Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DLM PEMBENTUKAN

ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

“Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila oleh dosen
pembimbing Rahmatullah, S.Ip.,M.Si”

Di susun Oleh :
Kelompok VI
Ainun Saputri (H041201099)
Asti Khaerani (H041201058)
Annisa Fahruddin (H041201066)
Asfira Dwi Angriani (H041201082)
Corezy Filadelfi A. Salu (H041201051)
Indri Aura Maria (H041201074)
Kelas :
Biologi B

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
ABSTRAK
Pancasila memegang kunci penitng dalam suatu negara. Oleh karenanya, implementasi

Pancasila harus diterapkan pada seluruh lapisan masyarakat. Agar Pancasila benar-

benar bersatu dalam kehidupan bangsa Indonesia. Salah satu bentuk implementasi

Pancasila yakni menjadikannya patokan dalam pembuatan undang-undang oleh

Mahkamah Agung maupun Konstitusi melalui beberapa pengujian.

Kata Kunci : Implementasi, Pancasila, Undang-Undang

ii
A. PENDAHULUAN

Implementasi Pancasila di Indonesia merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari


nilai-nilai Pancasila. Sebagai sumber ideologi dan landasan negara, Pancasila
mencakup semua permasalahan yang ada di Indonesia tanpa terkecuali mengenai
hukum. Pancasila menjadi rujukan dalam setiap pengembangan dan pembuatan aturan
yang akan ditetapkan agar dapat menyesuaikan dengan budaya atau norma yang telah
lama ada di masyarakat.

B. PEMBAHASAN

1. Konsep

Pancasila Sebagai Sumber Hukum

Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum sudah mendapatkan legitimasi


secara yuridis melalui TAP MPR Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-
GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
Perundang Republik Indonesia. Setelah reformasi, keberadaan Pancasila tersebut
kembali dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang kemudian
diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-
Undangan. Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum memberi makna bahwa
sistem hukum nasional wajib berlandaskan Pancasila. Akan tetapi, keberadaan
Pancasila tersebut semakin tergerus dalam sistem hukum nasional. Hal demikian
dilatarbelakangi oleh tiga alasan yaitu: pertama, adanya sikap resistensi terhadap Orde
Baru yang memanfaatkan Pancasila demi kelanggengan kekuasaan yang bersifat
otoriter. Kedua, menguatnya pluralisme hukum yang mengakibatkan terjadinya
kontradiksi-kontradiksi atau disharmonisasi hukum. Ketiga, status Pancasila tersebut
hanya dijadikan simbol dalam hukum. Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk
menerapkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum dalam sistem hukum
nasional yaitu: pertama, menjadikan Pancasila sebagai suatu aliran hukum agar tidak
terjadi lagi disharmonisasi hukum akibat diterapkannya pluralisme hukum. Kedua,
mendudukkan Pancasila sebagai puncak peraturan perundang-undangan agar Pancasila
memiliki daya mengikat terhadap segala jenis peraturan perundang-undangan sehingga
tidak melanggar asas lex superiori derogat legi inferiori.
Pancasila sebagai Sumber Segala Sumber Hukum
Sumber hukum pada hakikatnya adalah tempat kita dapat menemukan dan

3
menggali hukumnya. Sumber hukum menurut Zevenbergen dapat dibagi menjadi
sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil merupakan
tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan
faktor yang membantu pembentukan hukum misalnya: hubungan sosial, hubungan
kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan),
perkembangan internasional, keadaan geografis. Sumber hukum formil merupakan
tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini
berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan itu formal berlaku.
Apabila dikaitkan dengan dua jenis sumber hukum di atas, maka Pancasila termasuk
sumber hukum yang bersifat materiil sedangkan yang bersifat formil seperti peraturan
perundang-undangan, perjanjian antarnegara, yurisprudensi dan kebiasaan. Pancasila
sebagai sumber hukum materiil ditentukan oleh muatan atau bobot materi yang
terkandung dalam Pancasila. Setidaknya terdapat tiga kualitas materi Pancasila yaitu:
pertama, muatan Pancasila merupakan muatan filosofis bangsa Indonesia. Kedua,
muatan Pancasila sebagai identitas hukum nasional. Ketiga, Pancasila tidak
menentukan perintah, larangan dan sanksi melainkan hanya menentukan asas-asas
fundamental bagi pembentukan hukum (meta-juris).Ketiga kualitas materi inilah yang
menentukan Pancasila sebagai sumber hukum materiil sebagaimana telah dijelaskan
Sudikno Mertokusumo di atas.
Adanya sumber hukum sebagai tempat untuk menggali dan menemukan hukum
dalam suatu masyarakat dan negara, mengakibatkan hukum memiliki tatanan
tersendiri. Terkait hal ini, khasanah hukum di era modern maupun kontemporer sangat
dipengaruhi oleh teori hukum Hans Kelsen mengenai grundnorm (norma dasar) dan
stufenbautheorie (tata urutan norma). Menurut Kelsen, norma yang validitasnya tidak
dapat diperoleh dari norma lain yang lebih tinggi disebut sebagai norma dasar. Semua
norma yang validitasnya dapat ditelusuri ke satu norma dasar yang sama membentuk
suatu sistem norma, atau sebuah tatanan norma. Norma dasar yang menjadi sumber
utama ini merupakan pengikat diantara semua norma yang berbeda-beda yang
membentuk suatu tatanan norma. Bahwa suatu norma termasuk ke dalam sistem suatu
norma, ke dalam tatanan normatif tertentu, dapat diuji hanya dengan mengonfirmasikan
bahwa norma tersebut memperoleh validitasnya dari norma dasar yang membentuk
tatanan norma tersebut.
Dalam kaitan dengan kewenangannya untuk menguji Undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, MK dilandasi oleh Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, kemudian
4
diatur kembali dalam produk turunannya, yakni Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU
MK). Teknis pelaksanaannya selanjutnya diatur dalam Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 06 Tahun 2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara
Pengujian Undang-Undang. Permohonan pengujian undang-undang sendiri, dapat
digolongkan dalam dua jenis, yaitu pertama, pengujian terhadap isi materi perundang-
undangan atau norma hukum, biasa disebut pengujian materiil, dan kedua,
pengujian terhadap prosedur pembentukan produk perundang-undangan, biasa disebut
pengujian formil.

2. Realita

Saat ini, terdapat banyak realita dalam implemetasi Pancasila terhadap kebijakan
pemerintah yang agak melenceng dari Pancasila itu sendiri. Dikutip dari
www.kompasiana.com, Parameter kegagalan Pancasila di kalangan elit kekuasan
negeri ini, sebenarnya perlu dipahami bahwa yang gagal disini adalah orang yang
menafsirkan Pancasila itu, dimana kesalahan pemahaman kita terhadap Pancasila
dimulai dari tataran konsepnya. Setiap kali kebijakan pemerintah mau melakukan
sesuatu sudah seharusnya berdasrkan kepada nilai-nilai Pancasila. Tapi apa yang
terjadi dalam realitas sekarang ada dalam sebuah pertanyaan: Pancasilais-kah
keinginan DPR membangun gedung dengan biaya lebih dari satu triliun rupiah
ditengah-tengah sekian juta manusia yang berada dalam kesulitan ekonomi,
pendidikan , kesehatan dan masalah-masalah sosial lainnya? Lebih penting mana
gedung yang akan ditempati anggota DPR dengan tujuan bernegara Pancasila yaitu
menciptakan suatu kehidupan yang sejahtera secara ekonomi dan religius? kita
merdeka untuk merubah kondisi bukan seperti jaman kolonial, kalau kita masih seperti
jaman kolonial maka sejatinya kita gagal mewujudkan kemerdekaan. Pancasila sebagai
fondasi pemersatu bangsa Indonesia mulai dilupakan. Kekhawatiran itu disebabkan
maraknya aksi anarkistis yang mengarah pada sikap sektarianisme serta pola kehidupan
yang mengarah pada liberalisasi. Lebih mengkhawatirkan lagi, kehidupan masyarakat
Indonesia saat ini terus menjauh dari nilai-nilai Pancasila.
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
5
sosial. Kenaikan harga bbm ,padahal Indonesia kaya akan SDA, kebijakan program
mobil murah, banyak pengamat politik menilai bahwa hal tersebut sangat berbau
politik karena alasannya hanya meningkatkan produktifitas ekonomi, padahal efek
belakangnya adalah kemacetan dan pemborosan sumber daya (BBM). Kebijakan yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila adalah adalah Badan Hukum Pendidikan
(BHP) tersebut dianggap bahwa negara seakan-akan melepaskan tanggungjawabnya
terhadap penyelenggaraan pendidikan karena diserahkan kepada rakyat berduit
(pemodal), maka secara otomatis pemerintah telah melanggar pembukaan UUD 1945
yang menyatakan dengan tegas bahwa tugas negara adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, bukan tugas pemodal kapitalis. adanya ujian nasional yang mana hal
tersebut punya beberapa pengaruh negative, yaitu :Karena tidak lulus ujian nasional
banyak pelajar yang depresi bahkan bunuh diri. Kebijakan yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai pancasila adalah kebijakan impor kedelai, dalam hal ini yang dirugikan
adalah produsen pertanian dan pengusaha kecil (pabrik temped an tahu) dalam negeri,
walaupun tujuan pemerintah untuk menanggulangi permainan pasar yang akan
meniadakan kedelai dan menyebabkan harga kedelai naik tinggi.
Pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi salah satu metode yang
tersedia untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-cita
yang diharapkan. Secara filosofis, pembentukan peraturan perundang-undangan adalah
cita-cita hukum dalam mewujudkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan yang sebesar-
besarnya bagi masyarakat. Cita-cita hukum adalah konstruksi pikiran yang merupakan
keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan (Sirajuddin,
2015).
Putusan MK dalam perkara pengujian undang-undang terhadap UndangUndang
Dasar merupakan putusan yang menguji konstitusionalitas suatu undang-undang.
Dengan kata lain, MK menguji ketentuan suatu undang-undang yang diajukan oleh
pemohon terhadap suatu ketentuan UUD 1945. Dalam proses pengujian ini tentu
memerlukan proses penafsiran hukum baik terhadap ketentuan undang-undang yang
diuji maupun penafsiran terhadap ketentuan UUD 1945 yang dijadikan sebagai batu
uji.(Safaat, 2017).
UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.42 tahun 2008
Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menjadi UU yang telah diuji
oleh Mahkamah Konstitusi. enjelasan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang
6
Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004, angka 1 huruf b menegaskan
prinsip otonomi dearah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di
luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat
UU No.42 tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden .
Undang-undang ini mengatur penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dengan tujuan memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan dukungan kuat dari
rakyat. Peraturan dalam undang-undang ini dimaksudkan untuk menegakkan sistem
presidensiil yang kuat dan efektif. Produk hukum ini mengatur substansi seperti
persyaratan calon presiden dan wakil presiden yang harus memiliki visi, misi, dan
program kerja yang akan dilaksanakan selama lima (5) tahun ke depan. Menurut
undang-undang ini, pelaksanaan Pemilu harus berlandaskan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 memberi kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi
di antaranya untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Sementara itu, Pasal 24 ayat Pasal 24A ayat (1) mengatur bahwa “Mahkamah Agung
berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya
yang diberikan oleh undang-undang....”. Dari pembedaan kewenangan tersebut Jimly
Asshiddiqie menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah sebagai pengawal
Undang-Undang Dasar (the guardian of constitution) sedangkan Mahkamah Agung
adalah sebagai penjaga Undang-Undang (the guardian of the Law).23 Selain sebagai
pengawal Undang-Undang Dasar, Mahkamah Konstitusi juga dikatakan sebagai
penafsir Undang-Undang Dasar (the sole interpreter of the Constitution).

3. Undang-Undang Yang Telah Melalui Uji Konstitusional di Mahkamah


Konstitusi. Apa putusan MK terhadap pengujian UU tersebut ?
Putusan MK dalam perkara pengujian undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar merupakan putusan yang menguji konstitusionalitas suatu undang-

7
undang. MK menguji ketentuan suatu undang-undang yang diajukan oleh pemohon
terhadap suatu ketentuan UUD 1945.
UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.42 tahun 2008
Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menjadi UU yang telah
diuji oleh Mahkamah Konstitusi. penjelasan umum Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
UU No.42 tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Undang-undang ini mengatur penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dengan tujuan memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan dukungan
kuat dari rakyat.
Apa yang terjadi jika suatu UU yang isinya bertentangan dengan UUD tidak
dilakukan uji konstitusionalitas ?
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 memberi kewenangan kepada Mahkamah
Konstitusi di antaranya untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar

C. Kesimpulan

Implementasi nilai Pancasila di Indonesia masih belum merata di masyarakat.


Adapun penerapannyanya terjadi dalam pembuatan Undang-Undang. Undang-
undang menjadikan Pancasila sebagai patokan dalam membuat aturan. Walupun
nilai- nilai Pancasila dalam Undang-Undang sedikit, tetapi Pancasila telah menjadi
wadah bagi UU dalam Patoka keputusan Mahkamah Konstitusi dalam menguji
suatu Undang-Undang sebelum diresmikan.…………………………………………..

8
DAFTAR PUSTAKA

• Sirajuddin, M. (2015). Eksistensi Norma Agama dan Pancasila Dalam Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan. Nuansa, 8(1).
• https://www.kompasiana.com/rachmadbacakoran/5500e3e7813311dd17fa7f34/kegaga
lan-pancasila-di-kalangan-elit-kekuasan-negeri
• Safaat, M. A., Widiarto, A. E., & Suroso, F. L. (2017). Pola Penafsiran Konstitusi dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Periode 2003-2008 dan 2009-2013. Jurnal Konstitusi, 14(2),
234-261.

• http://ojs.umsida.ac.id/index.php/rechtsidee/rt/printerFriendly/98/124
• https://www.solider.id/2013/09/05/undang-undang-nomor-42-tahun-2008-tentang-
pemilihan-umum-presiden-dan-wakil-presiden

Anda mungkin juga menyukai