Disusun Oleh
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Surveilans Lanjut.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, pada penyusunan
laporan ini, sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Kiki Korneliani, SKM., M.Kes selaku dosen mata kuliah Surveilans Lanjut.
2. Pihak Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
3. Teman-teman kelas A angkatan 2016.
Kami menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran yang membangun untuk
memperbaiki laporan ini sehingga dapat lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
(Penyusun)
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
A. Lampiran 1 Data Kasus Hipertensi Tahun 2019 ......................... 40
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan pola hidup dan pola makan akibat adanya perbaikan tingkat
ekonomi membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif,
salah satunya hipertensi. Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal (tekanan darah ≥140/90
mmHg) (Kemenkes RI, 2009). Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan
hidup seseorang, sering disebut sebagai the killer disease karena merupakan
penyakit pembunuh, dimana penderita tidak mengetahui dirinya mengidap
hipertensi sehingga penderita datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat
hipertensi. Hipertensi merupakan faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan
kematian karena penderita hipertensi mempunyai peluang 12 kali lebih besar bagi
penderitanya untuk mengalami stroke dan 6 kali lebih besar untuk serangan
jantung. Untuk mengurangi angka kejadian hipertensi tiap tahunnya maka strategi
yang digunakan pemerintah dalam pengendalian hipertensi adalah melalui
surveilans epidemiologi hipertensi. Adapun indikator dalam kegiatan surveilans
tersebut meliputi kelengkapan isi laporan, kesesuaian sistem pencatatan dan
pelaporan, ketepatan pengumpulan data, penyebarluasan informasi, meningkatnya
dalam kajian Sistem Kewapadaan Dini (Ditjen P2PL Kemenkes RI, 2003)
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar
1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap
tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena
hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasinya. (Kemenkes, 2019). Berdasarkan Riskesdas 2018
prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun
sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di
1
2
Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%) (Kemenkes, 2018).
Pada tahun 2016 di Jawa Barat ditemukan 790.382 orang kasus hipertensi
(2,46 % terhadap jumlah penduduk ≥ 18 tahun ), dengan jumlah kasus yang
diperiksa sebanyak 8.029.245 orang, tersebar di 26 Kabupaten/Kota, dan hanya
1 Kabupaten/Kota (Kab. Bandung Barat), tidak melaporkan kasus Hipertensi.
Penemuan kasus tertinggi di Kota Cirebon (17,18 %) dan terendah di Kab
Pangandaran (0,05%), sedangkan Kabupaten Cianjur dan Kota Bandung mencatat
jumlah yang diperiksa tetapi tidak mencatat hasil kasus hipertensi, sebaliknya Kab
Ciamis Tidak Mencatat jumlah yang diperiksa tetapi ditemukan kasus Hipertensi.
Salah satu upaya pengendalian penyakit hipertensi adalah dengan penguatan
sistem surveilans hipertensi. Surveilans hipertensi berperan untuk membantu
dalam perhitungan prevalensi kejadian penyakit hipertensi, menghitung cakupan
pasien yang terkontrol tekanan darahnya, mengetahui Insidence Rate (IR) dan
untuk menghitung Case Fatallity Rate (CFR). Setelah mengetahui trend kejadian
penyakit hipertensi sesuai data-data di lapangan maka akan mempermudah dalam
pengambilan kebijakan untuk menentukan intervensi yang tepat terkait penyakit
hipertensi di Kota Tasikmalaya. Butuh kerjasama yang baik dengan beberapa
pihak demi tercapainya tujuan tersebut. Tidak hanya dari pihak petugas pelayanan
kesehatannya saja, namun dari masyarakatnya sendiri juga mempunyai peran
penting dalam kegiatan surveilans. Manajemen program surveilans hipertensi
meliputi input, proses, dan output. Input meliputi 5M yaitu Man (sumber daya
manusia yang memadai), Method (seperti pedoman penyelenggaraaan), Material
(hardware, software, alat tulis dan komputer, dll.), Money (dana program
surveilans), dan Market (sasaran penyebaran informasi). Proses dimulai dari
pengumpulan data, kompilasi data, analisis dan intepretasi data, pelaporan, dan
pengambilan tindakan. Sedangkan untuk outputnya berupa LKS, diseminasi
informasi, serta tersedianya dokumen laporan (Ditjen P2PL Kemenkes RI, 2003).
3
B. Rumusan Masalah
“Bagaimana langkah surveilans epidemiologi penyakit hipertensi di Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya tahun ?”
C. Tujuan
Untuk mengetahui langkah surveilans epidemiologi penyakit hipertensi di
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya tahun.
D. Manfaat
Memberikan informasi kepada pihak pengambil kebijakan terkait
penanggulangan hipertensi mengenai hasil evaluasi sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pengambilan keputusan dan perbaikan sistem surveilans hipertensi
di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Surveilans
1. Definisi Surveilans
Surveilans berasal dari bahasa Perancis yaitu survellance yang berarti
mengamati tentang sesuatu. Dalam bahasa Inggris yaitu Surveillance yang
berarti mengawasi perorangan yang sedang dicurigai. Dalam The Centers for
Disease Control (CDC) surveilans yaitu suatu kegiatan pengumpulan data
kesehatan secara sistematis dan terus menerus, dan dianalisis kemudian di
interpretasikan untuk perencanaan dan evaluasi praktik kesehatan masyarakat.
Data tersebut disebarluaskan pada orang-orang yang berkaitan. Pada akhirnya
pemantauan ini bertujuan untuk pencegahan dan pengendalian.
Adapun definisi Surveilans yaitu pengumpulan data epidemiologi yang
akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-kegiatan dalan bidang
penanggulangan penyakit, yaitu :
a) Perencanaan program pemberantasan penyakit
b) Evaluasi program pemberantasan penyakit
c) Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/ Wabah
Definisi Surveilans lainnya yaitu kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data
pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan definisi diatas, maka surveilans merupakan kegiatan
pengumpulan data secara sistematis dan terus-menerus, lalu data diolah dan
dianalisis sehingga menjadi informasi. Informasi tersebut disebarluaskan ke
4
5
B. Hasil Temuan
1. Pravelensi Hipertensi Tahun per tahun
a) Tahun 2015
Laki-Laki Perempuan
20000
14226
15000
10000
5000
0
Hipertensi
Lak-Laki Perempuan
c) Tahun 2017
6000
3764
4000
2000
0
Hipertensi
Laki-laki Perempuan
20000
15000
10000
5000
0
Hipertensi
Laki-laki + Perempuan
e) Tahun 2019
10000
8000 6524
6000
4000
2000
0
Hipertensi
Laki-Laki Perempuan
Kejadian Hipertensi
C. Macam-macam surveilans
a. Surveilans Terpadu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor
individu individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya
pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu
memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak,
sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh,
karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas
orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus
penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah
transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi
Dikenal dua jenis karantina, diantaranya adalah :
1) Karantina total
Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar
penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan
orang yang tak terpapar.
2) Karantina parsial
Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara
selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya
transmisi penyakit.
b. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-
menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui
pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan
penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian
surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.
Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung
melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans
tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans
14
vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara
dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya.
Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara
satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang
masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumber daya masing-masing, dan
memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
c. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit,
bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi
indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati
sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-
indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau
temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum
diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.
Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional,
maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala
nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses)
berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut,
para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan
definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan
membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut
kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati.
Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang
menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat
memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk
memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al.,
2006 dalam Murti, 2010). Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua
15
D. Langkah-Langkah Surveilans
Surveilans faktor risiko PTM dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari data individu peserta Posbindu PTM yang berkunjung
secara manual dan/atau menggunakan sistem informasi surveilans PTM. Data
yang dikumpulkan berupa data sosial, data wawancara, data pengukuran, data
konseling, dan rujukan.
2. Pengolahan dan Analisis Data
17
19
20
150 Perempuan
100
50 Laki-laki
0
Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus baru pada bulan Januari 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 164 kasus dan kasus terendah pada wilayah Cibereum
dengan jumlah tiga kasus. Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus
tertinggi terdapat di wilayah Kahuripan dengan jumlah 90 kasus, dan kasus
terendah pada wilayah Cibereum dan Setialaksana dengan tidak ada jumlah kasus
kasus hipertensi.
150
100
50
0 Perempuan
Laki- laki
Sambongp…
Panglayun…
Parakanya…
Mangkubu…
Bungursari
Kahuripan
Sangkali
Bantar
Tawang
Karanganyar
Urug
Cipedes
Cigeureung
Tamansari
Indihiang
Cibereum
Sukalaksana
Cihideung
Cilembang
Purbaratu
Kawalu
Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus lama pada bulan Februari 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah Urug
dengan jumlah 119 kasus, dan kasus terendah pada beberapa wilayah seperti
Indihiang, Cigeureung, Parakannyasag dengan tidak ditemukan jumlah kasus
hipertensi. Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat
di wilayah Purbaratu dengan jumlah 54 kasus, dan kasus terendah pada beberapa
wilayah seperti Indihiang, Cigeureung, Parakannyasag dengan tidak ditemukan
jumlah kasus hipertensi.
Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus baru pada bulan April 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 153 kasus, dan kasus terendah pada wilayah
Parakannyasag dengan tidak ada jumlah kasus kasus hipertensi. Penyakit
hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat di wilayah
Cigereung dengan jumlah 121 kasus, dan kasus terendah pada Tawang dan
Parakannyasag dengan tidak ada jumlah kasus hipertensi.
Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus lama pada bulan Mei 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah Kahuripan
dengan jumlah 126 kasus, dan kasus terendah pada beberapa wilayah seperti
Indihiang dan Parakanyasag dengan tidak ditemukan jumlah kasus hipertensi.
Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat di wilayah
Kahuripan dengan jumlah 101 kasus, dan kasus terendah pada beberapa wilayah
seperti seperti Indihiang, Cibereum dan Parakanyasag dengan tidak ditemukan
jumlah kasus hipertensi.
Kenaikan dan penurunan jumlah kasus tersebut sangat drastis, hal ini terjadi
karena jumlah kunjungan pasien yang datang ke puskesmas tidak sama, dan tidak
semua masyarakat dapat terdeteksi secara keseluruhan, sehingga jumlah kasus bisa
saja meningkat dan menurun. Banyak fasilitas pelayanan kesehatan selain
puskesmas yang tidak mengirimkan data kunjungan serta masalah kesehatan
pasien ke pihak Dinas Kesehatan.
C. Langkah-langkah Surveilans
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya merupakan institusi yang memegang
peranan penting, dimana pihak dinas kesehatanlah yang merekap semua masalah
kesehatan dari semua Puskesmas, Rumah sakit, klinik, dan fasilitas pelayanan
kesehatan lain di Kota Tasikmalaya, Masalah-masalah tersebut penting dilakukan
surveilans untuk melihat tingkat kegawatan dari setiap penyakit di Kota
Tasikmalaya khususnya, sehingga pemerintah dapat mengambil tindakan khusus
apabila ada penyakit atau masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kerugian
secara masal atau bahkan dapat menimbulkan wabah.
Penyakit yang sering dan banyak terjadi di masyarakat yaitu salah satunya
Hipertensi. Hipertensi ini banyak dijumpai kasusnya di kota Tasikmalaya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Surveilans Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya, bahwa Surveilans Dinas Kesehatan hanya memegang bagian
penyakit PD3I. Berikut merupakan langkah-langkah surveilans pada penyakit
PD3I berdasarkan wawancara :
Dalam proses wawancara tanggal 09 Oktober 2019 bersama Ibu Santi sebagai
anggota pemegang program penyakit tidak menular menyatakan bahwa sumber
data dari surveilans hipertensi ini berasal dari pemegang program penyakit tidak
menular di masing-masing puskesmas seluruh Tasikmalaya. Berbeda sekali
dengan penyakit tidak menular yang bahwa sumber data berasal dari tim surveilans
di masing-masing puskesmas. Meskipun begitu menurut penuturannya juga
mengatakan bahwa di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya ada pemegang
surveilans yang dikenal dengan Istilah Surveilans Terpadu Penyakit, ada 11 atau
12 point di STP yang didalamnya terdapat hipertensi dan Diabetes Melitus. Untuk
lebih jelas, Ibu Santi menyarankan untuk berkunjung ke tim surveilans untuk
33
mendapatkan proses alur surveilans secara detail. Maka dengan itu, kami
melakukan wawancara lanjutan ke tim surveilans pada tanggal 11 Oktober 2019
yang kami dapatkan adalah berupa langkah surveilans secara umum.
tekanan darah karena setiap kunjungan ke puskesmas maka pasien pasti diminta
untuk mengecek tekanan darahnya sedangkan untuk program edukasi menurut
pihak dinas intensitasnya dilakukan secara satu bulan sekali. Selain Posbindu, Ibu
Santi menyinggung perihal Prolanis di Puskesmas yaitu pasien yang memiliki
kartu jaminan kesehatan berupa kartu BPJS KIS (Kartu Indonesia Sehat). Pada
dasarnya kegiatan sama persis yang dilakukan oleh pihak Posbindu, perbedaan
lebih terkait dari pihak keanggotaan asuransi kesehatannya.
Selain kedua program tersebut terdapat program tambahan dari Dinas
Kesehatan diluar pihak kerja sama dengan puskesmas. Sehingga secara tidak
langsung pihak Dinas Kesehatan langsung turun tangan melakukan kegiatan ini
yang biasanya dilakukan di luar gedung puskesmas. Kegiatan ini dinamakan
screening yaitu penjaringan serta pencarian masyarakat yang didiagnosa
mengalami hipertensi yang tidak pernah berobat ke puskesmas. Jadi kegiatan ini
merupakan program eksternal dari puskesmas, biasanya masyarakat yang berobat
ke puskesmas akan menjadi tanggung jawab pihak Pos Binaan Terpadu
(Puskesmas) tetapi untuk screening maka pencarian pasien hipertensi dilakukan di
gedung kelurahan di seluruh Kota Tasikmalaya. Program screening diberlakukan
kepada masyarakat usia produktif yaitu usia ≥ 15 tahun ke atas. Berikut adalah
proses kegiatan screening :
a. Wawancara
Masyarakat yang terjaring saat screening, diwawancarai dan ditanyakan
apakah ada riwayat sebelumnya penyakit hipertensi di keluarganya.
Masyarakat yang ikut dikhususkan untuk yang belum berobat ke puskesmas.
b. Pengukuran tekanan darah, Berat Badan, Tinggi Badan dan Pemeriksaan Gula
Darah
Dilakukan bertujuan untuk mendapatkan pasien baru hipertensi yang belum
terjaring ke puskesmas.
Kegiatan screening ini dilakukan dengan tujuan menjaring lebih banyak lagi
pasien yang tidak berobat ke puskesmas. Kegiatan ini juga memiliki sumber dana
36
37
38
39
LAMPIRAN
40