Anda di halaman 1dari 74

ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN ZAKAT PERSPEKTIF UNDANG-

UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT


(Studi Kasus Pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementerian Agama
Kota Metro Tahun 2017)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Meisi Wahyu Saputri


Npm: 14140026
Prodi: Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU (IAIM NU)
METRO LAMPUNG
2019 M/1440 H

i
ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN ZAKAT PERSPEKTIF UNDANG-
UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
(Studi Kasus Pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementerian Agama
Kota Metro Tahun 2017)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Meisi Wahyu Saputri


Npm: 14140026
Prodi: Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU (IAIM NU)
METRO LAMPUNG
2019 M/1440 H

ii
ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN ZAKAT PERSPEKTIF UNDANG-
UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
(Studi Kasus Pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementerian Agama
Kota Metro Tahun 2017)

Oleh:

Meisi Wahyu Saputri


NPM. 14140026

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

© Meisi Wahyu Saputri 2019


Institut Agama Islam Ma‟arif NU (IAIM NU) Metro
Maret 2019

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya
atau sebagian dengan dicetak ulang, difoto copy,
atau cara lainnya tanpa izin dari penulis

iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Meisi Wahyu Saputri


NPM : 14140026
Fakultas : Syariah dan Ekonomi Islam
Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Judul Skripsi : Analisis Manajemen Pengelolaan Zakat Perspektif
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat (Studi Kasus Pada Unit
Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota
Metro Tahun 2017)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Penelitian ini hasil karya saya sendiri dan bebas plagiat.


2. Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang belum pernah
dipublikasikan baik dalam bentuk cetak maupun online.
3. Penelitian ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh
orang lain.
4. Penelitian ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai
acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan (footnote)
serta daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,
maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. (Permendiknas No. 17 Tahun 2010).

Metro, Maret 2019


Peneliti

Meisi Wahyu Saputri


NPM. 14140026

iv
LEMBAGA PENDIDIKAN MA‟ARIF NU
INSTITUT AGAMA ISLAM MA‟ARIF NU (IAIM NU)
METRO-LAMPUNG
STATUS : TERAKREDITASI
Alamat : Jl. RA. Kartini PO BOX 124 Telp (0725) 7000740 Metro Utara Kota Metro

PENGESAHAN PEMBIMBING

Nama : Meisi Wahyu Saputri


NPM : 14140026
Fakultas : Syariah dan Ekonomi Islam
Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Judul Skripsi : Analisis Manajemen Pengelolaan Zakat Perspektif Undang-
Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi
Kasus Pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama
Kota Metro Tahun 2017)

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian Munaqosah pada Institut Agama Islam Ma‟arif
NU (IAIM NU) Metro Lampung.

MENYETUJUI
Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II

Iwanuddin, M.H.I Wiwik Damayanti, M.E.Sy

v
LEMBAGA PENDIDIKAN MA‟ARIF NU
INSTITUT AGAMA ISLAM MA‟ARIF NU (IAIM NU)
METRO-LAMPUNG
STATUS : TERAKREDITASI
Alamat : Jl. RA. Kartini PO BOX 124 Telp (0725) 7000740 Metro Utara Kota Metro

PENGESAHAN PENGUJI MUNAQOSYAH SKRIPSI

Nama : Meisi Wahyu Saputri


NPM : 14140026
Fakultas : Syariah dan Ekonomi Islam
Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Judul Skripsi : Analisis Manajemen Pengelolaan Zakat Perspektif Undang-
Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi
Kasus Pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama
Kota Metro Tahun 2017)
Telah diterima dalam sidang munaqosah pada:
Hari/Tanggal : Selasa/02 April 2019
Waktu : 09.00 WIB s.d selesai
Tempat : Ruang Sidang Munaqosah IAIM NU Metro
Dengan Nilai : 80 (A)

TIM PENGUJI

Ketua : Iwanuddin, M.H.I (………………………..)

Sekretaris : Wiwik Damayanti, M.E.Sy (………………………..)

Penguji I : Harto A. Satyo, S.E, M.M (………………………..)

Penguji II : Nur Alfi Khotamin, M.H.I (………………………..)

Mengetahui/Menyetujui
Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Iwanuddin, M.H.I
NIDN: 2101058101

vi
MOTTO

           

     

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah.
(QS. Al-Ahzab: 21)1

1
QS. Al-Ahzab: 21

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya

kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Analisis Manajemen Pengelolaan Zakat Perspektif Undang-Undang No. 23

Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Kasus Pada Unit Pengumpul

Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota Metro Tahun 2017)”. skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk mengerjakan skripsi pada program Strata-

1 Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Institut Agama

Islam Ma‟arif Nahdlatul Ulama (NU) Metro, Lampung.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Mispani, M.Pd.I, selaku rektor Institut Agama Islam Ma‟arif (IAIM

NU) Metro Lampung.

2. Bapak Wakil Rektor Institut Agama Islam Ma‟arif (IAIM NU) Metro

Lampung.

3. Bapak Iwanudin, M.H.I Selaku Dekan Fakultas Syari‟ah dan Ekonomi Islam,

sekaligus selaku pembimbing I.

4. Ibu Wiwik Damayanti, M.E.Sy Selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi

Syari‟ah dan selaku pembimbing II, di Fakultas Syari‟ah dan Ekonomi Islam,

Institut Agama Islam Ma‟arif Nahdlatul Ulama (IAIM NU) Metro Lampung.

Kami menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis

mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga


viii
akhirnya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan penerapan

dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut.

Metro, Maret 2019


Peneliti

Meisi Wahyu Saputri


NPM. 14140026

ix
ABSTRAK

ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN ZAKAT PERSPEKTIF UNDANG-


UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
(Studi Kasus Pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementerian Agama
Kota Metro Tahun 2017)

Peran para amil zakat selaku pengemban amanah pengelolaan dana-dana


itu. Amil memiliki peranan yang besar untuk mengelola potensi zakat agar bisa
dimaksimalkan untuk memberdayakan ekonomi umat. Profesionalisme amil
sangat dituntut guna mengelola zakat. Tanpa keberadaan amil yang professional,
maka mustahil dana zakat dapat dioptimalkan perannya. Peran amil tersebut di
pegang oleh Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementerian Agama Kota Metro yang
bertugas dalam perencanaan, pelaksanaan, pengoordinasian dan pendayagunaan
zakat.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Sesuai dengan judul yang


peneliti angkat, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Sumber data ada dua yaitu primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yaitu,
wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data menggunakan metode
induktif. Teknik yang digunakan untuk menetukan keabsahan data dalam
penelitian ini yaitu: Triangulasi.

Berdasarkan penelitian, hasil penelitian ini adalah 1) Manajemen


pengelolaan zakat di Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota
Metro tahun 2017, yaitu: Perencanaan zakat. Dilakukan oleh pihak manajemen
merumuskan strategi pelaksanaan program dan menyusun estimasi dana serta
menetukan kecamatan dan daerah sasaran untuk menentukan kategori penerima
manfaat dalam program tersebut. Pelaksanaan zakat. Dalam melaksanakan
pengumpulan zakat di Kota Metro dilakukan oleh Unit Pengumpulan Zakat (UPZ)
Kementerian Agama Kota Metro. Pengoordinasian Pendistribusian zakat.
Penyaluran zakat di Kota Metro diibagikan kepada orang-orang yang tidak
mampu di daerah-daerah yang telah ditentukan oleh BAZNAS Kota Metro dan
sekitarnya. Pendayagunaan Zakat. Dalam mendayagunakan zakat pihak UPZ
berupaya mengoptimalkan potensi yang ada dan dapat digunakan secara
berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Manajemen
pengelolaan zakat sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian
Agama Kota Metro tahun 2017.

Kata Kunci: Manajemen Pengelolaan Zakat, UU No. 23 Tahun 2011

x
DAFTAR ISI

COVER LUAR ................................................................................................ i


COVER DALAM ............................................................................................ ii
HALAMAN HAK CIPTA .............................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................. v
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... vi
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
ABSTRAK ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Fokus Masalah ...................................................................... 4
C. Rumusan Masalah ................................................................. 5
D. Tujuan Penelitian .................................................................. 5
E. Kegunaan Penelitian.............................................................. 5
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Kajian Teori .......................................................................... 7
1. Manajemen Pengelolaan Zakat ....................................... 7
a. Pengertian Manajemen .............................................. 7
b. Materi Tentang Zakat ................................................ 10
2. Pengelolaan Zakat dalam UU No. 23 Tahun 2011 ......... 22
B. Kerangka Berfikir.................................................................. 26
C. Kajian Penelitian yang Relevan ............................................ 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ...................................................................... 29
B. Pendekatan Penelitian ........................................................... 30
C. Sumber Data .......................................................................... 31
D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 32
E. Teknik Analisis Data ............................................................. 34
F. Keabsahan Data ..................................................................... 34

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian ..................................................................... 36

xi
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian .............................. 36
a. Sejarah Kementerian Agama Kota Metro ................. 36
b. Visi dan Misi Kementerian Agama Kota Metro ....... 38
c. Struktur Organisasi Kementerian Agama Kota Metro 38
2. Deskripsi Hasil Penelitian ............................................... 41
a. Pelaksanaan Zakat di Kota Metro ............................. 41
b. Kinerja UPZ Kota Metro ........................................... 42
c. Azaz Pengelolaan Zakat ............................................ 45
d. Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengoordinasian Zakat 48
e. Faktor Pendukung dan Penghambat Manajemen
Pengelolaan Zakat di Kota Metro ............................. 53
B. Pembahasan ........................................................................... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ........................................................................... 64
B. Saran ...................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP (CV)

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata zakat menurut bahasa adalah arti bertambah/berkembang.

Sedangkan menurut syara‟ adalah sebuah nama bagi suatu harta tertentu, di

dapat (dikeluarkan) dari suatu harta tertentu, menurut cara tertentu, diberikan

kepada sekelompok orang tertentu (pula).2 Menurut istilah zakat berarti

kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaannya

yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan beberapa

syarat yang telah ditentukan.3

Dari definisi diatas tujuan menunaikan zakat adalah membersihkan

harta dan jiwa, sehingga orang-orang yang menunaikan zakat berarti ia telah

membersihkan harta dan jiwa, sehingga orang-orang yang menunaikan zakat

berarti ia telah membersihkan harta dan jiwanya harta dan jiwanya dari segala

kotoran noda dan dosa.zakat juga sebagai lambang syukur atas karunia Allah

yang diberikan kepadanya. Karena harta pada hakikatnya adalah milik Allah,

harta yang ada pada manusia hanyalah titipan semata, yang harus digunakan

dijalan Allah.

2
Abu Hazim Mubarok, Fiqh Idola Terjemah Fathul Qarib, (Jawa Barat: Mukjizat. 2007),
hlm. 228
3
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm.
407
1
Zakat itu ada dua macam. Pertama zakat harta atau disebut juga zakat

mal dan yang kedua yaitu zakat diri yang dikeluarkan setiap akhir ramadhan

yang disebut juga zakat fitrah.4

Dalam pengertian bahasa arab, zakat berarti kebersihan,

perkembangan, dan berkah. Dengan kata lain kalimat zakat bisa diartikan

bersih, bisa diartikan bertambah, dan juga bisa diartikan diberkahi. Makna-

makna tersebut diakui dan dikehendaki dalam islam. Oleh karena itub barang

siapa yang mengeluarkan zakat berarti ia telah membersihkan dirinya dan

mensucikan hartanya, sehingga diharapkan pahalanya bertambah dan hartanya

diberkahi. Allah Ta‟ala berfirman:

            

     

Artinya : “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka serta berdoalah untuk
merka. Sesungguhnya doa mu itu menentramkan jiwa mereka. Dan
Allah maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah:
103)5

Setiap umat muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang

dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Al-Qur‟an pada awalnya,

Alquran hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang

sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam

diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak

tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan

4
Amin Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 37
5
QS. At-Taubah: 103
2
menetapkan zakat bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan

beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam

negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada

pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.Pada

zaman khilafah, zakat dikumpulkan oleh pegawai negara dan didistribusikan

kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang

miskin, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit

hutang dan tidak mampu membayar. Syari'ah mengatur dengan lebih detail

mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.

Fakta seputar kuantitas umat islam yang mayoritas dan perintah zakat

sebagai aktualisasi keimanan, sangat kontradiksi dengan fakta dilapangan,

dimana angka kemiskinan belum tertangani dengan baik. Hingga kini masih

banyak masyarakat kita yang hidup miskin, dan serba kekurangan, belum

tersentuh oleh hasil distribusi zakat. Banyak program lembaga pengelolaan

zakat yang manfaatnya bagi umat belum dirasakan secara signifikan. 6

Jika berbicara zakat, maka hal terpenting yang harus segera dibenahi

adalah peran para amil zakat selaku pengemban amanah pengelolaan dana-

dana itu. Amil memiliki peranan yang besar untuk mengelola potensi zakat

agar bisa dimaksimalkan untuk memberdayakan ekonomi umat.

Profesionalisme amil sangat dituntut guna mengelola zakat. Tanpa keberadaan

amil yang professional, maka mustahil dana zakat dapat dioptimalkan

perannya. 7

6
Departemen Agama RI, Panduan Organisasi Zakat, (Jakarta : Dapartemen Agama RI,
2009), hlm. 5
7
Departemen Agama RI, Panduan Organisasi Zakat, hlm. 6
3
Dalam konteks Indonesia, positivisasi ketentuan zakat ke dalam

peraturan perundang-undangan dilakukan dengan diundangkannya Undang-

Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang kemudian di-nasakh menjadi Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Masuknya zakat

ke dalam ranah hukum positif di Indonesia, menandai era baru pemberdayaan

pranata keagamaan untuk kesejahteraan sosial.8

Kehadiran undang-undang tentang aktivitas amal secara umum

memberikan beberapa fungsi yang memberi arah bagi sektor amal untuk dapat

tumbuh berkembang secara berkelanjutan. Undang-undang memberi kerangka

regulasi dan institusional agar sektor amal menjadi efektif.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengangkat tema

tersebut kedalam bentuk tulisan (skripsi) yang berjudul “Analisis Manajemen

Pengelolaan Zakat Perspektif Undang-Undang No. 23 Tahun 2011

Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Kasus Pada Unit Pengumpul Zakat

(UPZ) Kementrian Agama Kota Metro Tahun 2017)”.

B. Fokus Masalah

Untuk penelitian yang akan dilakukan, memfokuskan masalah pada

beberapa hal sebagai berikut:

1. Manajemen pengelolaan zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011

2. Manajemen pengelolaan zakat di Unit Pengumpul Zakat (UPZ)

Kementrian Agama Kota Metro.

8
Budi Rahmat Hakim, “Analisis Terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentangpengelolaan Zakat (Perspektif Hukum Islam)”, dalam SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 15, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 156
4
C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang penulis ambil melihat dari latar

belakang diatas ialah

1. Bagaimanakah manajemen pengelolaan zakat di Unit Pengumpul Zakat

(UPZ) Kementrian Agama Kota Metro tahun 2017?

2. Apakah manajemen pengelolaan zakat sudah sesuai dengan Undang-

Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada Unit

Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota Metro tahun 2017?

D. Tujuan Penelitian

Segala sesuatu yang diperbuat seseorang mempunyai tujuan tertentu.

Sehingga seseorang merasa puas dan senang dengan tercapainya dan

terealisasinya suatu tujuan. Begitu juga penulisan skripsi ini mempunyai

tujuan tertentu yang ingin dicapai. tujuan yang ingin dicapai oleh penulis

adalah :

1. Untuk mengetahui manajemen pengelolaan zakat di Unit Pengumpul

Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota Metro tahun 2017

2. Untuk mengetahui manajemen pengelolaan zakat sudah sesuai atau belum

dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota Metro tahun

2017.

E. Manfaat atau Kontribusi Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman

tentang analisis sistem pengelolaan zakat, khususnya untuk masyarakat dan

5
juga lembaga pengelolaan zakat agar tidak menjadi hal yang tabu bagi

masyarakat dan juga masyarakat dapat mengerti dan memahami tugas dan

peran lembaga pengelolaan zakat dalam Islam. Karena zakat adalah sebagai

salah satu rukun ibadah Umat Islam, dan di Indonesia sendiri mayoritas

Beragama Islam, agar dikemudian hari dalam pengelolaan zakat dapat sesuai

dengan syariat Islam dan juga dalam UU No. 23 Tahun 2011.

6
BAB II

LANDASAN TEORITIK

A. Kajian Teori

1. Manajemen Pengelolaan Zakat

a. Pengertian Manajemen

Istilah manajemen ini sulit didefinisikan karena dalam

kenyataannya tidak ada definisi manajemen yang telahditerima secara

universal. Manajemen dapat didefinisikan dengan berbagai rumusan

tergantung kepada cara pandang si pembuat definisi.1

Defenisi manajemen yang diberikan oleh para ahli, yaitu sebagai

berikut:Orday Tead, dalam buku “The Art Administration”:

menyatakan bahwa Manajement is process agency which direct and

guides operation of organization in the realizing of established aims

(Manajemen adalah proses dan perangkat yang mengarahkan serta

membimbing kegiatan-kegiatan suatu organisasi dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan).2 Sedangkan John D. Millet, buku

“Management in the public Service”: Management is the process of

directing and facilitating the work of people organized in formal group

to achieve a desired end (Manajemen ialah proses pembimbingan dan

1
Efendy, E, M., Manajemen (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 2006), hlm. 20
2
Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008),
hlm. 45
7
pemberian fasilitas terhadap pekerjaan orang-orang yang terorganisisr

kelompok formil untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki).3

John M. Pfiffner, dalam bukunya “Public Administration”:

Manajement is concerned with the direction of these individuals and

function to achieve ends previously determined (Manajemen bertalian

dengan pembibingan orang-orang dan fungsi-fungsi untuk mecapai

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya).4

Bila kita perhatikan definisi diatas, maka akan segera tampak

bahwa ada tiga hal penting yaitu, pertama, adanya tujuan yang ingin

dicapai, kedua, tujuan dicapai dengan mempergunakan kegiatan-

kegiatan orang-orang itu harus dibimbing dan diawasi. Menurut

pengertian yang kedua, manajemen adalah koleksi orang-orang yang

melakukan aktifitas manajemen. Sebagaimana dikatakan Jhon D

Millaet, dalam bukunya “Management in the public Service”,

“Management is the process of directing and facilitating the work of

people organized in formal group to achieve a desired end goal”,

Manajemen adalah proses memimpin dan melancarkan pekerjaan dari

orang-orang yang terorganisir secara formal sebagai kelompok untuk

memperoleh tujuan yang diinginkan.5

Dalam membangun manajemen mengelola zakat dapat

menggunakan teori James Stoner. Model manajemen tersebut meliputi

proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

3
Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen., hlm. 46
4
Sukarna, Dasar-dasar Manajemen (Bandung: Bumi Aksara, 2002), hlm. 2
5
Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi, hlm. 5
8
pengarahan (actuating) dan pengawasan (controlling). Keempat model

Stoner ini dapat diterapkan dalam setiap aktivitas pengelolaan zakat

dengan konsep sosialisasi, pengumpulan, pendayaguaan dan

pengawasan.6

Keempat konsep manajemen di atas, yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan, dapat digunakan

dalam pengeloaan zakat. Masing-masing dapat dijabarkan sebagai

berikut:

1) Perencanaan (Planning).

Dalam mengelola zakat diperlukan perumusan dan

perencanaan tentang apa saja yang akan dikerjakan oleh pengelola

badan zakat, yaitu amil zakat, bagaimana pelaksanaan pengelola

zakat yang baik, kapan mulai dilaksanakan, dimana tempat

pelaksanaannya, siapa yang melaksanakan, dan perencanaan-

perencanaan lain. Pengelola zakat (amil) pada suatu badan

pengelolaan zakat dapat merencakan zakat dengan

mempertimbangkan hal-hal; perencanaan sosialisasi ke masyarakat

muslim, perencanaan pengumpulan zakat pada hari-hari yang

ditentukan, perencaan pendayagunaan zakat, dan perencanaan

distribusi zakat kepada para mustahiq, serta perencanaan

6
Ahmad Atabik, “Manajemen Pengelolaan Zakat yang Efektif di Era Kontemporer”,
dalam Jurnal Ziswaf, Vol. 2, No. 1, Juni 2015, hlm. 57
9
pengawasan zakat sehingga bisa akses dengan baik oleh muzakki,

mustahiq dan stakeholders.7

2) Perencanaan (Organizing).

Dalam pengelolaan zakat, pengorganisasian sangat

diperlukan. Hal ini terkait dengan koordinasi pemanfaatan

sumberdaya manusia dan sumberdaya zakat yang telah

dikumpulkan oleh lembaga zakat. Pengorganiasian dalam

pengelolaan zakat bertujuan, agar zakat dapat dikelola dengan

kredibel dan efektif serta tepat sasaran untuk mencapai tujuan.

Pengorganisasian yang baik adalah dilakukan oleh sumberdaya

manusia yang mempunyai kapasitas dalam mengorganisasi dengan

efektif dan efesien.8

3) Penggerakan (actuating).

Dalam pengeloaan zakat, penggerakan (actuating) memiliki

peran stategis dalam memperdayakan kemampuan sumberdaya

amil (pengelola) zakat. Sebab, dalam pengelolaan zakat

pengerakan memiliki fungsi sebagai motivasi, sehingga sumber

daya amil zakat memiliki disiplin kerja tinggi. Untuk

menggerakkan dan memotivasi karyawan, pimpinan amil zakat

harus mengetahui motif dan motivasi yang diinginkan oleh para

pengurus amil zakat. Hal yang harus dipahami bahwa orang mau

bekerja karena merkea ingin memnuhi kebutuhannya, baik

7
Ahmad Atabik, “Manajemen Pengelolaan Zakat yang Efektif di Era Kontemporer”, hlm.
58
8
Ahmad Atabik, “Manajemen Pengelolaan Zakat yang Efektif di Era Kontemporer”, hlm.
58
10
kebutuhan yang didasari maupun kebutuhan yang tidak didasari,

berbentuk materi atau non-materi, kebutuhan fisik maupun

kebutuhan rohaniah.9

4) Pengawasan (controlling).

Dalam pengelolaan zakat, kewajiban yang harus diharus

lakukan setelah tahapan-tahapan manajemen adalah pengawasan.

Proses control merupakan kewajiban yang terus menerus harus

dilakukan untuk pengecekan terhadap jalannya perencanaan dalam

organisasi termasuk dalam pengelolaan zakat. Kesalahan dalam

perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan dapat diteliti

dengan cara mengontrol dan mengawasi setiap kegiatan yang

dilakukan dalam pengelolaan zakat.10

b. Pengertian Zakat

Zakat secara harfiah mempunyai makna ‫( طهرة‬pensucian), ‫مناء‬

(pertumbuhan), ‫( بركة‬berkah).11 Dalam Kitab Fathul Qarib, kata zakat

menurut bahasa adalah arti bertambah/berkembang. Sedangkan

menurut syara‟ adalah sebuah nama bagi suatu harta tertentu, di dapat

9
Ahmad Atabik, “Manajemen Pengelolaan Zakat yang Efektif di Era Kontemporer”, hlm.
58-59
10
Ahmad Atabik, “Manajemen Pengelolaan Zakat yang Efektif di Era Kontemporer”,
hlm. 59
11
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm.
407
11
(dikeluarkan) dari suatu harta tertentu, menurut cara tertentu, diberikan

kepada sekelompok orang tertentu (pula).12

Pada intinya zakat adalah pemberian tertentu dari harta tertentu

kepada orang tertentu kepada orang teretentu menurut syarat-syarat

yang ditentukan, zakat juga salah satu bentuk ibadah yang sangat

penting setelah syahadat dan shalat.13

Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang diwajibkan di


Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah
diwajibkannya puasa Ramadhan. Ijma (kesepakatan) ulama telah
sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya
beraarti telah kafir dari Islam.14 Zakat dapat membersihkan
pelakunya dari dosa dan menunjukan kebenaran imanya, adapun
caranya dengan memberikan sebagian harta yang telah mencapai
nishab dalam waktu satu tahun kepada orang yang berhak
menerimanya.15

Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa,

zakat adalah pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang

tertentu kepada orang teretentu menurut syarat-syarat yang ditentukan.

Zakat secara umum terdiri dari dua macam, yaitu:

Pertama, zakat yang berhubungan dengan jiwa manusia (badan),


yaitu zakat fitrah dan kedua, zakat yang berhubungan dengan
harta (zakat maal). Zakat fitrah adalah sejumlah bahan makanan
pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap
muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang
memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari raya
Idul Fitri. Sedangan zakat maal adalah bagian harta yang
disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.16

12
Abu Hazim Mubarok, Fiqh Idola Terjemah Fathul Qarib, (Jawa Barat: Mukjizat:
2007), hlm. 228
13
Ahmad Mukhlisin, “Dinamika Pelaksanaan Zakat Padi (Studi Di Kampung Sukajadi
Kecamatan Bumiratu Nuban)” dalam Jurnal Mahkamah, Vol. 1, No. 2, Desember 2, hlm. 430
14
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah., hlm. 408
15
M. Abdul Ghofar, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2017), hlm 272.
16
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, hlm. 413-414
12
Sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011

tentang pengelolaan Zakat pada pasal 4 dijelaskan bahwa:

1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah


2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a) Emas, perak, dan logam mulia lainnya
b) Uang dan surat berharga lainnya
c) Perniagaan
d) Pertanian, perkebunan dan perhutanan
e) Peternakan dan perikanan
f) Pertambangan
g) Perindustrian
h) Pendapatan dan jasa
i) Rikaz.17
Berdasarkan keterangan tersebut, Zakat terdiri dari zakat fitrah

dan zakat maal. Zakat fitrah adalah zakat yang ditunaikan pada bulan

Ramadhan untuk menyempurnakan ibadah puasa. Adapun zakat maal

adalah zakat harus (kekayaan) yang telah mencapai nishab dan haul.

1) Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap

muslim laki-laki, perempuan, besar atau kecil, merdeka atau budak

pada awal bulan ramadhan sampai orang-orang selesai shalat idul

fitri, dengan ukuran sebanyak dua setengah kilogram bahan

makanan pokok untuk setiap orangnya.18

2) Zakat Maal

Zakat Maal adalah zakat harta atau kekayaan yang harus

dikeluarkan setelah terpenuhinya syarat-syarat, diantara syarat-

syarat tersebut adalah:

17
Kementerian Agama RI, Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat dan Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang RI
No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam & Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2016), hlm. 7
18
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh, hlm, 252
13
a) Milik sempurna, yaitu bahwa harta tersebut benar-benar
miliknya, yang mempunyai kekuasaan untuk mengelolanya.
Dengan demikian, tidak wajib mengeluarkannya zakat maal
dari harta pinjaman.
b) Harta kekayaan yang berharga
c) Nishab, yakni kadar atau ukuran minimal wajib zakat
d) Haul, yaitu waktu pemilikan harta selama satu tahun.19

Berdasarkan keterangan tersebut, syarat-syarat harta

kekayaan yang wajib dizakati antara lain; milik sempurna, harta

kekayaan yang berharga, sudah mencapai nishab dan sudah

mencapai haul atau satu tahun kepemilikan.

Syarat wajib zakat menurut Abu Malik bahwa syaratnya ada

yang berkaitan dengan objeknya dan ada yang berkaitan dengan

subjeknya. Adapun orang yang wajib mengeluarkan zakat adalah

1) Merdeka / bukan hamba sahaya,


2) Islam
3) Baligh (menurut sebagian ulama)
4) Berakal / tidak gila (menurut sebagian ulama)

Adapun syarat wajib zakat yang berkaitan dengan harta adalah


1) Hartanya adalah harta yang wajib dizakati
2) mencapai nishab
3) Kepemilikan akan harta tersebut adalah kepemilikan yang
sempurna
4) Mencapai haul (apabila harta zakatnya adalah emas, perak dan
hewan ternak).20

Sedangan menurut Hasbiyallah, Syarat wajib Zakat yakni,

sebagai berikut:

1) Merdeka
Zakat tidak wajib atas hambasahaya karena hamba sahaya tidak
mempunyai hak milik tuannya lah yang memiliki apa yang ada
ditanggan hambanya.

19
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh, hlm. 253
20
Atep Hendang Waluya: “Fikih Zakat Simpanan di Bank dan Hukum-Hukumnya”,
dalam Al-Uqud: Journal of Islamic Economics Volume 1 Nomor 2, July 2017, hlm. 160
14
2) Islam
Tidak wajib zakat atas orang kafir karena zakat merupakan ibadah
mahdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci.
3) Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati kriteria ini
adalah lima jenis, yaitu:
a) Emas, perak dan uang baik yang logam maupun kertas.
b) Barang tambang atau barang temuan.
c) Binatang ternak.
d) Barang dagangan
e) Hasil tanaman danbuah-buahan
4) Harta yang dizakati telah mencapai nisab
Maksudnya ialah nisab yang ditentukan oleh syara‟sebagai tanda
kayanya seseorang dan kadar-kadar berikut yang mewajibkannya
zakat.21

Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa

kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, muslim,

baligh, berakal, kepemilikan harta yang penuh, mencapai nisab, dan

mencapai haul.

Rukun Zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta)

dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikan sebagai

milik orang kafir dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut

diserahkan kepada waktunya yakni iman atau orang yang bertugas

untuk memungut zakat.22

Orang yang berhak menerima zakat hanya mereka yang telah

ditentukana oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur‟an mereka ituterdiri dari

delapan golongan.firman Allah SWT , Q.S. At-Taubah: 60

21
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh, hlm. 253
22
Warbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: Penerbit Remaja
Rosdakarya). hlm.97
15
       

          

      


Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.At-Taubah: 60)23
Adapun penjelasan mengenai 8 golongan yang berhak menerima

zakat, sebagaimana dijelaskan dalam kitab fathul Mu‟in yaitu sebagai

berikut:

1) Fakir

‫ب ََلئِ ٌق يَ َق ُع َم ْوقِ ًعا ِم ْن كِ َفايَتِ ِه‬


ٌ ‫ال َوََل َك ْس‬
ٌ ‫س لَهُ َم‬
َ ‫ي‬
َْ‫ل‬ ‫ن‬
ْ ‫م‬
َ ‫ر‬ُ ‫ي‬
ْ
ِ ‫والْ َف‬
‫ق‬ َ
‫َوكِ َفايَِة ََُّووِِه‬
Arinya: Fakir ialah orang yang tidak mempunyai harta dan
pekerjaan, yang hasilnya bisa mencukupi kebutuhannya
dan kebutuhan orang yang ditanggung biaya hidupnya.24

2) Miskin

‫اجتِ ِه‬ ِ ِ ِ ‫ْي َم ْن قَ َدر َعلَي َم ِال اَوَكس‬ ِ ‫والْ ِمس‬


َ ‫ب يَ َق ُع َم ْوق ًعا م ْن َح‬ ْ ْ َ ُ ْ ‫ك‬ ْ َ
‫َوَلََ ْك ِفْي ِه‬
Artinya: Miskin ialah orang yang memiliki harta atau pekerjaan
untuk menutup kebutuhannya, tetapi tidak
mencukupinya.25

23
QS.At-Taubah: 60
24
Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fat-hul Mu‟in 2, Alih
Bahasa Abul Hiyadh, (Surabaya: Al-Hidayah, tt), hlm. 41
25
Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fat-hul Mu‟in 2, hlm. 42
16
3) Amil

ِ َ‫واْلع ِامل َكس ٍاع وهو من ي ب عثُه اْ َِلمام َِلَخ ِذ الزَّوكاَةِ وق‬
ِ ‫اس ٍم وح‬
‫اش ٍر‬ ََ َ ْ ُ َ ُ َ َْ ْ َ َ ُ َ َ ُ َ َ
ٍ َ‫ََلق‬
‫اا‬
Artinya: Amil ialah seperti halnya pengusaha zakat yaitu orang
yang diutus oleh imam untuk mengambil (menulis,
menghitung, membagi dan menjaga zakat), dan seperti
halnya pembagi dan pengumpul zakat, bukan seperti
halnya qadhi.26

4) Muallaf

‫ف يُتَ َوقَّو ُع بِاِ ْعطَائِِه اِ ْسالَِم‬


ٌ ‫ضعِْي َفةٌ اَْولَهُ َشَر‬ ِ
َ ُ‫َوالْ ُم َؤلَّوَفةُ َم ْن اَ ْسلَ َم َو يَّوتُه‬
ِِ َ
ْ
Artinya: Muallaf ialah orang yang masuk Islam, sedang niatnya
masih lemah, atau orang Islam yang mempunyai
kewibawaan, dengan diberi zakat, akan menarik Islam
yang lain.27

5) Riqab

ِ ً‫الرقَاب الْم َكاَب و َن كِتَابة‬


ُ ‫ب اَْو َسيِّ ُد‬ُ َ‫صحْي َحةً فَيُ ْعطَي الْ ُم َكا‬
َ َ ْ ُ ُ ُ ِّ ‫َو‬
ِ ‫ واِ ْن َكا َن َكسوبا َلَ ِمن َزَكاةِ سيِّ ِد‬،‫بِاِ ْذ ِِه دي نَه اِ ْن عجز ع ِن اْلوفَ ِاء‬
َ ْ ًُْ َ َ َ ََ َ ُ َْ
‫لِبَ َقائِِه َعلَي ِم ْل ِك ِه‬
Artinya: Riqab ialah budak-budak Mukatab yang dijanjikan
merdeka dengan akad Kitabah yang sah; Mukatab atau
tuannya dengan seizinnya, diberi zakat sejumlah
tunggakan angsuran tebusan kemerdekaannya, jika ia
tidak mampu melunasinya, sekalipun ia seorang pekerja.
Akan tetapi kalau diberi zakat dari tuannya, tidak boleh,
sebab ia masih milik tuannya.28

6) Gharim

‫استَ َدا َن لِنَ ْف ِس ِه لِ َ ِْ َم ْع ِ يَ ِة‬


ْ ‫َوالْ َا ِرُم َم ِن‬

26
Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fat-hul Mu‟in 2, hlm. 43
27
Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fat-hul Mu‟in 2, hlm. 43
28
Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fat-hul Mu‟in 2, hlm. 43
17
Artinya: Gharim ialah orang yang berutang untuk dirinya, yang
tidak digunakan untuk maksiat.29

7) Sabilillah
ِ ‫اْلِه ِاد متطَِّوعا ولَو َنِيًّا وي عطَي الْمج‬
‫اه ُد‬ ِ ِ ِ ِ
َُ َُْ ْ َ ً َُ َ ْ ‫َو َسبْي ُل اهلل َوُه َو الْقاَِثُ ب‬
‫ب‬ِ ‫اار‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
َْ ْ ‫النَّو َف َقةَ َواْلك ْس َوةَ لَهُ َولعيَاله ذَ َهبًا َوايَّوابًا َوََ َن اَلَة‬
Artinya: Sabilillah ialah pejuang sukarelawan Islam, sekalipun
kaya. Mereka diberi bagian zakat sebagai nafkah,
pakaian dan untuk keluarganya, selama berangkat dan
pulang. Demikian juga diberi biaya untuk alat
peperangan.30

8) Ibnu Sabil

ٍ َ‫الزَكاةِ اَْو ُمْن َش ُئ َس َف ٍر ُمب‬


‫اح‬ ‫السبِْي ِل َوُه َو ُمسافٌِر ُُْمتَ ٌاز بِبَ لَ ِد َّو‬
‫َوابْ ُن َّو‬
َ
‫ف الْ ُم َسافِ ِر لِ َم ْع ِ يَ ٍة اَِلَّواِ ْن‬ ِ َ‫ِمْن ها ولَو لِنُزه ٍة اَو َكا َن َكسوبا ِِِبال‬
ًُْ ْ َْ ْ َ َ
‫ص ِحْي ٍ َكا ْاَائِ ِم‬ ٍ ِ ِ
َ ‫اب َوالْ ُم َساف ِر ل َ ِْ َم ْق َ د‬ َ َ
Artinya: Ibnu Sabil ialah musafir yang melewati daerah zakat atau
memulai perjalanan yang dianggap boleh dalam syarak
dari daerah zakat tersebut, sekalipun untuk bertamasya
atau bekerja. Lain halnya bepergian dengan tujuan
maksiat, kecuali jika telah bertobat, atau musafir yang
berjalan tanpa tujuan, misalnya pengelana.31

c. Pengelolaan Zakat dalam Sejarah Islam

Islam turun ke dunia sebagai rahmatan lil „alamin. Salah satu

misi Islam adalah untuk mengentaskan kemiskinan. Ajaran zakat

dalam Islam adalah simbol kepedulian sosial terhadap kesenjangan

ekonomi, perhatian atas fenomena kemiskinan, dan cita-cita akan

kesejahteraan umat. Melalui zakat, Islam tidak akan membiarkan

kemiskinan merajalela dan menjamur di atas pentas sejarah hidup

29
Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fat-hul Mu‟in 2, hlm. 43
30
Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fat-hul Mu‟in 2, hlm. 47
31
Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fat-hul Mu‟in 2, hlm. 47
18
manusia. Berikut ini adalah gambaran historis bagaimana pengelolaan

zakat sebagai salah satu ajaran Islam yang bervisi pengentasan

kemiskinan dijalankan dengan baik.

1) Zakat pada masa Nabi

Rasulullah saw. pernah mengangkat dan menginstruksikan

kepada beberapa sahabat („Umar ibn al-Khattab, Ibnu Qais

„Ubadah ibn Samit dan Mu„az ibn Jabal) sebagai „amil zakat

(pengumpul zakat) di tingkat daerah. Mereka bertanggung jawab

membina berbagai negeri guna mengingatkan para penduduknya

tentang kewajiban zakat. Zakat diperuntukkan untuk mengurangi

kemiskinan dengan menolong mereka yang membutuhkan.32

Pada masa Nabi Muhammad saw., ada lima jenis kekayaan

yang dikenakan wajib zakat, yaitu: uang, barang dagangan, hasil

pertanian (gandum dan padi) dan buah-buahan, dan rikaz (barang

temuan). Selain lima jenis harta yang wajib zakat di atas, harta

profesi dan jasa sesungguhnya sejak periode kepemimpinan

Rasullah saw. juga dikenakan wajib zakat.33

Dalam bidang pengelolaan zakat Nabi Muhammad saw.

memberikan contoh dan petunjuk oprasionalnya. Manajemen

operasional yang bersifat teknis tersebut dapat dilihat pada

pembagian struktur amil zakat, yang terdiri dari: (1) Katabah,

petugas yang mencatat para wajib zakat, (2) Hasabah, petugas

32
Amer al-Roubaie, “Dimensi Global Kemiskinan di Dunia Muslim: Sebuah Penilaian
Kuantitatif”. Dalam Jurnal Islamika, Vol. 2, No.3 Desember 2005, hlm. 91
33
Faisal, “Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia”, dalam Jurnal
Analisis, Volume XI, Nomor 2, Desember 2011, hlm. 247
19
yang menaksir, menghitung zakat, (3) Jubah, petugas yang

menarik, mengambil zakat dari para muzakki, (4) Khazanah,

petugas yang menghimpun dan memelihara harta, dan (5)

Qasamah, petugas yang menyalurkan zakat pada mustahiq (orang

yang berhak menerima zakat).34

2) Zakat Pada Masa Sahabat

Untuk mengetahui dengan lebih jelas pola operasional

aplikasi dan implementasi zakat pada masa sahabat dapat dilihat

dalam periode-periode berikut ini:

a) Periode Abu Bakar as-Sidiq

Pengelolaan zakat pada masa Abu Bakr as-Siddiq ra.


sedikit mengalami kendala. Pasalnya, beberapa umat
muslim menolak membayar zakat. Mereka meyakini bahwa
zakat adalah pendapat personal Nabi saw.13 Menurut
golongan ingkar zakat ini, zakat tidak wajib ditunaikan
pasca wafatnya Nabi saw. Pemahaman yang salah ini hanya
terbatas di kalangan suku-suku Arab Baduwi. Suku-suku
Arab Baduwi ini menganggap pembayaran zakat sebagai
hukuman atau beban yang merugikan.35

b) Periode Umar bin Khattab

„Umar ra. adalah salah satu sahabat Nabi saw.. Ia


menetapkan suatu hukum berdasarkan realitas sosial. Di
antara ketetapan „Umar ra. adalah menghapus zakat bagi
golongan mu‟allaf, enggan memungut sebagian „usyr (zakat
tanaman) karena merupakan ibadah pasti, mewajibkan
kharraj (sewa tanah), menerapkan zakat kuda yang tidak
pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.36

34
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia., hlm. 247-248
35
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia., hlm. 248
36
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia., hlm. 248
20
c) Periode Utsman bin Affan

Pengelolaan zakat pada masa „Usman dibagi menjadi dua


macam: (1) Zakat al-amwal az-zahirah (harta benda yang
tampak), seperti binatang ternak dan hasil bumi, dan (2)
Zakat alamwa l al-batiniyah (harta benda yang tidak
tampak atau tersembunyi), seperti uang dan barang
perniagaan. Zakat kategori pertama dikumpulkan oleh
negara, sedangkan yang kedua diserahkan kepada masing-
masing individu yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya
sendiri sebagai bentuk self assessment.37

d) Periode Ali bin Abi Thalib

Situasi politik pada masa kepemimpinan Khalifah „Ali ibn


Abi Talib ra. berjalan tidak stabil, penuh peperangan dan
pertumpahan darah. Akan tetapi, „Ali ibn Abi Talib ra.
Tetap mencurahkan perhatiannya yang sangat serius dalam
mengelola zakat. Ia melihat bahwa zakat merupakan urat
nadi kehidupan bagi pemerintahan dan agama. Ketika „Ali
ibn Abi Talib ra. Bertemu dengan orang-orang fakir miskin
dan para pengemis buta yang beragama non-muslim
(Nasrani), ia menyatakan biaya hidup mereka harus
ditanggung oleh Baitul Mal. Khalifah „Ali ibn Abi Talib ra.
juga ikut terjun langsung dalam mendistribusikan zakat
kepada para mustahiq (delapan golongan yang berhak
menerima zakat). Harta kekayaan yang wajib zakat pada
masa Khalifah „Ali ibn Abi Talib ra. ini sangat beragam.
Jenis barang-barang yang wajib zakat pada waktu itu
berupa dirham, dinar, emas dan jenis kekayaan apapun
tetap dikenai kewajiban zakat.38

3) Zakat pada Masa Tabi‟in

Pengelolaan zakat pada masa tabi„in terekam dalam catatan


sejarah Daulah Bani Umayyah, yang berlangsung selama
hampir 90 tahun (41-127H). Khalifah „Umar ibn „Abd al-„Aziz
(717 M) adalah tokoh terkemuka yang patut dikenang sejarah,
khususnya dalam hal pengelolaan zakat. Di tangannya,
pengelolaan zakat mengalami reformasi yang sangat
memukau. Semua jenis harta kekayaan wajib dikenai zakat.
Pada masanya, sistem dan manajemen zakat ditangani dengan
amat profesional. Jenis harta dan kekayaan yang dikenai wajib
zakat semakin beragam.39

37
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia., hlm. 249
38
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia., hlm. 249-250
39
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia., hlm. 250
21
d. Pengelolaan zakat di Indonesia

1) Pengelolaan Zakat di Masa Penjajahan

Ketika bangsa Indonesia sedang berjuang melawan

penjajahan Barat dahulu, zakat berperan sebagai sumber dana bagi

perjuangan kemerdekaan tersebut. Setelah mengetahui fungsi dan

kegunaan zakat yang semacam itu, Pemerintah Hindia Belanda

melemahkan sumber keuangan dan dana perjuangan rakyat dengan

cara melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi

mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan Pemerintah Hindia

Belanda ini menjadi batu sandungan dan hambatan bagi

terselenggaranya pelaksanaan zakat.40

2) Pengelolaan Zakat di Awal Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan Indonesia, pengelolaan zakat juga

tidak diatur pemerintah dan masih menjadi urusan masyarakat.

Kemudian pada tahun 1951 barulah kementrian agama

mengeluarkan Surat Edaran Nomor: A/VII/17367, tanggal 8

desember 1951 tentang pelaksanaan zakat fitrah. Pada tahun 1964,

Kementrian Agama menyusun Rancangan Undang-Undang tentang

pelaksanaan zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang tentang Pelaksanan Pengumpulan dan Pembagian

Zakat serta Pembentukan Baitul Maal, tetapi kedua perangkat

40
Muhammad Ngasifudin, “Konsep Sistem Pengelolan Zakat Di Indonesia Pengentas
Kemiskinan Pendekatan Sejarah” dalam Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia, Volume V, No.2
Desember 2015, hlm. 223
22
peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat maupun kepada Presiden.41

3) Pengelolaan Zakat di Masa Orde Baru

Pada masa orde baru, Menteri Agama menyusun Rancangan

Undang-Undang tentang Zakat dan disampaikan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Gotong Royong dengan Surat Nomor:

MA/095/1967. RUU tersebut disampaikan juga kepada Menteri

Sosial selaku penanggung jawab masalah-masalah sosial dan

Menteri Keuangan selaku pihak yang mempenyuai kewenangan

dan wewenang dalam bidang pemungutan. Menteri Keuangan

dakam jawabannya menyarankan agar masalah zakat ditetapkan

dengan Peraturan Menteri Agama. Dan pada tahun 1968

dikeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1968

tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan peraturan Menteri

Agama Nomor 5 Tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Maal.

Kedua PMA ini mempunyai kaitan sangat erat karena Baitul

Maal berfungsi sebagai penerima dan penampung zakat, dan

kemudian disetor kepada Badan Amil Zakat untuk disalurkan

kepada yang berhak. Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi

Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang

Infak Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang pelaksanaannya

diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan

Haji Nomor 19/1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq dan

41
Departemen Agama RI, Panduan Organisasi Pengelola Zakat, (Jakarta:Departemen
Agama RI, 2009), hlm 8
23
Shadaqah, yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama

untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan

Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah agar menggunakan dana

Zakat untuk kegiatan Pendidikan Islam dan lain-lain. Pada tahun

1991 dikeluarkan Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan

Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah yang kemudian ditindak

lanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1991

tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan

Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun

1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan

Shadaqah.42

4) Pengelolaan Zakat di Era Reformasi

Di era reformasi, pemerintah berupaya untuk

menyempurnakan sistem pengelolaan zakat ditanah air agar potensi

zakat dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi sosial

ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi ekonomi dunia dan

krisis multi dimensi yang melanda Indonesia. Untuk itulah pada

tahun 1999, pemeritah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah

menerbitkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat, yang diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan

Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur

42
Departemen Agama RI, Panduan Organisasi Pengelola Zakat, hlm. 9
24
Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 tahun 2000

tentang Pedoman Teknis tentang Pengelolaan Zakat. Berdasarka

Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 ini, pengelolaan Zakat

dilakukan oleh Badan Amil Zakat bentukan Pemerintah yang

terdiri dari Masyarakat dan unsure Pemerintah untuk tingkat

kewilayahan dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan dikelola

oleh masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ormas Islam,

yayasan dan institusi.43

2. Pengelolaan Zakat dalam UU No. 23 Tahun 2011

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan

Zakat memberikan kepastian dan payung hukum bagi pemerintah untuk

mengatur mekanisme pengelolaan zakat.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 pasal 1 ayat 2

disebutkan bahwa, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang

muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak

menerimanya sesuai dengan syari‟ah Islam.44 Menurut pasal 2, bahwa

pengelolaan zakat berasaskan: 1) syari‟at Islam, 2) amanah, 3),

kemanfaatan, 4) keadilan, 5) kepastian hukum, 6) terintegrasi, 7)

akuntabilitas.45

Pengelolaan zakat diatur dengan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pasal 1 ayat (1) menyebutkan,

pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan

43
Departemen Agama RI, Panduan Organisasi Pengelola Zakat, hlm. 10
44
Kementerian Agama RI, Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011., hlm. 5
45
Kementerian Agama RI, Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011., hlm. 6
25
pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan

zakat. Pasal 3 mengatur tujuan pengelolaan zakat adalah: a) meningkatkan

efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, b)

meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

dan penanggulangan kemiskinan. Penjelasan umum Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2011 menyebutkan bahwa dalam upaya mencapai tujuan

pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS),

BAZNAS Provinsi, dan BAZNAS Kabupaten/Kota. BAZNAS merupakan

lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara

nasional. Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan

syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas

dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.

Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka

penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan

dasar mustahik telah terpenuhi.46

Pasal 5 menyebutkan, untuk melaksanakan pengelolaan zakat

pemerintah membentuk BAZNAS, sedangkan Pasal 15 mengatur tentang

pembentukan BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota. BAZNAS

mempunyai tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 7, sebagai berikut:

a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,

b. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat,

46
Sri Kusriyah, “Kebijakan Pengelolaan Zakat sebagai Upaya Penanggulangan
Kemiskinan di Kabupaten Demak”, dalam Masalah - Masalah Hukum, Jilid 45 No. 2, April 2016
hlm. 143
26
c. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.47

Pasal 16 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya, BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota dapat

membentuk Unit Pengelolaan Zakat (UPZ) pada instansi pemerintah,

Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Perusahaan

Swata, dan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta membentuk

UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat

lainnya. Pasal 17 mengatur pembentukan Lembaga Amil Zakat (LAZ),

bahwa untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaan zakat.48 Kabupaten dalam pengelolaan

zakat telah mengeluarkan kebijakan daerah antara lain:

a. Pembentukan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA)

1) menyelenggarakan tugas administrasi dan teknis pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaan zakat;

2) mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untu

menyusun rencana pengelolaan zakat;

3) menyelenggarakan tugas penelitian, pengembangan,

4) komunikasi, informasi dan edukasi pengelolaan zakat;

5) membentuk dan mengukuhkan Unit Pengumpul Zakat sesuai

wilayah operasional.49

47
Kementerian Agama RI, Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011., hlm. 7
48
Sri Kusriyah, “Kebijakan Pengelolaan Zakat sebagai Upaya Penanggulangan
Kemiskinan di Kabupaten Demak”, hlm. 143
49
Sri Kusriyah, “Kebijakan Pengelolaan Zakat sebagai Upaya Penanggulangan
Kemiskinan di Kabupaten Demak”,, hlm. 144
27
b. Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 mengatur

bahwa untuk membantu pelaksanaan BAZNAS dalam pelaksaan

pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat

dapat membentuk LAZ. Pasal 18 menetapkan bahwa dalam

pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang

ditunjuk.50

Adapun yang menjadi Tujuan pengelolaan zakat sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 pasal 3, yaitu: a) meningkatkan

efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, b)

meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan

penaggulangan kemiskinan.51 Dan benda-benda yang harus dikeluarkan

zakatnya secara eksplisit ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 4. Di dalam pasal 4 ayat 1

dinyatakan bahwa zakat terdiri atas zakat maal dan fitrah. Kemudian

dalam pasal 4 ayat 2 dikemukan bahwa harta yang dikenai zakat adalah:

Emas, perak dan uang, perdagangan dan perusahaan, hasil pertanian, hasil

perkebunan dan hasil perikanan, hasil pertambangan, perindustrian, hasil

peternakan hasil pendapatan dan jasa, serta rikaz. Selanjutnya dalam pasal

4 ayat 3 disebutkan: zakat mal sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat 2

merupakan harta yang dimiliki oleh muzakki perseorangan atau badan

50
Sri Kusriyah, “Kebijakan Pengelolaan Zakat sebagai Upaya Penanggulangan
Kemiskinan di Kabupaten Demak”,, hlm.
51
Kementerian Agama RI, Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011., hlm. 6
28
usaha. Serta pasal 4 ayat 4 disebutkan syarat dan tata cara penghitungan

zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syari‟at Islam.52

Kemudian dalam Peraturan Perundang-undangan yang lain juga

ada menyinggung tentang zakat, yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 juga ditetapkan pengecualian dari objek pajak adalah: bantuan atau

sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang

diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan

yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang

diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak,

yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.53

B. Kerangka Berfikir

Kerangka teoritis merupakan kerangka pikir yang bersifat teoritis atau

konseptual mengenai masalah yang akan diteliti. Kerangka pikir tersebut

menggambarkan hubungan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang

akan diteliti.

52
Kementerian Agama RI, Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011., hlm. 7
53
Undang-Undang No 36 tahun 2008 tentang Penghasilan Wajib Pajak Pasal 4
29
Gambar 2.1
Kerangka Fikir

Manajemen Pengelolaan zakat

Perspektif UU No. 23 Tahun 2011

Manajemen Pengelolaan Zakat Perspektif


Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat di UPZ
Kementerian Agama Kota Metro

C. Kajian Penelitian yang Relevan

Peran zakat dalam interaksi sesama manusia (muammalah) ditegaskan

oleh beberapa penelitian terdahulu yaitu:

1. Norhaziah binti Nawai dan Ainulashikin binti Marzuki dalam

penelitiannya, bahwa “Zakat merupakan salah satu pendapatan negara

yang mempunyai fungsi sosial untuk mengurangi kesenjangan antara

kelompok ekonomi kaya dan miskin”. Falsafah yang menjadi dasar adalah

segala kekayaan yang ada di bumi ini tidak lain milik Allah sehingga

seorang muslim tidak boleh hanya memikirkan kepentingannya sendiri

melainkan harus memiliki kepekaan sosial bagi orang yang membutuhkan.

Oleh karena itu, setiap muslim wajib membayar zakat maal (harta) sebesar

2,5% dari kekayaannya untuk orang-orang yang memerlukan. Potensi

zakat maal ini sangatlah besar untuk penerimaan negara sehingga upaya

mengoptimalisasi pengumpulan dan penyaluran zakat ini sangatlah


30
diperlukan untuk pembangunan sumber daya manusia, pengentasan

kemiskinan dan pembangunan sosial.54

2. Syamsidar, dkk, Analisis Sistem Pengelolaan Zakat Pada Baitul Mal

Kabupaten Aceh Besar Tahun 2016-2017. Universitas Muhammadiyah

Aceh. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, sistem

pengelolaan zakat di Baitul Mal Kabupaten Aceh Besar sudah sangat

efektif dalam menjalankan : 1. Perencanaan pengelolaan zakat yang

dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun2011 tentang

Pengelolaan Zakat. 2. Pelaksanaannya dilakukan oleh pihak Baitul Mal

sesuai bidang masing-masing dan sesuai tanggung jawab yang

dibebankan/diberikan oleh Baitul Mal sendiri. 3. Pengoordinasian

pengelolaan zakat yang dilakukan telah sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 4. Pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaaan telah dilakukan sesuai dengan

Undang –undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.55

3. Rahmad Hidayat, Analisis Pengelolaan Zakat Di Badan Amil Zakat (BAZ)

Kabupaten Kulonprogo. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta. 2016. Berdasarkan penelitian ini, peneliti menyimpulkan

bahwa pengelola zakat oleh BAZNAS Kabupaten Kulonprogo belum

efektif, ini dapat dilihat dari beberapa hal berikut, antara lain: (1) dana

zakat yang terkumpul masih sedikit, sehingga penyaluran dana masih

54
Norhaziah Binti Nawai dan Ainulashikin Binti Marzuki, “The Role of Zakat in
Developing Muslim Economy”, dalam Nik Salida Sulaiha Nik Saleh (Ed.), 2007, The Developmet
of Economics and Muammalat Practices,Penerbit Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), Bandar
Baru Nilai, hlm.1.
55
Syamsidar, dkk. “Analisis Sistem Pengelolaan Zakat Pada Baitul Mal Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2016-2017”. Dalam Jurnal Semdi Unaya-2017, 167-182 November 2017
31
sangat terbatas, (2) pendayagunaan zakat secara produktif, baru diterapkan

hanya di dusun-dusun tertentu, (3) amil tidak terlalu fokus dalam

mengelola zakat, (4) kurangnya sosialisasi kepada masyarakat.56

Berdasarkan penelitian terdahulu yang relevan tersebut terdapat

kesamaan dengan penelitian ini yaitu membahas tentang pengelolaan

zakat, akan tetapi terdapat perbedaan tempat penelitian serta pada

penelitian ini akan menganalisis sistem pengelolaan zakat apakah sudah

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan RI dan syariah Islam.

56
Rahmad Hidayat, Analisis Pengelolaan Zakat Di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten
Kulonprogo. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2016
32
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penilitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (file Research) di Unit

Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota Metro, yang akan dijadikan

sebagai lokasi dari penelitian. Penelitian lapangan yaitu “suatu penelitian yang

dilakukan di lapangan atau di lokasi penelitian, suatu tempat yang dipilih

sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala objektif sebagai terjadi di lokasi

tersebut, yang dilakukan juga untuk penyusunan laporan ilmiah”.1

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tipe normatif dan

empiris yaitu kombinasi dari penelitian hukum normatif dan penelitian hukum

sosiologis empiris:

1. Penelitian hukum normatif adalah penelitian bahan pustaka atau data–data

sekunder yang mencakup bahan hukum primer seperti peraturan

perundang–undangan dan bahan hukum sekunder seperti hasil–hasil

penelitian, buku–buku yang berkaitan dengan hasil penelitian ini, dan

sebagainya.

2. Penelitian Hukum sosiologis/empiris adalah penelitian terhadap data primer

di lapangan atau terhadap masyarakat.2

1
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi. (Jakarta:
Rineka Cipta. 2011), hlm. 96
2
Muji Iswanty, “Pertanggungjawaban Medis Terhadap Terjadinya Abortus Provokatus
Criminalis (Tinjauan Hukum Kesehatan dan Psikologi Hukum)”, dalam Jurnal Penelitian Hukum |
Volume 1 Nomor 3 Mei 2012, hlm. 392
33
B. Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu

pendekatan deskriptif kualitatif yang artinya data yang dikumpulkan bukan

berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,

catatan, lapangan. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin

menggambarkan realita dibalik fenomena secara mendalam dan rinci.

Pengunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan

mencocokan realita dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode

deskriptif.

"Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan

pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga

menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi."3 Sedangkan kualitatif

adalah “metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,

digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. (sebagai

lawannya adalah experimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,

teknik pengumpul data dilakukan secara trigulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatitf lebih menenkankan

makna daripada generalisasi.”4

Adapun dari penelitian ini peneliti langsung mengambil data-data

langsung dari pihak yang terkait dalam sistem pengelolaan zakat. Dengan

menggunakan pendekatan ini, peneliti dapat melakukan penelitian kepada

ketua ataupun petugas-petugas di Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kota Metro.

3
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. (Jakarta: Bumi Aksara.
2013), hlm. 44
4
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2008), hlm. 9
34
C. Sumber Data

Sumber data adalah benda, hal atau orang, tempat peneliti mengamati,

membaca, atau bertanya tentang data, secara umum sumber data dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

1. Data Primer

“Data dapat diperoleh langsung dari lapangan termasuk

laboratorium ini disebut sumber primer”.5 Data primer merupakan data

yang diperoleh secara langsung dari tempat penelitian (lokasi penelitian)

dan merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama yaitu seperti hasil

wawancara dan observasi yang berupa keterangan-keterangan dari pihak-

pihak yang terkait seperti petugas dan juga ketua Unit Pengumpul Zakat

(UPZ) Kota Metro.

2. Data sekunder

“Sumber dari bahan bacaan disebut sumber sekunder”.6 Sedangkan

menurut Sugiyono Sumber sekunder, merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang

lain atau lewat dokumen.7 Data ini diperoleh dari buku tentang

“pengelolaan zakat”, jurnal dan dokumen-dokumen tentang Kementerian

Agama Kota Metro serta hal-hal yang terkait dengan sistem pengelolaan

zakat di Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota Metro.

5
Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara. 2014), hlm. 143
6
Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), hlm. 143
7
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D., hlm. 137
35
D. Tekhnik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode riset lapangan (field Research), yakni dengan

mengadakan penelitian dilapangan dalam rangka mencari data yang akurat.

Adapun tekhnik pengumpul data adalah sebagai berikut :

1. Metode observasi

Sutrisno Hadi yang dikutip oleh Sugiyono mengemukakan bahwa:

“Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang

tersusun dari berbagai proses biologis dan Psikolois. Dua diantaranya yang

terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan”.8

Dalam penelitian ini observasi akan dilakukan dengan cara, peneliti

langsung terjun kelapangan untuk mengetahui bagaimana latar belakang

sistem pengelolaan zakat di unit pengumpul zakat (UPZ) kementrian

agama kota metro. Observasi yang dilakukan untuk menggetahui:

a. Suasana kerja Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota

Metro

b. Pelaksanaan pengelolaan zakat di Unit Pengumpul Zakat (UPZ)

Kementrian Agama Kota Metro

2. Wawancara

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara,

menurut Wardi Bachtiar, wawancara adalah teknis dalam upaya

8
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D., hlm. 145.
36
menghimpun data yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses

pemecahan masalah tertentu, yang sesuai dengan data.9

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara kepada:

a. Kelapa Kementerian Agama Kota Metro untuk mengetahui informasi

tentang sejarah berdiri, visi-misi, data pegawai, serta program-program

di Kementerian Agama Kota Metro.

b. Pegawai bagian Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama

Kota Metro, untuk mengetahui pelaksanaan zakat di kota Metro,

Kinerja UPZ Kota Metro, Perencanaan, Pelaksanaan dan

pengordinasian zakat di Kota Metro, serta faktor pendukung dan

penghambat manajemen pengelolaan zakat di Kota Metro.

3. Dokumentasi

Menurut Sukardi, dengan menggunakan metode dokumentasi “peneliti

dimungkinkan memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber

tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat, dimana

responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-harinya."10

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data berupa dokumen

pengelolaan zakat, metode ini digunakan dalam upaya mengungkap

pengelolaan Zakat di unit Pengumpul Zakat (UPZ) di Kemenag Metro.

E. Tekhnik Analisa Data

Mengenai judul Analisis Pengelolaan Zakat di Unit Pengumpul Zakat

(UPZ) Kementrian Agama Kota Metro Tahun 2017 terkumpul, maka

9
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 72
10
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2014), hlm. 81
37
dianalisis untuk menganalisa data yang sudah peneliti kumpulkan peneliti

menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat

diamati. Adapun untuk analisis datanya dengan metode induktif. Yang

dimaksud metode induktif adalah “cara berpikir induktif berpijak pada fakta-

fakta yang bersifat khusus, kemudian diteliti dan akhirnya ditemui pemecahan

persolaan yang bersifat umum.”11

Metode ini, penulis gunakan untuk mengeksplorasikan keterangan-

keterangan secara aktual tentang Analisis Pengelolaan Zakat di Unit

Pengumpul Zakat (UPZ) Kementrian Agama Kota Metro Tahun 2017 serta

mendeskripsikan manajemen yang diterapkan dengan mengacu pada teori

yang ada.

F. Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang objektif.

Karena itu, keabsahan data sangat penting. Melalui data kredibilitas

(kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai. Keabsaan data adalah suatu

yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk membuktikan data yang

diperoleh dengankeadaan yang sesungguhnya, kredibilitas data itu sendiri

bertujuan untuk membuktikan apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan

pernyataan yang sebenar-benarnya. Hal ini perlu dilakukan dalam upaya untuk

11
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara,
2010), hlm. 21.
38
memenuhi informasi yang dikemukakan oleh penulis sehingga mengandung

nilai kebenaran.

Teknik yang digunakan untuk menetukan keabsahan data dalam

penelitian ini yaitu: Triangulasi. Adapun yang dimaksud dengan Triangulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain di luar data sebagai pembanding terhadap data tersebut.12

Teknik Triangulasi dalam penelitian ini merupakan suatu teknik

mencari data dalam sumber data yang sama dengan menggunakan teknik yang

berbeda yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi.

12
Aan Prabowo & Heriyanto, “Analisis Pemanfaatan Buku Elektronik ( E-Book ) Oleh
Pemustaka Di Perpustakaan SMA Negeri 1 Semarang” dalam Jurnal Ilmu Perpustakaan Volume
2, Nomor 2, Tahun 2013, hlm. 5
39
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Lokasi Penelitian

a. Sejarah Kementerian Agama Kota Metro

Kota Metro merupakan salah satu dari 3 Kabupaten Kota yang

dimekarkan dari Kabupaten Lampung Tengah di provinsi Lampung,

berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1999 Tentang

Pembentukan Daerah Tingkat II Lampung Timur, Kabupaten Daerah

Tingkat II Way Kanan, dan Kotamadya Metro.

Wilayah Kota Metro sebelumnya merupakan wilayah Kota

Administratif Metro sebagai Ibu kota Kabupaten Lampung Tengah

yang meliputi wilayah Kecamatan Metro Raya dan Kecamatan Metro

Bantul. Kemudian setelah resmi menjadi Kota Metro, pada tahun 2000

dimekarkan menjadi 5 Kecamatan definitif yaitu: KecamatanMetro

Pusat, Kecamatan Metro Utara, Kecamatan Metro Timur, Kecamatan

Metro Barat dan kecamatan Metro Selatan.

Secara geografis wilayah Kota Metro berbatasan dengan:

1) Sebelah Barat : berbatasan dengan Kec. Trimurjo Lampung Tengah;

2) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kec. Kibang Lampung Timur;

3) Sebelah Timur : berbatasan dengan Kec. Batanghari dan

Pekalongan Lampung Timur;

40
4) Sebelah Utara : berbatasan dengan Kec. Pekalongan Lampung

Timur dan Kec. Punggur Lampung Tengah.

Sejalan dengan Pemekaran wilayah Kota Metro sebagai

Pemerintah Otonomi yang berdiri sendiri dan telah lepas dari

Kabupaten Lampung Tengah, maka Kemennterian Agama pada tingkat

Kabupaten dan Kota sebagai pemerintah yang bersifat vertikal juga

menyesuaikan. Kementerian Agama Kota Metro, yang dahulunya

bernama (Departemen Agama Kota Metro) dibentuk berdasarkan KMA

nomor: 30 tahun 2000, Tentang Pembentukan Kantor Departemen

Agama Kota Dumai, Metro, Cilegon, Depok, Banjarbaru, Kabupaten

Lampung Timur, dan Kabupaten Way Kanan.

Kementerian Agama Kota Metro diresmikan pada tanggal 5

Agustus tahun 2000 oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian agama

Propinsi Lampung Bapak Drs.H. Azom Romly sekaligus melantik

Bapak Drs. H. Azhari Muchtar sebagai Kepala Kantor Departemen

Agama Kota Metro berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI

Nomor: Wh/1.b/Kp.07.6/20/2000 tanggal 19 juni 2000.13

13
Profil Kementerian Agama Kota Metro Tahun 2018

41
b. Visi dan Misi Kementerian Agama Kota Metro

Kementerian Agama Kota Metro sebagai bagian tak terpisahkan

dari unsur Kementerian Agama Pusat, juga memilki tugas untuk

mewujudkan visi Kementerian Agama yang berada diwilayah kerja

Kota Metro.

1) Visi

"Terwujudnya Masyarakat Kota Metro yang Ta'at Beragama,

Rukun, Cerdas, Mandiri, Sejahtera Lahir dan Batin".

2) Misi

a) Meningkatkan Kwalitas Kehidupan Beragama;

b) Meningkatkan Kwalitas Kerukunan Umat Beragama;

c) Meningkatkan Kwalitas Pendidikan Agama dan Keagamaan;

d) Meningkatkan Kwalitas Penyelenggaraan Ibadah Haji ;

e) Meningkatkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Bersih dan

Berwibawa.14

c. Struktur Organisasi Kementerian Agama Kota Metro

Kantor Kementerian Agama Kabupaten/kota sebagaimana

dimaksud dalam PMA No 13 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (2)

berkedudukan di Kabupaten/Kota berada di bawah dan tanggung

jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama.

Kantor Kementeria Agama Kota Metro mempunyai tugas

melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian Agama dalam wilayah

14
Profil Kementerian Agama Kota Metro Tahun 2018

42
Kota Metro berdasarkan kebijakan Kepala Kantor Wilayah

Kementerian Agama Provinsi Lampung.

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia

Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi

Vertikal Kementerian Agama. Susunan Organisasi Kantor

Kementerian Agama kota Metro sebagaimana dimaksud dalam pasal

240 ayat (2) huruf (h) sampai huruf (j) terdiri atas:

1) Subbag Tata Usaha;

2) Seksi Pendidikan Madrasah;

3) Seksi Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam;

4) Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umroh;

5) Seksi Bimbingan Masyarakat Islam;

6) Penyelenggara Syari'ah;

7) Penyelenggara Katholik, dan

8) Kelompok Jabatan Fungsional.15

15
Profil Kementerian Agama Kota Metro Tahun 2018

43
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR KEMENTERIAN AGAMA
KOTA METRO
Kepala
Kantor Kementerian
Agama

H. Johan Yusuf, S.Ag,


M.Pd.I
Nip.197008151996031001

Sub Bagian Tata Usaha

Drs. H. Syahro, M.Sy


Nip.196809161995031001

Kasi Kasi Kasi Kasi Penyelenggara Penyelenggara


Pendidikan Madrasah Pendidikan Agama & Penyelenggaraan Bimas Islam Syari’ah Bimas Katolik
Keagamaan Islam Haji & Umrah

Dra. Nuryanah, MM H. Deswin Fitra, S.Ag Drs. H. Muhlisin, M.Sy Ruslan Helmi, S.Sos, Sofyan Zali, S.Ag, MM Felikarpus Sarimin,S.Ag
Nip.196610091993032001 Nip.197112201998031001 Nip.196711041995031003 MM Nip.197101062000121002 Nip.196610091993032001

44
2. Deskripsi Data Hasil Penelitian

a. Pelaksanaan Zakat di Kota Metro

Zakat tidak hanya terbatas pada zakat fitrah. Tapi, terdapat juga

zakat mal. Secara teknis, kegiatan zakat di kota Metro hanya sebatas

pada berderma yang sebagian besar bersifat konsumtif dan

pengetahuan masyarakat muslim kota Metro masih terbatas pada

pemahaman zakat fitrah saja.

Jumlah penduduk kota Metro pada tahun 2018 adalah 149.361,

dengan luas wilayah 66,74 km2 kemudian dengan kepadatan penduduk

adalah 2.173 jiwa/km2 dimana kecamatan paling padat adalah Metro

Pusat. Kota Metro terdiri dari 5 Kecamatan dan 22 Kelurahan. Jumlah

penduduk tersebut menjadi sebuah potensi untuk pelaksanaan zakat

sebagai bentuk filantropi bagi masyarakat Kota Metro. Karena zakat

dapat menjadi satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah

kemiskinan.16

b. Kinerja UPZ Kota Metro

Urgensi dikeluarkan Undang-Undang Tentang Pengelolaan

Zakat Nomor 23 Tahun 2011 adalah untuk meningkatkan efektifitas

dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat serta meningkatkan

manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan

penanggulangan kemiskinan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya belum

berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

16
Wawancara dengan Bapak Johan Yusuf, (Kepala Kantor Kementerian Agama Kota
Metro), 15 Januari 2018

45
Menurut SB manajemen pengelolaan zakat di kota Metro

khususnya di Metro Barat kurang berjalan secara optimal. Meskipun

petugas sudah melakukan sosialisasi, namun kesadaran masyarakat

masih minim serta pemahaman masyarakat terhadap zakat hanya

sebatas zakat fitrah. Sedangkan pelaksanaan zakat profesi, seluruh

pegawai negeri di Kementrian Agama sudah mengeluarkan zakat.

Pelaksanaan tersebut dalam rangka optimalisasi manajemen

pengelolaan zakat, bagi pegawai yang belum mencapai nisabnya dapat

diganti dengan infak sebesar Rp. 60.000 setiap bulannya.17

Berbeda dengan pernyataan SB di atas, di satuan kerja Metro

Selatan, AGW selaku kepala KUA mengatakan bahwa kurangnya

petugas yang ada di KUA Metro Selatan menyebabkan kurangnya

sosialisasi ke masyarakat. Perlunya penyadaran kepada masyarakat

bahwa harta yang dimiliki ada hak-hak orang lain yang wajib

dikeluarkan. Kemudian perlu adanya penyatuan visi dan misi antara

pemerintah Kota Metro dan Kementerian Agama untuk segera

mengeluarkan Perda Zakat.18 Sedangkan manajemen pengelolaan zakat

di wilayah KUA Metro Pusat, Bapak YZD mengatakan bahwa KUA

Metro pusat mengikuti instruksi dari Kementerian Agama. Sedangkan

dalam pendistribusiannya meminta bantuan kepada pembatu penghulu

17
SB, Pembantu Penghulu Metro Barat, Wawancara, 3 Januari 2019
18
AGW, Kepala KUA Metro Selatan, Wawancara, 4 Januari 2019
46
untuk mendata mustahik sebagai penerima zakat yang dilakukan oleh

muzaki.19

Permasalahan mengenai kurangnya pemahaman masyarakat

tentang zakat juga dirasakan di daerah satuan kerja Metro Timur.

Bapak AD mengatakan, KUA sering melakukan sosialisasi ke

masyarakat melalui pembantu penghulu ketika tokoh agama

memberikan ceramah agar menyinggung masalah pentingnya zakat

dan ditegaskan bahwa zakat tidak sebatas zakat fitrah. Namun banyak

tokoh agama yang tidak menjalankan seruan tersebut. Ditambah

kecenderungan masyarakat membayarkan zakatnya ke musala atau

masjid sehingga menjadi faktor kendala optimalisasi pengumpulan di

BAZNAS, sehingga menjadi pendistribusian tidak merata.20

Kepala KUA Metro Utara bapak NS mengatakan KUA sering

melakukan himbauan terhadap masyarat melalui pembantu penghulu

dan tokoh agama setempat. Kemudian dalam rangka optimalisasi

manajemen pengelolaan zakat, para pegawai yang ada di KUA

bersedia untuk dipotong gajinya ketika sudah mencapai nisab dan

ketika nisab gaji mereka belum sesuai dengan aturan maka para

pegawai memberikan infak sebesar Rp. 60.000,- setiap bulan.21

Pengelolaan zakat di Kota Metro cenderung berjalan masing-

masing antar kelompok keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dan

19
YZD, Pembantu Penghulu Metro Pusat, Wawancara, 5 Januari 2019
20
AD, Kepala KUA Metro Timur, Wawancara, 8 Januari 2019
21
NS, Ketua KUA Metro Utara, Wawancara, 25 Januari 2019

47
pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang kurang terhadap lembaga

pemerintah seperti BAZNAS membuat manajemen pengelolaan zakat

di Kota Metro kurang optimal,sehingga pelaksanaan pengumpulan,

pengelolaan, dan pendistribusian tidak terlihat pengaruhnya terhadap

pemberdayaan ekonomi umat.

Kementerian Agama telah mempelopori manajemen

pengelolaan zakat di Kota Metro dengan melakukan pemotongan gaji

terhadap pegawai-pegawai yang mencapai nisabnya dan mengeluarkan

infaq, shadaqah bagi pegawai yang belum mencapai nisabnya yang

akan disetorkan pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Hal ini

menandakan bahwa Kementerian Agama telah berupaya

mengoptimalkan zakat maal melalui zakat profesi yang diperoleh dari

para pegawai dengan teknis sebagai berikut :

1) Zakat Profesi yang telah mencapai nisabnya: 2.5% dari gaji kotor

Kadar Nisab = Harga Emas (yang berlaku saat itu) x 85 gr


12 Bulan

= (gaji kotor yang mencapai nisabnya)

2) Infaq bagi pegawai yang gajinya belum mencapai nisab dengan

rincian sebagai berikut:

(1) Rp.40.000,- untuk golongan II

(2) Rp.60.000,- untuk golongan III.22

Salah satu bentuk nyata yang akan dilakukan oleh Kementrian

Agama Kota Metro Unit Penyelenggara Syariah dalam hal ini UPZ

22
Dokumen Unit Pengumpul Zakat dan Infaq Kemenag Kota Metro Tahun 2018/2019

48
dalam pendistribusian zakat yang terkumpul akan dilaksanakan setiap

tahun bertepatan dengan Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama

berupa pemberian sajadah panjang kepada mushola, bedah rumah,

pemberian santunan kepada Panti Jompo, juru kunci kuburan serta

marbot (penjaga masjid), beasiswa, penghargaan kepada guru teladan

dan kreatif.23

c. Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengoordinasian Zakat

Ada beberapa tahap yang dilakukan, yaitu sebagai berikut:

1) Planing (Perencanaan)

Dilakukan oleh pihak manajemen merumuskan strategi

pelaksanaan program dan menyusun estimasi dana serta menetukan

kecamatan dan daerah sasaran untuk menentukan kategori

penerima manfaat dalam program tersebut.

2) Organizing (Pengorganisasian)

Menentukan panitia yang pasti akan mengelola program tersebut

dan menetapkan daerah serta jumlah penerima manfaat yang sudah

pasti sesuai kebutuhan bersama. Memeberikan mandat kepada

pihak yang menjadi panitia pelaksana program tersebut

memberikan pengarahan kepada panitia diluar manajemen UPZ

Kementerian Agama Metro.

3) Actuating (Penerapan)

23
Fathurrahman, Kepala Seksi Bagian Penyelenggara Syariah, Wawancara, 24 Januari
2019

49
Melakukan evaluasi dan peninjauan rumah di desa dan kecamatan

sasaran serta memberikan penyuluhan dan pendampingan pada

penerima manfaat.

4) Controlling (Pengawasan)

Mengawasi dan mengevaluasi jalanya program dilapangan dan

mencatat factor pendukung sebagai kelebihan dan factor

penghambat sebagai kekurangan. Dalam mengawasi jalannya

pengumpulan dana ZIS dilakukan oleh dewan pertimbangan,

dewan pengawas, dan dewan pelaksana:

a) Dewan Pertimbangan Bentuk kerjanya Memberikan

pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi berkenaan

dengan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat, infaq, dan sedekah kepada badan

pelaksana. Dan Menampung, mengolah, dan menyampaikan

pendapat umat tentang pengelolaan zakat.

b) Dewan Pengawas, bentuk kerjanya meliputi : Dewan pengawas

memeriksa dana yang terkumpul baik dana yang dikeluarkan

oleh UPZ Kementerian Agama Metro sebagai dana stimulan

maupun dana dari instansi terkait, memeriksa laporan keuangan

baik laporan yang dibuat oleh panitia selama proses

pelaksanaan program berlangsung, maupun pendistribusian

(pentasyarufan) dari dana tersebut. Bentuknya Berupa laporan

pertanggung jawaban dan dibimbing langsung oleh tim

konsultasi keuangan Zakat.

50
c) Dewan pelaksana bertugas untuk mengawasi jalanya

pelaksanaan program dilapangan baik program yang sudah

selesai maupun program tahap awal dalam proses

pendampingan di lapangan.24

Penyaluran zakat di Kota Metro dibagikan kepada orang-orang

yang tidak mampu di daerah-daerah yang telah ditentukan oleh

BAZNAS Kota Metro dan sekitarnya. Penyaluran zakat lebih

diutamakan ialah orang-orang terdekat, kemudian dilanjutkan orang-

orang yang agak jauh dari Metro. Dana zakat yang diberikan kepada

mereka bertujuan untuk dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari karena mereka tidak mampu untuk bekerja.

Untuk mendapatkan kinerja yang efektif dalam pengelolaan

zakat di Kota Metro, maka dapat ditarik beberapa hal:

1) BAZNAS Kota Metro menerapkan sistem open management

(manajemen keterbukaan). Hal ini akan menumbuhkan

kepercayaan masyakat terhadao BAZNAS.

2) Demi terwujudnya suatu BAZNAS Kota Metro yang profesional,

amanah, terpercaya maka sudah selayaknyalah para pengurus

BAZNAS Kota Metro untuk lebih mengoptimalkan kembali

upaya-upaya pengentasan kemiskinan yang selama ini sudah

24
Arsip data dari pihak (BAZDA) dan Wawancara dengan Bapak H. Deswin Fitra, S.Ag,
selaku Ketua Tim Pelaksana Bedah Rumah Kementerian Agama Kota Metro, 28 Januari 2019

51
berjalan sehingga benar-benar terwujud secara nyata dan bisa

dirasakan oleh masyarakat umum.

3) Dalam rangka mewujudkan pengentasan kemiskinan yang ada di

Kota Metro, maka upaya-upaya yang dilakukan seyogyanya lebih

difokuskan lagi pada usaha-usaha yang besifat produktif, seperti

penyaluran program beasiswa kepada orang-orang kurang mampu

dalam mengenyam pendidikan. Karena ini mampu untuk dijadikan

investasi guna mendukung kondisi perekonomian masyarakat yang

lebih baik sehingga kondisi kemiskinan ini pun mampu untuk

dituntaskan.

4) Berdasarkan atas tuntutan profesionalisme sudah seyogyanya

pengelola zakat, yaitu para amil untuk mengelola secara fokus dan

full time. Sehingga dapat dikatakan bahwa amil zakat adalah

sebuah profesi, sebagaimana profesi-profesi yang lain, bukan

hanya sebagai profesi sambilan.

Sementara itu, dalam konteks zakat yang intinya bertujuan

supaya potensi maksimal yang ada dan dapat digunakan secara

berkesinambungan dalam rangka meningkatan kesejahteraan, maka

negara wajib masuk untuk meregulasi pengelolaan zakat. Negara

dengan peran regulator harus membuat serangkaian aturan main

supaya terdapat otoritas legal yang berhak menarik zakat, menyalurkan

zakat, membuat skema maksimalisasi pengunaan zakat, dan

pemantauan maksimalisasi dana hasil zakat.

52
Lebih lanjut, dengan masuknya negara dalam pengelolaan zakat,

terdapat empat regulasi formal umum yang bisa diintrodusir oleh

negara. Berikut adalah regulasi formal zakat:

1) Pihak-pihak yang mengelola zakat. Regulasi ini untuk ppembautan

otoritas legal sebuah lembaga independen di luar struktur

pemerintah untuk pengelolaan.

2) Tata niaga zakat. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa

mekanisme penarikan, distribusi, dan penyampaian zakat dapat

dilakukan tepat sasaran.

3) Skema penggunaan. Regulasiini intinya mengatur bahwa zakat

tidak boleh disalurkan secara langsung kepada masyarakat miskin.

Oleh karena itu, zakat tersebut harus dikelola secara efektif,

sehingga bisa menjadi modal kerja produktif yang dapat

difungsikan untuk menghasilkan pendapatan rutin masyarakat

miskin.

4) Pendampingan. Regulasi ini berfungsi untuk mendampingi

masyarakat untuk lebih produktif.

d. Faktor Pendukung dan Penghambat Manajemen Pengelolaan

Zakat di Kota Metro

1) Faktor Pendukung

Pengelolaan zakat di Kota Metro sudah mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan

beberapa faktor pendukung sebagai berikut:

a) Faktor Regulasi
53
Hirarki peraturan zakat di Indonesia sudah jelas.

BAZNAS di Kota Metro, sudah mengadopsi peraturan yang

telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan beberapa

penambahan aturan hukum yang akan ditetapkan oleh Walikota

Metro.

b) Faktor Kesadaran

Kesadaran masyarakat Kota Metro untuk menunaikan

zakat dan dana sosial lain seperti infak, shadaqah, dan wakaf

telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan karena

dikelola dengan baik oleh amil zakat. Hal ini dapat dibuktikan

dengan data yang dilansir oleh BAZNAS Kota Metro setiap

tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

c) Faktor Potensi Muzaki

Saat ini diperkirakan ada sekitar 1000 muzaki yang

membayar zakat melalui BAZNAS Kota Metro,berarti masih

ada lebih dari separuh potensi zakat yang belum tergarap oleh

BAZNAS Kota Metro.

d) Faktor Pemerintah (BAZNAS Kota Metro)

Kementerian Agama Kota Metro melalui BAZNAS Kota

Metro sudah mempelopori adanya manajemen pengelolaan

zakat di Kota Metro. Berbagai upaya sosialisasi dikerahkan

melalui mitra Kementerian Agama Kota Metro melalui KUA,

penyuluhan melalui pengajian dan sosialisasi dalam bentuk

lainnya.

54
e) Faktor Mayoritas Muslim

Kota Metro mayoritas didominasi oleh penduduk yang

beragama Islam.

2) Faktor Penghambat

Adapun faktor-faktor penghambat manajemen pengelolaan

zakat di Kota Metro adalah sebagai berikut:

a) Minimnya Sosialisasi

Selama ini, sosialisasi yang telah dilakukan oleh

BAZNAS masih terbatas pada tahap awal dan belum

menyeluruh. BAZNAS seharusnya mengadakan sosialisasi

berkelanjutan dengan sistem evaluasi.

b) Pemahaman Masyarakat Cukup Pada Zakat Fitrah

Pemahaman masyarakat Kota Metro masih didominasi

oleh zakat fitrah yang bersifat konsumtif dan dibayar setiap

tahun. Ketika seseorang sudah mengeluarkan zakat fitrah, maka

enggan untuk mengeluarkan zakat maal.

c) Pembayaran Zakat Masih Tradisional

Mekanisme pembayaran zakat di Kota Metro masih

tradisionalis seperti; pembayaran zakat terbatas pada guru

ngaji, kiyai, orang yang ditokohkan, dan langsung diserahkan

kepada mustahik zakat secara langsung tanpa melalui pengurus

BAZNAS sebagai penampung utama. Pada hakikatnya, sudah

seharusnya zakat dibayarkan melalui satu tempat yakitu

BAZNAS Kota Metro, hal ini bertujuan untuk memudahkan

55
data muzaki dan berapa jumlah harta yang terkumpul. Serta

berfungsi juga untuk data pendistribusian secara efektivitas.

d) Distribusi Zakat Masih Subjektif

Sistem distribusi zakat di Kota Metro masih subjektif. Hal

ini akan dipengaruhi oleh salah satunya adalah sistem

pendistribusian dana zakat yang tidak objektif. BAZNAS Kota

Metro mengupayakan agar dana zakat dapat disalurkan kepada

orang-orang yang berhak menerima zakat.

e) Belum Ada Perda Zakat Kota Metro

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat masih banyak kelemahan. Beberapa

permasalahan yang terjadi saat ini dinilai belum mampu

dijawab oleh Undang-undang zakat. Seperti belum adanya

pemisahan fungsi operator, regulator dan pengawas. Begitu

jugabelum adanya kejelasan hubungan antara lembaga zakat

satu dengan lembaga zakat lainnya. Lembaga zakat yang ada

saat ini semuanya berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya,potensi

zakat yang besar masih belum bisa tergali secara optimal secara

nasional.

Kelemahan lain dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun

1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah tidak memiliki

peraturan pelaksana. Oleh karena itu, maka dikeluarkanlah

Keputusan Menter iAgama Nomor 581 Tahun 1999 Tentang

56
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang

Pengelolaan zakat. Kemudian aturan yang bersifat lebih teknis

dikeluarkan keputusan Direktur Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam Nomor : D/291 Tahun 2000 Tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Peraturan ini lalu dicabut

dan diganti Kepmen Agama No. 373 Tahun 2003. Munculnya

Kepmen ini pun ternyat abelum bisa menjadi solusi bagi

pengelolaan zakat.

Secara desentralisasi, regulasi zakat di Kota Metro yang

berada dalam satu atap BAZNAS Kota Metro belum memiliki

perda zakat yang menjadi aturan pokok bagi masyarakat Kota

Metro. Sehingga, zakat di Kota Metro baik dari aspek

pengumpulan, pendistribusian, dan pemberdayaan masih

simpang siur. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa

secara yuridis masyarakat Kota Metro membutuhkan peraturan

daerah zakat Kota Metro yang lebih relevan, aplikatif dan

menyeluruh serta dapat menjadi pedoman bagi masyarakat

Kota Metro yang lebih mengikat.

Faktor-faktor penghambat tersebut di atas mempunyai

pengaruh yang besar terhadap masih kurangnya motivasi

masyarakat untuk menyalurkan dana zakat melalui BAZNAS

Kota Metro. Fungsi zakat yang diharapkan mampu membangun

usaha-usaha produktif bagi kepentingan umat yang tergolong

miskin dan lemah, agar zakat dapat mengurangi kesenjangan

57
antara kaya miskin, sehingga dalam jangka panjang zakat dapat

menutupi kemiskinan dan mensejahterakan umat

B. Pembahasan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

memberikan kepastian dan payung hukum bagi pemerintah untuk mengatur

mekanisme pengelolaan zakat.

Dalam pasal 1 (2) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 disebutkan

bahwa, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau

badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan

syari‟ah Islam. Menurut pasal 2, bahwa pengelolaan zakat berasaskan: 1)

syari‟at Islam, 2) amanah, 3), kemanfaatan, 4) keadilan, 5) kepastian hukum,

6) terintegrasi, 7) akuntabilitas.

Adapun yang menjadi Tujuan pengelolaan zakat sesuai dengan pasal 3

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011, yaitu: a) meningkatkan efektifitas dan

efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, b) meningkatkan manfaat zakat

untuk mewujudkan kesejahteraan dan penaggulangan kemiskinan. Dan benda-

benda yang harus dikeluarkan zakatnya secara eksplisit ditentukan dalam

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

Di dalam pasal 4 (1) dinyatakan bahwa zakat terdiri atas zakat maal dan fitrah.

Kemudian dalam pasal 4 (2) dikemukan bahwa harta yang dikenai zakat

adalah: Emas, perak dan uang, perdagangan dan perusahaan, hasil pertanian,

hasil perkebunan dan hasil perikanan, hasil pertambangan, perindustrian, hasil

peternakan hasil pendapatan dan jasa, serta rikaz. Selanjutnya dalam pasal 4

(3) disebutkan: zakat mal sebagaimana dimaksud pasal 4 (2) merupakan harta
58
yang dimiliki oleh muzakki perseorangan atau badan usaha. Serta pasal 4 (4)

disebutkan syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah

dilaksanakan sesuai dengan syari‟at Islam.

Zakat tidak hanya terbatas pada zakat fitrah. Tapi, terdapat juga zakat

mal. Secara teknis, kegiatan zakat di kota Metro hanya sebatas pada berderma

yang sebagian besar bersifat konsumtif dan pengetahuan masyarakat muslim

kota Metro masih terbatas pada pemahaman zakat fitrah saja.

Kementerian Agama telah mempelopori manajemen pengelolaan zakat

di Kota Metro dengan melakukan pemotongan gaji terhadap pegawai-pegawai

yang mencapai nisabnya dan mengeluarkan infaq, shadaqah bagi pegawai

yang belum mencapai nisabnya yang akan disetorkan pada Unit Pengumpul

Zakat (UPZ). Hal ini menandakan bahwa Kementerian Agama telah berupaya

mengoptimalkan zakat maal melalui zakat profesi yang diperoleh dari para

pegawai.

Berdasarkan keterangan tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa

manajemen pengelolaan zakat sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 23

Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada Unit Pengumpul Zakat (UPZ)

Kementrian Agama Kota Metro tahun 2017.

59
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Abdul Hakim, Pengelolaan Zakat Pertanian Di Lazis Nu Kabupaten Kendal
(Wahana Akademika Vol. 2 No. 2, Oktober 2015)

Abdul Hamid & Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung:CV Pustaka
Setia, 2015).

Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi.


(Jakarta: Rineka Cipta. 2011)

Abu Hazim Mubarok, Fiqh Idola Terjemah Fathul Qarib, (Jawa Barat:
Mukjizat: 2007)

Amin Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010)

Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana,


2015)

Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fat-hul Mu‟in 2,


Alih Bahasa Abul Hiyadh, (Surabaya: Al-Hidayah, tt)

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. (Jakarta: Bumi


Aksara. 2013)

Departemen Agama RI, Panduan Organisasi Zakat, (Jakarta : Dapartemen


Agama RI, 2009)

Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017)

Kementerian Agama RI, Membangun Perspektif Pengelolaan Zakat Nasional,


(Tangerang: CV. Sejahtera Kita, 2013)

Kementerian Agama RI, Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011 Tentang


Pengelolaan Zakat dan Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 2014
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam & Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2016)

M. Abdul Ghofar, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2017)

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi


Aksara, 2010)

Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara. 2014)

60
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2008)

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya,


(Jakarta: Bumi Aksara, 2014)

Syamsuri, Zakat Fitrah, (Buletin santri Edisi 03 / Vol. 01 / September 2007)

Warbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: Penerbit


Remaja Rosdakarya)

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1999)

B. Jurnal
Budi Rahmat Hakim, “Analisis Terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 Tentangpengelolaan Zakat (Perspektif Hukum Islam)”, dalam
SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2015

Ahmad Mukhlisin, “Dinamika Pelaksanaan Zakat Padi (Studi Di Kampung


Sukajadi Kecamatan Bumiratu Nuban)” dalam Jurnal Mahkamah, Vol.
1, No. 2, Desember 2

Fitri Kurniawati, “Filosofi Zakat dalam Filantropi Islam”, dalam Jurnal


Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 05 Nomor 2, September 2017

Atep Hendang Waluya: “Fikih Zakat Simpanan di Bank dan Hukum-


Hukumnya”, dalam Al-Uqud: Journal of Islamic Economics Volume 1
Nomor 2, July 2017

Abdul Hakim, “Pengelolaan Zakat Pertanian Di Lazis NU Kabupaten


Kendal”, dalam Jurnal Wahana Akademika Vol. 2 No. 2, Oktober
2015

Amer al-Roubaie, “Dimensi Global Kemiskinan di Dunia Muslim: Sebuah


Penilaian Kuantitatif”. Dalam Jurnal Islamika, Vol. 2, No.3 Desember
2005

Faisal, “Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia”, dalam


Jurnal Analisis, Volume XI, Nomor 2, Desember 2011

Muhammad Ngasifudin, “Konsep Sistem Pengelolan Zakat Di Indonesia


Pengentas Kemiskinan Pendekatan Sejarah” dalam Jurnal Ekonomi
Syariah Indonesia, Volume V, No.2 Desember 2015

61
Syamsidar, dkk. “Analisis Sistem Pengelolaan Zakat Pada Baitul Mal
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2016-2017”. Dalam Jurnal Semdi
Unaya-2017, 167-182 November 2017

Muji Iswanty, “Pertanggungjawaban Medis Terhadap Terjadinya Abortus


Provokatus Criminalis (Tinjauan Hukum Kesehatan dan Psikologi
Hukum)”, dalam Jurnal Penelitian Hukum | Volume 1 Nomor 3 Mei
2012

Aan Prabowo & Heriyanto, “Analisis Pemanfaatan Buku Elektronik ( E-Book)


Oleh Pemustaka Di Perpustakaan SMA Negeri 1 Semarang” dalam
Jurnal Ilmu Perpustakaan Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013

62

Anda mungkin juga menyukai