Ny. S berumur 25 tahun dibawa oleh keluarganya ke salah satu RSJ di Jawa Tengah
karena klien mengatakan merasa dirasuki oleh ibunya yang sudah meninggal, sering
keluyuran dan marah-marah. Klien merasa sedih dan sering marah-marah karena tidak
pernah bertemu dengan anak semata wayangnya semenjak perceraian dengan mantan
suaminya 2 tahun silam. Pengkajian dilakukan pada tanggal 23 Mei 2021. Pasien kemudian
di bawa ke bangsal perawatan Mawar.
A. Fase Orientasi
Perawat : “Assalamuailaikum bu, perkenalkan nama saya Perawat Fajar. Saya
yang bertugas merawat ibu hari ini dari jam 07:00-14:00 WIB. Kalau
boleh tau, nama ibu siapa ya?”
Ny. S : “Nama saya Saffin, mba.”
Perawat : “Bagaimana Bu Saffin kabarnya hari ini?”
Ny. S : “Baik, mba.”
Perawat : “Wah, alhamdulillah ya bu. Gimana Ibu perasaannya selama dirawat
di RS?”
Ny. S : “Awalnya saya merasa biasa aja sih mba, kan saya nggak sakit.
Malah dimasukin ke RS, RSJ lagi. Tapi lama-lama ternyata orang-
orang di sini nyebelin semua ya mba?”
Perawat : “Kalo boleh tau, nyebelinnya kenapa ya bu?”
Ny. S : “Itu orang sebelah kamar pas kemarin saya mintain tolong malah
diem aja. Akhirnya saya minta tolong sama orang yang kamarnya di
depan, eh malah dianya gamau. Saya kan jadi sebel mba”
Perawat : “Oh begitu ya bu ternyata. Kalo boleh tau, untuk obat yang diberikan
perawat apakah ibu meminum secara rutin?
Ny. S : “Ngga mba, saya ga suka obatnya, ga enak rasanya, pahit.”
Perawat : “Sebaiknya tetap diminum ya bu, untuk membantu mempercepat
kesembuhan ibu. Oh iya ibu selain masalah tadi, kalo menurut ibu
sendiri, ibu sedang ada masalah lain atau ngga?”
Ny. S : “Kalo masalah sih ada mba, saya tuh udah lama ngga ketemu sama
anak saya, ya sekitar 2 tahunan lah mba semenjak saya cerai dengan
suami saya. Saya tu pengen banget ketemu, tapi ngga boleh sama
suami saya. Saya benci sekali sama dia mba.”
Perawat : “Oalah begitu ya bu, selain itu mungkin ada masalah lain yang ibu
alami?”
Ny. S : “Kadang-kadang kalo saya lagi kangen banget sama anak saya tuh,
tiba-tiba saya merasa kalo ibu saya masuk ke dalam tubuh saya mba.
Dan beliau selalu menyalahkan atas perpisahan saya dengan suami
saya sehingga saya tidak lagi dapat bertemu dengan anak semata
wayang saya.”
Perawat : “Kalo boleh saya tahu, apa yang Ibu rasakan selama hal itu terjadi?”
Ny. S : “Hmm saya merasa sedih mba karena tidak ada orang yang berpihak
pada saya, semua menyalahkan saya mba, bahkan ibu saya sudah
meninggal juga menyalahkan saya. Tapi selain itu, saya juga merasa
marah mba karena keluarga saya menganggap perceraian ini adalah
salah saya, padahal penyebab utama dari perceraian ini adalah suami
saya.”
Perawat : “Oh iya, berarti suami ibu adalah penyebab utama dari perceraian ini
ya bu dan semua orang tidak tahu hal itu? Malah menganggap semua
ini adalah kesalahan ibu”
Ny. S : “Iya betul mba”
Perawat : “Biasanya apa yang ibu lakukan saat ibu merasa almarhum masuk ke
dalam tubuh ibu?”
Ny. S : “Saya merasa bingung gitu mba. Jadi saya biasanya mondar-mandir
kesana kemari mba.”
Perawat : “Jadi dari cerita ibu tadi, berarti ibu ini merasa bingung dan tidak
tahu apa yang harus ibu lakukan saat almahrumah sedang ada di tubuh
ibu .”
Ny. S : “Iya mba begitu.”
B. Fase Kerja
Perawat : “Nah untuk mengatasi hal tersebut, saya akan mengajarkan teknik
Mindfulness Spiritual Islam untuk membantu menangani permasalahan
yang ibu alami. Sebelumnya ibu sudah tahu belum tentang teknik ini?”
Ny. S : “Belum tuh mba, baru denger kali ini.”
Perawat : “Jadi Mindfulness Spiritual Islam adalah latihan yang melibatkan
Allah SWT dalam setiap proses yang bertujuan untuk membantu
seseorang untuk memahami dan mengatasi permasalahannya.”
Ny. S : “Oalah. Itu nanti gimana ya mba? Kalo semacam sholat itu saya udah
lama ngga melakukan, jadi udah lupa sama doa-doanya.”
Perawat : “Oh iya bu nanti akan saya jelaskan dan saya bimbing. Sebelumnya,
apakah ibu bersedia untuk melakukan terapi ini?”
Ny. S : “Iya mba, bersedia”
Perawat : “Baik terima kasih bu. Untuk langkah pertama mari ibu berniat
kepada Allah SWT untuk meminta kesembuhan dan ketenangan hati.
Ibu bisa berniat dari dalam hati.”
Ny. S : (terdiam sambil memejamkan mata) “Sudah mba”
Perawat : “Baik bu, Ibu boleh membuka mata. Nah untuk selanjutnya, ibu dapat
beristighfar sebanyak-banyak sambil meminta ampunan dan
kesembuhan kepada Allah SWT dari dalam hati.”
Ny. S : “Astaghfirullahaladzim (33x).”
Perawat : “Nah iya ibu, bagus seperti itu. Selanjutnya, ibu dapat merenungkan
kembali dosa-dosa, kesalahan, dan semua yang sudah ibu lakukan di
masa lalu.”
Ny. S : “Saya merasa ngga punya dosa tu mba. Perceraian dengan suami saya
aja itu gara-gara dia.”
Perawat : “Oh seperti itu ya bu. Baik kalau begitu, untuk pertemuan hari ini
saya cukupkan sampai di sini dulu ya bu. Jangan lupa untuk tetap rutin
melakukan langkah-langkah yang sudah kita praktekkan tadi dan
kembali mendekatkan diri kepada Allah SWT agar ibu dapat merasa
lebih tenang.”
Ny. S : “Baik mba, nanti akan saya coba sendiri.”
Perawat : “Baik bu, untuk pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan besok di
jam yang sama ya bu. Sampai bertemu dan saya pamit undur diri
terlebih dahulu. Terima kasih untuk hari ini.”
Ny. S : “Iya mba.”
Hari Kedua
Keesokan harinya, Perawat Fajar kembali menemui Ny. S di bangsal Mawar untuk
melanjutkan Terapi Mindfulness Spiritual Islam.
A. Fase Orientasi
Hari Ketiga
Pada hari terakhir, perawat akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan terapi
mindfulness spiritual islam dengan menggunakan Target Sehat Mandiri.