Budidaya Teripang
Budidaya Teripang
PENEBAR SWADAYA
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENGANTAR, v I. PENDAHULUAN, 1
II. MENGENAL TERIPANG, 4
A. Jenis-jenis Teripang Ekonomis Penting dan
Ciri-ciri Morfologinya, 7
B. Kandungan Gizi dan Manfaat, 13
L C. Habitat dan Penyebaran, 15
III. TEKNIK BUDI DAYA TERIPANG, 16 A.Pemilihan Lokasi, 16
B.Desain dan Konstruksi Sarana Budi Daya, 19
C.Penyediaan Benin, 22
D.Pengangkutan Benih, 36
E.Pembesaran Teripang, 38
F.Panen, 41
IV. PENGELOLAAN PASCAPANEN, 43 A. Pengolahan, 43
B. Standar Mutu Tenpang Kering, 55
V. ANAUSIS USAHA BUDI DAYA TERIPANG, 58
A. Modal Tetap, 58
B. Modal Kerja, 59
C. Pendapatan Kotor, 60
D. Pendapatan Bersih, 60
E. Analisis Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), 60
DAFTAR PUSTAKA, 61
LAMPIRAN, 63
DAFTAR ALAMAT IMPORTIR BECHE-DE-MER
(TERIPANG KERING), 63
I PENDAHULUAN
Indonesia terdiri dari sekitar 17.000 pulau dan mempunyai panjang pantai sekitar 81.000 km.
Dengan kondisi alam dan ikilm yang hampir tidak banyak mengalami perubahan sepanjang tahun,
maka memungkinkan banyaknya jenis biota ekonomis penting yang hidup di perairan pantai. Salah
satu di antaranya adalah teripang. Komoditi perikanan ini mempunyai prospek cukup baik dan
bernilai ekonomis tinggi, baik di pasar lokal maupun intemasional. Jenis biota ini dikenal pula dengan
nama ketimun laut, suala, sea cucumber (Inggris), beche de-mer (Perancis), atau dalam istilah
pasaran internasional dikenal dengan nama teat fish.
Komoditi ini mempunyai nilai ekonomis penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi.
Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam kondisi kering terdiri dari protein 82 %, lemak
1,7 %, kadar air 8,9 %, kadar abu 8,6 %, dan karbohidrat 4,8 %.
Teripang dipasarkan dalam beberapa bentuk produk di antaranya adalah Teripang kering (beche de-
mer), usus asin (konowata), gonad kering (konoko), otot kering, teripang kaleng, kerupuk teripang,
dan lain-lain. Pasaran utama dari teripang tersebut di antaranya beberapa negara Eropa, Jepang,
Singapura, Malaysia, dan Amerika. Sedangkan negara pemasok utama teripang di pasaran
internasional antara lain Singapura, Hongkong, Filipina, Kaledonia Baru, Maldives, India, Srilanka,
dan Indonesia.
Perkembangan ekspor teripang Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan data
ekspor dari Direktorat Jenderal Perikanan tahun 1990, ekspor teripang pada tahun 1984 berjumlah
1.318,1 ton dan pada tahun 1988 meningkat hampir tiga kali lipatnya, yaitu menjadi 3.408,1 ton.
Sedangkan nilainya naik hampir delapan kali lipat, yaitu dari US$ 1.547.945 pada tahun 1984 menjadi
US$ 8.266.262 pada tahun 1988. Sampai saat ini, ekspor teripang yang terus meningkat dari tahun
ke tahun tersebut sebagian besar masih berasal atau diambil dari alam. Jika mengandalkan stok
alami yang jumlahnya terbatas dan tergantung dari musim, maka ekspor teripang tersebut, belum
dapat dijamin kontinuitasnya. Untuk mengatasi kendala tersebut maka budi daya teripang cukup
prospektif di masa mendatang. Sampai saat ini, hasil budi daya teripang belum banyak memberi
kontribusi devisa negara walaupun budi daya teripang ini telah mulai banyak dilakukan oleh
masyarakat di daerah Sulawesi Tenggara, Riau, Lampung, dan lain-lain.
Pasaran teripang di dalam negeri cukup potensial pula. Akan tetapi, tampaknya konsumen
komoditas-ini masih terbatas di kalangan menengah ke atas. Teripang kering banyak dijumpai di
pasar swalayan di kota-kota besar dan dalam bentuk masakan banyak dijumpai di restoran yang
menyajikan hidangan laut.
Salah satu faktor yang dapat menjamin kelangsungan usaha budi daya teripang adalah tersedianya
benih yang tepat waktu dengan ukuran seragam, dan dengan kualitas serta kuantitas yang baik.
Teknologi budi daya teripang relatif sederhana dan tidak memerlukan modal yang besar sehingga
dapat dilakukan oleh nelayan atau petani ikan. Di samping itu, teknologi pascapanennya sudah lama
dikenal oleh masyarakat yang berdiam di sekitar pantai. Usaha budi daya teripang akan lebih baik
hasilnya kalau dilakukan secara terpadu, yaitu mulai pembenihan, pembesaran, dan pengolahan
pascapanennya.
Potensi perairan Indonesia yang cukup besar untuk pengembangan budi daya teripang harus
dimanfaatkan dalam upaya memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, meningkatkan
devisa, dan menjaga kelestarian sumber daya hayati. Suatu hal yang perlu dipahami bahwa budi
daya teripang tidak akan merusak lingkungan atau sumber daya itu sendiri. Lain halnya jika dilakukan
penangkapan teripang dari alam. Dengan demikian, melalui usaha budi daya teripang, pelestarian
sumber daya hayati khususnya sumber daya ikan ikut pula terjaga.
II MENGENAL TERIPANG
Teripang adalah salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Namun demikian, tidak
semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berduri.
Duri-duri pada teripang tersebut sebenamya merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari zat
kapur dan terdapat di dalam kulitnya. Rangka dari zat kapur itu tidak dapat dilihat dengan mata
biasa karena sangat kecil, sehingga perlu menggunakan mikroskop.
Di dalam filum Echinodermata ini, termasuk pula bangsa bintang laut (Asterioidea) dan bulu babi
(Echinoidea). Di antara empat famili teripang, hanya famili Holothurildae yang dapat dimakan dan
bernilai ekonomis.
Tubuh teripang lunak, berdaging, dan bentuknya silindris memanjang seperti buah ketimun. Itulah
sebabnya hewan ini dinamakan ketimun laut. Gerakannya sangat lamban sehingga hampir seluruh
hidupnya berada di dasar laut. Wamanya bermacam-macam dari hitam, abu-abu, kecokelat-
cokelatan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan, sampai. putih.
Ukuran tubuh teripang berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Misalnya jenis Holothuria atra dapat
mencapai panjang 60 cm dan berat 2 kg, jenis Actinopyga mauritidna mencapai panjang 30 cm
dengan berat 2,8 kg, jenis Thelenota ananas mencapai panjang 100 cm dan berat 6 kg, sedangkan
teripang putih atau teripang pasir (Holothuria scabra) panjangnya antara 25 - 35 cm dengan berat
antara 0,250 - 0,350 kg.
Teripang termasuk jenis hewan dioecious. Artinya hewan yang berkelamin jantan terpisah dengan
yang berkelamin betina. Untuk membedakan jenis kelamin tersebut secara morfologis sulit sekali
dan harus dilakukan pembedahan gonad untuk diambil organ kelaminnya.
TABEL 2. NAMA ILMIAH DAN NAMA DAERAH BEBERAPA JENIS TERIPANG EKONOMIS PENTING DI
INDONESIA.
NO Nama Ilmiah Nama daerah Lokasi
1
6 Holothuria argus
Holothuria vacabunda
Holothuria impatiens
Holothuria scabra
Stichopus ananas
Muelleria lecanora
Teripang raja
Teripang batu klin
Teripang timba kolog
Teripang darah
Teripang talengku
Teripang hideung/hitam
Teripang babuta
Teripang baru klin
Teripang kunting/getah
Teripang getah
Teripang uler-uler
Teripang kapur/putih
Teripang pasir
Teripang gamat betul
Teripang tai kucing
Teripang buang kulit
Teripang kaos
Teripang susunan
Teripang nanas
Teripang ebnas
Teripang batu
Teripang belong bulu
Teripang betul
Teripang beureum
Teripang kasur, bilulu
Teripang kalong
Teripang koro
Teripang jepung Manado
Kep. Seribu
Padang
p. baru, tual
p. laut
banten
madura
bangka
lampung
kep. Seribu
kep. Seribu
p. roti
kep. Seribu
riau
bangka
lampung
seram
manado
manado
manado, aru, timor, banda, ternate
kuati, tual
p. laut
bali
banten
kep. Seribu
belitung, bangka
lombok
seram
Sumber: Anonim, 1992
Semua jenis teripang tersebut di pasaran internasional dikenal dengan nama teat fish. Nama-nama
teripang di tiap-tiap negara juga berbeda-beda seperti tertera dalam Tabel 3.
A. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan budi daya. Selain
itu, beberapa pertimbangan bioekologi, sosial ekonomi, dan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku juga harus dipenuhi agar kemungkinan timbulnya beberapa hambatan/masalah di kemudian
hari bisa diantisipasi sedini mungkin.
Pada umumnya budi daya teripang dilakukan di perairan pantai pada kawasan pasang surut. Ini
disebabkan karena potensi lahan pantai masih cukup luas. Namun demikian, teripang mempunyai
kemungkinan pula untuk dibudidayakan di kolam air laut (tambak) dengan syarat tertentu.
Secara umum, perairan pantai yang memiliki benih teripang alami cocok untuk tempat budi daya.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan suatu lokasi yang tidak memiliki benih alami juga cocok
untuk tempat budi daya.
Jenis teripang yang sudah dan banyak dibudidayakan di negara kita ialah teripang putih (Holothuria
scabra). Hal ini dikarenakan harga teripang ini mahal, pertumbuhannya cepat, lebih toleran terhadap
perubahan lingkungan, dan dapat dibudidayakan dengan padat penebaran tinggi. Oleh karena itu,
pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan lokasi ini diutamakan untuk jenis teripang putih
walaupun tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan pada jenis-jenis teripang lain. Hal ini
mengingat setiap jenis teripang mempunyai sifat biologi spesifik yang berbeda, tetapi secara umum
habitatnya relatif sama.
Pertimbangan dalam pemilihan lokasi tersebut adalah sebagai berikut.
1) Lokasi terlindung
Lokasi budi daya harus terlindung dari pengaruh ams, gelombang, maupun angin yang besar. Arus,
gelombang, atau angin yang besar akan memsak sarana budi daya serta menyulitkan dalam
pengelolaan budi daya. Lokasi yang terlindung dari pengaruh seperti ini biasa diketemukan di
perairan teluk, laguna, atau perairan terbuka yang terlindung oleh gugusan pulau atau karang
penghalang.
2) Kedalaman air
Kedalaman air di lokasi budi daya sebaiknya berkisar antara 0,5 - 1 m dihitung pada waktu surut
terendah, sedangkan pada pasang tertinggi kedalaman perairan sebaiknya tidak lebih dari 2 m. Hal
ini untuk menghindarkan teripang dari kekeringan atau kenaikan suhu air yang dapat mengganggu
kehidupannya.
3) Dasar perairan
Dasar perairan sebaiknya landai, terdiri dari pasir dan pecahan-pecahan karang, berlumpur, dan
banyak ditumbuhi ilalang laut/lamun serta rumput laut. Karang, ilalang laut, serta rumput laut ini
selain berfungsi sebagai pelindung, juga berfungsi sebagai perangkap makanan untuk teripang.
4) Perairan jernih
Perairan harus jemih, bebas pencemaran dengan nilai kecerahan 50 - 150 cm yang diukur dengan
piring seicchi.
5) Kualitas air
Lokasi budi daya yang dipilih sebaiknya mempunyai kisaran suhu air 24 - 30°C, kadar garam 28 - 32
ppt, pH air 6,5 - 8,5, oksigen terlarut 4 - 8 ppm, dan mempunyai gerakan air cukup (kecepatan arus
0,3 - 0,5 m/detik).
6) Ketersediaan benih
Benih merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting. Oleh karena itu, untuk menjamin
kelangsungan budi daya teripang, harus tersedia benih yang cukup baik kualitas, kuantitas, maupun
kontinuitas.
Lokasi budi daya sebaiknya dekat dengan sumber benih atau lokasi itu memiliki benih alami.
Terdapatnya benih alami di lokasi itu merupakan petunjuk bahwa lokasi itu cocok untuk tempat budi
daya. Di samping itu, kualitas benih akan terjaga tidak mengalami stress karena penanganan dan
pengangkutan dan tidak perlu lagi biaya untuk pengangkutan.
7) Kemudahan
Lokasi budi daya harus mudah dijangkau. Selain itu, sarana produksi harus mudah diperoleh dan
pemasaran harus dapat dilakukan dengan mudah di tempat itu. Pertimbangan lainnya, lokasi budi
daya sebaiknya bukan merupakan. pusat kegiatan nelayan, bukan daerah penangkapan ikan, bukan
wilayah pelayaran, dan bukan daerah pariwisata sehingga benturan kepentingan dapat dihindarkan.
Lokasi yang potensial untuk pengembangan budi daya teripang di negara kita sebenamya sangat
luas. Akan tetapi, baru sebagian kecil saja yang diketahui, yaitu sekitar 2.500 ha, meliputi Lampung
200 ha, Jawa Timur 200 ha, Nusa Tenggara Barat 200 ha, Sulawesi Utara 500 ha, Sulawesi Tengah
300 ha, Sulawesi Tenggara 500 ha, Maluku 500 ha, dan Irian Jaya 100 ha (lihat Tabel 3). Daerah lain
yang potensial antara lain Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Timor-Timor.
TABEL 3. LOKASI YANG BARU DIKETAHUI POTENSIAL UNTUK PENGEMBANGAN BUDI DAYA TERIPANG
DI INDONESIA
C. Penyediaan Benih
Benih teripang dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu benih alami yang dikumpulkan dari alam dan
benih hasil pembenihan buatan di hatchery (panti benih).
1. Benih alami
Benih alami biasanya banyak ditemukan di kawasan pasang surut yang berdasar lumpur berpasir dan
banyak ditumbuhi tumbuhan laut, seperti ilalang laut dan rumput laut. Benih alami ini mempunyai
ciri sebagai berikut.
- Bentuk badan bulat panjang dengan bagian perut merata serta bersekat-sekat melintang berwarna
putih.
- Di antara sekat-sekat tubuh di bagian punggung terdapat garis-garis hitam.
- Bak penampungan air yang dilengkapi dengan saringan pasir. Ukuran bak ini disesuaikan dengan
kebutuhan air laut untuk penggantian air pada seluruh unit pembenihan. Penempatan bak diatur
supaya gaya gravitasi bisa menyalurkan air dari satu bak ke bak lainnya.
- Pipa penyalur air yang dilengkapi dengan beberapa saringan dengan berbagai ukuran, 1,5 - 2
mikron.
- Bak penampungan induk dengan kapasitas 1,5 - 2 ton air, kedalaman bak 0,75 - 1 m.
- Bak pemijahan dengan kapasitas sekitar 1,5 ton air, berjumlah 2 atau 3 buah dengan kedalaman
sekitar 50 cm.
- Bak pemeliharaan larva, berjumlah 10 - 15 buah dengan ukuran (1 x 2 x 0,5) m.
- Bak pemeliharaan juvenil, berjumlah 8 - 10 buah dengan ukuran (2 x 4 x 0,6) m.
- Bak plankton, berjumlah 3 - 5 buah dengan ukuran (2 x 4 x 0,75) m.
Calon induk teripang yang diperoleh dikumpulkan dalam wadah yang berisi air laut atau ditaruh di
dalam palka perahu yang telah diisi air laut. Untuk pengumpulan/pengangkutan calon induk pada
siang hari, sebaiknya wadah penampungan atau palka ditutup rumput laut atau ilalang laut untuk
menghindarkan calon induk dan sinar matahari secara langsung. Pengangkutan induk dari tempat
pengumpulan dapat dilakukan dengan wadah, seperti ember plastik yang berisi air laut atau
langsung ditempatkan pada palka perahu.
Secara umum, peryaratan calon induk teripang yang sudah siap dipijahkan adalah sebagai berikut.
- Tubuh atau kulit dagingnya tebal, ukuran tubuh 25 - 35 cm atau seberat 400 - 600 g.
- Sehat dan tidak memiliki luka pada permukaan tubuhnya.
- Jumlahnya mencukupi untuk kesinambungan kegiatan pembenihan.
Umumnya berat tubuh teripang berpengaruh langsung atau berkorelasi terhadap berat gonad dan
indeks kematangan gonad serta fekunditas (jumlah sel telur yang dihasilkan per satuan berat).
Karena teripang merupakan organisme yang sangat sulit dibedakan jenis kelaminnya, maka
pembedaan jenis kelamin umumnya dilakukan berdasarkan ukuran beraf tubuh.
Induk yang telah diseleksi dipelihara di dalam kurungan tancap di laut atau di kolam air laut atau
langsung dipelihara di dalam bak induk dengan kepadatan 5 - 10 ekor/m2. Bak induk umumnya
terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjang, dan berkapasitas 1,5 - 2 ton air.
Khusus untuk pemdiharaan induk di kolam air laut, kedalaman air diusahakan antara 75 - 100 cm.
Selain itu, diusahakan selalu ada pergantian air agar stabilitas suhu dan salinitas tetap terjaga.
Persediaan pakan juga harus terjamin dan perlu adanya penambahan pakan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan induk di bak pemijahan adalah sebagai
berikut.
- Kualitas air tetap terjaga baik. Bila perlu, dilakukan penggantian air setengah atau sepertiga dari
volume, sehari dua kali, pagi dan sore.
- Kotoran yang ada di dalam bak hams segera dibersihkan.
- Pakan tambahan diberikan secukupnya.
- Kebiasaan atau kesukaan induk harus dipantau secara kontinu.
c. Pemijahan
Pemijahan teripang dapat dilakukan dengan beberapa cara : secara alami, dengan pembedahan,
perangsangan kejut suhu, dan perang sarigan desikasi dan penyemprotan air.
Pemijahan alami
Induk teripang yang matang gonad penuh yang dipelihara di bak pemijahan biasanya akan memijah
secara alami tanpa adanya Teripang jantan biasanya akan mengeluarkan sperma terlebih dahulu,
lalu merangsang betina untuk memijah dengan selang waktu kurang lebih 30 menit.
lalu didiamkan sehingga terjadi pembuahan. Telur yang terbuahi dipanen dengan saringan dan
dipindahkan ke tempat pemeliharaan larva.
Di Balai Budi Daya Laut Lampung, pemijahan teripang pasir dengan perangsangan kejut suhu ini
dllakukan dengan cara induk teripang ditempatkan di dalam keranjang plastik yang diletakkan
beberapa sentimeter di bawah permukaan air. Perlakuan ini dilakukan pada siang hari. Pada sore
harinya induk dimasukkan ke bak pemijahan. Cara ini telah menghasilkan hasil yang baik, induk
teripang memperlihatkan perilaku pemijahan, ditandai dengan tubuh menggeliat dan muncul di
permukaan sambil bertumpu di dinding bak. Pemijahan umumnya terjadi pada jam 20.00 - 23.00
WIB. Induk jantan akan mengeluarkan sperma terlebih dahulu dan merangsang induk betina untuk
memijah dengan selang waktu setengah sampai dua jam. Sperma yang dikeluarkan berwarna putih
dan terlihat seperti asap di dalam air.
Beberapa waktu setelah dibuahi, telur mengalami perkembangan embrional menjadi 2, 4, 8, 16 sel,
dan seterusnya sehingga membentuk banyak sel. Ukuran rata-rata sel tersebut sekitar 194 mikron.
Selang 10 - 12 jam kemudian akan membentuk stadium blastula yang rata-rata berukuran 380,01
mikron. Selanjutnya berkembang menjadi stadium gastrula yang berukuran antara 390,50 - 402,35
mikron. Setelah lebih dari 32 jam, telur akan menetas menjadi larva dan membentuk stadium
auricularia yang terbagi menjadi stadium awal, tengah, dan akhir. Ukuran larva teripang pada
stadium ini rata-rata antara 812,50 -987,10 mikron. Pada stadium ini larva mulai diberi pakan
plankton jenis Dunaliella sp, Phaeodactylum sp, dan Chaeoceros sp sebanyak 40 - 60 x 103 sel/ml.
Selama stadium auricularia awal sampai menjelang stadium auricularia akhir, larva lebih banyak
hidup di permukaan air. Kepadatan larva yang dikehendaki selama stadium ini kira-kira 300 – 700
ekor per liter. Jika kepadatan terlalu tinggi, larva akan bergerombol menjadi satu, berbentuk seperti
bola, dan berada di dasar bak. Bila dibiarkan, larva ini akan mati.
Sepuluh hari kemudian, larva berkembang membentuk stadium doliolaria Pada stadium ini larva
berbentuk lup, mempunyai lima sabuk dan dua tentakel yang menjulur ke luar. Larva dengan ukuran
antara 614,78 - 645,70 mikron ini dapat bergerak cepat ke depan. Badan bagian belakang berbentuk
cincin datar. Pada setiap sudut terdapat lima kelompok silia (bulu getar). Stadium auricularia dan
doliolaria bersifat planktonis, yaitu hidupa. melayang-layang di air.
Selang tiga belas hari kemudian doliolaria berubah ke stadium pentactula. Larva berwama cokelat
kekuningan dengan panjang antara 1.000 - 1.200 mikron. Badan berbentuk tubuler dengan lima
buah tentakel pada pangkal bagian depan dan sebuah kaki tabung pendek pada pangkal belakang.
Kurang lebih delapan belas hari, kaki tabung dan tentakel terlihat lebih jelas dan terdapat bintil-bintil
di permukaan kulitnya. Larva pada stadium pentactula mempunyai kebiasaan berada di pinggiran
bak bagian bawah dan sedikit menyukai di bawah permukaan air. Salinitas selama pemeliharaan
diusahakan antara 32 - 34 per mil dan suhu antara 27 - 29°C. Segera setelah larva berada di dasar
bak, diberi makanan berupa suspensi mmput laut jenis Ulva dan Sargassum.
Perkembangan embrional dan larva teripang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Stadium perkembangan
Sel/stadium Ukuran rata-rata Lama perkembangan
Mikron cm Menit Jam Hari
2 sel
4 sel
8 sel
16 sel
32 sel
64 sel
128 sel
banyak sel
stadium blastula
stadium gastrula awal
stadium rastrula tengah
stadium gastrula akhir
menetas
stadium auricularia awal
stadium auricularia tengah
stadium auricularia akhir
stadium doliolaria awal
stadium doliolaria tengah
stadium doliolaria akhir
stadium pentactula awal
stadium pentactula akhir
burayak muda (juvenil) 140,40
176,54
182,32
-
-
-
-
194,00
380,01
390,50
398,80
402,35
415,10
812,50
845,17
987,10
614,78
645,70
712,24
> 1000
> 1200
--
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1,5 – 2,0 29
59
56
12
44
34
33
49
52
33
24
9
-
-
-
-
-
-
-
-
-
--
-
1
7
7
9
11
11
12
14
31
32
> 32
-
-
-
-
-
-
-
-
--
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
5
8 – 10
10 – 11
11
12
12 – 16
17 – 32
> 50
Sumber: Anonim, 1993
e. Pemeliharaan juvenil
Pada stadium doliolaria, harus disiapkan kolektor (tempat untuk menempel). Pada lokasi atau
tempat pemeliharaan yang berbeda, jenis kolektornya pun berbeda pula, tergantung dari jenis
bahan yang tersedia di lokasi setempat. Beberapa jenis kolektor antara lain sebagai berikut.
1) Kerangka dari bahan plastik yang keras dengan ukuran sekitar (60 X 10 X 80) cm, dan di bagian
tengah, dijahitkan kain atau plastik transparan.
2) Kerangka dari kawat berlapis plastik (kawat no. 8 - 10) yang berbentuk segi empat, dan di bagian
tengahnya dipasang lembaran plastik kaca atau bahan lain.
3) Kerangka dari kayu atau bambu berbentuk segi empat, dan dll bagian tengahnya dipasang
lembaran kain, jaring plastik, atau bahan lain.
4) Batu atau batu karang berbagai ukuran yang diletakkan di dasar bak.
Kolektor tersebut ditempatkan di dalam bak pemeliharaan. Pada prinsipnya kolektor harus
mempunyai persyaratan sebagai berikut.
1) Tidak beracun dan tidak menyerap banyak air.
2) Mudah pengaturan dan pengamatannya (juvenil yang menempel mudah diamati).
3) Mampu ditempeli secara maksimal dan merata di seluruh bidang kolektor.
4) Bahan mudah diperoleh dan tidak mahal.
Sebaiknya kolektor yang dipasang telah ditempeli diatomae (lumut) sehingga pada saat juvenil
menempel, pakan yang dibutuhkan telah tersedia.
Juvenil biasanya hanya dapat bergerak-gerak lemah setelah mengalami metamorfosis penuh.
Sehingga jika pakan yang dibutuhkan tidak tersedia dengan tepat, akan menyebabkan kematian.
Pada saat juvenil mencapai ukuran 2 - 5 mm, diberi pakan dua kali sehari. Jumlah ini terns
ditingkatkan seiring dengan laju pertumbuhannya.
Lima belas hari setelah menempel pada kolektor, juvenil dapat dilihat dengan mata dan dapat
dihitung. Kepadatan yang baik antara 5 - 10 ekor tiap kolektor, atau kepadatan optimum dalam satu
bak pemeliharaan adalah 200 - 500 ekor/m2. Cara ini dilakukan terus menerus sampai benih
tersebut berusia 1,5 - 2 bulan. Pada saat tersebut ukuran benih teripang antara 1,5 - 2 cm.
Dari prosedur pembenihan yang telah dibahas tersebut operasional hatchery ini secara garis besar
dapat diringkas seperti pada Bagan operasional hatchery teripang.
D. Pengangkutan Benih
Benih teripang yang akan diangkut sebaiknya ditampung dahulu selama 2 - 3 hari untuk
pemberokan. Pemberokan dimaksudkan agar isi pencernaan teripang bersih, sehingga pada waktu
diangkut kualitas air tidak rusak. Pemberokan benih dapat dilakukan di laut pada suatu kurungan
yang terbuat dari jaring ukuran (1 x 1 x 1) m. Padat penebaran benih di tempat pemberokan antara
100 - 150 ekor per kurungan.
E. Pembesaran Teripang
1. Padat penebaran benih
Teripang merupakan hewan yang gerakannya lamban dan dapat hidup secara berkelompok.
Sehingga upaya peningkatan produksi persatuan luas lahan dapat dilakukan dengan peningkatan
padat penebaran.
Padat penebaran untuk budi daya teripang ditentukan oleh ukuran benih. Benih dengan berat antara
30 - 40 g/ekor ditebarkan sebanyak 15 - 20 ekor/m2, sedangkan benih dengan berat antara 40 - 50
g/ekor padat penebarannya adalah 10 - 15 ekor/m2. Sehingga untuk satu unit lahan budi daya seluas
400 m2 diperlukan benih teripang sebanyak 6.000 - 8.000 ekor dengan berat 30 - 40 g/ekor dan
panjang 5 - 7 cm/ekor. Sedangkan untuk benih dengan berat 40 - 50 g/ekor diperlukan sebanyak
4.000 - 6.000 ekor.
Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, benih yang ditebarkan pun harus baik pula. Ciri-ciri benih
teripang yang baik antara lain berwarna cerah dan tidak cacat, bila dipegang tidak cepat lembek dan
lendirnya tidak terlalu banyak, gerakannya aktif, dan tubuhnya tidak bengkok atau tidak
menggelembung.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari agar benih terhindar dari stres. Sebelum
benih ditebarkan perlu diaklimatisasikan terlebih dahulu dengan cara kondisi air di lokasi budi daya
disesuaikan dengan kondisi air di tempat penampungan benih. Apabila teripang mengalami stres
akan terjadi pengeluaran isi perut dan kekakuan tubuh sehingga mengakibatkan kematian.
2. Pemberian pakan
Pakan alami teripang yang berupa plankton, detritus atau sisa-sisa bahan organik, dan sisa-sisa
endapan di dasar laut dapat diperoleh di sekitar lingkungan budi daya. Namun demikian, teripang
yang dibudidayakan sebaiknya diberi pakan tambahan untuk mempercepat pertumbuhan.
Pakan tambahan itu berfungsi untuk menambah kesuburan perairan dan umumnya berupa
campuran kotoran hewan dan dedak halus dengan perbandingan 1 : 1. Pakan diberikan sebanyak 0,2
- 0,5 kg/m2/2 minggu. Pakan diberikan dengan cara ditempatkan dalam karung goni yang berlubang-
lubang sehingga keluar sedikit demi sedikit. Hal ini bertujuan untuk mencegah hanyutnya pakan
karena arus atau gelombang. Dalam setiap kantong goni biasanya berisi pakan tambahan sebanyak
10 - 15 kg. Jumlah tersebut dapat mencukupi untuk luasan budi daya 30 - 50 m2.
Aktivitas teripang, termasuk mencari makanan di dasar perairan, umumnya berlangsung pada
malam hari. Pada siang hari hewan ini lebih senang membenamkan diri dalam pasir atau beristirahat
di sela-sela karang untuk menghindari hewan pemangsa.
Dilihat dari jenis, jumlah dan cara penyediaan pakannya, budi daya teripang tidak membutuhkan
biaya operasional yang tinggi. Lagipula, bahan pakan teripang dapat diperoleh dengan mudah di
sekitar kita.
F. Panen
Lama pemeliharaan teripang tergantung pada jenis, ukuran, waktu penebaran benih, pertumbuhan,
dan ukuran teripang yang dikehendaki pasar. Teripang pasir umumnya dipanen setelah mencapai
berat basah 200 - 250 g atau panjang 15 - 20 cm, karena ukuran tersebut yang paling banyak diminta
konsumen. Untuk mencapai ukuran itu, diperlukan waktu pemeliharaan antara 5 - 6 bulan dari benih
awal dengari berat 30 - 40 g atau panjang 5 - 7 cm.
Pemanenan teripang sebaiknya dilakukan pada waktu air surut, yaitu pada pagi hari sebelum
teripang membenamkan diri ke pasir. Panen dapat dilakukan dengan memungut langsung teripang
yang sudah berukuran besar dan memenuhi ukuran konsumsi. Hasil panen ditampung dalam wadah,
seperti tong plastik atau ember. Pada waktu pemanenan diusahakan tubuh teripang jangan sampai
terluka, karena akan mempengaruhi harga jualnya nanti. Hasil panen segera dibawa ke tempat
pengolahan, karena teripang merupakan salah satu hasil perikanan yang cepat busuk.
Dari satu unit kurungan pagar ukuran 400 m2 (20 m x 20 m) dapat dipanen antara 640 - 960 kg
dengan persentase teripang hidup sekitar 80 %.
A. Pengolahan
Pengolahan teripang merupakan tahap akhir dari proses produksi dan sangat menentukan mutu
produk. Mutu produk ini sangat berkaitan dengan harga jual. Saat ini pengolahan teripang masih
banyak yang dilakukan secara tradisional sehingga mutu produknya relatif rendah. Oleh karena itu,
pedagang pengumpul atau eksportir umumnya melakukan pengolahan ulang untuk perbaikan mutu.
Umumnya teripang diolah menjadi bentuk olahan kering atau dikenal dengan nama beche-de-mer.
Selain itu, dikenal juga produk olahan lain seperti konoko (gonad kering), otot kering, konowata
(usus asin) dan kerupuk. Teripang kering lebih disukai oleh konsumen di Singapura, Hongkong, dan
Malaysia, sedangkan konoko, konowata, dan otot kering lebih disukai oleh konsumen di Jepang.
Dengan semakin banyaknya masyarakat yang ingin memanfaatkan produk teripang, maka
berkembang pula jenis pengolahan teripang tersebut dalam bentuk makanan jadi seperti bakso
teripang dan capcay teripang.
Pengolahan masing-masing bentuk olahan tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Beche-de-mer (teripang kering)
Di beberapa daerah pengolahan teripang kering dilakukan dengan cara sedikit berbeda, tetapi pada
prinsipnya sama, yaitu penanganan hasil panen, pembuangan isi perut, perebusan, pengasapan
pengeringan, dan penyimpanan.
3) Perebusan
Perebusan dilakukan dengan alat rebus yang terbuat dari bahan antikarat, mudah dibersihkan, dan
tahan lama. Air yang digunakan adalah air tawar yang bersih dan diberi garam dapur dengan
konsentrasi kurang dari 15 %.
Setelah air mendidih, teripang yang telah dikeluarkan isi perutnya dan telah dicuci bersih
dimasukkan ke dalamnya. Perebusan dilakukan sampai semua teripang menjadi keras tekstumya
(kenyal), selama 20 - 30 menit.
Perebusan ini selain berfungsi untuk mengeraskan tekstur tubuh teripang juga berfungsi untuk
mematikan dan mencegah timbulnya mikroorganisme pembusuk serta menurunkan kadar air pada
tahap awal. Kita tahu bahwa kandungan air pada tubuh teripang relatif tinggi, antara 80 – 90 %,
sehingga perlu diturunkan secara bertahap.
4) Penirisan
Teripang yang telah direbus kemudian ditiriskan. Penirisan umumnya dilakukan di atas para-para.
Caranya, teripang disusun berjajar di atas para-para. Penirisan dilakukan sampai tidak ada lagi air
yang menetas.
6) Pengeringan
Teripang yang telah diasap masih mempunyai kadar air yang cukup tinggi sehingga perlu
pengeringan sampai kadar air kurang dari 20 %.
Pengeringan yang mudah dan murah dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah matahari.
Penjemuran dilakukan di atas para-para, umumnya para-para berada kurang lebih 75 - 100 cm dari
tanah. Para-para dibuat dari anyaman bambu. Anyaman dibuat berlubang-lubang sehingga air dapat
menetes dan tersedia aliran udara dari atas Teripang kering. Proses pengeringan tak boleh terialu
mendadak maupun bawah. Hal ini akan mempercepat proses pengeringan secara sempurna.
Pengeringan dengan cara ini sangat dipengaruhi oleh ukuran teripang, kadar air teripang, cuaca,
suhu udara, kelembapan udara, dan kecepatan angin. Apabila cuaca cerah, penjemuran dapat
dilakukan 2 - 3 hari.
Pengeringan dapat pula dilakukan dengan alat pengering mekanis, tetapi harus dipertimbangkan
tentang harga, ketersediaan bahan bakar, listrik, serta efisiensinya. .Pengeringan dengan cara ini
umumnya diterapkan oleh eksportir dalam upaya pengolahan ulang untuk perbaikan mutu. Atau,
dipergunakan pada kondisi yang memaksa, misalnya musim penghujan, dan karena adanya
keterbatasan lahan, misalnya di kota-kota besar.
Proses pengeringan teripang tidak boleh terlalu mendadak. Jika terlalu mendadak, mengakibatkan
terjadinya kerutan-kerutan pada tubuh teripang. Kerutan-kerutan ini tidak mungkin diperbaiki lagi
sehingga akan menurunkan mutu.
7) Penyimpanan
Teripang kering olahan mengandung garam dan bersifat higroskopis sehingga penyimpanan harus
diusahakan pada suhu ruang yang tidak terlalu tinggi dan kelembapannya rendah. Teripang kering ini
harus diletakkan langsung di atas para-para dan disusun rapi agar tidak menghambat sirkulasi udara.
Tempat penyimpanan yang baik harus terlindung dari sinar matahari, tidak terkena air hujan,
pertukaran udaranya cukup baik, dan hanya khusus untuk penyimpanan teripang. Jika tidak
memenuhi syarat ini, akan menyebabkan tumbuhnya jamur dan mikroorganisme pembusuk serta
menigkatnya kadar air.
4. Otot kering
Otot kering teripang banyak disukai oleh masyarakat Cina, Jepang, Eropa, dan Amerika. Produk ini
diambil dari otot yang memanjang pada tubuh teripang. Otot ini empuk/lunak, berasa seperti daging
kerang, dan berkualitas tinggi.
Teripang yang akan diambil ototnya direndam di dalam air laut bersih sampai ototnya memendek.
Setelah itu, ototnya diambil dan diawetkan dalam larutan garam. Di pasaran otot kering ini dijual
dalam bentuk kemasan di dalam kaleng.
5. Kerupuk Teripang
Teripang dapat pula diolah menjadi kerupuk. Kerupuk teripang dapat dibuat dari bagian badan atau
otot teripang. Nilai gizi kerupuk ini cukup baik (lihat Tabel 6). Proses pembuatannya sebagai berikut.
Teripang segar digores dengan pisau pada bagian perutnya. Tahap selanjutnya dilakukan perebusan
dengan air laut pada suhu 60 - 70°C selama 1 jam. Setelah dingin, bagian dalam teripang dikeluarkan
dan teripang dikeringkan di panas matahari. Teripang hasil pemanasan ini merupakan bentuk produk
setengah jadi. Tahap berikutnya dilakukan pemisahan antara otot dan badan teripang.
Untuk mendapatkan kerupuk dari bagian badan teripang, badan teripang dikeringkan lagi di bawah
sinar matahari. Setelah kering, dilakukan penggorengan dengan pasir sekitar 5 menit lalu diangin-
anginkan. Langkah berikutnya adalah penggorengan dengan minyak kelapa dan kerupuk teripang
pun sudah jadi.
Sedangkan untuk mendapatkan kerupuk otot teripang, sebelumnya otot teripang direndam terlebih
dulu dalam air tawar selama 2 jam. Perendaman tersebut bertujuan untuk mengurangi kandungan
garam pada teripang. Selanjutnya otot teripang dipanaskan di bawah sinar matahari. Setelah kering,
dilakukan penggorengan dengan minyak kelapa dan kerupuk otot teripang siap untuk dinikmati.
Nilai gizi kerupuk teripang dan otot teripang tercantum pada tabel di bawah ini.
2
3 Kerupuk setengah jadi kering
Kerupuk teripang goreng
Kerupuk otot teripang kering
38,21 %
43,19 %
48,54 %
1,51 %
32,33 %
0,18 %
20,02 %
2,58 %
34,46 %
36,82 %
14,58 %
13,94 %
Sumber: Anonim, 1993
6. Makanan Jadi Teripang
Beberapa bentuk makanan jadi yang terbuat dari teripang di antaranya adalah bakso dan cap cay
teripang. Untuk membuat makanan jadi tersebut, teripang yang telah diasap kering harus
dikembangkan terlebih dulu agar berbentuk seperti semula. Ada beberapa cara pengembangan
teripang. Dua di antaranya adalah dengan menggunakan larutan air beras dan air tawar seperti yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Caranya adalah sebagai berikut :
a. Teripang asap kering direndam dalam larutan air beras (perbandingannya 1 gelas beras : 3 gdas
air) selama kurang lebih 3 jam. Selanjutnya, teripang direbus dengan air mendidih selama 10 menit
lalu direndam dengan air dingin selama 2 hari. Selama perendaman, kotoran yang menempel pada
teripang dibersihkan dengan cara disikat. Cara ini diulang 2 - 3 kali sebelum teripang diolah lebih
lanjut.
b. Teripang asap kering direndam dengan air tawar selama sekitar 5 hari. Selama perendaman
tersebut, setiap hari teripang diambil untuk direbus dengan air mendidih selama 1 - 2 jam. Setelah
perebusan, teripang direndam lagi dengan air dingin. Air perendam harus selalu diganti setiap hari.
Teripang yang telah selesai dikembangkan, siap diolah menjadi makanan jadi antara lain menjadi
bakso dan cap cay teripang. Proses pengolahannya adalah sebagai berikut.
Cara pengolahan :
Teripang, brokoli, daun bawang, dan seledri dipotong kecil. Sementara itu, mentega dicairkan atau
minyak sayur dididihkan dan bumbu-bumbu yang telah disiapkan ditumis sampai harum baunya.
Tuangkan air secukupnya ke dalam bumbu. Setelah mendidih, masukkan teripang dan tunggu
sampai empuk. Setelah itu menyususl brokoli, daun bawang, seledri, gula, dan garam. Terakhir
masukkan tepung maizena yang telah dilarutkan dalam air. Tunggu sampai matang dan masakan pun
siap dihidangkan.
1. Mutu organoleptik
Mutu organoleptik meliputi bau, rasa, tekstur dan penampakan tubuh teripang. Hal-hal yang perlu
diperhatikan sehubungan dengan mutu organoleptik ini antara lain keberadaan jamur, pembusukan,
ketidakrapian tubuh (berkerut-kerut), dan adanya lapisan kapur. Penilaian untuk mutu organoleptik
ini minimum harus mempunyai nilai rata-rata tujuh.
2. Mutu mikrobiologi
Mutu mikrobiologi berupa pembatasan adanya kontaminasi dari mikroorganisme berbahaya seperti
Vibrio, Salmonella, dan Staphylococcus aureus. Keberadaan mikroorganisme ini dapat diketahui
dengan pengujian yang bisa dilakukan oleh Balai Bimbingan dan Penelitian Mutu Hasil Perikanan
yang berada di pusat maupun daerah. Balai ini statusnya di bawah Ditjen Perikanan dan Dinas
Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I.
3. Mutu kimiawi
Mutu kimiawi meliputi tingkat kekeringan atau kadar air maksimum yang dikandung teripang olahan,
kadar abu tidak larut dalam asam yang memberi indikasi tentang banyaknya kotoran seperti butiran
pasir dan batu serta kadar garam minimum yang berpengaruh terhadap daya awet teripang selama
dalam penyimpanan.
Standar mutu teripang kering (SPI-kan/02/29/1987) sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 701/Kpts/TP.830/10/1987 tentang Penetapan Standar Mutu Hasil Perikanan saat ini
telah ditetapkan menjadi Standar Indonesia oleh Dewan Standardisasi Nasional yang berlaku secara
nasional. Standar ini merupakan standar minimum untuk teripang kering (lihat Tabel 7).
3. Organoleptik minimum
Mikrobiologi
- Eshetichia coli MPN/g maksimum
- Salmonella spp
- Vibrio chalepae
- Staphylococcus aureus
Kimiawi
- Air, % bobot/bobot maks.
- Abu tak larut dalam asam % bobot, bobot maks.
- Garam % bobot/bobot min. 7
0
negatif
negatif
negatif
20
7
1,5
2. Peralatan pengolahan
- Wadah penampungan hasil panen 3 bh (@ Rp4.000.00) Rp 12.000,00
- Ember plastik 2 bh (@ Rp3.500.00) Rp 7.000,00
- Wadah perebusan (pand) 2 bh (@ Rp 10.000,00) Rp 20.000,00
- Pisau 5 bh (@ Rp 1.000,00) Rp 5.000,00
- Alat pengasap 1 bh (@ Rp 25.000,00) Rp 25.000,00
- Para-para penjemuran 1 unit (@ Rp 25.000,00) Rp 25.000,00
2. Pengolahan
- Garam 25 kg (@ Rp300,00) Rp 7.500,00
- Kayu bakar 20 ikat (@ Rpl.000,00) Rp 20.000,00
- Upah kerja 2 org 5 hr (@Rp 5.000,00) Rp 50.000,00
- Penyusutan alat pengolahan Rp 10.000,00
Total biaya Rp 1.574.000,00
C. Pendapatan Kotor
- Hasil panen
(kering olahan) 160 kg (@ Rp20.000,00) Rp 3.200.000,00
Dari analisis usaha tersebut dapat dilihat bahwa dengan modal Rp 1.574.000,00 akan diperoleh
pendapatan kotor hasil penjualan teripang kering olahan sebesar 2,03 kali jumlah modal. Usaha ini
dianggap layak karena B/C Ratio-nya lebih besar dari satu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Budi Daya dan Pengolahan Teripang (Jakarta: Ditjen Perikanan, 1992).
______, Hasil Penelitian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Teripang (Holothuroidea) (Jakarta:
Sub-Balai Penelitian Air Laut, 1993).
______, Laporan Hasil Uji Coba Balai Budidaya Laut Lampung 1992/1993, Laporan Uji Coba, Balai
Budi Daya Laut (Jakarta: 1992).
______, Laporan Keberhasilan Pemijahan Teripang Pasir (Holothuria scabra), Laporan Uji Coba, Balai
Budi Daya Laut (Jakarta: 1992).
______, Petunjuk Teknis Budi Daya Teripang (Jakarta: Ditjen Perikanan, 1992).
______, Petunjuk Teknis Penanganan dan Pengolahan Teripang Kering (Jakarta: Balai Bimbingan dan
Pengujian Mutu Hasil Perikanan, 1986).
————,Review of the Beche-de-mer (Sea Cucumber) Fishery in the Maldives (FAO, 1992).
————, "Teripang Komoditas Harapan di Subsektor Perikanan", Warta Pertanian, No.91, 1990.
————, Training Manual on Breeding and Culture of Scallops and Seacucumber in China (Training
Manual 9, 1991).
James, D.B. et al, 1988. "SuccessfuB Induced Spawning and Rearing of the Holothurians Holothuria
(Metriatyla) scabra", Tuticorin Marine Fisheries Information Service, No. 87, 1988.
Panggabean, Toman M., Membudidayakan Teripang (Ketimun Laut) dalam Rangka Meningkatkan
Produksi Hasil Laut Indonesia (Jakarta: Ditjen Perikanan dan International Research Centre, 1987).
Tiensongrusmee, B dan Soehardi Pontjoprawiro, Budi Daya Teripang, Potensi dan Prospeknya
(Seafarming Development Project FAO/UNDP, 1988).