Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS PELAKSANAAN SURVEILANS PENYAKIT TIDAK MENULAR

HIPERTENSI DI DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA TAHUN


2019

Diajukan untuk Memenuhi Standar Kompetensi Mata Kuliah Surveilans Lanjut

Dosen Pengampu : Kiki Korneliani, SKM., M.Kes.

Disusun Oleh

Atika Deliana Azhari 164101006


Dewi Nurul Izzah 164101040
Rizal Aditya 164101051
Mela Meylanda 164101052
Sansan Nurul Hanipah 164101097
Kelas A

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAR SILIWANGI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Surveilans Lanjut.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, pada penyusunan
laporan ini, sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Kiki Korneliani, SKM., M.Kes selaku dosen mata kuliah Surveilans Lanjut.
2. Pihak Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
3. Teman-teman kelas A angkatan 2016.
Kami menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran yang membangun untuk
memperbaiki laporan ini sehingga dapat lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Tasikmalaya, 23 Oktober 2019

(Penyusun)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
D. Manfaat ......................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Surveilans ................................................................................ 4
B. Hasil Temuan ........................................................................ 10
C. Macam-macam Surveilans .................................................... 13
D. Langkah-langkah Surveilans ................................................. 16
E. Surveilans Hipertensi ............................................................ 17
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Dinkes Kota Tasikmalaya ............................. 19
B. Analisis Data Hipertensi Di Kota Tasikmalaya .......................... 20
C. Langkah-langkah Surveilans ....................................................... 29
D. Program Penanganan dan Pencegahan Hipertensi Di Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya ...................................................... 33
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 37
B. Saran ............................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 39

ii
DAFTAR GAMBAR

A. Gambar 2.1 Prevalensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2015 .......... 10


B. Gambar 2.2 Prevalensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2016 .......... 10
C. Gambar 2.3 Prevalensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2017 .......... 11
D. Gambar 2.4 Prevalensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2018 .......... 11
E. Gambar 2.5 Prevalensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2019 .......... 12
F. Gambar 2.6 Prevalensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2015-2019 . 12
G. Gambar 3.1 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Januari 2019............ 20
H. Gambar 3.2 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Januari 2019 ......... 21
I. Gambar 3.3 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Februari 2019.......... 22
J. Gambar 3.4 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Februari 2019 ........ 22
K. Gambar 3.5 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Maret 2019.............. 23
L. Gambar 3.6 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Maret 2019 ............ 24
M. Gambar 3.7 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan April 2019 ............... 24
N. Gambar 3.8 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan April 2019 ............. 25
O. Gambar 3.9 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Mei 2019 ................. 26
P. Gambar 3.10 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Mei 2019 ............. 26
Q. Gambar 3.11 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Juni 2019 .............. 27
R. Gambar 3.12 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Juni 2019 ............. 28
S. Gambar 3.13 Alur Surveilans PD3I .......................................................... 29
T. Gambar 3.14 Alur Surveilans Hipertensi .................................................. 31

iii
DAFTAR LAMPIRAN
A. Lampiran 1 Data Kasus Hipertensi Tahun 2019 ......................... 40

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan pola hidup dan pola makan akibat adanya perbaikan tingkat
ekonomi membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif,
salah satunya hipertensi. Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal (tekanan darah ≥140/90
mmHg) (Kemenkes RI, 2009). Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan
hidup seseorang, sering disebut sebagai the killer disease karena merupakan
penyakit pembunuh, dimana penderita tidak mengetahui dirinya mengidap
hipertensi sehingga penderita datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat
hipertensi. Hipertensi merupakan faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan
kematian karena penderita hipertensi mempunyai peluang 12 kali lebih besar bagi
penderitanya untuk mengalami stroke dan 6 kali lebih besar untuk serangan
jantung. Untuk mengurangi angka kejadian hipertensi tiap tahunnya maka strategi
yang digunakan pemerintah dalam pengendalian hipertensi adalah melalui
surveilans epidemiologi hipertensi. Adapun indikator dalam kegiatan surveilans
tersebut meliputi kelengkapan isi laporan, kesesuaian sistem pencatatan dan
pelaporan, ketepatan pengumpulan data, penyebarluasan informasi, meningkatnya
dalam kajian Sistem Kewapadaan Dini (Ditjen P2PL Kemenkes RI, 2003)
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar
1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap
tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena
hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasinya. (Kemenkes, 2019). Berdasarkan Riskesdas 2018
prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun
sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di

1
2

Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%) (Kemenkes, 2018).
Pada tahun 2016 di Jawa Barat ditemukan 790.382 orang kasus hipertensi
(2,46 % terhadap jumlah penduduk ≥ 18 tahun ), dengan jumlah kasus yang
diperiksa sebanyak 8.029.245 orang, tersebar di 26 Kabupaten/Kota, dan hanya
1 Kabupaten/Kota (Kab. Bandung Barat), tidak melaporkan kasus Hipertensi.
Penemuan kasus tertinggi di Kota Cirebon (17,18 %) dan terendah di Kab
Pangandaran (0,05%), sedangkan Kabupaten Cianjur dan Kota Bandung mencatat
jumlah yang diperiksa tetapi tidak mencatat hasil kasus hipertensi, sebaliknya Kab
Ciamis Tidak Mencatat jumlah yang diperiksa tetapi ditemukan kasus Hipertensi.
Salah satu upaya pengendalian penyakit hipertensi adalah dengan penguatan
sistem surveilans hipertensi. Surveilans hipertensi berperan untuk membantu
dalam perhitungan prevalensi kejadian penyakit hipertensi, menghitung cakupan
pasien yang terkontrol tekanan darahnya, mengetahui Insidence Rate (IR) dan
untuk menghitung Case Fatallity Rate (CFR). Setelah mengetahui trend kejadian
penyakit hipertensi sesuai data-data di lapangan maka akan mempermudah dalam
pengambilan kebijakan untuk menentukan intervensi yang tepat terkait penyakit
hipertensi di Kota Tasikmalaya. Butuh kerjasama yang baik dengan beberapa
pihak demi tercapainya tujuan tersebut. Tidak hanya dari pihak petugas pelayanan
kesehatannya saja, namun dari masyarakatnya sendiri juga mempunyai peran
penting dalam kegiatan surveilans. Manajemen program surveilans hipertensi
meliputi input, proses, dan output. Input meliputi 5M yaitu Man (sumber daya
manusia yang memadai), Method (seperti pedoman penyelenggaraaan), Material
(hardware, software, alat tulis dan komputer, dll.), Money (dana program
surveilans), dan Market (sasaran penyebaran informasi). Proses dimulai dari
pengumpulan data, kompilasi data, analisis dan intepretasi data, pelaporan, dan
pengambilan tindakan. Sedangkan untuk outputnya berupa LKS, diseminasi
informasi, serta tersedianya dokumen laporan (Ditjen P2PL Kemenkes RI, 2003).
3

B. Rumusan Masalah
“Bagaimana langkah surveilans epidemiologi penyakit hipertensi di Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya tahun ?”

C. Tujuan
Untuk mengetahui langkah surveilans epidemiologi penyakit hipertensi di
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya tahun.

D. Manfaat
Memberikan informasi kepada pihak pengambil kebijakan terkait
penanggulangan hipertensi mengenai hasil evaluasi sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pengambilan keputusan dan perbaikan sistem surveilans hipertensi
di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Surveilans
1. Definisi Surveilans
Surveilans berasal dari bahasa Perancis yaitu survellance yang berarti
mengamati tentang sesuatu. Dalam bahasa Inggris yaitu Surveillance yang
berarti mengawasi perorangan yang sedang dicurigai. Dalam The Centers for
Disease Control (CDC) surveilans yaitu suatu kegiatan pengumpulan data
kesehatan secara sistematis dan terus menerus, dan dianalisis kemudian di
interpretasikan untuk perencanaan dan evaluasi praktik kesehatan masyarakat.
Data tersebut disebarluaskan pada orang-orang yang berkaitan. Pada akhirnya
pemantauan ini bertujuan untuk pencegahan dan pengendalian.
Adapun definisi Surveilans yaitu pengumpulan data epidemiologi yang
akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-kegiatan dalan bidang
penanggulangan penyakit, yaitu :
a) Perencanaan program pemberantasan penyakit
b) Evaluasi program pemberantasan penyakit
c) Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/ Wabah
Definisi Surveilans lainnya yaitu kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data
pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan definisi diatas, maka surveilans merupakan kegiatan
pengumpulan data secara sistematis dan terus-menerus, lalu data diolah dan
dianalisis sehingga menjadi informasi. Informasi tersebut disebarluaskan ke

4
5

orang-orang yang berkepentingan sehingga informasi tersebut dapat digunakan


dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian secara efektif dan
efisien. Adapun sistem surveilans merupakan tatanan prosedur
penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit
penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat
penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan meliputi tata
hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah Kabupaten/ Kota, Provinsi
dan Pusat.
2. Tujuan Surveilans
Tujuan utama epidemiologi surveilans adalah untuk memperoleh gambaran
kejadian morbiditas dan mortalitas serta kejadian peristiwa vital secara teratur
sehingga dapat digunakan dalam berbagai kepentingan perencanaan dan
tindakan yang berkaitan dengan kesehatan dalam masyarakat. Secara rinci
tujuan tersebut dapat meliputi hal berikut ini :
a) Identifikasi, investigasi dan penanggulangan situasi luar biasa atau wabah
yang terjadi dalam masyarakat sedini mungkin.
b) Identifikasi kelompok tertentu dengan risiko tinggi.
c) Untuk penentuan penyakit dengan prioritas penanggulangannya.
d) Untuk bahan evaluasi antara input pada berbagai program kesehatan
dengan hasil luarannya berupa insiden dan prevalensi penyakit dalam
masyarakat.
e) Untuk memonitoring kecenderungan (tren) perkembangan situasi
kesehatan maupun penyakit dalam masyarakat
3. Klasifikasi Jenis Surveilans
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis:
a) Surveilans pasif
Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan
menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases)
yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif,
6

relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO


diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan,
sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan
penyakit internasional. Ciri surveilans pasif yaitu :
1) Unit surveilans epidemiologi membiarkan penderita melaporkan diri
pada klinik/rumah sakit/unit pelayanan yang berfungsi sebagai unit-unit
surveilans terdepan dalam pengumpulan data surveilans.
2) Unit surveilans epidemiologi membiarkan klinik/rumah sakit/unit
pelayanan sebagai unit surveilans terdepan melaporkan data surveilans
yang ada di tempatnya.
Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan.
Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit
infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat
dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan
surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan
penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak
semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu,
tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu
petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi problem
tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.
b) Surveilans Aktif
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk
kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter
dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan
tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut
penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Ciri-
ciri surveilans aktif yaitu :
7

1) Unit surveilans melakukan skrining dari rumah ke rumah, sehingga


tidak ada satu pun kasus yang lepas dari pendataan
2) Unit surveilans mendatangi setiap unit sumber data untuk meminta
data surveilans epidemiologi yang dibutuhkan sehingga tidak ada satu
pun data yang tidak terekam olehnya.
Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif,
sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk
menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat
mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal
dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif.
4. Elemen – Elemen Surveilans Epidemiologi
a) Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan awal dalam pelaksanaan surveilans
epidemiologi data yang dikumpulkan diolah agar mampu menghasilkan
informasi epidemiologi. Dalam pengumpulan data, diperlukan pencatatan
yang baik agar hasil analisis data dapat menghasilkan informasi secara utuh.
Data yang dikumpulkan di dinas kesehatan kota sebagaimana yang terdapat
pada Kepmenkes RI Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 dapat bersifat rutin
dan atau tidak rutin/insidental. Data yang dikumpulkan berasal dari UPTD
(Unit Pelaksana Teknis Daerah) di bawah dinkes kota.
b) Kompilasi dan Analisis Data
Kompilasi data merupakan pengelompokan data berdasarkan karakteristik
tertentu. Kompilasi data DBD di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
dilakukan berdasarkan orang (umur, jenis kelamin), waktu (bulan dan tahun),
tempat (kecamatan dan puskesmas) dan klasifikasi endemisitas wilayah.
c) Interpretasi Data
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya telah melakukan interpretasi atau
pemberian makna pada hasil analisis data DBD. Data yang diinterpretasi
adalah analisis perbandingan capaian program, analisis cakupan program
8

dan analisis kecenderungan berdasarkan kelompok umur. Interpretasi data


DBD berbentuk deskripsi yang terdapat dalam profi l dinas kesehatan.
Indikator interpretasi data DBD adalah IR, CFR dan distribusi menurut umur.
d) Diseminasi Data
Umpan balik merupakan bagian dari proses diseminasi informasi surveilans.
Umpan balik adalah proses penyebarluasan informasi dari unit kesehatan
yang diberi laporan ke unit kesehatan pemberi laporan. Dalam hal ini alur
informasi kesehatan dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih
rendah.
5. Jenis Penyelenggaraan Surveilans
Adapun jenis penyelenggaraan surveilans adalah sebagai berikut :
a) Penyelenggaraan surveilans epidemiologi berdasarkan metode
pelaksanaan
1) Rutin Terpadu yaitu penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada
bebeapa kejadian, permasalahan, factor risiko atau masalah khusus
kesehatan.
2) Khusus yaitu penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada suatu
kejadian, permasalahan, factor risiko atau masalah khusus kesehatan.
3) Sentinel yaitu penyelenggaraan surveilans epidemiologi berdasarkan
populasi, wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah
kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.
4) Epidemiologi yaitu penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada
periode tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk
mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit,
permasalahan dan atau factor risiko kesehatan.
b) Penyelenggaraan surveilans epidemiologi berdasarkan aktifitas
pengumpulan data
9

1) Aktif yaitu penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang mana


kegiatan surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit
pelayanan kesehatan, masyarakat atau umber lainnya.
2) Pasif yaitu penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang mana
kegiatan surveilans mengumpulkan data cara menerima data dari unit
pelayanan kesehatan, masyarakat dan sumber lainnya.
c) Penyelenggaraan Surveilans epidemiologi berdasarkan pola pelaksanaan
1) Pola kedaduratan yaitu kegiatan surveilans yang mengacu pada
ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB/ wabah/ bencana
2) Pola selain kedaduratan yaitu kegiatan surveilans yang mengacu pada
ketentuan yang berlaku untuk selain KLB/ wabah/ bencana.
d) Kualitas pelaksanaan
1) Bukti klinis /tanpa peralatan pemeriksaan adalah kegiatan surveilans
yang dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak
menggunakan peralatan pendukung pemeriksaan.
2) Bukti laboratorium dengan peralatan khusus adalah kegiatan
survailans yang dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan
khusus atau menggunakan peralatan pendukung pemeriksa lainnya.
6. Mekanisme Kerja Surveilans
Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang
dilaksanakan secara terus menerus dan sistematis dengan mekanisme kerja
sebagai berikut :
a) Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya.
b) Perekaman , pelaporan dan pengolahan data
c) Analisis dan interpretasi data
d) Studi epidemiologi
e) Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya
f) Membuat rekomendasi dan alternative tindak lanjut
g) Umpan balik
10

B. Hasil Temuan
1. Pravelensi Hipertensi Tahun per tahun
a) Tahun 2015

Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun


2015
12000 10158
10000
8000
6000 5052
4000
2000
0
Hipertensi

Laki-Laki Perempuan

Gambar 2.1 Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2015


Sumber: Profil Kesehatan Jabar Tahun 2015
b) Tahun 2016

Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun


2016
25000 23415

20000
14226
15000

10000

5000

0
Hipertensi

Lak-Laki Perempuan

Gambar 2.2 Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2016


Sumber: Profil Kesehatan Jabar Tahun 2016
11

c) Tahun 2017

Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun


2017
10000
8120
8000

6000
3764
4000

2000

0
Hipertensi

Laki-laki Perempuan

Gambar 2.3 Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2017


Sumber: Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2017
d) Tahun 2018

Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun


2018
25000 23617

20000

15000

10000

5000

0
Hipertensi

Laki-laki + Perempuan

Gamber 2.4 Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2018


Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya dan Diskominfo Kota
Tasikmlaya
12

e) Tahun 2019

Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun


2019
12000 11186

10000

8000 6524
6000

4000

2000

0
Hipertensi

Laki-Laki Perempuan

Gambar 2.5 Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2019


Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
2. Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya

Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun


2015-2019
40000
37641
35000
30000
25000 23617
20000
17710
15000 15210
11884
10000
5000
0
2015 2016 2017 2018 2019

Kejadian Hipertensi

Gambar 2.6 Pravelensi Hipertensi Kota Tasikmalaya Tahun 2015-2019


13

C. Macam-macam surveilans
a. Surveilans Terpadu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor
individu individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya
pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu
memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak,
sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh,
karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas
orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus
penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah
transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi
Dikenal dua jenis karantina, diantaranya adalah :
1) Karantina total
Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar
penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan
orang yang tak terpapar.
2) Karantina parsial
Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara
selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya
transmisi penyakit.
b. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-
menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui
pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan
penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian
surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.
Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung
melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans
tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans
14

vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara
dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya.
Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara
satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang
masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumber daya masing-masing, dan
memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
c. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit,
bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi
indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati
sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-
indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau
temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum
diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.
Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional,
maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala
nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses)
berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut,
para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan
definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan
membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut
kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati.
Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang
menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat
memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk
memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al.,
2006 dalam Murti, 2010). Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua
15

kasus penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota


komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel
melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor
masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2,
2008; Erme dan Quade, 2010 dalam Murti 2010).
d. Surveilans Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan
menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan
melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium
sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi
outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang
mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik (DCP2, 2008 dalam
Murti, 2010).
e. Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan
semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/
kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans
terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan
fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian
penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan
perbedaan kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu (WHO, 2001,
2002; Sloan et al., 2006 dalam Murti, 2010).
Karakteristik pendekatan surveilans terpadu: (1) Memandang surveilans
sebagai pelayanan bersama (common services); (2) Menggunakan pendekatan
solusi majemuk; (3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;
(4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan,
pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni,
pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen
sumber daya); (5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian
16

penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu


tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang
berbeda (WHO, 2002 dalam Murti, 2010).
f. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi
manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit
infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi
negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan
bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut
dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan
para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional
untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi
batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala
global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging
diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (newemerging
diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda surveilans
global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku
kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi (Calain, 2006; DCP2, 2008
dalam Murti).

D. Langkah-Langkah Surveilans
Surveilans faktor risiko PTM dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari data individu peserta Posbindu PTM yang berkunjung
secara manual dan/atau menggunakan sistem informasi surveilans PTM. Data
yang dikumpulkan berupa data sosial, data wawancara, data pengukuran, data
konseling, dan rujukan.
2. Pengolahan dan Analisis Data
17

a) Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan/atau dengan


bantuan software Sistem Informasi Surveilans PTM.
b) Data yang diolah adalah faktor risiko PTM dengan memperhitungkan
jumlah penduduk di suatu wilayah.
c) Produk pengolahan dan analisis berupa proporsi hasil pemeriksaan faktor
risiko dan cakupan penduduk yang melakukan pemeriksaan
3. Interpretasi Data
Petugas Posbindu PTM, petugas PTM di Puskesmas, petugas pengelola PTM
di Dinkes kabupaten/kota, provinsi, dan Kementerian Kesehatan memberikan
diinterpretasi hasil analisis berdasarkan situasi di suatu wilayah, apakah
prevalensi menunjukkan besaran masalah faktor risiko PTM di wilayah
setempat, dan menghubungkannya dengan data lain, seperti demografi,
geografi, gaya hidup/perilaku, dan pendidikan.
4. Disseminasi Informasi
Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan atau
presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggung jawab kepada
jenjang struktural yang lebih tinggi, dari Puskesmas ke dinas kesehatan
kabupaten/kota, dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan
provinsi dan Kementerian Kesehatan.
Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait,
seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada
umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi
akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan
pengendalian PTM serta evaluasi program.
E. Surveilans Hipertensi
Data untuk surveilans hipertensi oleh dinkes berdasarkan Petunjuk teknis
Surveilans PTM:
18

1. Riwayat PTM Keluarga dan Diri sendiri


a) Hipertensi
b) Penyakit Jantung
c) Stroke
d) Kolesterol Tinggi
2. Faktor risiko PTM Hipertensi dari wawancara
a) Merokok
b) Kurang konsumsi buah dan sayur
c) Kurang aktivitas fisik
d) Konsumsi minuman beralkohol
e) stress
3. Faktor risiko PTM Hipertensi dari pengukuran
a) Obesitas
b) Obesitas Sentral (Perut)
c) Tekanan darah
d) Gula darah
e) Total kolesterol darah
f) HDL Darah
g) Trigiserida darah
h) LDL Darah
4. Konseling
a) Konseling merokok
b) Konseling diet
c) Konseling potensi Cedera
5. Data rujukan
Yaitu data rujukan klien dengan faktor risiko PTM ke Puskesmas atau sarana
kesehatan lainnya
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya


1. Sejarah dan Geografi Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya beralamat di Jl. Ir. H. Djuanda
(Komplek Perkantoran Indihiang) Indihiang, Kota Tasikmalaya 46411
Dengan diberlakukannya Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2001,
tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya yang dijadikan dasar Keputusan
Walikota Tasikmalaya Nomor 1 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi
Pemerintah Daerah termasuk didalamnya salah satu perangkat Daerah yaitu
Dinas Kesehatan.
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya adalah unsur pelaksana Pemerintah
Daerah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan Daerah
Bidang Kesehatan. Sedangkan fungsinya adalah perumusan kebijaksanaan
teknis pelaksanaan dan pengendalian kegiatan kesehatan meliputi pelayanan
kesehatan masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit serta
kesehatan lingkungan, fasilitasi kesehatan meliputi pelayanan kesehatan
masyarakat, pencegahan dan pemberantasan serta kesehatan lingkungan,
pelaksanaan perizinan dan pelayanan umum bidang kesehatan, pembinaan
terhadap UPTD dalam lingkungan tugasnya, pelaksanaan tugas yang
ditetapkan oleh Walikota.
Dinas Kesehatan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Tasikmalaya Nomor 15 tahun 2008 tentang Dinas Daerah Kabupaten
Tasikmalaya memiliki kedudukan sebagai unsur pelaksana Pemerintah
Daerah dalam penyelenggaraan kesehatan ,Dinas Kesehatan dalam hal ini
dipimpin oleh Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas
poko melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah mengenai urusan

19
20

kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan sebagai unsur


pemerintah daerah di bidang kesehatan dan dengan memperhatikan tuntutan
kinerja dan kualitas aparatur yang diharapkan dapat memberikan yang terbaik
pada masyarakat, maka Dinas Kesehatan merumuskan Visi dan Misi sebagai
satu kesatuan dengan rangkaian kebijakan yang akan dilaksanakan.
2. Visi
“Terwujudnya Masyarakat Kota Tasikmalaya yang Mandiri untuk Hidup
Sehat”
3. Misi
a) Memantapkan manajemen pelayanan kesehatan yang dinamis dan
akuntabel
b) Mewujudkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
tingkat pertama
c) Meningkatkan kemitraan dengan stakeholders dan provider kesehatan
d) Mengembangkan kemandirian masyarakat dalam upaya hidup sehat
e) Meningkatkan sinergitas sistem informasi kesehatan

B. Analisis Data Hipertensi di Kota Tasikmalaya


Berikut grafik dari hasil surveilans hipertensi di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya:

Kasus Baru Penyakit Hipertensi


Bulan Januari 2019
200
Jumlah Kesakitan

150 Perempuan
100
50 Laki-laki
0

Gambar 3.1 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Januari 2019


21

Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus baru pada bulan Januari 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 164 kasus dan kasus terendah pada wilayah Cibereum
dengan jumlah tiga kasus. Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus
tertinggi terdapat di wilayah Kahuripan dengan jumlah 90 kasus, dan kasus
terendah pada wilayah Cibereum dan Setialaksana dengan tidak ada jumlah kasus
kasus hipertensi.

Kasus Lama Penyakit Hipertensi


Januari 2019
200
jumlah kesakitan

150
100
50
0 Perempuan
Laki- laki
Sambongp…

Panglayun…

Parakanya…
Mangkubu…

Bungursari

Kahuripan
Sangkali

Bantar

Tawang
Karanganyar
Urug

Cipedes

Cigeureung
Tamansari

Indihiang

Cibereum
Sukalaksana
Cihideung
Cilembang

Purbaratu
Kawalu

Gambar 3.2 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Januari 2019


Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus lama pada bulan Januari 2019
tertinggi penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Bantar dengan jumlah 110 kasus, dan kasus terendah terdapat di beberapa wilayah
seperti Tamansari, Urug, Mangkubumi, Sambongpari, Indihiang, Cihideung,
Cigeureung, Kahuripan, Tawang, Parakannyasag dan Purbaratu dengan tidak
ditemukan jumlah kasus. Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus
tertinggi terdapat di wilayah Panglayungan dengan jumlah 54 kasus, dan kasus
terendah pada beberapa wilayah seperti Tamansari, Urug, Mangkubumi,
Sambongpari, Indihiang, Cihideung, Cigeureung, Kahuripan, Tawang,
Parakannyasag dan Purbaratu dengan tidak ada jumlah kasus hipertensi.
22

Gambar 3.3 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Februari 2019


Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus baru pada bulan Februari 2019
tertinggi penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 173 kasus, dan kasus terendah pada wilayah
Parakannyasag dengan tidak ada jumlah kasus hipertensi. Penyakit hipertensi pada
jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat di wilayah Kahuripan dengan
jumlah 113 kasus, dan kasus terendah pada wilayah Parakannyasag dengan tidak
ada jumlah kasus hipertensi.

Gambar 3.4 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Februari 2019


23

Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus lama pada bulan Februari 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah Urug
dengan jumlah 119 kasus, dan kasus terendah pada beberapa wilayah seperti
Indihiang, Cigeureung, Parakannyasag dengan tidak ditemukan jumlah kasus
hipertensi. Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat
di wilayah Purbaratu dengan jumlah 54 kasus, dan kasus terendah pada beberapa
wilayah seperti Indihiang, Cigeureung, Parakannyasag dengan tidak ditemukan
jumlah kasus hipertensi.

Gambar 3.5 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Maret 2019


Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus baru pada bulan Maret 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 191 kasus, dan kasus terendah pada wilayah
Bungursari dan Tawang dengan tidak ada jumlah kasus kasus hipertensi. Penyakit
hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat di wilayah
Kahuripan dengan jumlah 112 kasus, dan kasus terendah pada wilayah Bungursari
dan Tawang dengan tidak ada jumlah kasus hipertensi.
24

Gambar 3.6 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Maret 2019


Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus lama pada bulan Maret 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 224 kasus, dan kasus terendah pada beberapa wilayah
seperti Indihiang dan Bungursari dengan tidak ditemukan jumlah kasus. Penyakit
hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat di wilayah
Purbaratu dengan jumlah 83 kasus, dan kasus terendah pada beberapa wilayah
seperti Indihiang, Bungursari dan Setialaksana dengan tidak ditemukan jumlah
kasus dengan tidak ditemukan jumlah kasus hipertensi.

Gambar 3.7 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan April 2019


25

Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus baru pada bulan April 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 153 kasus, dan kasus terendah pada wilayah
Parakannyasag dengan tidak ada jumlah kasus kasus hipertensi. Penyakit
hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat di wilayah
Cigereung dengan jumlah 121 kasus, dan kasus terendah pada Tawang dan
Parakannyasag dengan tidak ada jumlah kasus hipertensi.

Gambar 3.8 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan April 2019


Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus lama pada bulan April 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 146 kasus, dan kasus terendah pada beberapa wilayah
seperti Indihiang, Bungursari dan Parakanyasag dengan tidak ditemukan jumlah
kasus. Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat di
wilayah Purbaratu dengan jumlah 91 kasus, dan kasus terendah pada beberapa
wilayah seperti seperti Indihiang, Bungursari dan Parakanyasag dengan tidak
ditemukan jumlah kasus hipertensi.
26

Gambar 3.9 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Mei 2019


Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus baru pada bulan Mei 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 143 kasus, dan kasus terendah pada wilayah Cipedes
dengan tidak ada jumlah kasus kasus hipertensi. Penyakit hipertensi pada jenis
kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat di wilayah Mangkubuni dengan jumlah
90 kasus, dan kasus terendah pada wilayah Cibereum dengan tidak ada jumlah
kasus hipertensi.

Gambar 3.10 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Mei 2019


27

Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus lama pada bulan Mei 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah Kahuripan
dengan jumlah 126 kasus, dan kasus terendah pada beberapa wilayah seperti
Indihiang dan Parakanyasag dengan tidak ditemukan jumlah kasus hipertensi.
Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat di wilayah
Kahuripan dengan jumlah 101 kasus, dan kasus terendah pada beberapa wilayah
seperti seperti Indihiang, Cibereum dan Parakanyasag dengan tidak ditemukan
jumlah kasus hipertensi.

Gambar 3.11 Kasus Baru Penyakit Hipertensi Bulan Juni 2019


Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus baru pada bulan Juni 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah
Mangkubumi dengan jumlah 232 kasus, dan kasus terendah terdapat di beberapa
wilayah seperti Tamansari, Cihideung dan Parakannyasag dengan tidak ditemukan
kasus hipertensi yang terlihat pada grafik, ditandai dengan kosongnya tabel pada
wilayah tersebut. Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi
terdapat di wilayah Mangkubumi dengan jumlah 131 kasus, dan kasus terendah
terdapat di beberapa wilayah seperti Tamansari, Cihideung dan Parakannyasag
dengan tidak ditemukan kasus hipertensi yang terlihat pada grafik, ditandai dengan
kosongnya tabel pada wilayah tersebut.
28

Gambar 3.12 Kasus Lama Penyakit Hipertensi Bulan Juni 2019


Terlihat bahwa dalam tabel jumlah kasus baru pada bulan Juni 2019 tertinggi
penyakit hipertensi pada jenis kelamin perempuan terdapat di wilayah Kahuripan
dengan jumlah 148 kasus, dan kasus terendah terdapat di beberapa wilayah seperti
Indihiang, Bungursari dengan tidak ada jumlah kasus hipertensi dan wilayah
Tamansari, Cihideung serta Parakannyasag dengan tidak ditemukan kasus
hipertensi yang terlihat pada grafik, ditandai dengan kosongnya tabel pada wilayah
tersebut. Penyakit hipertensi pada jenis kelamin laki-laki kasus tertinggi terdapat
di wilayah Kahuripan dengan jumlah 101 kasus, dan kasus terendah terdapat di
beberapa wilayah seperti Indihiang, Bungursari dengan tidak ada jumlah kasus
hipertensi dan wilayah Tamansari, Cihideung serta Parakannyasag dengan tidak
ditemukan kasus hipertensi yang terlihat pada grafik, ditandai dengan kosongnya
tabel pada wilayah tersebut.
Berdasarkan data kasus hipertensi di Kota Tasikmalaya pada tahun 2015-2019
mengalami kenaikan dan penurunan. Tahun 2015, jumlah kasus hipertensi di Kota
Tasikmalaya sebanyak 15.210, pada tahun 2016 mengalami kenaikan mencapai
37.641 kasus, kemudian pada tahun 2017 mengalami penurunan kembali menjadi
11.884 kasus, pada tahun 2018 kembali mengalami kenaikan yaitu menjadi 23.617
kasus, sedangkan pada tahun 2019, jumlah kasus hipertensi sebanyak 17.710 kasus.
29

Kenaikan dan penurunan jumlah kasus tersebut sangat drastis, hal ini terjadi
karena jumlah kunjungan pasien yang datang ke puskesmas tidak sama, dan tidak
semua masyarakat dapat terdeteksi secara keseluruhan, sehingga jumlah kasus bisa
saja meningkat dan menurun. Banyak fasilitas pelayanan kesehatan selain
puskesmas yang tidak mengirimkan data kunjungan serta masalah kesehatan
pasien ke pihak Dinas Kesehatan.

C. Langkah-langkah Surveilans
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya merupakan institusi yang memegang
peranan penting, dimana pihak dinas kesehatanlah yang merekap semua masalah
kesehatan dari semua Puskesmas, Rumah sakit, klinik, dan fasilitas pelayanan
kesehatan lain di Kota Tasikmalaya, Masalah-masalah tersebut penting dilakukan
surveilans untuk melihat tingkat kegawatan dari setiap penyakit di Kota
Tasikmalaya khususnya, sehingga pemerintah dapat mengambil tindakan khusus
apabila ada penyakit atau masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kerugian
secara masal atau bahkan dapat menimbulkan wabah.
Penyakit yang sering dan banyak terjadi di masyarakat yaitu salah satunya
Hipertensi. Hipertensi ini banyak dijumpai kasusnya di kota Tasikmalaya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Surveilans Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya, bahwa Surveilans Dinas Kesehatan hanya memegang bagian
penyakit PD3I. Berikut merupakan langkah-langkah surveilans pada penyakit
PD3I berdasarkan wawancara :

Puskesmas Dinkes Kota Tasikmalaya


Dinkes akan terus
Data di rekap melakukan follow up
(Apabila ada KLB, Dinkes perkembangan pasien
akan ikut turun lapangan tersebut sampai sembuh total
bersama Puskesmas terkait)
RS dan Puskesmas Melapor
ke Dinkes via media social
Gambar 3.13 Alur Surveilans PD3I
30

1. Puskesmas memberikan data kepada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.


Data yang diberikan oleh Puskesmas dilakukan mingguan (setiap hari selasa),
bulanan (per tanggal 5), dan tahunan (per tanggal 10 Januari, karena Dinas
Kesehatan akan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi pada tanggal
15 Januari)
2. Setelah data dari Puskesmas diterima, kemudian pihak Dinas Kesehatan
merekap kembali untuk melihat apakah ada kasus baru akibat penyakit-
penyakit PD3I
3. Apabila diketahui ada KLB di suatu daerah, maka pihak Surveilans Dinas
Kesehatan ikut turun ke lapangan bersama dengan Puskesmas yang berkaitan
untuk memastikan apakah benar kasus tersebut merupakan kasus yang
dicurigai dapat menyebabkan KLB, dan melakukan semua pemeriksaan baik
pada kasus terduga, keluarga, orang terdekat, lingkungan pasien terduga
penderita KLB, sampai pada benda-benda yang digunakan oleh pasien terduga
KLB. Hal tersebut dilakukan agar pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas
dapat melakukan respon segera terhadap kasus yang terjadi.
4. Dilakukan juga pemeriksaan dan pengambilan sampel yang kemudian akan di
uji di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah di Bandung.
5. Hasil Lab akan keluar sekitar 4-7 hari
6. Sebelumnya pasien yang diduga KLB diisolasi dan diberikan tindakan oleh
Rumah Sakit.
7. Pihak Dinas Kesehatan akan terus melakukan follow up kepada Rumah Sakit
yang merawat pasien tersebut
8. Setelah pasien dinyatakan sembuh, maka pihak Rumah Sakit dan Puskesmas
setempat akan melaporkan kepada pihak Dinkes bahwa pasien KLB
dinyatakan sembuh dan terus dilakukan pemantauan selama kurang lebih satu
minggu. Pemberitahuan tersebut dilakukan hanya via media social, sehingga
tidak ada laporan tertulis khusus yang melaporkan bahwa pasien dinyatakan
sembuh.
31

Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya hanya melakukan surveilans pada


penyakit-penyakit PD3I, sedangkan penyakit lain termasuk Hipertensi ada pada
bagiannya masing-masing. Menurut hasil wawancara dengan salah satu pemegang
program penyakit tidak menular bernama ibu Santi menjelaskan beberapa langkah-
langkah surveilans yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan terkait penyakit
Hipertensi :Puskesmas memberikan data kepada Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya. Data yang diberikan oleh Puskesmas dilakukan mingguan (setiap
hari selasa), bulanan (per tanggal 5), dan tahunan (per tanggal 10 Januari, karena
Dinas Kesehatan akan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi pada tanggal
15 Januari)

Puskesmas Dinkes Kota Tasikmalaya Data di rekap

Laporan di kirim Dinkes Kota


ke Dinas Tasikmalaya
Kesehatan menjalankan program
Provinsi untuk menjaring pasien
Hipertensi yang tidak
terdata di Puskesmas
Gambar 3.14 Alur Surveilans Hipertensi

1. Laporan mingguan hanya dilakukan apabila terjadi KLB


2. Data yang terkumpul dari Puskesmas kemudian di rekap oleh bagian
Hipertensi di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
3. Data yang direkap hanya berdasarkan jenis kelamin, nama puskesmas,
kategori kasus lama dan kasus baru
4. Data-data tersebut kemudian akan dibuat laporan bersamaan dengan masalah
kesehatan lain yang nantinya akan dilaporkan ke pihak Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat pada tangga 15 Januari. Penyerahan laporan dilakukan
baik secara langsung atau melalui media social (email).
32

5. Untuk mendeteksi masyarakat yang terkena hipertensi, tetapi tidak


berkunjung ke puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan lain, maka dinas
kesehatan membuat program yang bertujuan untuk mendata secara
menyeluruh kasus hipertensi di kota Tasikmalaya yang di dukung dengan
pemeriksaan, cek tekanan darah dan sebagainya.

Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya seharusnya menerima sumber data dari


berbagai fasilitas pelayanan kesehatan di kota Tasikmalaya, bukan hanya dari
Puskesmas. Hal ini agar semua yang berobat dapat di data sesuai dengan masalah
kesehatannya. Namun faktanya, hal tersebut tidak berjalan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pihak surveilans Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya,
bahwasannya para pimpinan-pimpinan dari setiap fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada di kota Tasikmalaya sering diajak berkumpul dan menekankan kepada
para fasilitas pelayanan kesehatan untuk melaporkan hasil kunjungan pasien atau
data penyakit dan masalah kesehatan kepada pihak Dinas Kesehatan, tetapi sampai
saat ini hanya beberapa fasilitas pelayanan kesehatan saja yang patuh, dan pihak
Dinas Kesehatan tidak bisa memaksakan kepada para Fasyankes untuk
melaporkan hal tersebut, hal ini juga tidak ada sanksi atau aturan tertulis khusus
dari Dinas Kesehatan mengenai hal tersebut

Dalam proses wawancara tanggal 09 Oktober 2019 bersama Ibu Santi sebagai
anggota pemegang program penyakit tidak menular menyatakan bahwa sumber
data dari surveilans hipertensi ini berasal dari pemegang program penyakit tidak
menular di masing-masing puskesmas seluruh Tasikmalaya. Berbeda sekali
dengan penyakit tidak menular yang bahwa sumber data berasal dari tim surveilans
di masing-masing puskesmas. Meskipun begitu menurut penuturannya juga
mengatakan bahwa di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya ada pemegang
surveilans yang dikenal dengan Istilah Surveilans Terpadu Penyakit, ada 11 atau
12 point di STP yang didalamnya terdapat hipertensi dan Diabetes Melitus. Untuk
lebih jelas, Ibu Santi menyarankan untuk berkunjung ke tim surveilans untuk
33

mendapatkan proses alur surveilans secara detail. Maka dengan itu, kami
melakukan wawancara lanjutan ke tim surveilans pada tanggal 11 Oktober 2019
yang kami dapatkan adalah berupa langkah surveilans secara umum.

D. Pelaksanaan Program Penanganan dan Pencegahan Hipertensi di Dinas


Kesehatan Kota Tasikmalaya
Informasi mengenai program penanganan dan pencegahan penyakit
Hipertensi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya bersumber
dari hasil wawancara bersama program pemegang Penyakit Tidak Menular yaitu
bernama Ibu Santi. Menurut penuturan Ibu Santi menyatakan bahwa program lebih
ditekankan pada sisi kuratif tetapi tidak menghilangkan sisi preventif dan
promotifnya. Program penanganan hipertensi di Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya adalah Pelayanan Kesehatan Penderita Hipertensi sesuai dengan
Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang dijabarkan menjadi kegiatan :
1. Pengukuran tekanan darah
Dilakukan untuk melihat seberapa besar tingkatan kenaikan tekanan darah
yang dialami oleh pasien yang juga berguna sebagai pengingat dan pengatur
segala hal agar bisa mencapai tekanan darah yang stabil dan baik. Dengan
dilakukan tekanan darah pada pasien hipertensi maka dapat menentukan
program pengobatan yang tepat. Menurut penuturan salah satu anggota
pemegang program penyakit tidak menular yang mengatakan bahwa jika ada
pasien yang memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg maka langkah awal
dari Dinas Kesehatan adalah melakukan pengobatan terapi farmakologik yaitu
melakukan penanganan dan penurunan tekanan darah ke angka stabil
menggunakan obat-obatan. Tentu program ini lebih ditekankan pada sisi
kuratif bagi penderita hipertensi.
2. Edukasi
Pemberian informasi kepada para penderita hipertensi yang berkaitan
dengan faktor risiko dan gaya hidup penyebab hipertensi seperti edukasi
34

tentang diet makanan sehat untuk penderita hipertensi, pentingnya aktifitas


fisik bagi penderita hipertensi atau yang sering diistilahkan dengan senam
hipertensi. Untuk progam yang kedua ini lebih ditekankan kepada sisi
preventif yaitu mencegah para penderita hipertensi mengalami kenaikan
tekanan darah lebih tinggi dan berat yang akhirnya menjadi timbulnya
kerusakan organ vital dalam tubuh sebagai jangka panjang dari tekanan darah
yang tinggi melebihi 160 mmHg. Selain edukasi mengenai diet makanan juga
dilakukan kegiatan aktiftas fisik yaitu senam yang dilakukan oleh pihak
Posbindu di seluruh Puskesmas Kota Tasikmalaya dan pihak Prolanis di
puskesmas Kota Tasikmalaya.
Kedua program diatas merupakan program dari Dinas Kesehatan yang
kemudian diturunkan ke puskesmas-puskesmas di seluruh wilayah Kota
Tasikmalaya. Tambahan informasi puskesmas yang terdapat di wilayah Kota
Tasikmaya yang merupakan tanggung jawab penyaluran program penangangan
dan pencegahan hipertensi yaitu terdapat 21 wilayah puskesmas yaitu Puskesmas
Tamansari, Kawalu, Sangkali, Urug, Mangkubumi, Sambongpari, Indihiang,
Bungursari, Bantar, Cihideung, Cilembang, Cipedes, Panglayungan, Cigeureung,
Kahuripan, Tawang, Karanganyar, Parakannyasag, Cibeureum, Sukalaksana, dan
Purbaratu. Hal ini secara tidak langsung bahwa Dinas Kesehatan dan 21
puskesmas di wilayah Kota Tasikamalaya bekerja sama dalam melakukan
pemberian pelayanan kesehatan kepada penderita hipetensi yang sesuai dengan
standar pelayanan minimum berupa pengukuran tekanan darah dan edukasi
kesehatan. Kedua program ini merupakan program kerja sama dan juga target yang
didapat hanya masyarakat penderita pasien hipertensi yang biasa aktif kunjungan
ke 21 puskesmas wilayah Kota Tasikmalaya.
Kegiatan pemeriksaan tekanan darah dan edukasi merupakan program kerja
sama dengan puskesmas yaitu dibawah tanggung jawab Pos Binaan Terpadu
(Posbindu) di seluruh puskesmas, sehingga untuk intensitas kegiatan program
dilakukan secara rutin bagi pasien kunjungan puskesmas mengenai pengecekan
35

tekanan darah karena setiap kunjungan ke puskesmas maka pasien pasti diminta
untuk mengecek tekanan darahnya sedangkan untuk program edukasi menurut
pihak dinas intensitasnya dilakukan secara satu bulan sekali. Selain Posbindu, Ibu
Santi menyinggung perihal Prolanis di Puskesmas yaitu pasien yang memiliki
kartu jaminan kesehatan berupa kartu BPJS KIS (Kartu Indonesia Sehat). Pada
dasarnya kegiatan sama persis yang dilakukan oleh pihak Posbindu, perbedaan
lebih terkait dari pihak keanggotaan asuransi kesehatannya.
Selain kedua program tersebut terdapat program tambahan dari Dinas
Kesehatan diluar pihak kerja sama dengan puskesmas. Sehingga secara tidak
langsung pihak Dinas Kesehatan langsung turun tangan melakukan kegiatan ini
yang biasanya dilakukan di luar gedung puskesmas. Kegiatan ini dinamakan
screening yaitu penjaringan serta pencarian masyarakat yang didiagnosa
mengalami hipertensi yang tidak pernah berobat ke puskesmas. Jadi kegiatan ini
merupakan program eksternal dari puskesmas, biasanya masyarakat yang berobat
ke puskesmas akan menjadi tanggung jawab pihak Pos Binaan Terpadu
(Puskesmas) tetapi untuk screening maka pencarian pasien hipertensi dilakukan di
gedung kelurahan di seluruh Kota Tasikmalaya. Program screening diberlakukan
kepada masyarakat usia produktif yaitu usia ≥ 15 tahun ke atas. Berikut adalah
proses kegiatan screening :
a. Wawancara
Masyarakat yang terjaring saat screening, diwawancarai dan ditanyakan
apakah ada riwayat sebelumnya penyakit hipertensi di keluarganya.
Masyarakat yang ikut dikhususkan untuk yang belum berobat ke puskesmas.
b. Pengukuran tekanan darah, Berat Badan, Tinggi Badan dan Pemeriksaan Gula
Darah
Dilakukan bertujuan untuk mendapatkan pasien baru hipertensi yang belum
terjaring ke puskesmas.
Kegiatan screening ini dilakukan dengan tujuan menjaring lebih banyak lagi
pasien yang tidak berobat ke puskesmas. Kegiatan ini juga memiliki sumber dana
36

dari pihak Dinas Propinsi, sehingga pelaksanaannya juga dilakukan menurut


standar peraturan yang ada dan biasanya minimal dilakukan satu tahun sekali.
Ketika saat wawancara Bu Santi mengatakan bahwa secara tidak sengaja atau
kebetulan kegiatan screening sedang dilaksanakan pada bulan ini di empat
kelurahan, namun beliau tidak menjelaskan dan menyebutkan keempat kelurahan
tersebut.
Dapat dikatakan bahwa dalam pelaksanaan program penanganan dan
pencegahan penyakit hipertensi didukung oleh sarana dan prasaran yang baik dari
pihak Dinas Kesehatan Kota Tasikamalaya, phak pimpinan, dan kerjasama
anggota program yang baik. Sumber dana juga didukung penuh oleh pihak Dinas
Kesehatan Propinsi. Program ini merupakan bentuk pencarian pasien yang
menyeluruh dan terpadu sehingga diharapkan akan terjadi penurunan angka
kesakitan hipertensi di kalangan masyarakat produktif dan diharapkan kesadaran
masyarakat untuk mau berobat dan kunjungan rutin sebagai langkah penyembuhan
pasien dari penyakit hipertensinya.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Kegiatan survey maupun surveilans wajib dilaksanakan oleh setiap instansi
kesehatan mulai dari puskesmas, klinik, rumah sakit, maupun tenaga kesehatan
lainnya yang membuka praktek secara individu. Hal ini dilakukan untuk digunakan
dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan,
kematian, dan meningkatkan status kesehatan. Selain itu juga data yang diperoleh
dari hasil survey maupun surveilans bisa dijadikan sebagai acuan untuk
menentukan kasus KLB. Namun sayangnya tidak semua instansi kesehatan
melakukan pengumpulan data. Dari hasil pengumpulan data biasanya dikirimkan
ke dinas kesehatan baik kota atau kabupaten.
Pelayanan kesehatan yang ada di Kota Tasikmalaya sendiri belum semua
instansi kesehatan melakukan survey maupun surveilans, yang sering mengirim
data hasil survey atau surveilans contohnya rumah sakit dan puskesmas saja yang
rutin mengirim kepada dinas kesehatan. Data yang diberikan oleh rumah sakit atau
puskesmas dilakukan mingguan (setiap hari selasa), bulanan (per tanggal 5), dan
tahunan (per tanggal 10 Januari, karena Dinas Kesehatan akan melaporkan kepada
Dinas Kesehatan Provinsi pada tanggal 15 Januari).
Dinas kesehatan memiliki beberapa bagian yang bertanggung jawab dalam
pemegang program, ada pemegang program penyakit menular (P2M), pemegang
program penyakit tidak menular (P2TM), dan pemegang program surveilans.
Pemegang program P2M dan P2PTM memiliki data surveilans sendiri setiap
penyakitnya, yang kemudian di setorkan kepada pemegang program surveilans
untuk selanjutnya direkap dan dilaporkan ke dinas kesehatan provinsi Jawa Barat.
B. Saran
Perlu diperhatikan dan dibenahi kualitas data sistem surveilans hipertensi,
terutama kebenaran pencatatan data. Perlu juga dilakukan pelatihan petugas, dan
validasi data dinkes dengan puskesmas agar tetap terpantau apabila ada

37
38

peningkatan atau penurunan kasus hipertensi. Selain itu, masyarakat juga


sebaiknya mengikuti program mendukung untuk masalah hipertensi yang ada di
Dinas Kesehatan agar angka kasus hipertensi menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2018. Kota Tasikmalaya dalam angka tahun 2018. [Online]
Tersedia:
https://tasikmalayakota.bps.go.id/publication/2018/08/16/acadcdb4813e3c2cb2
8582f0/kota -tasikmalaya-dalam-angka-2018.html. Badan Pusat Statistik Kota
Tasikmalaya. (Diakses 20 Oktober 2019)
Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2016. Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2015.
Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. [Online] Tersedia:
http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php/arsip/detail/77 (Diakses 20
Oktober 2019)
Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2017. Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2016.
Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. [Online] Tersedia:
http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php/arsip/detail/82 (Diakses 20
Oktober 2019)
Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2018. Profi Kesehatan Jawa Barat Tahun 2017. Bandung:
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. [Online] Tersedia:
http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php/arsip/detail/91 (Diakses 20
Oktober 2019)
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. 2019. Pravelensi Hipertensi di Kota Tasikmalaya
Tahun 2019. Tasikmalaya: Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Dirjen p2ptm.
2015. Petunjuk teknis Surveilans Penyakit Tidak Menular. [Online] Tersedia :
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Petunjuk-Teknis-Surveilans-
Penyakit-TidakMenular.pdf (Diakses 20 Oktober 2019)
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penyelenggaran Surveilans Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2012.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1479/Menkes/SK/X/2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit
Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu
Murti, Bhisma. 2010. Surveilans Kesehatan Masyarakat. [Online] tersedia:
https://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf (Diakses
20 Oktober 2019)
Pusdatin Kemenkes RI. 2014. Hipertensi. Jakarta: Kementian Kesehatan Republik
Indonesia

39
LAMPIRAN

40

Anda mungkin juga menyukai