Anda di halaman 1dari 8

MODUL 1

PEWARNAAN MIKROBA
A. Definisi Pewarnaan Mikroba
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paling
penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Mikroorganisme yang ada di
alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri.
Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut
disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk
diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk
mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian
pengecatan.
Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorpsi
ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk
mewarnai mikroorganisme ataupun latar belakangnya. Zat warna mengadsorpsi dan membiaskan
cahaya sehingga kontras mikroorganisme disekelilingya ditingkatkan. Penggunaan zat warna
memungkinkan pengamatan struktur sel seperti spora dan bahan infeksi yang mengandung zat
pati dan granula fosfat. Pewarnaan yang digunakan untuk melihat salah satu struktur sel disebut
pewarnaan khusus. Sedangkan pewarnaan yang digunakan untuk memilahkan mikroorganisme
disebut pewarnaan diferensial yang memilahkan bakteri menjadi kelompok gram positif dan
gram negatif.
Metode pewarnaan pertama kali ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Dengan
metode ini. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua yatu, bakteri gram positif dan bakteri
gram negative. Yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi atau
sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya sehingga pengecatan gram tidak
bias dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp.
Berhasil tidaknya suatu pewarnaan sangat ditentukan oleh waktu pemberian warna dan
umur biakan yang diwarnai (umur biakan yang baik adalah 24 jam). Umumnya zat warna yang
digunakan adalah garam-garam yang dibangun oleh ion-ion yang bermuatan positif dan negatif
dimana salah satu ion tersebut berwarna. Zat warna dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat
pewarna yang bersifat asam dan basa. Jika ion yang mengandung warna adalah ion positif maka
zat warna tersebut disebut pewarna basa. Dan bila ion yang mengandung warna adalah ion
negatif maka zat warna tersebut disebut pewarna negative.
B. Tujuan Pewarnaan
Tujuan dari pewarnaan tersebut ialah untuk :
1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, ataupun fungi.
2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad.
3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad.
4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik dan
kimia yang ada akan dapat diketahui.
C. Macam-macam Pewarnaan
a) Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana merupakan teknik pewarnaan yang paling banyak digunakan.
Disebut sederhana karena hanya menggunakan satu jenis zat warna untuk mewarnai organisme
tersebut. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarnaan-pewarnaan sederhana karena
sitoplasmanya bersifat basofilik (suka dengan basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk
pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkolin. Dengan pewarnaan sederhana dapat mengetahui
bentuk dan rangkaian sel-sel bakteri. Pewarna basa yang biasa digunakan untuk pewarnaan
sederhana ialah metilen biru, kristal violet, dan karbol fuchsin yang mana pewarnaan sederhana
ini dibagi lagi menjadi dua jenis pewarnaan , yaitu :
1. Pewarnaan Asam
Merupakan pewarnaan yang menggunakan satu macam zat warna dengan tujuan hanya untuk
melihat bentuk sel. Adapun zat warna yang dipakai dalam pewarnaan positif adalah metilen
biru dan air fuchsin.
2. Pewarnaan Basah
Pewarnaan basa atau negatif merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai
latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan
(tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. 
b) Pewarnaan Diferensial
Pewarnaan diferensial dibagi menjadi dua, yaitu pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam.
1) Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram atau metode gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan
spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram positif dan gram negatif, berdasarkan
sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya,
ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada
tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. 
Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah
metil ungu, yang membuat semua bakteri gram negatif menjadi berwarna merah atau merah
muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan
perbedaan struktur dinding sel mereka.
1. Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negative adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu
pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram positif akan mempertahankan warna ungu gelap
setelah dicuci dengan alcohol, sementara bakteri gram negative tidak.
Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipoposakarida
(lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai dengan safranin akan
berwarna merah. Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang
tebal. Setelah pewarnaan dengan kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat
dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru (Fitria, 2009).

Gambar struktur bakteri gram negative

2. Bakteri Gram Positif


Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil ungu sewaktu
proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop,
sedangkan bakteri gram negative akan berwarna merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua
jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri.
Bakteri gram positif menunjukkan warna biru atau ungu dengan pewarnaan ini, sedangkan
bakteri gram negatif menunjukkan warna merah. Perbedaan respon terhadap mekanisme
pewarnaan gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri.
Bakteri gram positif mengandung protein dan gram negatif mengandung lemak dalam presentase
lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Pemberian alkohol (etanol) pada praktikum pewarnaan
bakteri, menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar permeabilitas dinding sel.
Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada
bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan
perlakuan alkohol, pori – pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun
sehingga pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu, yang merupakan
warna dari Kristal Violet.

Gambar struktur bakteri gram negative

Tabel 1 Perbedaan relatif sifat bakteri gram positif dan gram negatif.

Sifat Gram Positif (+) Gram Negatif (-)


Kandungan lipid rendah (1-4
Komposisi dinding sel Kandungan lipid tinggi
%)
Ketahanan terhadap
Lebih sedikit Lebih tahan
penisilin
Penghambatan oleh
Lebih dihambat Kurang dihambat
pewarna basah
Kebanyakan spesies relative
Kebutuhan nutrisi Relative sederhana
kompleks
Ketahanan terhadap
Lebih tahan Kurang tahan
perlakuan fisik

2) Pewarnan Tahan Asam


Beberapa spesies bakteri pada genus Mycobacterium, Cryptosporidium dan Nocardia tidak dapat
diwarnai dengan pewarnaan sederhana. Namun, mikroorganisme ini dapat diwarnai dengan menggunakan
Karbol Fuchsin yang dipanaskan. Panas membuat pewarna dapat terserap oleh sel bakteri karena panas
dapat menghilangkan lapisan lilin pada dinding sel bakteri. Sekali bakteri tahan asam menyerap karbol
fuchsin, maka akan sangat sulit untuk dilunturkan dengan asam-alkohol, oleh karena itu mereka disebut
bakteri tahan asam. Bakteri tahan asam memiliki kadar lemak (asam mycolic) yang tinggi pada dinding
sel mereka.
Pada pewarnaan bakteri asam menggunakan metode Ziehl-Neelsen (juga disebut Hot
Stain), bakteri tahan asam akan berwarna merah karena menyerap pewarna karbol fuchsin yang
dipanaskan, karena pada saat pemanasan dinding sel bakteri yang memiliki banyak lemak
membuka sehingga pewarna dapat terserap. Namun tidak dapat dilunturkan dengan asam alkohol
karena pada saat suhu normal lemak pada dinding sel bakteri kembali menutup, sehingga ketika
diwarnai dengan pewarna tandingan, yaitu Methylene Blue, warnanya tetap merah.
Berbeda dengan bakteri tidak tahan asam, ia akan menyerap pewarna tandingan yaitu
methylene blue sehingga berwarna biru. Pada metode Kinyoun-Gabbet, tidak perlu dilakukan
pemanasan, maka dari itu metode Kinyoun-Gabbet juga disebut Cold Stain. Metode Kinyoun-
Gabbet tidak perlu dilakukan dengan pemanasan karena pada pewarna Kinyoun terdapat alkali
fuchsin dengan konsentrasi yang tinggi, sehingga walau tanpa pemanasan dapat menghilangkan
lapisan lilin pada dinding sel bakteri tahan asam.
Komposisi Kinyoun antara lain: alkali fuchsin, fenol, alkohol 95%, dan aquades. Sebagai
pewarna tandingan adalah Gabbet, yang memiliki komposisi antara lain : methylene blue, asam
sulfat 96%, alkohol murni, dan aquades. Sama seperti pada metode Ziehl-Neelsen, bakteri tahan
asam akan berwarna merah, sedangkan bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru.
c). Pewarnaan Khusus
Pewarnaan khusus ditujukan untuk melihat bagian tertentu bakteri. Yang termasuk dalam
pewarnaan struktural ialah :

1. Pewarnaan Spora
Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan genus
Clostridium. Struktur spora yang terbentuk di dalam tubuh vegetatif bakteri disebut sebagai
‘endospora’ (endo = dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan
dinding yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan. Dengan adanya
kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang
ekstrim.
Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk endospore ini dapat hidup dan
mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui
sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan
tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan
tersebut adalah dengan penggunaan larutan Hijau Malakit 5%, dan untuk memperjelas
pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan Safranin 0,5% sehingga sel vegetatif ini
berwarna merah, sedangkan spora berwarna hijau.
Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam
tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai
spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan proses pemanasan, yaitu; spora dipanaskan
bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap
ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri, tidak
lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri mengandung asam
dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat
dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora. Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah
(asam dupikolinat) yang kemudian dimanfaatkan untuk diwarnai menggunakan pewarna tertentu,
dalam hal ini larutan hijau malakit. Sedangkan menurut Pelczar (1986), selain subtansi di atas,
dalam spora bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan peptidoglikan.
Terdapat beberapa metode pewarnaan spora bakteri, diantaranya yaitu metode Schaeffer-
Fulton dan metode Dorner. Pada metode Schaeffer-fulton, pewarna yang digunakan adalah hijau
malaksit dan safranin, sedangkan pada metode Dorner, pewarna yang digunakan adalah carbol
fuchsin yang dipanaskan dan negrosin.
2. Pewarnaan Kapsul
Beberapa jenis bakteri mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir dan lengket pada
permukaan selnya, dan melengkungi dinding sel. Bila bahan berlendir tersebut kompak dan
tampak sebagai suatu bentuk yang pasti ( bundar/lonjong) maka disebut kapsul, tetapi bila
bentuknya tidak teratur dan kurang menempel dengan erat pada sel bakteri disebut selaput lendir.
Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tetapi dapat berfungsi sebagai
makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis (baik dalam tubuh inang maupun dialam
bebas) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat
genetis, tetapi produksinya sangat dipengaruhi oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya
sel-sel yang bersangkutan. Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul.
Pewarnaan kapsul tidak dapat dilakukan sebagaimana melakukan pewarnaan sederhana,
pewarnaan kapsul dilakukan dengan menggabungkan prosedur dari pewarnaan sederhana dan
pewarnaan negatif. Masalahnya adalah ketika kita memanaskan preparat dengan suhu yang
sangat tinggi kapsul akan hancur, sedangkan apabila kita tidak melakukan pemanasan pada
preparat, bakteri akan tidak dapat menempel dengan erat dan dapat hilang ketika kita mencuci
preparat. Pewarnaan kapsul menggunakan pewarna Kristal Violet dan sebagai pelunturnya
adalah Copper Sulfate.
Kristal violet memberikan warna ungu gelap terhadap sel bakteri dan kapsul. Namun
kapsul bersifat nonionic, sehingga pewarna utama tidak dapat meresap dengan kuat pada kapsul
bakteri. Copper sulfate bertindak sebagai peluntur sekaligus counterstain, sehingga mengubah
warna yang sebelumnya ungu gelap menjadi biru muda atau pink. Maka dari itu pada pewarnaan
kapsul, kapsul akan transparan sedangkan sel bakteri dan latar belakangnya akan berwarna biru
muda atau pink.

3. Pewarnaan Granula
Ada beberapa metode pewarnaan granula, di antaranya adalah Loeffler, Albert dan Neisser.
Dari ketiga metode tersebut, metode yang sering digunakan adalah metode Neisser, sedangkan
metode Albert dan Loeffler kurang popular karena tidak diajarkan pada praktikum mikrobiologi.
Tetapi, pewarnaan metode Albert sering dibahas pada buku-buku terbitan WHO. Granula
metakromatik disebut juga granula volutin. Granula metakromatik tidak hanya ditemukan pada
Corynebacterium diphteriae tetapi juga di beberapa bakteri selain bakteri tersebut, fungi, algae,
dan protozoa.
Granula metakromatik mengandung polifosfat, asam ribonukleat, dan protein. Granula
metakromatik sangat mungkin mempunyai fungsi sebagai sumber cadangan energi. Metode
Neisser menggunakan pewarna neisser A, neisser B, dan neisser C. Neisser A mengandung biru
metilen, alkohol 96%, asam pekat dan aquades. Neisser B mengandung kristal violet, alkohol
96%, dan aquades. Sedangkan neisser C mengandung crysoidine dan aquades. Pada metode
neisser, granula bakteri berwarna biru gelap atau biru hitam (warna dari neisser A ditambah
neisser B), sedangkan sitoplasma bakteri berwarna kuning kecoklatan (warna dari neisser C).
Granula methakromatik atau volutin merupakan bahan makanan cadangan yang sangat
mudah menyerap cat basa seperti basic fuchin dan kristal violet. Umumnya granula ini banyak
terdapat pada sel-sel tua yang telah terhenti pertumbuhannya. Adanya granula ini digunakan
untuk membantu identifikasi bakteri.

Anda mungkin juga menyukai