pada bagian vegatatif untuk ditumbuhkan menjadi
tanaman dewasa secara mandiri dan terlepas dari tanaman induknya.
Penggolongan stek berdasarkan bahan tanaman terdiri dari: stek pucuk,
stek batang, dan stek akar. Kegiatan yang dilakukan dalam pembuatan
stek surian meliputi: penyiapan bahan stek, penyiapan media tumbuh,
penyediaan bak stek, penanaman stek dan pemeliharaan. Secara ringkas
kegiatan tersebut akan diuraikan di bawah ini.

1.1. Penyiapan Bahan Stek

Bahan stek yang baik adalah bagian vegetatif dalam keadaan juvenil
(muda secara fisiologis), kira-kira berdiameter 1 cm - 2 cm. Bahan stek
yang masih juvenil memiliki kemampuan berakar yang lebih baik dari
pada biakan stek yang telah tua. Bahan tanaman yang berasal dari
bagian tanaman dekat dengan akar lebih juvenil dari pada bahan
tanaman yang berada pada tajuk yang lebih tinggi (Hartman et al,
1990).

Bahan stek yang baik dapat diambil dari tunas atau cabang orthotrop
(tunas/cabang yang tumbuh vertikal), akar dan batang bibit. Untuk
menghasilkan bahan stek yang juveni dengan jumlah banyak dan
berkesinambungan diperlukan kebun pangkas yang dikelola dengan
teknik tertentu (Irsyal & Smits, 1988). Hasil pengalaman lapangan

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ3


menunjukkan bahwa tumbuhnya akar pada stek batang bibit umur 6 -10
bulan lebih mudah daripada pada bahan stek cabang atau akar yang
diambil dari pohon dewasa (Hidayat, et al., 2010). Bahan stek yang
digunakan harus yang sehat (bebas dari hama penyakit), berkayu,
memiliki mata tunas minimal dua buah. Bahan stek harus dipertahankan
kelembabannya atau kesegarannya hingga bahan tersebut ditanam.

Waktu pengambilan bahan stek dari pohon induk juga perlu


diperhatikan. Waktu yang baik untuk pengambilan bahan stek pada
pohon induk dewasa adalah saat pohon tersebut telah gugur daun
menuju ke pertumbuhan mata tunas. Diduga setelah pohon induk
menggugurkan daun cadangan auksin di batang menjadi tinggi untuk
digunakan dalam pertumbuhan pucuk dan perpanjangan akar.
Pengambilan bahan stek ketika pohon induk sedang berbunga seringkali
menyebabkan kegagalan pertumbuhan stek batang surian.

1.2. Penyiapan Media Tumbuh

Media tumbuh stek yang baik adalah media yang higienis, porus dan
mampu mengikat air. Syarat utama media pengakaran harus
porus, drainase dan aerasi baik, serta steril. Media pengakaran
stek dapat menggunakan pasir, cocopeat, vermikulit (Hartmann at
al. 1990). Media tanah topsoil dicampur dengan kompos dan sekam padi
dengan perbandingan 50 persen : 250 persen : 25 persen (v/v). Media
lain yang pernah dicoba adalah media serbuk sabut kelapa (cocodust) dan
sekam padi dengan perbandingan 60 persen : 40 persen (v/v). Tanah
yang digunakan sebelumnya harus halus, diayak terlebih dahulu dengan
saringan kawat dengan ukuran lubang 5 mm x 5 mm. Sterilisasi tanah
dilakukan dengan cara dijemur di bawah terik matahari 2-3 hari. Tanah
dimasukkan ke dalam kontainer (polybag) dan disusun di dalam bak stek.

Pembiakan stek juga dapat dilakukan dengan menggunakan


media air, yang dikenal dengan sistem water rooting. Sistem ini
dikembangkan oleh Wanariset I Samboja (Balai Penelitian Kehutanan
Samarinda), Kalimantan Timur untuk jenis-jenis Dipterocarpaceae.
Sistem aerasinya menggunakan kompresor. Aerasi bertujuan untuk
memberikan oksigen yang diperlukan dalam proses pembentukan akar
ke dalam air digunakan kompresor sebagai sistem aerasinya.
Sedangkan bak airnya dapat digunakan bak yang terbuat dari semen.
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 4
Tempat untuk menyimpan stek (standar) digunakan ijuk yang
disusun sedemikian rupa (susunan ijuk dapat dibuka dan tutup)
sehingga stek dapat dengan mudah dikeluarkan tanpa menggangu
sistem perakarannya. Suhu air selama pengakaran berkisar 270 - 300 C.
Sistem ini memerlukan air yang semi steril agar stek tidak terganggu
oleh serangan jamur atau bakteri, oleh karena itu air perlu diganti setiap
2 minggu sekali. Selang-selang yang digunakan perlu disterilkan
dengan cara membuka selang tersebut dan kemudian di jemur
dibawah sinar matahari (Kurniati dan Danu, 2012).

1.3. Penyiapan Bak Stek dan Sungkup

Bak stek dapat dibuat dari papan bertutup plastik (Gambar 1) atau dari
tembok. Prinsip yang harus diperhatikan dalam pembuatan bak stek
adalah kelembaban di dalam bak harus tinggi (>95%), oleh karena itu bak
stek harus memiliki tutup (sungkup), biasanya terbuat dari plastik.
Sungkup (hard cover propagation box) tipe Komatsu Ltd, merupakan
salah satu tipe sungkup modern yang mulai banyak digunakan dalam
pembuatan stek dipterocarpaceae (Gambar 2). Bak stek harus dirancang
sedemikian rupa agar tidak diserang hama seperti hama belalang,
bekicot, ulat dan lain-lain.

a b

Foto: Hidayat, 2010


Gambar 1. Bak stek dari tembok (a) dan kayu (b)
dengan sungkup plastik mendatar.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ5


a b

Gambar 2. Model sungkup plastik konvensional (a) dan


model sungkup Koffco system Komatsu (b).

Setidaknya terdapat dua model rumah/ruang penumbuhan stek yang


telah dikembangkan oleh litbang kehutanan, yaitu model ADH-1 , yang
dikembangkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Perbenihan (BP2PT) di Kebun Percobaan Nagrak dan model KOFFCO
system, yang dikembangkan oleh Puslitbang Hutan dan Konservasi
Bogor.

Model ADH-1 dibagun menggunakan atap permanen dari genteng


tanah merah yang dikombinasi dengan genteng kaca. Genteng kaca
ini dapat dipindah-pindahkan sesuai dengan fungsinya yaitu
mengatur pencahayaan sinar matahari pagi maupun sore yang
masuk sesuai dengan kebutuhan. Di bawah atap ini terdapat bak-
bak tumbuh yang dibuat dari batako dan dilapisi semen berukuran ( 1,5
m x 1 m x 60 cm ) dengan alas lantai semen. Di dalam bakbak tersebut
dapat terdapat pengakaran yang dapat dimodifikasi kondisinya, seperti
dapat diberi kerikil atau air ( sesuai dengan sifat dari bahan stek ) di
dasar bak-bak tersebut kemudian ditutup dengan fiberglass transparan.
Rumah Tumbuh ADH-1 memiliki kondisi pada siang hari (jam 08.00 –
16.00) suhu 25 oC – 30 oC, kelembaban nisbi udara 85%-90% dan
intensitas cahaya 300 – 10.000 lux (Pramono et al., 1999).

Model KOFFCO system memanfaatkan rumah kaca yang dilengkapi


dengan sensor pengatur suhu (Gambar 3). Pada saat suhu tidak sesuai
dengan keadaan yang diinginkan maka akan terjadi pengkabutan secara
otomatis. Pengkabutan ini terjadi dengan cara penyemprotan air

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ6


melalui nozel- nozel yang mempunyai lubang-lubang yang sangat halus.
Sistem KOFFCO memiliki suhu < 30 oC , kelembaban > 95% dan
intensitas cahaya 5.000 – 20.000 lux (Shakai, et al. 1995). Dalam
sistem ini ba ha n s tek dita n am di p ol yp ot ke m u dia n
dimasukkan ke dalam sungkup plastik transparan dan dibawahnya
diberi batu-batu kerikil.

Gambar 3. Rumah stek model KOFFCO system

1.4. Pembuatan dan Penanaman Stek

Bahan stek dipotong dengan ukuran minimal 2 ruas daun (3 nodul).


Daun-daun bahan stek dipotong separuhnya dan tunas atau daun
muda (Shoot tip) dibuang (Gambar 4). Setelah bahan stek sudah siap
lalu diberi Zat PengaturTtumbuh (ZPT). Pemberian ZPT bertujuan
untuk menstimulir pertumbuhan akar dan tunas. ZPT yang sering
dipakai adalah dari kelompok auxin (IBA, IAA, NAA) sedang dari
kelompok sitokinin terutama Kinetin, Adenin, zeatin. Merek dagang
yang sering dipakai adalah rootone-f atau astonik. Pemberian ZPT dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1) Cara Oles
ZPT berbentuk tepung atau pasta, dioleskan pada pangkal atau
bagian bawah dari stek.
2) Cara celup
ZPT berbentuk cair atau ZPT berbentuk tepung dan pasta kemudian
dicairkan. Cara celup dipakai apabila dosis/konsentrasi yang
digunakan tinggi. Stek diikat, kemudian bagian pangkal atau bawah
stek dicelupkan selama beberapa detik atau menit.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ7


3) Cara perendaman
ZPT berbentuk cair atau ZPT berbentuk tepung dan pasta kemudian
dicairkan. Cara perendaman dipakai apabila dosis/konsentrasi
yang digunakan lebih rendah. Stek diikat, kemudian bagian
pangkal atau bawah stek direndam selama beberapa menit atau
jam.

Gambar 4. Pemotongan bahan stek

Stek yang telah diberi perlakuan ZPT kemudian ditanam di media


pot-tray atau polybag dan kemudian ditekan dengan menggunakan
dua jari untuk memadatkan media agar stek tidak bergoyang akibat
percikan air saat penyiraman. Pembuatan lubang pada polibag
dilakukan dengan menggunakan potongan batang kayu atau bahan
lainnya yang telah ditajamkan ujungnya dengan cara
menusukkannya ke dalam media. Pembuatan lubang tanam ini
dimaksudkan untuk menghindari kulit dan ujung stek terluka. Potrey
atau polybag yang telah ditanami stek kemudian disusun secara rapi di
bedeng stek atau di ruang tumbuh stek.

1.5. Pemeliharaan Stek

Selesai penanaman kemudian dilakukan penyiraman dengan percikan


air yang halus, hindari menggunakan siraman air secara langsung dari
tekanan pompa air maupun ledeng. Penyiraman minggu pertama
Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ8
sampai minggu kedua dilakukan setiap 2 hari sekali, kemudian
seminggu 2 kali sampai stek berakar. Stek tanaman yang
tergolong cepat tumbuh mulai berakar antara 2 – 3 minggu,
tergantung jenis tanaman. Kecepatan pertumbuhan akar tergantung
kepada jenisnya. Beberapa jenis tanaman hutan seperti surian agak sulit
menumbuhkan akar stek dari bahan organ tanaman dewasa (Hidayat,
2008). Struktur perakaran bibit dari stek dan bibit dari benih dapat
dilihat pada Gambar 5.
Setelah stek berakar, sungkup stek dapat dibuka secara bertahap.
Pembukaan sungkup dimulai pada sore hari sekirat jam 4 sore sampai
esok hari sekitar jam 8, setelah itu sungkup ditutup kembali sampai
jam 4 sore. Tahapan ini dilakukan selama 2 minggu, selanjutnya
sungkup dapat dibuka. Stek ini siap disapih ke media persemaian.
Media persemaian dan tahapan kegiatan sesuai dengan teknik
perbanyakan tanaman secara generatif.

a b
Gambar 5. Perbandingan struktur akar dari stek batang (a) dan dari
semai benih surian (b) (foto: Hidayat, 2010)

2. Produksi Bibit Dengan Teknik Okulasi


Okulasi merupakan salah satu teknik produksi bibit dengan cara
menempelkan mata tunas (entris/scion) ke batang pokok (root stock).
Media tumbuh yang digunakan sama seperti yang telah dijelaskan pada
produksi bibit dengan cara stek. Hal-hal penting dalam produksi biit
dengan cara okulasi adalah sebagai berikut:

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ9


2.1. Penyiapan Alat dan Bahan

Batang pokok (Root stocks ) dipilih dari batang yang sehat dan berakar
kuat. Entris (scion) diambil dari mata tunas yang berasal dari
tanaman lain yang sudah diketahui keunggulannya seperti produksi
biji yang banyak atau bentuk batang yang baik.

2.2. Prosedur Okulasi

Iris batang pokok (root stock) yang akan ditempeli mata tunas dengan
pisau tajam atau cuter. Kemudian tempelkan mata tunas yang telah
dipersiapkan sebelumnya ke dalam irisan tadi. Ikat dan lilit dengan
tali plastik (bisa juga tali rapia) hingga tertutup rapat. Biarkan selama
beberapa minggu hingga mata tunas tersebut benar-benar menempel
dan tumbuh. Produksi tunas bisa juga dilakukan di dalam rumah
sungkup.

2.3. Pemeliharaan okulasi

Setelah beberapa minggu, apabila mata tunas sudah terlihat menempel


dengan ditandai pecahnya mata tunas atau paling tidak masih
berwarna hijau dan segar maka batang bagian atas dari root stocks
dipotong guna memberi kesempatan kepada tunas baru untuk
tumbuh sempurna. Apabila mata tunas sudah terlihat tumbuh
sempurna (Gambar 6) sungkup dapat dibuka untuk memberi
kesempatan beradaptasi dengan lingkungan. Setelah tunas-tunas baru
tumbuh dengan baik dan berkayu, maka tanaman ini sudah siap untuk
di tanam di lapangan.

Gambar 6.

Kondisi mata tunas yang sudah


tumbuh dengan sempurna (foto :
Kurniati dan Danu, 2012).

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 10


3. Produksi Bibit Dengan Teknik Penyambungan

Pengertian menyambung (grafting) atau lebih dikenal dengan istilah


adalah menyambungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman
yang berbeda sehingga tercapai persenyawaan sehingga terbentuk
tanaman baru (Widarto, 1996). Batang bawah disebut root stock
dimana berfungsi sebagai pohon pangkal yang sebaiknya memiliki
perakaran yang kuat dan tahan terhadap serangan hama/penyakit
akar dan batang atas disebut dengan scion.

Menurut Hartman et al (1990), ada beberapa tahap proses


pertumbuhan pada sambungan, yaitu pada kambium batang atas
dan batang bawah pada sambungan akan terbentuk kalus (sel
parenchyma). Kalus tersebut bersatu membentuk kesatuan yang
saling mengikat ( co m p a t i b il i t y ). Ke m u d ia n kal us me n gal a mi
differensiasi sel menjadi sel kambium baru, yang menggabungkan
kambium batang bawah dan batang atas. Terbentuk jaringan vaskuler
baru, dimana jaringan xylem berada di dalam dan jaringan floem
berada di bagian luar.

3.1. Prosedur Penyambungan (grafting)

Teknik penyambungan yang umum digunakan adalah sambung pucuk


dimana dapat dilakukan dengan cara (a) sambung baji dan (b) sambung pelana.
Penyambungan dilakukan dengan cara menggabungkan
cabang orthotrop dari tanaman tua yang sudah diketahui keunggulannya
dengan tanaman bawah yang berumur muda dengan menggunakan
sambung baji atau sambung pelana. Scion pucuk (batang atas)
dipotong sepanjang 3-4 nodus, daun dipotong dan disisakan 1/4
bagian. Kemudian sambungan diikat dan ditutup dengan plastik yang
lentur (plastic kemasan es) supaya ikatan bisa semakin kuat dan
rapat. Dalam proses pengikatan dan pembugkusan sayatan diusahakan
jangan sampai ada yang terbuka, karena akan busuk bila terkena air.
Penyambungan kambium batang atas dan kambium batang bawah
harus betul-betul menempel pada kedua bagian tersebut. Bila diameter
batang bawah lebih besar dari diameter batang atas, penyambungan
dapat dilakukan pada salah satu kambium batang bawah harus menempel

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 11


dengan kambium batang atas. Sambungan kemudian disimpan dalam
sungkup khusus yang ditempatkan ditempat yang teduh atau ruang
pengkabutan yang memiliki kondisi lingkungan yang baik selama ± 20
hari (Kurniaty dan Danu, 2012).

3.2. Pemeliharaan Sambungan

Hal yang penting dalam pemeliharaan sambungan adalah


pengecekan dan aklimatisasi hasil sambungan. Pengecekan
sambungan dilakukan untuk mengetahui apakah sambungan telah
menyatu atau belum. Bila sambungan telah menyatu secara baik,
yaitu sekitar 20 hari setelah penyambungan, sungkup dapat dibuka
untuk pengecekan dan kegiatan pewiwilan tunas-tunas yang tumbuh
pada batang bawah. Pengecekan selanjutnya dapat dilakukan semi
nggu sekali dengan cara membuka sungkup selama 1 jam pada pagi
hari kemudian sungkup plastik ditutup dengan rapat kembali.

Proses aklimatisasi sangat menentukan terhadap keberhasilan


penyambungan. Kesalahan proses aklimatisasi akan mematikan
tanaman yang baru tumbuh. Aklimatisasi dilakukan terhadap
sambungan yang telah tumbuh yang ditandai dengan terjadinya
kompaktibilitas dan munculnya tunas baru.

Proses aklimatisasi dilakukan secara bertahap (Kurniati dan Danu,


20120 yaitu: (1) aklimatisasi dilakukan dengan cara sungkup dibuka
pada pagi hari (jam 8 – 10) seminggu sekali, kemudian seminggu
dua kali, dua hari sekali, dan setiap hari; (2) sungkup dibuka dari sore
hari sampai pagi selama satu bulan; (3) sungkup dibuka sepanj ang
hari; (4) bibit dipindahkan ke tempat persemaian terbuka tapi masih
memiliki naungan berat (80%) selama 1 bulan kemudian naungan
dikurangi menjadi intensitas 50%.

Untuk menambah hara dapat disemprot dengan pupuk daun dan bila
ada serangan hama dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 12


a c
b

d e f

Gambar 7. Teknik penyambungan (Kurniati dan Danu, 20120)


Keterangan: a. tanaman bawah dipotong setinggi 10 cm, b. tanaman bawah dibelah (celah) sepanjang 1 – 2
cm, c. penyiapan scion dari pohon unggul, d. scion diselipkan pada tanaman bawah, e.
sambungan diikat dengan plastik, f. sambungan ditempatkan di ruang tumbuh (Rh: 90% , suhu
< 30oC)

4. Produksi Bibit Dengan Teknik Cangkok


4.1. Penyiapan Bahan

Bahan cangkok yang baik diambil dari pohon induk yang unggul,
memiliki penampilan fenotipa bagus, tidak terserang hama penyakit,
dan cukup umur. Pohon induk sebaiknya tidak terlau muda dan juga
tidak terlalu tua. Pada pohon yang terlalu tua, relatif sulit untuk
didapatkan bahan cangkok yang memenuhi syarat, sedangkan pohon

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 13


yang terlalu muda belum diketahui kualitas pohonnya dengan jelas
(Wudianto,1999).

Cabang ortotrop yang berukuran diameter 2-5 cm, sehat, segar dan
telah berkayu merupakan cabang yang cukup ideal untuk dicangkok
(Kartiko dan Danu, 2000). Cabang yang terlalu muda, hanya
mempunyai sedikit persediaan makanan, sehingga pertumbuhan akar
cangkok kurang optimal.

Media cangkok yang baik adalah media porus, cukup air dan hara,
seperti serbuk sabut kelapa, pupuk kandang, kompos. Hindari
penggunaan tanah, terutama tanah mentah karena jika kering tanah
akan mengeras dan berat sehingga dapat mematahkan cabang
cangkokan (Wudianto, 1999).

4.2. Teknik Penyangkokan

Teknik mencangkok dapat menggunakan cara cangkok sayat atau


cangkok belah. Prinsip utama pembuatan cangkok adalah
merangsang bagian batang tanaman untuk berakar dengan cara
memutus sistem kambiumnya.

Pencangkokan sebaiknya dilaksanakan pada musim penghujan agar


medianya tidak mengalami kekeringan. Apabila dilakukan pada
musim panas atau di daerah yang curah hujannya rendah perlu
penyiraman langsung atau sistem infus. Bahan pembungkus cangkok
dapat menggunakan plastik transparan yang tidak dilobangi agar tidak
terjadi penguapan, sehingga media tetap memiliki cadangan air sampai
cangkok berakar.

Untuk mempercepat terbentuknya akar, biasanya pada luka yang akan


tumbuh akar diolesi dengan zat pengatur tumbuh dari kelompok auxin.
Pupuk juga perlu diberikan pada media cangkok agar dapat
mempercepat pembentukan akar. Jenis pupuk dapat menggukanan NPK
dengan perbandingan 15:15:15 atau 13:13:21 sebanyak 5 gram pupuk
dalam satu kilogram media (Wudianto, 1999).

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 14


4.3. Penyapihan dan Pemeliharaan

Apabila perakarannya telah sempurna, batang cangkok dapat


disapih dari pohon induknya dengan cara memotong batang pada arah
batang induknya. Setelah itu ditanam pada polybag dengan ukuran
yang sudah disesuaikan dengan ukuran cangkoknya, biasanya polybag
berukuran diameter lebih dari 30 cm dan disimpan dibawah naungan
untuk mencegah respirasi berlebihan. Cangkok dapat ditanam di
lapangan apabila tunas-tunas baru sudah tumbuh dengan baik dan
penampakan tanaman sudah sehat (vigor).

Gambar 8. Teknik pencangkokan (foto: Danu, 2010)

Produksi Bibit dari Bibit Cabutan


Anakan alam yang digunakan sebagai bahan pembuat bibit diambil dari
lapangan dengan cara dicabut sehingga sering disebut dengan cabutan.
Bahan cabutan berupa anakan alam yang tumbuh di areal tanaman
yang memiliki tinggi 10-20 cm atau memiliki 2-3 pasang daun (lihat
Gambar 9).

Anakan sebaiknya dicabut pada musim hujan. Untuk mengurangi


penguapan dalam perjalanan, bagian akar diberi bahan pelembab
seperti lumut, serbuk sabut kelapa atau arang sekam padi basah
kemudian dibungkus dengan pelepah pisang atau karung (Gambar 10).

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 15


Sebelum disapih (dipindah) ke dalam polybag, akar dan daun bibit
cabutan dipotong dan disisakan sepertiga bagian (Gambar 11).

Gambar 9. Bibit cabutan nyamplung (foto: Rina 2009)

Gambar 10. Pengepakan bibit cabutan untuk diangkut

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 16


Gambar 11. Bibit cabutan yang telah dipotong sepertiga
bagian daunnya dan ditanam pada polybag

Setelah bibit cabutan ditanam di polybag, kemudian disimpan ditempat


yang teduh (ternaungi). Setelah satu minggu, bibit tersebut dipindahkan
ke peremaian, pada area ternaungi (shaded area) dengan intensitas
cahaya sebesar 50%. Bibit tersebut dipelihara selama minimal 3-4 bulan,
sampai siap tanam.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 17


Referensi
Barkah, B.S. 2009. Panduan Pengembangan dan Pengelolaan Persemaian Desa
Program Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat di Areal
MRPP Kanupaten Musi Banyuasin. http//:www.gtz.de
Hartmann, H.T., Kester, D.E. and Davies, Jr.F.T. 1990. Plant Propagation,
Principles and Practices. Fifth edition. Prentice-Hall Inc. New Jersey.
Hendromono.1994. Pengaruh Media Organik dan Tanah Mineral
Terhadap Mutu Bibit Pterygota alata Roxb. Buletin Penelitian Hutan
no.617 : 55- 64.
Hidayat, Y. 2010. Pertumbuhan akar primer, sekunder dan tersier stek batang
bibit surian (Toona sinensis Roem) Jurnal Wanamukti 10 (2): 1-8
Hidayat, Y., Haeruman, M., Amien, S. dan Siregar, I.Z. 2010. Surian (Toona
sinensis Roem): Tinjauan Ekologi, Variasi Genetik, Silvikultur dan
Pemuliaan. Unpad Press.
Kurniaty, R. Budi Budiman dan Made Suartana. 2006. Teknik Pembibitan
Tanaman Hutan Secara Generatif. Laporan Hasil Penelitian (LHP).
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor.
Longman, K. A. 1993. Rooting Cuttings of Tropical Trees. Tropical Trees:
Propagation and Planting Manuals. Vol I. Commonwealth Science
Council. London.
Mantyla, J. 1993. Manual Persemaian. Proyek Pembangunan Pusat
Persemaian. Kerjasama antar Departemen Kehutanan dengan Enso
Forest Development Ltd.
Pramono, A.A., Danu, H.D.P. Kartiko. 2002. Rumah Perakaran Stek ADH-
1: Teknik Pembuatan, Kondisi Lingkungan dan Perakaran Stek Yang
Dihasilkan. Tekno Benih Vol 7 (1): 46-52. balai Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Perbemihan. Bogor.
Shakai, C. Y Yamamoto, Hendromono, D Prameswari, A Subiakto. 1995.
Sistem Pendingin Dengan P eng kabu tan P ada P emb ia ka n
V eg etat i f Dipterocarpaceae. Buletin Penelitian Hutan No. 588. Bogor
Schmidth,L. 2000. Guide to Handling of Tropical and sub Tropical Forest Seed.
Danida Forest Seed Center. Denmark.
Yasman, Irsyal dan Hernawan. 2002. Manual Persemaian Dipterocapaceae.
Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan
Jakarta.

Modul Pelatihan Persemaian_Komp #2-CWMBC Ɩ 18

Anda mungkin juga menyukai